Materi Ajar Akuntansi Syariah

(1)

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Umum

Tujuan mempelajari bab ini agar Anda memahami sejarah akuntansi.

Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan mempelajari bab ini agar Anda mampu: 1. Memahami sejarah akuntansi dan hubungannya dengan

praktik akuntansi.

2. Memahami latar belakang dan bagaimana akuntansi itu dipakai masa lalu.

3. Memahami fungsi dan peran akuntansi pada masa lalu. 4. Memberikan gambaran yang benar tentang akuntansi.

A. PENDAHULUAN

Mayoritas ahli sejarah akuntansi, seperti Sieveking, mengira bahwa akuntansi tumbuh karena tumbuhnya serikat-serikat dagang (partnerships) (Littleton, 1933 hal. 9). Padahal sebenarnya tumbuhnya serikat-serikat itu sebagai salah satu fenomena luasnya perdagangan tidaklah menjadi asas dalam perkembangan akuntansi. Sebab, tumbuhnya serikat-serikat itu termasuk yang paling baru apabila dibandingkan dengan tumbuhnya negara itu sendiri. Sepanjang sejarah, berbagai negara seperti negeri Babil, Fir`aun, dan Cina, telah menciptakan, menggunakan dan mengembangkan salah satu bentuk pencatatan transaksi keuangan. Penggunaan tersebut menyerupai apa yang sekarang dikenal dengan nama "Maskud Dafatir" (Bookkeeping), dan bertujuan mencatat pendapatan dan pengeluaran negara.

Sejarah Islami menunjukkan bahwa negara Islami telah mendahului Republik Italia sekitar 800 tahun dalam menggunakan sistem pembukuan, selanjutnya salah satu sistem pembukuan moderen yang dikenal dengan nama sistem Al Qaidul Muzdawaj yang sesuai dengan kebutuhan negara dari satu sisi, dan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan para pedagang muslim dari sisi yang lain. Sesungguhnya pengertian "muhasabah" (akuntansi) di negara Islami hingga pengklasifikasiannya pada tahun 1924 dan pengertian inilah yang harus senantiasa ada di dalam masyarakat Islami meskipun pada saat negara Islami tidak ada lagi, berbeda dengan apa yang ada di masyarakat lain di luar Islami. Sesungguhnya pengertian "muhasabah" di dalam masyarakat Islami tidak sekedar masalah pencatatan data-data keuangan, tetapi lebih sempurna dari itu.

Di antara yang patut disebutkan adalah Al Qur'an tidak menunjukkan kata "muhasabah" dengan istilah yang kita kenal sekarang, tetapi menunjukkan kandungannya lebih dari 48 kali (Athiyyah, 1982, 44). Sesungguhnya hajat dan pengunaan negara Islami, dengan kekuasaannya yang ada di pusat maupun di daerah, serta hajat dan pengggunaan kaum muslimin terhadap "muhasabah" menunjukkan bahwa perkembangan muhasabah tidak lain hanyalah hasil sistem masyarakat dan aktivitasmanusia secara bersama-sama. Selanjutnya perkembangan muhasabah tidak terbatas pada aktivitasmanusia dalam bidang perdagangan saja sebagaimana yang dikatakan para ahli sejarah akuntansi Barat.

BAB I

SEJARAH

AKUNTANSI

BAB I

SEJARAH

AKUNTANSI



"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (kamu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim" (QS, Al Maidah: 51)


(2)

Sistem masyarakat dan aktivitas manusia ini telah tumbuh, berkembang, dan menjadi sempurna di dalam lingkup syari`at Islami. Apabila kita perhatikan perkembangan sekarang ini pada masyarakat non-Islami dan pada pertengahan terakhir abad ke-20 secara khusus, akan kita dapati bahwa perkembangan itu mengikuti sistem yang sama dengan sistem yang dilalui oleh perkembangan muhasabah pada masa negara Islami dengan perbedaan prosedur sistem tersebut. Sebab, perkembangan akuntansi pada saat sekarang ini di negera-negara non-Islami hanyalah terpengaruh terpengaruh dengan perkembangan baru di dalam undang-undang umum (cammon law) dan berpengaruh terhadap kebutuhan-kebutuhan pribadi dalam bidang perdagangan, hal ini berbeda sesuai dengan perbedaan kemampuannya dan sarana pekerjaan yang digunakannya. Semuanya ini terpengaruh dengan sistem negara dan kebutuhan-kebutuhannya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sementara itu orang-orang Barat membedakan antara akuntansi dan bookkeeping, sedangkan negara dan masyarakat Islami menggunakan kata akuntansi dalam bentuk yang lebih sempurna, di dalamnya meliputi pengertian bookkeeping dan juga pengertian akuntansi dan musa'alah (pertanggungjawaban).

Syari`at Islami dan tuntutan-tuntutannya termasuk faktor yang mengantarkan kepada perkembangan akuntansi di negara Islami. Sebenarnya, sebagian ahli sejarah non muslim menyangkal pendapat yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan akuntansi terjadi di Republik Italia pada abad XV, namun mereka tidak menentukan dimana tempat pertumbuhan dan perkembangan akuntansi yang sebenarnya. Barangkali mereka dapat dimaklumi, karena mereka tidak mengetahui hakikat Islami dan tuntutan-tuntutannya dari satu segi, dan dari segi lain mereka tidak memiliki data dan bukti-bukti serta tidak melakukan penelitian di dalam masyarakat Islami. Di antara para ahli sejarah yang menyangkal pendapat tersebut adalah Have, dia berkata: "Perkembangan akuntansi tidaklah terjadi di Republik Italia kuno, tetapi yang terjadi adalah Italia mengetahui tentang akuntansi dan ilmu itu sampai kepada mereka dari bangsa lain". (1976, 13).

Bila diperhatikan sejarah akuntansi dan yang ditulis oleh non muslim sampai sekarang, bahwa di sana ada penekanan pada dua masa; Pertama, masa sebelum berdirinya negara Islami. Kedua, masa yang awalnya bersamaan dengan berakhirnya abad XV dengan munculnya buku Pacioli yang di dalamnya terdapat satu bab khusus tentang akuntansi. Dengan demikian, mereka mengabaikan masa sejak munculnya Islami dan hingga tahun 1494 M. yaitu tahun munculnya buku Pacioli. Masa ini merupakan mata rantai yang hilang, karena masa ini nampaknya telah dilalaikan secara sengaja, tetapi, "Barangkali, masa ini telah dilalaikan karena mereka tidak memiliki ilmu dan jahil tentang Islami serta tuntutan-tuntutannya dari satu sisi, dan dari sisi lain mereka jahil pula terhadap bahasa Arab". Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai komunitas muslim (terutama) di negara-negara Islami mulai memberikan dan menyampaikan informasi (ilmu) ini khususnya tentang akuntansi secara benar kepada semua lapisan masyarakat. Agar persepsi yang sudah kaprah tidak terjadi lagi untuk masa sekarang dan mendatang.


(3)

Ketika berbicara tentang sejarah akuntansi di kalangan orang-orang Arab, maka yang dimaksudkan adalah masa yang berakhir dengan hijrahnya Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam, dari Makkah ke Madinah tahun 622 M, yang setelah itu dimulailah sejarah Islami. Pada masa sebelum berdirinya negara Islami, bangsa Arab terpecah-pecah, tidak disatukan oleh satu sistem politik, kecuali tradisi kekabilahan yang dominan. Sekalipun demikian, mereka memiliki pasar-pasar dan tempat-tempat aktivitas perdagangan di dalam negeri maupun di luar negeri, yang tercermin dalam dua perjalanan di musim dingin dan di musim panas, yaitu ke negeri Syam dan ke negeri Yaman.

Rasul Muhammad SAW berawal pada tahun 609 M, dan beliau selama tiga belas tahun tinggal di Makkah sampai berhijrah ke Madinah pada tahun 622 M. Dengan hijrahnya Rasul Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, mulailah tahun Hijriyah menjadi kalender Islami yang didasarkan pada peredaran bulan, sedangkan kalender Masehi berdasarkan pada peredaran matahari.

Kehidupan bangsa Arab di negeri antara dua sungai pada masa lampau telah mencapai tingkat kehidupan yang makmur. Hal ini berpengaruh terhadap akuntansi yang ada di kalangan orang-orang Arab, yaitu konstruksi kehidupan sosial di negeri Rafidin atau yang dikenal dengan nama negeri antara dua sungai (Mathews dan Perera, 1991, 11) mulai berbuat untuk melayani kebutuhan-kebutuhan mereka dalam bidang perdagangan dan industri yang maju pada saat itu. Ensiklopedi Britanian menunjukkan bahwa negeri Rafidin juga dikenal dengan nama Jaziratul Arabiyah. Antara tahun 4500 SM sampai tahun 500 SM.

Kehidupan di negeri antara dua sungai mencapai tingkat kehidupan yang tinggi karena tanahnya subur di satu sisi, dan di sisi yang lain karena kemajuan dalam bidang pekerjaan dan industri, seperti industri batu bata, pewarnaan pakaian, pertukangan, dan penukaran uang (Chatfield. 1968, 12). Negeri antara dua sungai atau negeri Rafidin meliputi wilayah Akkad di Utara dan Sumar di Selatan. Wilayah-wilayah tersebut memiliki berbagai peradaban seperti peradaban Sumariyah kuno milik orang-orang Sami, kemudian peradaban Asyuriyah Babiliyah, dan Kildaniyah. Sebagian besar negeri antara dua sungai itu menjadi wilayah Iraq, sebagian kecil menjadi wilayah Iran, dan sebagian lagi menjadi wilayah Suriah (Chatfield, 1968, 12). Peradaban di negeri antara dua sungai ini telah sampai pada tingkat memaksakan bahasanya ke dunia, sehingga bahasa mereka menjadi bahasa populer dalam perdagangan dan politik di dunia, dan Babilonia menjadi pusat jalinan perdagangan di timur (Brown, 1968, 16-17).

Kemajuan dalam bidang perdagangan, industri, keuangan, dan jasa sebagaimana yang dikenal pada waktu itu di belahan dunia Arab menjadikan keberadaan sarana untuk mencatat apa yang terjadi sebagai sesuatu yang urgen. Sarana tersebut adalah berupa tulisan. Ustadz Mahmud Syakir menerangkan bahwa orang-orang Arab-lah yang menemukan tulisan pada tahun 3200 SM, (1991, 6). Penemuan tulisan ini berimplikasi pada terjadinya perubahan mendasar dalam kehidupan manusia untuk suatu masa karena telah membantu untuk mencatat dan menukil pengetahuan serta pemikiran-pemikiran. Salah seorang peneliti Barat berkata bahwa manusia ini berUtang budi kepada penduduk antara dua sungai karena mereka telah menemukan tulisan. (Chatfield, 1968, 16). Ustadz Mahmud Syakir tidak menentukan di negeri Arab bagian mana tulisan itu ditemukan, tetapi Chatfield menyebutkan bahwa tempat itu di negeri Rafidin.


