dengan warga, para orang tua yang bekerja sebagai buruh pabrik genteng dengan warga sekitar terbilang kurang. Bukan karena mereka
sombong dan enggan berinteraksi dengan warga setempat, namun karena mereka harus bekerja dipagi hari dan selesai sampai sore hari,
sehingga hal ini yang menyebabkan intensitas bertemu dengan warga sekitar kurang.
Konflik sosial dalam masyarakat jarang bahkan hampir tidak pernah terjadi. Sebaliknya kegiatan kerja sama antar warga masih
terjalin dengan baik. Contohnya gotong royong dalam pembangunan desa dan dalam hajatan. Rutinitas saling membantu ini mampu menjaga
dan meningkatkan kerukunan dalam masyarakat Desa Pengempon. Sedangkan kondisi dilihat dari aspek budaya, masyarakat masih
menjalankan adat istiadat, nilai dan norma orang Jawa. Hal ini terlihat dari bahasa yang umum digunakan masyarakat yakni bahasa Jawa
ngapak-ngapak. Seperti pada masyarakat Jawa lainnya, masyarakat Desa Pengempon pun masih mengenal dan menjalankan tradisi-tradisi Jawa
seperti, selamatan memperingati kehamilan mapati, mitoni, selamatan kelahiran anak, khitanan, perkawinan, serta upacara memperingati hari
kematian seseorang.
2. Profil Buruh Pabrik Genteng di Desa Pengempon
Desa Pengempon merupakan desa yang memiliki penduduk yang lumayan banyak dari beberapa desa yang ada di Kecamatan Sruweng.
Penduduk desa sekitar 170 orang bermata pencaharian sebagai buruh pabrik genteng, untuk yang sudah berkeluarga berjumlah 120 orang sedangkan
yang belum berumah tangga berjumlah 50 orang. Mereka bekerja di pabrik genteng yang berada di Desa Jabres dan sekitarnya yang menempuh jarak 4-
5 Km, mereka harus berada di pabrik jam 07.00 dan pulang jam 16.00 dengan menggunakan sepeda dan ada pula yang masih berjalan kaki.
Dalam proses pembuatan genteng porsi pekerja antara buruh laki-laki dan perempuan berbeda, mulai dari tahap mencari tanah liat sampai proses
pembakaran genteng. Pada tahap mencari tanah liat di sawah, diinjak-injak kemudian dicetak kotak-kotak dan dijemur setengah kering kemudian
dipress berbentuk genteng, dan membakar itu merupakan bagian pekerjaan untuk buruh laki-laki. Sedangkan untuk buruh perempuan mereka hanya
merapihkan sisi genteng supaya rapi serta menjemur genteng. Sebagai buruh pabrik genteng dalam masyarakat keluarga buruh
genteng terjadi suatu interaksi sosial antara buruh pabrik genteng dengan warga lain terjalin dengan baik. Walaupun buruh genteng berasal dari
kalangan menengah ke bawah tidak malu untuk berbaur dengan masyarakat dalam berbagai kegiatan. hal ini terlihat dari hubungan akrab dan partisipasi
buruh pabrik genteng dengan kegiatan sosial yang dilaksanakan di desa tersebut.
Buruh pabrik genteng di Desa Pengempon memiliki ciri spesifik yang berbeda dengan buruh-buruh lain diantaranya yakni mereka bekerja
dari pagi sampai sore pada pukul 07.00 WIB – 16.00 WIB pada pukul 12.00
sampai dengan pukul 13.00 WIB para buruh istirahat, saat anak-anak mereka masih kecil sekitar umur 3 tahun dibawa ke pabrik genteng karena di rumah
tidak ada yang menjaga setelah memasuki usia sekolah yakni TK anak- anaknya sudah mulai ditinggalkan sendirian di rumah bersama saudara-
saudaranya, serta keluarga buruh ini terletak dilapisan sosial bawah, keluarga buruh di sini tidak bersama orang tuanya atau mbahnya anak-anak mereka
sudah memiliki rumah sendirian sehingga peran dari mbah anak-anak lebih sedikit dalam pelaksanaan pendidikan karakter pada anak.
Buruh pabrik genteng di Desa Pengempon memiliki latar belakang pendidikan randah diantaranya SD yaitu berjumlah 70 orang, SMP yakni
berjumlah 35 orang, bahkan ada yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali yaitu berjumlah 65 orang. Sehingga pengetahuan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki terbatas, dengan keterbatasan yang mereka miliki menyebabkan para buruh pabrik genteng tidak banyak pilihan dalam
bekerja, kebanyakan mereka hanya mengandalakan tenaga fisik saja. Untuk mendapatkan penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan keluarga,
mereka juga memelihara hewan ternak untuk menambah penghasilan. Dari sejumlah subjek penelitian yang berjumlah 9 keluarga terdapat 4 keluarga
yang memilih untuk menambah penghasilan dengan cara memelihara ternak seperti memelihara ayam, bebek, mentok, kambing. Seperti yang
diungkapkan oleh bapak Parsiman 50 tahun:
“Untuk itung-itung menambah penghasilan keluarga saya memiliki beberapa hewan ternak, apabila ada kebutuhan mendesak saya bisa
menjual untuk keperluan tersebut” wawancara, 19 April 2013.
Dari latar belakang pendidikan yang rendah menjadikan keluarga buruh pabrik genteng tidak memiliki keterampilan yang memadai sehingga
tidak banyak pilihan pekerjaan yang dapat dijalaninya.
3. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Pada Anak di Keluarga Buruh