47 Dengan meningkatnya jumlah penduduk, perekonomian harus lebih
banyak menyediakan barangjasa dalam hal ini contohnya produk migas untuk mempertahankan taraf hidup suatu bangsa. Namun peningkatan produksi migas
akan menuntut eksploitasi SDA yang harus diambil dari persediannya reservoircadangan. Sebagai akibatnya SDA migas akan semakin menipis
depleted dan pencemaran lingkungan akan meningkat pula sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Suparmoko, 1995. Jadi pembangunan ekonomi
menghasilkan pertumbuhan ekonomi disertai dengan dua macam dampak, yaitu dampak positif berupa tersedianya barang migas yang penting dalam
pembangunan ekonomi dan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan serta menipisnya SDA migas. Pencemaran lingkungan berupa kurang
nyamannya kehidupan, gangguan kesehatan, dan kerusakan SDA. Berkurangnya cadangan migas: mengurangi kemudahaan dalam eksploitasi
migas, harus menjelajahi daerah-daerah terpencil dan sulit remote area Suparmoko, 1995.
2.14. Pengelolaan Lingkungan Sosial
Tidak bisa dipungkiri bahwa aspek sosial dalam pengelolaan lingkungan, khususnya dalam pemanfaatan SDA, kurang mendapat perhatian KLH, 2002.
Kemudahan memperoleh akses dalam pemanfaatan SDA berkorelasi dengan terjadinya penumpukan kekayaan pada sebagian kecil orang dan pemodal asing.
Sementara sebagian besar warga masyarakat masih tetap berada pada garis kemiskinan. Krisis ekonomi juga menambah persoalan dalam kaitannya dengan
pengelolaan SDA, yaitu adanya kecenderungan berupaya membawa bangsa ini keluar dari krisis ekonomi, dengan menguras SDA. Pengelolaan lingkungan dan
pemanfaatan SDA masih belum memperhatikan secara sungguh-sungguh aspek sosial KLH, 2000.
Kelompok masyarakat komunitas yang selama ini mengembangkan potensi SD sosial yang terbukti efektif bagi pelestarian lingkungan hidup,
merupakan mitra pengelolaan lingkungan hidup yang perlu difasilitasi. Banyaknya keluhan dari berbagai pihak tentang keterbatasan pemahaman
tentang lingkungan sosial dalam kerangka pengelolaan lingkungan hidup KLH, 2002.
48 Perusahaan minyak bumi cenderung membangun infrastruktur dan
tinggal di dalam dunianya sendiri yang secara alamiah merupakan lokasi enclave Lindblad dalam Cleary dan Eaton, 1992. Mereka membangun perumahan
pegawai yang dilengkapi dengan fasilitas lengkap di dalam kompleks. Keadaan yang demikian akan menimbulkan gap yang besar antara perusahaan dan
masyarakat lokal. Gap ini akan semakin besar jika perusahan tidak berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat di sekitarnya Hilarius,
2000. Perusahaan migas memang sudah berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat lokal tetapi hal ini belum seimbang jika dibandingkan dengan
keuntungan yang diperoleh selama ini. Masyarakat selalu menuntut agar perusahaan migas mau berpartisipasi lebih besar dalam pembangunan.
Masalah lain yang menimbulkan kecemburuan sosial adalah penerimaan tenaga kerja. Menurut pengakuan masyarakat selama ini perusahaan migas tidak
mengutamakan orang lokal dalam penerimaan tenaga kerja Hilarius, 2000. Ketika eksploitasi minyak dan gas berlangsung, tuntutan masyarakat di
daerah sekitar semakin keras untuk menghentikan polusi dan mendapatkan kompensasi yang adil. Tuntutan mereka mencakup kerusakan tanah, kehilangan
mata pencaharian dan perlakuan adil di tempat bekerja serta pembagian keuntungan sampai tuntutan agar perusahaan-perusahaan tersebut hengkang
dari wilayah mereka Down To Earth, 2001. Tidak dipungkiri bahwa aspek sosial, ekonomi dan budaya dalam pengelolaan lingkungan, khususnya dalam
pemanfaatan sumber daya alam SDA, kurang mendapat perhatian. Masih begitu banyak persoalan sosial yang dihadapi bangsa. Indonesia akhir-akhir ini,
mengalami berbagai konflik, khususnya konflik atau friksi sosial yang berkaitan dengan benturan kepentingan pemanfaatan SDA, kesenjangan ekonomi dan
akses pada pemanfaatan SDA Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2000. Krisis ekonomi juga menambah persoalan dalam kaitannya dengan
pengelolaan sumber daya alam SDA, yaitu adanya kecenderungan berupaya membawa bangsa ini keluar dari krisis ekonomi, dengan menguras sumber daya
alam secara berlebihan. Dengan demikian, bukan tidak mungkin pengelolaan SDA kembali akan mengabaikan kepentingan sosial Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 2000. Sebagian kelompok masyarakat komunitas yang selama ini mengembangkan potensi sumber daya sosial yang terbukti efektif bagi
pelestarian fungsi lingkungan, adalah mitra pengelolaan lingkungan hidup yang perlu difasilitasi. Pemerintah diharapkan lebih giat mendorong masyarakat agar
49 semakin memiliki kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dirinya dalam
mengelola lingkungan hidup. Sehubungan dengan itu, selain diperlukan profesionalitas dari pihak-pihak terkait yang mengelola lingkungan hidup, juga
diperlukan dukungan panduan tentang pengelolaan lingkungan sosial Budhisantoso, 2002.