(4)

Tetapi, Ibnu Khaldun menyebutkan bahwa tulisan telah berpindah dari Yaman ke Iraq, karena di sana terdapat tulisan yang bernama Al Khaththul Himyari, lalu dari Iraq berpindah ke Hirah" (hal. 463). Ibnu Khaldun menambahkan, "Orang-orang Himyar memiliki tulisan yang dinamakan Al Musnad, huruf terpisah dan mereka melarang untuk mempelajari tulisan itu kecuali atas izin mereka. Dari Himyar, Mesir mempelajari tulisan Arab" (Hal. 464).

Kemajuan dalam bidang perdagangan dan sosial serta keterkaitannya dengan penemuan tulisan dalam kapasitasnya sebagai sesuatu yang urgen yang sangat dibutuhkan oleh keadaan pada saat itu, mendorong salah seorang peneliti untuk mengatakan bahwa orang-orang Finiqiya pernah menggunakan huruf paku yang pernah digunakan di negeri Rafidin, namun setelah itu mereka menemukan huruf-huruf khas mereka yang kemudian digunakan oleh orang-orang Yunani. Huruf-huruf Finiqiya ini memiliki karakter tersendiri, menarik, ditulis dari arah kanan ke kiri. (Britanica, vol. 9; 392). Pada hakikatnya, tulisan sejak ditemukan dan untuk masa yang cukup lama hanya digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran gudang. Hal ini membuat timbulnya suatu ungkapan bahwa tulisan ditemukan "not to write book but to keep books" (American Institute of Ceritifield Public Accountants, 1970, 1).

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa perkembangan dan kemajuan dalam bidang perdagangan dan sosial berimplikasi pada penemuan tulisan, dan tulisan dengan perannya berimplikasi pada peletakan batu fondasi bagi akuntansi. Semuanya ini terjadi di wilayah tersebut yang merupakan bagian dari dunia Arab. Dan tidak mustahil hal seperti itu terjadi pula di wilayah-wilayah yang lain dari dunia Arab, di samping negeri antara dua sungai. Namun sampai sekarang, berbagai ekskavasi tidak menunjukkan hal itu, atau dalam bentuk yang lebih rinci lagi tidak ada seorang pun yang mempelajari ekskavasi-ekskavasi itu dari segi perdagangan dan akuntansi, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan Yaman dan masa-masa keemasan yang dialaminya. Tulisan Sumariyah termasuk bentuk tulisan yang terdahulu secara umum, karena tulisan Mishriyah (Mesir) muncul setelah itu. Kedua bentuk tulisan itu, yaitu Sumariyah dan Mishriyah terbentuk dari rumus-rumus sesuatu dan dikenal dengan nama pictographic yaitu tulisan dalam bentuk gambar (Chatfield, 1968, 16). Demikian pula buku-buku akuntansi yang digunakan di Sumar dan Babilonia, yang sifatnya mengandung hitungan-hitungan berimbang (neraca), menurut pemikiran James dan Snyder mungkin dikategorikan sebagai sistem Sumariyah untuk sistem Al Qaidul Muzdawaj (Double Entry Bookkeeping), (Snell, 1982, 53).

Penduduk negeri antara dua sungai telah menggunakan papan tulis tembikar yang bertuliskan dengan huruf paku untuk mencatat hitungan-hitungan mereka. Meskipun sederhana, itu sudah cukup dan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka dalam bidang perdagangan dan sosial. Babilonia telah dikenal dengan pekerjaan-pekerjaan penukaran uang sejak masa yang tidak dikenal sampai abad V SM, (Brown, 968, 18). Sudah tentu orang-orang Babilonia dan Asyuria tidak mengatur dan memelihara hitungan-hitungan mereka dengan cara yang digunakan pada masa kita sekarang ini atau cara yang mendekati hal itu. Tetapi, sistem yang mereka gunakan dalam mengatur urusan keuangan serta mencatat dan memelihara hitungan-hitungan mereka telah memberikan andil dalam perkembangan yang terjadi pada masa berikutnya di tempat lain di dunia


(5)

Arab, kemudian di dunia Islami. Di antara yang patut disebutkan adalah papan tulis tembikar Sumariyah dan Babiliyah yang diungkap oleh berbagai ekskavasi telah menjelaskan tujuan gudang-gudang umum dan tempat-tempat ibadah, di samping menjelaskan tentang adanya sistem akuntansi dalam penggajian dan pengupahan tentara Romawi, dan berbagai tingkatan gaji dan upah tersebut.

Apabila diperhatikan tempat lain di dunia, maka akan ditemukan peradaban Mesir yang termasuk paling baru dibandingkan dengan peradaban-peradaban yang dikenal di negeri antara dua sungai, karena peradaban Mesir dimulai sekitar tahun 500 SM. Sudah pasti bahwa orang Arab baik yang ada di negeri antara dua sungai di Mesir telah menemukan sistem akuntansi yang sesuai dengan lingkungan mereka pada saat itu, dan berbeda dengan penduduk-penduduk lain.

Di samping itu, orang-orang Arab baik yang ada di negeri Rafidin atau Mesir, atau negeri Syam, di celah-celah perdagangan mereka, telah memberikan pengaruh terhadap tetangga mereka di bagian utara. Orang-orang Romawi dan Yunani telah mengambil manfaat dari sistem akuntansi yang terkenal di kalangan orang-orang Arab yang ada di negeri antara dua sungai dan Mesir. Sebab, orang-orang Romawi dan Yunani memperhatikan pembukuan pedagang, tempat-tempat ibadah, dan negara sebagaimana halnya orang-orang Babilonia.

Meskipun orang-orang Yunani telah mengambil manfaat dari sistem akuntansi yang terdahulu yang dikenal di kalangan tetangga mereka orang-orang Arab pada saat itu, mereka pun secara bertahap memulai mengembangkan sistem akuntansi yang khusus bagi mereka. Yang mendukung mereka dalam hal ini adalah penemuan mata uang sekitar tahun 630 SM. Namun, pengembangan mereka terhadap sistem akuntansi khusus mereka ini memiliki karakter umum, karena perhatian mereka didasarkan pada pengungkapan kesalahan-kesalahan tanpa adanya efektifitas dan mereka memperhatikan akuntansi sebagai sarana untuk membantu pengambilan keputusan atau mengukur efektifitas, atau mengukur keuntungan yang dipastikan. Pada waktu selanjutnya, orang-orang Romawi mengambil sistem akuntansi ini dari orang-orang Yunani.

Tujuan dari penggunaan akuntansi di kalangan orang-orang Arab adalah untuk mengukur keuntungan. Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai munculnya negara Islami pada tahun 1 H/622 M. Adapun akuntansi sebagai sarana pembantu dalam pengambilan keputusan belumlah difungsikan sampai munculnya negara Islami. Bagi orang-orang Arab pra Islami, perhitungan keuntungan dilakukan dengan cara mengetahui kelebihan pada modal murni antara awal dan akhir (saldo akhir) masa perdagangan. Bagi orang-orang Arab Hijaz, keuntungan dihitung dua kali: pertama, setelah perjalanan dagang ke Yaman pada musim dingin, dan kedua setelah perjalanan dagang ke Syam pada musim panas. Tampaknya, karena minimnya bukti-bukti yang ada yang menjelaskan tentang sejarah akuntansi di dunia Arab seperti Babilonia, orang-orang Arab pra Islami tidak memberikan perhatian terhadap pencatatan penemuan-penemuan mereka dan perkembangan kehidupan mereka. Tidak adanya perhatian terhadap pencatatan perkara-perkara tersebut kembali kepada tabiat orang-orang Arab dalam mentransfer pengetahuan. Mereka menyebarkan pengetahuan kepada para generasi secara lisan, dari orang ke orang. Orang-orang Arab memiliki keistimewaan dalam hal kekuatan hafalan dan daya tangkapnya. Hal seperti ini terus berlangsung sampai pada awal masa Islam. Namun, dengan tumbuhnya negara Islam, hal ini mengalami perubahan yang cepat,


(6)

karena pencatatan penemuan-penemuan dan ilmu mulai mengambil perannya, yaitu berawal dari pencatatan hadits-hadits Rasulullah Muhammad SAW.

Tahun 1202 M adalah tahun dimasukkannya angka-angka Arab dan aritmetika yang keduanya ditemukan oleh kaum muslimin kemudian dibawa ke Eropa, yaitu melalui buku yang ditulis oleh Leonardo of Pisa Putra Bonnaci (Fibonnaci) yang banyak melakukan perjalanan ke dunia Arab. (Brown, 1968, 11). Tentu saja, hal ini bukan berarti akuntansi tidak sampai ke Italia melalui para pedagang muslim, sebelum tahun 1202 M. Sebab, sangat memungkinkan, hubungan dagang dan akibat yang ditimbulkannya seperti adanya hubungan cinta kasih antara kaum muslimin dan orang-orang orang Italia telah membuka jalan bagi penggunaan angka-angka Arab dalam skala yang terbatas, sehingga buku Leonardo of Pisa mendapatkan sambutan yang baik ketika terbit.

Dalam buku Leonardo of Pisa ini memuat bab-bab tentang aritmetika yang menjelaskan cara penjumlahan, pengurangan, menentukan harga, barter dan persekutuan-persekutuan terutama yang serupa dengan Syirkah Tadlamun. Buku ini mendapatkan perhatian besar dari para pedagang, karena menyajikan cara baru penomoran dari satu sampai sepuluh. Cara ini tidak akan disajikan kepada orang-orang Eropa di Italia kecuali setelah nyata berhasil penerapannya di negara Islami di sisi penemunya, kaum muslimin. Dengan sistem ini, masalah-masalah akuntansi yang dihadapi oleh para pedagang pada saat itu berhasil diselesaikan. Secara umum, bahasa Arab adalah bahasa yang populer di dunia Islami. Sebagian wilayah Islami bahasanya bukan bahasa Arab, namun bahasa mereka ditulis dengan huruf-huruf Arab. Sebagian studi menunjukkan bahwa huruf-huruf Arab digunakan dalam 39 bahasa selain bahasa Arab, Asia, Afrika, dan Eropa.

Di antara bahasa-bahasa Asia yang menggunakan hurup Arab adalah bahasa Turki, Parsi, Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India, Usbek, Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi dan Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika yang ditulis dengan huruf-huruf Arab antara lain: Qubataliyah, Syalhaniyah, Sawahiliyah, Bumbariyah, Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, dan Fayarijiyah. Sedangkan di Eropa, bahasa yang menggunakan huruf Arab antara lain: Sanukan, Qazan, dan Qumnuk, (Hawaditus Sa’ah, 1995, 52). Sebagaimana telah diketahui, bahwa orang-orang Eropa dan orang-orang Amerika mengkaitkan peradaban Islami dengan orang-orang Arab, hal ini karena orang-orang Arab-lah menjadi pelopor dalam penyebaran agama Allah, Islam. Di samping menyebarkan agama Allah, mereka juga menyajikan peradaban mereka yang tumbuh dan berkembang dari celah-celah Islami. Di antaranya adalah perdagangan, peperangan, ketatanegaraan, dan ilmu-ilmu yang lain.

Hal ini ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yang datang dari timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yang bermacam-macam, berbagai penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, dan matematika, (Woolk, 1912, 54). Peradaban Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan-tuntutan syari’at Islam yang berasaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah. As Sunnah mengandung seluruh ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana yang dihafal oleh para sahabat ridlwanullah ‘alaihim. Namun sangat disayangkan, kita temukan sebagian penulis dari kalangan non Islam tidak berusaha memahami Islam secara benar, dan mengulang-ulang pendapat yang tidak sesuai


(7)

dengan kedudukan ilmiah mereka tanpa memikirkan hasil dari apa yang mereka tulis. Di antaranya adalah definisi yang mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad SAW, yaitu seorang pemimpin yang di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan banyak pengetahuan dan hikmah kepada para pengikutnya, (Haskins, 1900, 11). Dengan definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur'an bukan dari sisi Allah. Salah satu penelitian moderen yang dilakukan oleh salah seorang peneliti Muslim bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin dipetik dari Islami dalam pengembangan akuntansi dan kerangka perdagangan tidak dapat diambil manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yang mendalam, (Hamid et al, 1993, 132).

Hal ini menunjukkan bahwasanya sangat mendesak, kebutuhan untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang non muslim, terutama para pemikir mereka, tentang hakikat Islam dan apa saja yang dapat dipersembahkan kepada manusia, di samping apa yang telah dipersembahkan kepada mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yang dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan mereka.

C. SEJARAH AKUNTANSIDINEGARA-NEGARA ISLAM

Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islami. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Meskipun, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan.

Katakankanlah:”Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ katakanlah, Sesungguhnya aku diperintahkan supaya aku menjadi orang yang pertamakali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik.” (Al An’am: 14).

Sesungguhnya sejarah akuntansi, sebagaimana yang ditulis oleh para ahli sejarah Barat dan menurut apa yang dikemukakan sebelumnya, menunjukkan bahwa akuntansi secara umum atau apa yang dinamakan dengan sistem double entry secara khusus tumbuh dan berkembang di Eropa, yaitu di Republik Italia. Di antara referensi yang dapat dilihat, baik yang berbahasa Arab maupun yang berbahasa Inggris, tidak didapati penyebutan apa pun tentang apa yang terjadi di negara Islami. Boleh jadi, pengabaian peran negera Islami dalam pengembangan akuntansi karena


(8)

disengaja atau karena ketidaktahuannya. Padahal peran yang dimainkan oleh negara Islami dalam pengembangan berbagai ilmu dan seni adalah cukup besar, seperti dalam akuntansi keuangan.

D. PEKEMBANGAN AKUNTANSI DI DUNIA ISLAM

Vangermeersch memandang bahwa tempat tumbuhnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry) masih diperdebatkan. (Berton, 1933, 1). Hal ini berarti bahwa dia tidak menerima bahwa tempat tumbuhnya sistem tersebut di Republik Italia. Dia beralasan bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam buku-buku akuntansi, yang merupakan suatu metode untuk memilah-milah data sesuai dengan kaidah-kaidah khusus yang telah dikenal secara umum (Have, 1976, 5-6). Berdasarkan hal tersebut, sebagian peneliti memandang bahwa masih diragukan, sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam bentuk yang kita kenal sekarang ini atau yang mendekati hal itu telah dipraktikan secara meluas pada abad XIV (Weis and Tinuis, 1991, 54), yakni mereka meragukan adanya praktik tersebut secara meluas di Italia pada abad XIV, terutama Pacioli hanya menyebutkan adanya praktik secara meluas tanpa menentukan tempatnya. Keraguan ini pada kenyataannya beralasan, yaitu:

ALASANPERTAMA, yaitu kosongnya masa sejarah dari sejarah akuntansi, yaitu masa

yang terjadi antara lenyapnya negeri antara dua sungai dan negeri Mesir di dunia Arab sampai abad XV secara umum. Secara khusus, ketika Pacioli menyebarkan bukunya yang mengandung satu bab tentang akuntansi, yaitu pada tanggal 10 Nopember 1494 M. Kekosongan ini hampir mendekati dua ribu tahun.

ALASAN KEDUA, yaitu penggunaan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi secara luas

tidak diragukan lagi mengharuskan adanya suatu praktik kerja dan pusat-pusat pelatihan yang mampu mencetak pribadi-pribadi yang ahli dan mampu menggunakan sistem ini secara luas. Pada kenyataannya, pusat-pusat pelatihan semacam itu tidak ada di Italia, kecuali pada akhir abad XVI, yaitu setelah kurang lebih dua abad dari munculnya buku Pacioli.

Pusat pelatihan para akuntan yang pertama di Italia didirikan di kota Venice pada tahun 1581 M, dan dikenal dengan nama Colege of Accountans. Setelah para peserta studi menerima ilmu dari lembaga tersebut, mereka diharuskan untuk berlatih (praktik kerja) di kantor-kantor akuntan yang telah teruji selama enam tahun, setelah itu, mereka diuji sebelum dapat mempraktikkan profesi akuntansi secara mandiri, (American Institute of Certified Accountants, 1970, 3). Demikian pula praktik kerja belum memiliki wujud yang diperhatikan sebelum munculnya buku Pacioli. Hal ini kembali pada keterbelakangan ilmu yang dialami Eropa pada saat itu, yang dikenal dengan masa kegelapan.

Di antara yang patut diperhatikan adalah Pacioli menyebutkan di dalam bukunya bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah ada sejak masa yang lama (Murray, 1930, 16), tetapi ia tidak menyebutkan sejak kapan dan di mana sistem ini telah ada sejak lama. Apakah hal itu di dalam Republik Italia pada saat itu, ataukah di tempat lain. Demikian juga salah seorang peneliti, De Rover, berpendapat bahwa bab yang


(9)

terdapat di dalam buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah suatu bentuk nukilan dari apa yang ada pada saat itu beredar di antara para murid dan guru di sekolah aritmetika dan perdagangan (Venetian Schole) atau dalam bahasa Inggris Schools of Commerce and Arithmetic. Dengan demikian, Pacioli hanyalah penukil (transcriber) atau pencatat terhadap apa yang beredar pada saat itu, (Chatfield, 1968, 45).

Sesungguhnya ucapan ini tampak diterima oleh akalnya, namun terganjal oleh adanya hubungan antara para pedagang muslim dan para pedagang Italia. Tetapi, pertanyaan yang muncul adalah: Siapakah yang menemukan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi? Di mana hal itu? Dan bagaimana sistem ini bisa beralih ke tangan orang-orang Italia?

Mungkin dapat dikatakan bahwa pada saat itu Eropa hidup pada masa kegelapan, kaum muslimin telah menggunakan akuntansi dan ikut andil dalam mengembangkannya. Sementara itu, peradaban Islam, dalam pertumbuhan dan perkembangannya, berdiri di atas asas kebahagiaan manusia melalui hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam dan hal-hal yang dapat merealisasikan bagi manusia integrasi antara tuntutan-tuntutan spiritual dan tuntutan-tuntutaan material. Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)

negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al

Qashash: 77).

Orang-orang Arab, terutama di Makah, kemudian kaum muslimin setelah itu, menggunakan akuntansi untuk menentukan keuntungan dengan mengukur kelebihan yang ada pada aset mereka. Peradaban Islami selamanya telah disifati sebagai peradaban Arab. Tampaknya, hal ini dikarenakan kaum musliimin menggunakan bahasa Arab, yang merupakan bahasa AlQur’an. Di samping itu, karena orang-orang Arab adalah para pedagang yang tangguh di Eropa, Afrika, dan Asia. Pada hakikatnya, peradaban yang dikenal oleh masa Islami adalah bersumber dari Islam, dan pembangunnya adalah kaum muslimin.

Peradaban Islam ini, dengan segala karakter, arah pandang, dan sumbernya, berbeda dengan seluruh peradaban sebelumnya dan yang sesudahnya. Oleh karena itu, merupakan suatu kesalahan, mengatakan bahwa ia adalah peradaban Arab. Ia adalah peradaban Islam yang belum pernah ada bandingannya di dunia ini, sebelum dan sesudahnya. Di samping itu, Islam menolak fanatisme golongan, maka orang-orang yang ikut andil dalam membangun peradaban Islami bukan saja orang-rang Arab. Bahkan, banyak dari ilmu yang ditemukan dan dikembangkan oleh kaum Muslimin non-Arab. Dengan demikian tidak boleh menyandarkan peradaban Islam kepada orang-orang Arab saja atau kepada kelompok tertentu selain mereka. Kaum muslimin memiliki pengaruh yang besar terhadap orang-orang yang dijumpainya dari berbagai macam bangsa, melalui perjalanan dagang mereka. Sebagai contoh pengaruh para pedagang Yaman terhadap orang Indonesia dan Malaysia, yakni


(10)

mereka itu berpindah agama, dari Budha dan Hindu ke agama Islam. Demikian pula, banyak orang-orang Eropa yang mengunjungi dunia Islam terpengaruh dengan apa yang mereka rasakan di negeri Islam. Banyak di antara mereka yang masuk Islami ketika mereka merasakan kekuatan pendorong yang merubah orang-orang badui yang memeluk Islam menjadi ulama’ dan pemimpin. Sebagian peneliti telah merasakan pengaruh peradaban Islam dan kaum muslimin terhadap dunia, yakni salah seorang dari mereka mengatakan bahwa para pedagang Italia telah menggunakan huruf-huruf Arab (Have, 1976, 33), di samping angka-angka Arab juga.

Di samping itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh penduduk dahulu, dan sistem ini tersebar di Italia melalui perdagangan. Demikian pula bahwa di sana terdapat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu telah mencatat pemasukan dan pengeluaran tunai pada lembaran-lembaran yang berhadapan dengan sistem debet dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19-20). Tidak diragukan lagi, mereka itu adalah orang-orang Arab terdahulu sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz, setelah itu diikuti oleh kaum muslimin. Demikian pula perkataan peneliti ini bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah tersebar di Italia melalui perdagangan, yang dimaksudkan adalah melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah menjalin hubungan dagang yang kuat dengan orang-orang Italia; dan tidak ada seorang pun yang mendahului mereka dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar dari masa kegelapan.

Di antara bahasa-bahasa Asia yang menggunakan hurup Arab adalah bahasa Turki, Parsi, Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India, Usbek, Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi dan Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika yang ditulis dengan huruf-huruf Arab antara lain: Qubataliyah, Syalhaniyah, Sawahiliyah, Bumbariyah, Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, dan Fayarijiyah. Sedangkan di Eropa, bahasa yang menggunakan huruf Arab antara lain: Sanukan, Qazan, dan Qumnuk (Hawaditus Sa’ah, 1995, No. 52). Sebagaimana telah dikatakan, orang-orang Eropa dan orang-orang Amerika mengkaitkan peradaban Islami dengan orang-orang Arab boleh jadi dikarenakan orang-orang Arab menjadi pelopor dalam penyebaran agama Allah, Islam. Di samping menyebarkan agama Allah, mereka juga menyajikan peradaban mereka yang tumbuh dan berkembang dari celah-celah Islami. Di antaranya adalah perdagangan, dan ilmu-ilmu yang lain. Hal ini ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yang datang dari timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yang bermacam-macam, berbagai penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, dan matematika, (Woolk, 1912, 54).

Peradaban Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan-tuntutan syari’at Islam yang berasaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah. As Sunnah mengandung seluruh ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana yang dihafal oleh para sahabat ridlwanullah ‘alaihim. Sangat disayangkan, kita dapati sebagian penulis dari kalangan non Islam tidak berusaha memahami Islam secara benar, dan mengulang-ulang pendapat yang tidak sesuai


(11)

dengan kedudukan ilmiah mereka tanpa memikirkan hasil dari apa yang mereka tulis. Di antaranya adalah definisi yang mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad SAW, yaitu seorang pemimpin yang di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan banyak pengetahuan dan hikmah kepada para pengikutnya, (Haskins, 1900, 11).

Dengan definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur'an bukan dari sisi Allah. Salah satu penelitian moderen yang dilakukan oleh salah seorang peneliti Muslim bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin dipetik dari Islami dalam pengembangan akuntansi dan kerangka perdagangan tidak dapat diambil manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yang mendalam, (Hamid et al, 1993, 132).

Hal ini menunjukkan, bahwa kebutuhan untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang non muslim sangat mendesak, terutama para pemikir (peneliti) mereka, tentang hakikat Islami dan apa saja yang dapat dipersembahkan kepada manusia. Selain apa yang telah dipersembahkan kepada mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yang dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan hingga sekarang.

Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islami, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), sedankan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan diterbitkan.

Al Mazindarani menyatakan bahwa ada buku-buku yang dimaksudkan adalah manuskrip-manuskrip yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul:"Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat". Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis buku "Risalah Falakiyah" tersebut.

Dalam bukunya yang masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan hal-hal berikut:

1) Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi.

2) Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan, dan


(12)

3) Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.

Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntasni yang populer pada saat itu, pada tahun 765 H/1363 M, antara lain: Akuntansi Bangunan, Akuntansi Pertanian, Akuntansi Pergudangan, Akuntansi Pembuatan Uang, dan Akuntansi Pemeliharaan Binatang. Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat itu dan kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan yang disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah: "Ketika menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan basmalah, "Bismillahir Rahmanir Rahim". Jika hal ini yang dicatat oleh Al Mazindarani pada tahun 765 H/1363 M, maka hal ini pula yang disebut oleh penulis Italia, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, "harus dimulai dengan ungkapan "Bismillah'." (Brown and Johnson, 1963, 28).

Salah seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan di negara Islami, di antaranya adalah sebagai berikut:

1) Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.

2) Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil. 3) Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.

4) Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata.

5) Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor.

Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islami, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo bandingannya yang ada di kantor.

1) Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut.

2) Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.

3) Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan


(13)

sejenis dalam satu kelompok.

4) Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber pemasukan-pemasukan tersebut.

5) Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut.

6) Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.

7) Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi-transaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi yang sejenis itu saja.

8) Harus memindahkan transaksi-transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang berdiri sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku-buku yang lain.

9) Setelah mencatat dan memindahkan transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan kebutuhan.

10) Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya. (Lasyin, 1973, 163-165).

Kalau diperhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu mencatat pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan, dengan sistem debet dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19-20). Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yang telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin 9 dan 10, menggambarkan bentuk tertentu yang memberikan andil dengan suatu sistem atau dengan yang lain dalam pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi debet di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di sebelah kanan, baik dalam satu halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan.

Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islami telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara Islami adalah Al-Khitamah dan Al Khitamatul Jami'ah. Al Khitamah

adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan Al-Khitamatul Jami'ah

adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang akuntan untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila Al-Khitamatul Jami'ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami'ah tidak disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al Khitamatul Jami'ah, maka ia dinamakan


(14)

E. FAKTOR-FAKTORYANG MENGANTARKAN PERKEMBANGAN AKUNTANSIDI NEGARA ISLAMI

Salah seorang penulis mengatakan bahwa setiap ilmu tumbuh dari suatu kemahiran yang diupayakan. Sebelum menjadi ilmu, harus ada praktik dan pengalaman, berdasarkan hal ini, maka ilmu itu merupakan hasil dari pengalaman yang menentukan tanda-tanda ilmu tersebut. (Heaps, 1985, 21).

Berdasarkan pendapat Heaps tersebut, maka munculnya sistem pencatatan dua sisi transaksi atau yang dikenal dengan nama sistem pembukaan ganda (double entry), baik sebagai ilmu maupun sebagai seni, atau sebagai yang lain, harus tumbuh dari suatu kemahiran yang diupayakan. Kemahiran yang diupayakan ini harus tegak di atas adanya suatu praktik kerja. Demikian pula, praktik kerja ini bukan lahir dengan sendirinya, namun tegak di atas suatu bangunan yang tinggi dan kokoh. Bangunan yang tinggi nan kokoh ini adalah pengetahuan yang turun menurun dari generasi ke generasi. Jadi, hal ini mempertegas bahwa pengetahuan yang dapat menumbuhkan adanya praktik kerja dan kemahiran untuk sistem pencatatan sisi-sisi transaksi asasnya telah ada di negara Islami, yang timbul karena adanya berbagai faktor. Sementara itu, kami tidak melihat adanya faktor apa pun yang membantu perkembangan ini di dalam Republik Italia. Di antara yang patut disebutkan bahwa akuntansi yang kami lihat praktiknya di dunia Arab, kemudian perkembangannya di dunia Islami, telah dijelaskan oleh Al Mazindarani bahwa itu merupakan suatu ilmu.

Baik sebagai ilmu atau seni, atau yang lain, terdapat berbagai faktor yang ikut andil, atau pada hakikatnya mengundang pekerjaan akuntansi di negara Islami. Faktor-faktor ini berkaitan erat dengan kebutuhan-kebutuhan negara Islami dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin secara pribadi. Di antara faktor-faktor tersebut adalah pendirian kantor-kantor pemerintahan, speisialisasi kemampuan, dan kebutuhan terhadap adanya pegawai yang kapabel. Di samping faktor-faktor tersebut yang erat kaitannya dengan kebutuhan negara Islami, di sana terdapat faktor lain yang ikut andil dalam peletakan dasar-dasar akuntansi dan mendorong pengembangan akuntasi di dalam negara Islami, dari sisi kebutuhan pribadi muslim, yaitu faktor zakat. Sebab, seorang muslim senantiasa membutuhkan suatu cara yang membantu dirinya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim dari segi perhitungan zakat yang harus dikeluarkan sesuai dengan syari'at Islami, yang merupakan salah satu rukun Islami. Pendirian kantor-kantor pemerintahan berakitan erat dengan sistem administrasi, sejak pendirian awal negara Islam di Madinah Al Munawwarah pada tahun 622 M, yaitu pada tahun pertama Hijriyah. Pada saat itu, kantor-kantor pemerintahan dikenal dengan nama Dawawin, dan bentuk tunggalnya adalah diwan. Kata diwan berasal dari kata Parsi, tetapi definisi dan penggunaanya telah berjalan di negara Islami. Kata diwan artinya adalah tempat bekerja para pegawai, yaitu tempat pencatatan dan penyimpanan buku-buku akuntansi (Lasyin, 1973, 26). Menurut Ibnu Khaldun: "Asal penamaan ini adalah, pada suatu hari Kisra melihat para pegawai di kantornya sedang menghitung sendiri, seolah-olah mereka berbicara (sendiri). Lalu, Kisra berkata, "Diwanah". Arti kata tersebut adalah "gila", lalu tempat mereka itu dikatakan "Diwanah". Karena kata tersebut sering diucapkan, huruf ha'nya dibuang


(15)

untuk mempermudah pengucapan, dan menjadi kata "diwan". (Lasyin, 173, 268). Tampaknya, kata diwan telah digunakan bersamaan awal reformasi sistem kantor-kantor pemerintahan dalam bentuk yang lebih baik dari yang sebelumnya. Salah satu ensiklopedi ilmiah menyebutkan bahwa sistem resmi pertama untuk diwan-diwan telah dibuat sekitar tahun 14 H/634 M. (Britanica, Vol. 22, 109) yakni pada masa Khalifah Umar Ibnul Khaththab.

Adapun spesialisasi kemampuan memepunyai signifikansi, karena adanya pembagian fungsi dan pekerjaan di negara Islam. Hal ini telah dimulai pada masa kehidupan Rasulullah SAW (Lasin, 1973, 5). Demikian pula hak dan kewajiban para pegawai di semua level dari sistem administrasi telah dikenal sejak pendirian negara Islam di Madinah pada tahun 622 M. Rasulullah Muhammad SAW memiliki 42 penulis yang memiliki spesialisasi di dalam pemerintahannya yang didirikan di Madinah. Setiap pegawai memiliki peran tertentu, demikian pula kewajiban dan gaji mereka juga tertentu dan jelas. (Hawari, 1989, 5).

Adapun para pegawai yang kompeten telah mendapatkan perhatian dari negara Islami. Sejak awal, negara Islami telah menaruh perhatian pada pemilihan pegawai yang berspesialisasi. Demikian pula kebijakan Rasulullah Muhammad SAW dalam memilih pegawai, yaitu dari orang-orang yang beliau pandang memiliki kapabilitas dan kapasitas untuk menduduki jabatan. Rasulullah SAW memilih para pegawai itu dari para sahabatnya yang memiliki kapabilitas serta kemampuan dan kelayakan untuk menerima jabatan, (Hawari, 1989, 16).

Sementara itu, di negara-negara Islami, para akuntan terbagi dalam tujuh fungsi, enam fungsi berkaitan dengan pekerjaan akuntansi, dan satu fungsi khusus untuk mengoreksi pembukuan. Fungsi pengoreksian pembukuan memiliki kepentingan khusus, hal ini serupa dengan yang kita namakan

muraja'atul hisabat (pengoreksian pembukuan/auditing), atau tadqiqul hisabat

(pengakurasian pembukuan), atau ar riqabatul kharijiyyah (pengawasan eksternal). Namun, penamaan yang pertama sebagai ungkapan yang paling tepat untuk watak pekerjaan tersebut. Adapun penamaan kedua dan ketiga, dipandang tidak sesuai dengan watak pekerjaan tersebut dan tugas yang diberikan kepada auditor. Tugas auditor adalah memeriksa apa yang telah dibukukan, (Al Qalqasyandi, 1989, 130-139).

Al Qalqasyandi telah menggambarkan tugas seorang auditor dan kebutuhan terhadapnya. Dia berkata, "Enam yang lain tidaklah terpelihara dari sifat lupa dan kesalahan dalam menghitung atau mencatat, sebagaimana yang sudah terkenal bahwa manusia itu tidak melihat kesalahan-kesalahannya sendiri tetapi melihat kesalahan-kesalahan orang lain, maka pimpinan kantor harus memilih seseorang untuk mengoreksi pembukuan. Orang yang dipilih tersebut harus menguasai bahasa Arab, hafal Al Qur'anul Karim, cerdas, berakal, jujur, tidak menyakiti orang lain. Ketika seorang auditor merasa puas terhadap isi buku yang dikoreksinya, dia harus memaraf buku tersebut sebagai tanda bahwa dia telah puas dan menerima isi buku tersebut”.


(16)

pengembangan akuntansi di negara Islam. Ini jika tidak termasuk unsur asasi. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, dan di negara Islami, dibayarkan kepada baitul mal. Baitul Mal ini sekarang dinamakan Perbendaharaan Umum atau Perbendaharaan Negara. Al Qur'anul Karim telah menentukan sumber-sumber yang wajib dikeluarkan zakatnya, dan objek-objek penyalurannya sebagaimana firman Allah SWT:

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berUtang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah." (At Taubah: 60)

Seorang muslim wajib membayar zakat, maka seorang muslim senantiasa membutuhkan suatu cara yang dapat membantunya dalam menentukan jumlah zakat yang harus dibayarnya. Oleh karena itu, tidak mustahil bahwa masalah penentuan jumlah zakat merupakan faktor asasi yang mengantarkan kepada pengembangan akuntansi di negara Islam. Hal itu agar seorang muslim dapat mengetahui perubahan-perubahan pada hartanya, dan selanjutnya adalah perhitungan zakat yang harus dikeluarkan karena bertambahnya harta seorang muslim selama satu tahun penuh, di samping dari laba yang diperoleh dari modal kerja yang berputar. Perkembangan akuntansi di negara Islam mencapai puncaknya dalam membangun pengertian akuntansi sebagai suatu sarana untuk pengambilan keputusan sebagai tujuan asasi bagi penggunaan akuntansi. Anehnya, hal inilah yang menjadi tujuan penggunaan akuntasi pada masa kita sekarang ini. Para penulis sekarang ini mengaku bahwa merekalah yang mengembangkan pengertian ini pada abad sekarang. Barangkali, pengakuan mereka ini disebabkan oleh kejahilan mereka terhadap sejarah dan peran akuntansi di negara Islami. Demikian pula, boleh jadi mereka membangun tujuan ini pada abad XX M, sementara tujuan ini telah populer di negara Islam sejak abad I H atau abad VII M. Di antara yang menjelaskan tujuan ini dan realisasinya di negara Islam adalah perkataan Imam Syafi'i Rahimahullah: "Barang siapa mempelajari hisab (akuntansi) pikirannya bagus." (Syahatah, 1993, 45).

Perlu diketahaui bahwa Imam Safi'i hidup pada tahun 150-204 H/767-820 M. Hal ini tidak saja menjelaskan peran yang dimainkan akuntansi dan signifikansinya pada waktu itu, tetapi juga menjelaskan pengetahuan masyarakat pada saat itu terhadap peran dan signifikansi tersebut. Hal ini tampak dalam bentuk khusus, ketika ucapan ini datang dari seorang yang faqih, bukan datang dari spesialis akuntansi. Setelah itu, Imam Syafi'Ii menjelaskan ucapannya itu, yaitu sesungguhnya seorang pedagang atau yang lain tidak dapat mengambil keputusan secara benar atau mengeluarkan pemikiran yang tepat tanpa bantuan data-data yang tercatat dalam buku. Para fuqaha' berkata bahwa di antara kewajiban seorang muslim adalah mempelajari hukum-hukum ibadah yang menjadikan shalat, shaum, dan zakatnya sah, serta hal-hal yang harus diketahui untuk menunaikan manasik hajinya. Demikian pula dia harus mengetahui hukum-hukum jual beli jika ingin berprofesi sebagai seorang pedagang; dan mempelajari akuntansi, sehingga ia tiadak berbuat zhalim dan tidak dizhalimi. Hal inilah yang disebut ilmu Dlaruri. (Ghazali, 1400 H,


(17)

Vol. 1, juz 1-3, 42-30) juga (Sabiq, 1403 H./1983 M., Vol. III, juz 11-14, 125-126). Pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya telah berkembang dari sekedar sebagai sarana untuk menentukan modal di akhir periode V dan untuk mengukur keuntungan melalui selisih modal pada dua priode, hal ini terjadi pada masa sebelum Islami, menjadi sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan dan penentuan tanggung jawab, hal ini terjadi pada berbagai masa negara Islami. Al Qalqasyandi menyatakan, "Seorang akuntan harus berpegang pada aturan-aturan atau format-format yang telah disiapkan sebelumnya, dan tidak boleh melanggar selamanya", (hal. 54). Hal ini menunjukkan perkembangan akuntansi dan adanya sistem pengawasan internal yang berkaitan erat dengannya. Semuanya itu diprogram, diinterpretasikan, dan diaplikasikan menurut syariat Islami.

Demikian pula perkembangan dalam pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya ini terlihat dalam perkataan Al Qalqasyandi yang lain. Dia berkata, "Sesungguhnya pekerjaan akuntansi dibangun atas dasar kenyakinan", (hal. 154). Perkataan ini, secara khusus, memantulkan dalam pemikiran kami akan pentingnya sistem dokumentasi. Sebab, hitungan-hitungan yang dicatat dalam buku harus diyakini kebenarannya; dan keyakinan ini tidak akan terwujud kecuali dengan adanya bukti-bukti yang memadai yang dapat menetapkan terjadinya transaksi dari satu sisi, dan kebenaran pencatatan di dalam buku dari sisi yang lain.

Perkembangan akuntasi di negara Islam tampak jelas pula bahwa seorang akuntan yang bertanggung jawab atas pembukuan pengeluaran-pengeluaran harus meneliti pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh perangkat negara itu, untuk membuat ketetapan apabila terdapat perbedaan-perbedaan di antara tahun-tahun keuangan. (Lasyin, 1973, 37).

Ini merupakan bukti lain tentang pengembangan pengertian akuntansi sebagai sarana informasi yang bertujuan mengambil keputusan sekitar jalannya pengeluaran-pengeluaran itu. Hal ini mengandung pembatasan perbedaan apa pun atau keraguan-keraguan dari tahun ke tahun. Selanjutnya adalah pembatasan penanggungjawab perbedaan-perbedaan tersebut, lalu pengambilan tindakan-tindakan yang pasti ketika

perbedaan-perbedaan itu tidak dapat di tolerir.

Imam Ghazali menyebutkan bahwa faktor yang mendukung perkembangan pengertian akuntansi, dan selanjutnya adalah perkembangan tujuan penggunaan adalah perhatian terhadap pengawasan diri, (juz XV, hal. 6-7). Sesunguhnya asas dalam pengawasan diri adalah takut kepada Allah. Ini adalah ciri seorang muslim penganut aqidah yang mengetahui bahwa Allah melihatnya. Selanjutnya, dia akan mengawasi dirinya karena dia mengetahui di sana ada pengawas yang dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh manusia, dan dapat mendengar apa yang tidak dapat didengar oleh selain-Nya di antara makhluq-makhluq-Nya. Hal ini tampak jelas di dalam firman Allah SWT:

“Dan jika kamu melihatkan apa yang ada di hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu”. (Al Baqarah: 284)


(18)

Pengawasan diri inilah yang menjadikan seorang muslim menghisab dirinya sebelum dihisab, khususnya mereka yang memiliki nafsu lawwamah. Dalam hal ini, Khalifah Umar Ibnul Khathab menyatakan, “Hisablah diri kalian sebelum dihisab; timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbangkan; dan bersiap-siaplah

kalian untuk menghadapi penampakan amal”.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa perkembangan buku-buku akuntansi dan kantor-kantor pemerintahan terjadi pada masa khalifah Al Faruq Amirul Mu’minin Umar bin Khathab, maka patut dikaitkan perkataannya ini dan perkembangan tersebut, dan bagaimana beliau menerjemahkan jiwa lawwamah ke dalam realitas secara umum, dan barangkali dari segi keuangan secara khusus. Sebab, pengawasan diri dan muhasabah terhadap diri merupakan tuntutan asasi dari ajaran syari’at Islam sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunah. Diantaranya firman Allah SWT:

“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadap dirimu”. (Al Isra': 14)

Dari As Sunnah An Nabawiyyah, sesungguhnya pengawasan tersebut dari hasil muhasabah terhadap diri sendiri. Muhasabah yang dimaksud dalam hal ini adalah pertanggungjawaban. Hal ini tampak jelas di dalam perkataan Rasulullah SAW:

Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ditanya

tentang empat perkara, yaitu: tentang umurnya, dihabiskan untuk apa; tentang masa mudanya, dihabiskan untuk apa; tentang hartanya, dari mana diproleh dan dibelanjakan untuk apa; dan tentang ilmunya, apa yang telah diperbuat dengan ilmu tersebut”. (H.R. Tirmidzi, dan menurut beliau hadits ini hasan shahih). Hadits lain adalah dari Miqdam bin Ma’di Yakrib bahwa Sayyidul Basyar, Muhammad SAW menepuk pundaknya, kemudian dia berkata:

Wahai Qadim (Miqdam) beruntunglah kamu, jika kamu meninggal tidak dalam

keadaan menjadi amir, tidak menjadi pencatat (katib), dan tidak menjadi pemimpin”. (H.R. Abu Dawud), Makna kata “katib” di sini adalah pencatat pekerjaan dan penghitungnya, (Al Mundziri, 1986, juz 3, 159).

Sebelumnya telah dikatakan bahwa awal pencatatan transaksi di dalam buku bersamaan dengan berawalnya negara Islami pada masa Rasulullah SAW sebagai akibat bertambahnya pemasukan negara dari berbagai penaklukan dan zakat, terutama setelah pemasukan tersebut semakin banyak dan tidak seluruhnya dapat dibagikan pada saat itu. Tidak diragukan lagi bahwa pencatatan di dalam buku pada awal masa tersebut berjalan sesuai dengan cara yang diikuti sebelum Islami. Tetapi, pelaksanaan pencatatan tersebut berkembang pada masa khalifah kedua, yaitu khalifah Al Faruq Umar Ibnul Khaththab pada tahun 14--24 H. /636--646 M.

Beliaulah yang memerintahkan mencatat harta umum diklasifikasikan sesuai dengan sumber pendapatannya. Perkembangan pada masa khalifah Umar Ibnul Khaththab ini meliputi penentuan hakikat buku yang harus digunakannya dan cara


(19)

mengaplikasikannya, serta dokumen-dokumen yang harus dimilikinya sebagai asas pencatatan dan harus disimpan setelah dicatat untuk memperkuat apa yang telah dicatat.

Pada awal kehidupan negara Islam, buku-buku akuntansi masih berupa kertas-kertas terpisah, tidak berbentuk buku yang berjilid. Orang pertama yang memasukkan buku-buku dan catatan yang terjilid sebagaimana yang kita kenal pada masa tersebut adalah Khalifah Al Walid bin Abdul Malik, pada tahun 86-96 H/706-715 M. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 36). Ini berarti bahwa hal ini terjadi kurang lebih tujuh ratus sembilan puluh tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Sementara itu, sistem buku akuntansi ini telah mencapai puncaknya pada masa Daulat Abasiyyah pada tahun 132-232 H/750-847 M. Yakni, pada tahun 132 H/750 M. Khalid bin Burmuk terpilih menjadi kepala Diwan Kharaj (Diwan pemasukan hasil-hasil pertanian) dan Diwan tentara. Khalid bin Burmuk melakukan reformasi sistem kedua Diwan tersebut dan mengembangkan buku-buku akuntansi serta memberi nama khusus terhadapnya.

Pada masa negara Islam, buku catatan pertama dikenal dengan nama “Jaridah”. Dari sini tampak garis hubungan antara buku Pacioli yang terbit pada tahun 1494 M dan sumber rujukan buku tersebut, karena pada sebagian yang disebutkannya terdapat banyak kesamaan dengan apa yang digunakan pada masa negara Islami. Di dalam bukunya, Pacioli telah menjelaskan bahwa buku catatan pertama yang harus digunakan dikenal dengan nama “Journal” dalam bahasa Ingris (Brown dan Johnson, 1963, hal. 43) atau “Zornal” dalam bahasa Italia sebagaimana dikenal di kota Venice, (Martinelli, 1977, hal. 25). Dua kata ini, yaitu Journal dan Zornal

merupakan terjemahan secara harfiah dari bahasa Arab, yaitu dari kata “Jaridah”.

Jaridah adalah nama untuk buku catatan pertama pada masa negara Islam, yaitu pada masa Daulat Abbasiyyah, sekitar tahun 132 H/749 M, yaitu tujuh ratus empat puluh lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa asas atau sumber rujukan bagi apa yang dipraktikkan di Republik Italia sebagaimana tersebut dalam buku Pacioli adalah apa yang telah dipraktikkan di negara Islami.

Di antara yang harus dipraktikkan di negara Islam adalah pencatatan “Jaridah” sebelum memakainya. Pencatatan ini, sebagaimana yang telah kami sebutkan, berlangsung ketika distempel dengan stempel Sulthan. Praktik ini adalah bagi instansi-instansi pemerintahan Islam. Barangkali juga bagi pribadi-pribadi dan lembaga-lembaga khusus. Demikian pula Ibnu Khaldun yang hidup pada masa Daulat Abbasiyyah dan menulis bukunya tahun 167 H/784 M. Dia menyatakan bahwa seorang akuntan harus memakai buku-buku akuntansi yang sesuai, dan mencatat namanya di akhir buku, serta menstempelnya dengan stempel Sulthan. Stempel tersebut memuat nama Sulthan atau simbol khusus bagi Sulthan. Stempel tersebut dibubuhkan di salah satu sisi buku,(hal. 205). Sesungguhnya penggunaan kata “buku-buku akuntansi yang sesuai” oleh Ibnu Khaldun menunjukkan semenjak abad ke-2 Hijriyah dan barangkali sebelum itu, kaum muslimin menggunakan buku-buku akuntansi yang beragam sesuai dengan perbedaan karakter kegiatan, baik tingkat negara maupun pribadi.


(20)

Dahulu, “Jaridah” digunakan untuk mencatat pemasukan-pemasukan dan pengeluaran-pengeluaran, tetapi secara terpisah. Yakni, ada jaridah untuk pemasukan dan ada jaridah untuk pengeluaran. Hal ini termasuk serupa dengan apa yang sekarang dikenal dengan nama Specialised Journals. Adapun transaksi-transaksi lain dicatat dalam buku yang dikenal dengan nama Daftarul Yaumiyyah (Daily Book/Buku Harian).

Buku harian yang dikenal di negara Islam tujuh ratus empat puluh lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli adalah buku harian yang digunakan sekarang di dunia, dan dikenal dengan nama General Journal. Buku harian ini dikenal di seluruh diwan di samping specialised journals. Dahulu, buku harian ini digunakan untuk mencatat seluruh transaksi keuangan khusus bagi diwan dan transaksinya dengan orang lain. Buku ini serupa dengan apa yang sekarang dikenal di negara-negara Arab dengan nama Daftarul Yaumiyyatil `Ammah (Buku Harian Umum). Menurut An Nuwairi, yang meninggal pada tahun 734 H/1336 M atau kurang lebih tiga puluh satu tahun sebelum munculnya buku Al Mazindani, pekerjaan pembukuan tunduk pada praktik-praktik tertentu dan jelas. Sebab, seluruh harta yang masuk atau keluar harus dicatat sesuai urutan waktu terjadinya, juga harus dicatat tanggal terjadinya setiap transaksi. Demikian pula, keharusan mencatat transaksi menurut urutan waktu terjadinya tidaklah terbatas pada transaksi-transaksi keuangan saja atau yang memiliki nilai keuangan, tetapi mencakup juga seluruh transaksi yang berhubungan dengan diwan dan yang lain. (An Nuwairi, 273-275). Pencatatan di buku harian berlangsung dari realitas syahid yaitu yang sekarang dikenal dengan nama journal voucher, yang disiapkan oleh akuntan, yang melakukan pencatatan di buku, (Lasyin, 1973, 131-132). Hal ini menunjukkan kesinambungan pengembangan di dalam pekerjaan akuntansi yang awalnya bersamaan dengan munculnya negara Islami tahun 622 M., dan menjadi kokoh pada masa Khalifah Umar, serta semakin kokoh pada masa Daulat Abbasiyyah. Kemudian bertambah berkembang setelah itu sebagaimana yang dirasakan dari apa yang disebutkan oleh An Nuwairi.

Daulat Abbasiyyah, 132-232 H/750-847 M memiliki banyak kelebihan dibandingkan yang lain dalam pengembangan akuntasi secara umum dan buku-buku akuntansi secara khusus. Sebab pada saat itu, masyarakat Islami menggunakan dua belas buku akuntansi khusus (Specialized Accounting Books).

Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi dan berkaitan erat dengan fungsi dan tugas yang diterapkan pada saat itu. Di antara contoh buku-buku khusus yang dikenal pada masa kehidupan negara Islami itu adalah sebagai berikut:

1) Daftarun Nafaqat (Buku Pengeluaran). Buku ini disimpan di Diwan Nafaqat,

dan diwan ini bertanggung jawab atas pengeluaran Khalifah, yang mencerminkan pengeluaran negara.

2) Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini

disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.


(21)

3) Daftar Amwalil Mushadarah (Buku Harta Sitaan). Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin. Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabat-pejabat senior negara pada saat itu, (Lasyin, 1973, 41).

Umat Islami juga mengenal buku khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al

Auraj, yaitu serupa dengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin

(Debtors or Accounts Receivable Subsidiary Ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa Parsi, kemudian digunakan dalam bahasa Arab. Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu setiap orang yang dibebani untuk membayar pajak, di dalamnya dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang harus dilunasi. Penentuan jumlah pajak yang harus dilunasi didasarkan pada apa yang dinamakan Qanunul Kharaj (UU Perpajakan), (Al Mazindarani 765 H/1363 M).

Di samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islami mengenal pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu:

1) Ar Ra’ij minal mal, yang dimaksudkan ialah piutang yang memungkinkan untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Ad Duyunul Jayyidah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Collectable Debts.

2) Al Munkasir minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang mustahil untuk

didapatkan, yaitu apa yang sekarang dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Bad Debts atau Uncollectable Debts.

3) Al Muta’adzir wal mutahayyir wal muta`aqqid minal mal, yang dimaksudkan

adalah piutang yang diragukan untuk didapatkan, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Doubtful Debts, (Lasyin, 1973, 141).

Dari pembagian piutang tersebut ada dua hal penting yang patut didapatkan, yaitu:

Pertama, pengaruh kehidupan perdagangan terhadap pekerjaan akuntansi, sebagaimana yang telah dikemukakan pada uraian sebelumnya. Kedua adalah pembagian ini hanya berpengaruh terhadap penggambaran kondisi keuangan baik bagi negara maupun pribadi, khususnya untuk tujuan zakat.

Sebab, penggambaran kondisi keuangan menuntut ketelitian dalam penggambaran hak dan kewajiban. Karena itu tidak diragukan lagi bahwa mereka mengetahui pentingnya inventarisasi para debitur untuk mengetahui apa yang mungkin diperoleh pada masa-masa mendatang. Jika tidak, tentu mereka tidak segera mengelompokkan piutang dalam tiga kelompok tersebut.

Pengelompokan ini adalah pengelompokan yang digunakan pada masa kita sekarang tanpa menyebutkan bahwa sumbernya adalah di negara Islam. Hal ini mempertegas sekali lagi pentingnya zakat sebagai faktor asasi yang membantu pengembangan akuntansi. Hal ini jika tidak ada faktor lain, maka zakat adalah faktor yang pertama. Sebab, perhitungan zakat menuntut pentingnya inventarisasi para debitur dan kreditur untuk mengetahui pengaruh para debitur dan kreditur terhadap jumlah zakat.


(22)

Di sisi lain dari segi harta-harta yang diinvestasikan pada syirkah musahamah bahwa baik yang bersifat umum maupun khusus. Dan sebagai akibat dari ketidakterlibatan para pemilik saham di dalam manajemen pada sebagian besar syirkah-syirkah, khususnya pada syirkah musahamah yang bersifat umum. Sskalipun sebagian para pemilik saham menjadi angota dewan manajemen perusahaan atau anggota eksekutif perusahaan, baik yang bersifat khusus maupun umum. Maka harta-harta syirkah musahamah tersebut harus selalu jauh dari jangkauan para pemilik sahamnya, bagaimanapun keadaannya. Yakni, tidak diperkenankan bagi setiap pemilik saham, berapapun tingkat kepemilikan sahamnya atau fungsi manajerialnya pada syirkah musahamah tersebut, mengambil manfaat dari harta-harta syirkah musahamah itu untuk tujuan-tujuan khusus pribadinya.

Adapun dalam hal yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pemilik saham tersebut, dilihat dari sisi hubungan mereka dengan syirkah musahamah

itu, baik yang bersifat umum maupun khusus. Dan hubungan mereka dengan hasil-hasil kegiatan syirkah, yakni hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai suatu

syakhshiyyah i`tibariyyah (entitas spiritual). Bahwa persoalannya di sini lebih jelas daripada keadaan yang terdapat pada perusahaan-perusahaan individual dan perusahaan-perusahan lainnya yang bukan syirkah musahamah. Sesungguhnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban syirkah musahamah itu selalu khusus dan tersendiri baginya, tidak sama dengan hak dan kewajiban para pemilik sahamnya. Dari segi hak-hak syirkah musahamah tersebut, kita dapati bahwa perusahaan itulah yang menuntut akan hak-haknya melalui manajemennya. Atau melalui orang-orang yang melakukan penyelesaian di saat melakukan penyelesaian, yang hal itu tidak ada hubungannya dengan para pemilik saham. Lain halnya jika kita lihat pada perusahaan-perusahaan individu dan perusahaan-perusahaan yang bukan syirkah musahamah.

Sebagaimana juga bahwa kewajiban-kewajiban syirkah musahamah tersebut terhadap pihak lain selalu menjadi tangung jawab syirkah musahamah itu sendiri, bukan tanggung jawab para pemilik sahamnya. Para pemilik saham tersebut tidaklah diminta untuk menutupi kewajiban-kewajiban perusahaan tempat mereka menanam saham, kecuali sebatas modal yang masih masih belum disetorkan. Adapun apabila pemilik saham itu ternyata telah melunasi seluruh modal yang tercatat baginya, maka dia tidaklah bertanggung jawab sama sekali mengenai Utang-Utang perusahaan, bagaimanapun juga karakternya dan bagaimanapun juga besarnya. Masih ada persoalan lain yang menuntut kejelasan, yaitu yang khusus berkaitan dengan keuntungan-keuntungan perusahaan yang telah terealisasikan. Sebagai akibat dari dapat diterapkannya prinsip syakhshiyyah i`tibariyyah secara mutlak terhadap syirkah

musahamah, baik yang bersifat khusus maupun umum, maka keuntungan-kentungan

yang telah dapat direalisasikan oleh perusahaan itu selama satu tahun keuangan, sebagaimana yang digambarkan oleh daftar keuangan pada akhir tahun keuangan, menjadi milik khusus syirkah musahamah tersebut. Hal ini berarti bahwa tidak ada hak bagi para pemilik sahamnya terhadap keuntungan-keuntungan yang telah terealisasikan itu, kecuali sebatas yang telah ditetapkan oleh dewan manajemen syirkah musahamah

tersebut untuk dibagikan kepada para pemilik sahamnya. Apabila dewan manajemen tidak menetapkan adanya pembagian dari keuntungan-keuntungan yang terealisasikan tersebut, karena adanya kebutuhan-kebutuhan perusahaan terhadap keuntungan itu, dan karena keterkaitan


(23)

keuntungan-kentungan itu dengan aset-aset yang tidak tunai, yang selanjutnya menimbulkan adanya kesulitan atau kemustahilan untuk merubah aset-aset tersebut menjadi uang tunai, maka para pemilik saham tersebut tidak dapat menuntut perusahaan agar membagikan bagian tertentu dari keuntungan-keuntungan tersebut kepada mereka. Adapun jika dewan manajemen telah menetapkan bagian tertentu dari keuntungan-kentungan itu untuk dibagikan dan telah mengumumkan hal itu dengan sarana apa pun yang bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan, seperti melalui daftar keuangan, atau surat menyurat secara langsung kepada para pemilik saham, maka para pemilik saham berhak untuk menuntutnya, dan syirkah musahamah tersebut mempunyai kewajiban terhadap para pemilik sahamnya. Keuntungan-keuntungan yang telah diputuskan pembagiannya tersebut akan tampak pada sisi kewajiban-kewajiban perusahaan dalam buku-buku catatan dan daftar-daftar keuangannya, sampai selesai penyerahannya kepada para pemilik sahamnya.

Syakhshiyyah qanuniyyah dan wihdah muhasabiyyah yang disebut juga syakhshiyyah

muhasabiyyah. Namum sebenarnya bahwa yang lebih utama adalah penggunaan istilah

wahdah muhasabiyyah, agar tidak rancu, maka konsep keduanya dan hubungan keduanya dengan syakhshiyyah i`ibariyyah, setiap kali mereka menemukan istilah-istilah ini diuraikan sebagai berikut:

1. Syakhshiyyah Qanuniyyah

Syakhshiyyah Qanuniyyah (legal entity) itu adalah suatu ungkapan mengenai entitas yang terpisah, yang memungkinkannya untuk menuntut pihak lain secara langsung dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, sebagaimana dimungkinkan pula bagi pihak lain untuk menuntutnya secara langsung pula, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi. Apabila kita perhatikan keempat bentuk sistem investasi terdahulu, untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian syakhshiyyah qanuniyyah tersebut terhadap setiap sistem tersebut berdasarkan definisi yang telah disebutkan sebelumnya, maka kita dapati beberapa perbedaan yang mendasar di antara bentuk-bentuk sistem tersebut.

Dengan memperhatikan muassasat fardiyyah (sole proprietorship/lembaga-lembaga individual), telah kami katakan sebelumnya bahwasanya tidak ada perbedaan apa pun antara hak-hak dan kewajiban-kewajiban pribadi pemilik perusahaan dari satu sisi, dan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perusahaan itu sendiri dari sisi yang lainnya. Yakni, kedua pihak membentuk satu pribadi atau satu badan dilihat dari segi hak dan kewajibannya. Sebab, jika harta perusahaan itu tidak mencukupi untuk menutupi hak-hak pihak-hak lain, maka dimungkinkan bagi pihak-hak yang lain itu untuk menuntut hak-haknya kepada pemilik perusahaan, yang hal itu pada dasarnya merupakan kewajiban-kewajiban perusahaan. Demikian juga, apabila pemilik perusahaan secara lahiriyah tersebut ternyata tidak sanggup menutupi Utang-Utang pribadinya, maka dimungkinkan bagi pihak pengadilan untuk menghentikan kegiatan lembaga investasinya, guna menutupi hak-hak pihak lain. Sebaliknya, apabila ada piutang perusahaan pada pihak lain, dan pihak itu tidak melunasi Utang-Utangnya yang telah jatuh tempo itu kepada perusahaan tersebut, maka pemilik perusahaan tersebut, dalam sifatnya sebagai pribadi, berhak menuntut pihak tersebut agar menunaikan apa yang menjadi tangung jawabnya terhadap perusahaan.


(1)

PAKET KELUARGA

Berikut ilustrasi Tuntas Madani Paket Keluarga: Peserta: Ayah---Usia : 30 tahun

Pasangan: Ibu----Usia : 28 tahun Anak ke 1: Ibnu---Usia : 8 tahun Anak ke 2: Budi---Usia : 5 tahun Anak ke 3: Iwan---Usia : 3 tahun

Setoran perbulan : Rp. 1.000.000,-Masa setoran : 10 tahun

Total tabungan selama 10 tahun : Rp.

120.000.000,-Manfaat tabungan hari tua sebagai berikut:

1. Dana hari tua saat usia 50 --- Rp. 406.830.000,-2. Dana hari tua saat usia 60 --- Rp. 1.477.747.000,-3. Dana hari tua saat usia 65 --- Rp.

2.885.505.000,-Manfaat perlindungan sbb :

1. Rawat inap di RS --- Rp. 600.000,- per hari maksimum 90 hari/tahun Rawat inap di ICU --- Rp. 1.200.000,- per hari maksimum 45 hari/tahun Rawat inap di eropa/USA - Rp. 1.200.000,- per hari maksimum 45 hari/tahun Berlaku untuk ayah, ibu, Ibnu, Budi dan Iwan

2. Santunan Penyakit kritis --- Rp. 50.000.000,- Berlaku untuk ayah, ibu, Ibnu, Budi dan Iwan.

3. Pembebasan setoran s/d usia 45 tahun sejumlah Rp. 12.000.000,- per tahun apabila ayah terkena salah satu jenis penyakit kritis yang ter-cover di TUNTAS MADANI (terdapat 36 jenis penyakit kritis yang ter-cover di TUNTAS MADANI) 4. Cacat tetap total:

20% di tahun pertama --- Rp. 10.000.000,-80% di tahun kedua ---Rp.


(2)

40.000.000,-5. Santunan meninggal bukan karena kecelakaan -Rp. 50.000.000,- Berlaku untuk ayah, ibu, Ibnu, Budi dan Iwan

6. Santunan meninggal karena kecelakaan --- Rp. 100.000.000,-Berlaku untuk ayah PAKET HEMAT

Berikut ilustrasi Tuntas Madani Paket Hemat:

Peserta : Ayah---Usia : 30 tahun Pasangan : Ibu----Usia : 28 tahun Anak : Budi---Usia : 5 tahun Tabungan perbulan : Rp. 300.000,-Lama Menabung : 10 tahun

Total tabungan selama 10 tahun : Rp.

36.000.000,-Manfaat tabungan hari tua sbb:

Dana hari tua saat usia 50 --- Rp. 122.528.000,-Dana hari tua saat usia 53 --- Rp. 180.708.000,-Dana hari tua saat usia 65 --- Rp.

906.104.000,-Manfaat perlindungan:

Rawat inap di RS --- Rp. 200.000,- per hari maksimum 90 hari/tahun Rawat inap di ICU --- Rp. 400.000,- per hari maksimum 45 hari/tahun

Rawat inap di eropa/USA - Rp. 400.000,- per hari maksimum 45 hari/tahun, Berlaku untuk ayah, ibu, dan Budi

Pembebasan setoran s/d usia 45 tahun sejumlah Rp. 3.600.000,- per tahun apabila ayah terkena salah satu jenis penyakit kritis yang ter-cover di TUNTAS MADANI. (terdapat 36 jenis penyakit kritis yang ter-cover di TUNTAS MADANI) • Cacat tetap total:

20% di tahun pertama --- Rp. 10.000.000,-80% di tahun kedua ---Rp.

40.000.000,-• Santunan meninggal bukan karena kecelakaan -Rp. 25.000.000,- Berlaku untuk ayah, ibu dan Budi.

• Santunan meninggal karena kecelakaan --- Rp. 50.000.000,- Berlaku untuk ayah

PAKET PENDIDIKAN

Ilustrasinya seperti di bawah ini :

Nama orang tua : Ayah---Usia : 30 tahun Nama anak : Ibnu---Usia : 2 tahun


(3)

Jumlah tabungan perbulan : Rp. 500.000,-Lama Menabung : 15 tahun

Total tabungan selama 15 tahun: Rp. 90.000.000,-Manfaat Dana Pendidikan

1. Dana awal pendidikan TK --- Rp. 4.000.000,-2. Dana awal pendidikan SD --- Rp. 5.000.000,-3. Dana awal pendidikan SLTP --- Rp. 8.000.000,-4. Dana awal pendidikan SLTA ---Rp. 10.000.000,-5. Dana awal pendidikan universitas--- Rp.

20.000.000,-Dana tingkat 2--- Rp. 15.000.000,-Dana tingkat 3--- Rp. 15.000.000,-Dana tingkat 4--- Rp. 20.000.000,-Total dana pendidikan --- Rp. 97.000.000,-Sisa dana saat anak usia 22 tahun --- Rp. 115.372.000,-Sisa dana saat anak usia 25 tahun --- Rp. 170.709.000,-Sisa dana saat anak usia 65 tahun --- Rp. 42.349.842.000,-Manfaat Perlindungan:

1. Rawat inap di RS ---Rp. 400.000,- per hari maksimum 90 hari per tahun 2. Rawat inap di ICU---Rp. 800.000,- per hari maksimum 45 hari per tahun 3. Rawat inap di eropa/USA - Rp. 400.000,- per hari maksimum 45 hari/tahun 4. Pembebasan setoran s/d anak usia 25 tahun -- Rp. 6.000.000,- per tahun

 Bila ayah terdiagnosa salah satu penyakit kritis, cacat tetap dan total, atau meninggal dunia.

5. Cacat tetap total :

20% UP di tahun pertama ---Rp. 4.800.000,-80% UP di tahun kedua ---Rp.

19.200.000,-6. Santunan meninggal dunia Rp. 24.000.000,-, jika anak meninggal dunia 7. Santunan meninggal dunia Rp. 48.000.000,-, jika ayah meninggal dunia

Keterangan: :

Produk TUNTAS MADANI merupakan produk yang Customize (menyesuaikan dengan kebutuhan nasabah). Contoh di atas merupakan contoh ilustrasi dengan estimasi bagi hasil setiap tahun sebesar 14%.

SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SUKUK) RITEL

Tahun 2009 ini perekonomian dunia diperkirakan akan mengalami perlambatan yang juga akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Di tengah terjadinya krisis eknomi global kali ini, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan hanya tumbuh sekitar 4%. Angka pertumbuhan ini boleh dikatakan sangat tidak memadai, karena suatu penelitian memperkirakan bahwa untuk menyerap tenaga kerja dan menghindari bertambahnya pengangguran, ekonomi Indonesia harus tumbuh sekitar


(4)

8%. Dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 4%, diperkirakan tahun ini jumlah pengangguran akan bertambah.

Untuk memerangi tingkat pengangguran, dalam keadaan normal akan membutuhkan peran dari sektor swasta dan juga pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja. Tetapi dalam kondisi saat ini, dimana dunia usaha sedang ‘susah‘, pemerintah terpaksa harus menanggung sebagian besar tanggung jawab itu. Ini karena sulit untuk mengharapkan swasta untuk menciptakan lapangan kerja dalam kondisi ekonomi saat ini. Sederhananya, tidak melakukan PHK saja sudah bagus.

Akibat kondisi di atas, maka pemerintah di tahun 2009 ini, terpaksa menambah pengeluaran belanjanya untuk membantu memutar roda perekonomian. Padahal di saat yang bersamaan, pendapatan pemerintah sedang turun akibat turunnya harga komoditas. Pendapatan pajak juga diperkirakan akan menurun karena pendapatan pajak akan sangat tergantung dari kondisi ekonomi. Jika ekonomi baik, tentunya penerimaan pajak akan tinggi. Sebaliknya jika ekonomi dalam kondisi seperti saat ini, laba dunia usaha akan menurun sehingga penerimaan pajak juga akan turun. Akibat bertambahnya pengeluaran dan menurunnya pendapatan, maka tahun ini defisit APBN pemerintah diperkirakan akan meningkat. Untuk menutupi defisit tersebut, pemerintah terpaksa ‘kas-bon’ (alias Utang). Salah satu instrumen Utang yang akan dipakai oleh pemerintah di tahun ini adalah SUKUK RITEL

Kebetulan pula, pada saat yang bersamaan, di tengah ketidakpastian ekonomi, masyarakat mulai meliriik instrumen investasi yang aman, terlebih dengan adanya beberapa insiden buruk di dunia investasi akhir-akhir ini. SUKUK RITEL, sebagai instrumen investasi yang diterbitkan pemerintah diharapkan akan menjadi pilihan yang menarik oleh masyarakat, karena memenuhi kriteria investai yang relatif sangat aman. SUKUK RITEL yang pertama akan diterbitkan pada Februari 2009, dengan ketentuan: * Masa penawaran pada tanggal 23 Januari – 20 Februari 2009.

* Tenor 3 tahun (dengan kata lain jatuh tempo dalam 3 tahun). * Nilai nominal per unit 1 juta rupiah

* Minimum pembelian sebesar Rp 5 juta dan kelipatannya serta tidak ada batas maksimum pembelian.

* Pencatatan di bursa akan dimulai tanggal 26 Februari 2009. * Imbal hasil akan dibayarkan setiap bulan pada tanggal 25.

SUKUK RITEL ini diterbitkan berdasarkan akad ijarah (akad sewa menyewa atas suatu aset). Aset SBSN yang disewakan merupakan Barang Milik Negara (BMN) yang memiliki nilai ekonomis seperti tanah dan bangunan. Penggunaan aset SBSN dapat dilakukan dengan cara dijual, disewakan, atau cara lain yang mengacu kepada prinsip syariah. Sebagai informasi, di awal merencanakan untuk menerbitkan sukuk, pemerintah telah menyediakan underlying asset senilai Rp18 triliun. Dan itu baru terpakai sekitar Rp4 triliun ketika menerbitkan sukuk perdana di pasar domestik, Agustus lalu. Dengan demikian masih ada sekitar Rp 14 triliun asset yang bisa dipakai sebagai dasar penerbitan SUKUK.


(5)

Untuk mendukung penerbitan sukuk negara ritel, pemerintah telah menunjuk konsultan hukum dan agen penjual. Konsultan hukum dimaksud adalah Marsinih Martoatmodjo Iskandar Kusdihardjo Law Office. Adapun agen penjual akan terdiri dari 13 perusahaan yang terdiri dari empat bank umum konvensional, satu bank umum syariah, dan delapan perusahaan efek. Berikut ini adalah daftar agen penjualnya:

1. PT. Danareksa Sekuritas 2. PT. Trimega Securities, Tbk 3. CIMB-GK Securities Indonesia 4. PT. Bank Syariah Mandiri 5. PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk 6. Citi Bank NA

7. The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Ltd. 8. Bank Internasional Indonesia

9. PT. Andalan Artha Advisindo Sekuritas 10. PT. Reliance Securities

11. PT. Anugerah Securindo Indah 12. PT. Bahana Securities

13. PT. BNI Securities

Beberapa pembaca mungkin ada yang bertanya-tanya, berapa besarnya tingkat return/imbal hasil yang akan diterima oleh investor SUKUK RITEL? Tingkat imbal hasil /return ini akan ditentukan sehari sebelum masa penawaran dimulai. Tetapi untuk mendapatkan sedikit gambaran kasar, kita bisa melihat hasil pelelangan SUN yang baru saja dilakukan pemerintah 13 Januari lalu. Obligasi SUN Seri FR0023 dengan jatuh tempo tanggal 15 Desember 2012 (sekitar 3 tahun) terjual dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) sebesar 11,0%. Mengingat tanggal jatuh tempo SUKUK RITEL tidak berbeda jauh dengan obligasi tersebut, maka ada kemungkinan imbal hasil SUKUK RITEL tidak akan jauh dari 11%.

Meskipun demikian, ada suatu faktor lagi yang perlu diperhitungkan. Jika kita lihat kembali beberapa tahun lalu, sewaktu menerbitkan ORI001, pemerintah memilih untuk memberikan imbal hasil yang tinggi (12,05%). Strategi ini digunakan sebagai taktik marketing pemerintah untuk lebih menarik minat investor, mengingat ORI pada saat itu masih merupakan produk baru.Bukan tidak mungkin strategi yang sama kembali diterapkan oleh pemerintah.

Salah satu target SUKUK RITEL ini adalah para pemegang deposito (deposan) yang masih menaruh dananya di deposito yang meberikan tingkat bunga tinggi (10% -12%). Mengingat saat ini LPS sudah menurunkan tingkat bunga penjaminan menjadi 9.5%, diharapkan dengan adanya penurunan tingkat bunga penjaminan ini akan membuat deposan lebih tertarik untuk memindahkan dananya ke SUKUK RITEL yang lebih aman. Meskipun demikian, untuk bisa menarik para pemegang dana tersebut, tentunya imbal hasil SUKUK RITEL tidak boleh ‘kalah‘ terlalu jauh.


(6)

Pada akhirnya, perkiraan imbal hasil SUKUK RITEL tersebut hanyalah sebuah ‘perkiraan’. Kita tunggu saja berapa besaran imbal hasil yang akan diberikan oleh pemerintah melalui SUKUK RITEL ini. Jadi bagaimana? Ada pembaca blog yang tertarik untuk berinvestasi di SUKUK RITEL perdana ini? (sumber: janganserakah.com)

Produk Terbaru,Takafulink Salam

Takaful meluncurkan Takafulink Salam yang telah resmi dijual pada 10 Mei 2010 ini.Takafulink Salam adalah produk yang memberikan manfaat optimal bagi perlindungan investasi. Untuk minimal premi Rp 2 juta per tahun, dengan jangka waktu minimal 5 tahun dan maksimal hingga usia nasabah 70 tahun. Keuntungan produk ini, murni berbasis syariah dan benefit yang seimbang. Takafulink Salam terdiri dari 3 jenis, yaitu Istiqamah (low risk), Mizan (middle risk), dan Ahsan (high risk).

Nasabah bisa memilih jenis yang diinginkan, selain itu juga bisa men-switch (mengganti) dari jenis satu ke jenis lain sewaktu-waktu. Apabila nasabah memilih jenis Istiqamah, maka akan mendapatkan return 6-10 persen, sedangkan Mizan 10-15 persen, dan Ahsan lebih dari 20 persen. “Untuk jenis low risk, dana akan dimasukkan ke dalam pasar uang atau obligasi. Jenis middle, sebanyak 20 persen dana akan diinvestasi ke saham, dan 80 persen dana akan diinvestasikan ke saham untuk yang high risk.

Manfaatkanlah momen ini untuk berasuransi sekaligus berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik. Kalau boleh saya ibaratkan mungkin seperti "saham perdana" (IPO). Umumnya suatu perusahaan bila mengeluarkan "saham perdana" nilai sahamnya masih kecil tapi kedepannya nilainya langsung naik drastis karena itulah tidak heran bila suatu perusahaan akan mengeluarkan saham perdana antrian calon pembeli panjang sekali. Masa depan di tangan Anda dengan solusi yang transparan dan lebih Mandiri. Kenapa memillih Takafulink Salam?

- Murni Syariah, - Lebih menentramkan,

- Biaya pengelolaan yang efisien,

- Bebas memilih jenis investasi sesuai dengan kebutuhannya, - Berpeluang memperoleh hasil investasi yang lebih optimal, - Kapan saja bisa meningkatkan dana investasi (top up), - Keleluasan untuk menempatkan dana investasi,

- Bebas menentukan proteksi sesuai dengan kebutuhan, dan - Bebas memilih cara pembayaran