Kegiatan pertambangan migas selalu terkait dengan komunitas masyarakat sekitarnya Warnika, 2006. Komunitas masyarakat yang terjangkau
kegiatan operasi migas ini selalu diberi penjelasan dan sosialisasi sejak dini mengenai konsekuensi kegiatan hulu migas, dengan harapan dapat membangun
rasa saling percaya terhadap masalah-masalah yang dikawatirkan akan timbul. Keterlibatan masyarakat dalam mendukung kelangsungan kegiatan
eksploitasi migas sangat berperan penting bagi kelangsungan dan keberhasilan industri migas yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
Hubungan timbal balik tersebut dituangkan dalam bentuk keterbukaan yang nyata antara pihak masyarakat dan perusahaan migas termasuk penyebar-
luasan informasi tentang kegiatan program pengelolaan lingkungan dan program pengembangan masyarakat Warnika, 2006.
Tanggung jawab sosial perusahaan corporate social responsibilityCSR oleh korporasi besar, khususnya di sektor industri ekstraktif minyak, gas, dan
pertambangan lainnya, saat ini sedang disorot tajam Wibowo, 2004. Kasus Buyat yang terjadi tahun 2004 dan Lapindo Brantas yang sekarang menjadi EMP
Brantas 2006 adalah contoh terbaru, tentang bagaimana realisasi tanggung jawab sosial itu atas terjadinya pencemaran lingkungan. CSR berkaitan dengan
peran aktif masyarakat sipil dalam memaknai dan turut membentuk konsep kemitraan yang merupakan salah satu kondisi yang dibutuhkan dalam
mewujudkan CSR .
Dalam artikel How Should Civil Society and The Government Respond to Corporate Social Responsibility? Hamann dan Acutt 2003 menelaah motivasi
yang mendasari kalangan bisnis menerima konsep CSR. Telaah Hamann dan Acutt 2003 sangat relevan dengan situasi implementasi CSR di Indonesia
dewasa ini. Khususnya dalam kondisi keragaman pengertian konsep dan penjabarannya dalam program-program berkenaan dengan upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Keragaman pengertian konsep CSR adalah akibat logis dari sifat
pelaksanaannya yang berdasarkan prinsip kesukarelaan Wibowo, 2004. Tidak
50 ada konsep baku yang dapat dianggap sebagai acuan pokok, baik di tingkat
global maupun lokal. Secara internasional saat ini tercatat sejumlah inisiatif code of conduct
implementasi CSR. Inisiatif itu diusulkan, baik oleh organisasi internasional independen Sullivan Principles, Global Reporting Initiative, organisasi negara
OECD Organization for Economic Cooperation and Development, juga organisasi nonpemerintah Caux Roundtables, dan lain-lain. Di Indonesia,
acuannya belum ada. Jika CEO memiliki kesadaran moral bisnis berwajah manusiawi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR
yang layak. Sebaliknya, jika orientasi CEO-nya hanya pada kepentingan kepuasan pemegang saham produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi
serta pencapaian prestasi pribadi, boleh jadi kebijakan CSR sekadar kosmetik Wibowo, 2004. Selanjutnya dikatakan bahwa sifat CSR yang sukarela,
absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang
memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Dalam hal ini yang lebih dipentingkan adalah show dari buku laporan tahunan, sehingga Laporan Sosial Tahunannya
tampil mengkilap, lengkap dengan tampilan foto aktivitas sosial serta dana program pembangunan komunitas yang telah direalisasi.
Salah satu bentuk kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan adalah kegiatan pengembangan masyarakat community development. Kontribusi
Kontraktor KKS bagi pengembangan masyarakat telah lama dan terus dilakukan. Program pengembangan masyarakat bukan sekadar “pemberian” tetapi
merupakan bentuk kepedulian sosial BPMIGAS-KKKS dan keinginan mendukung pemerintah untuk membangun masyarakat yang lebih maju dan sejahtera
Warnika, 2006. Program pengembangan masyarakat community development, CD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan eksplorasi dan
produksi minyak dan gas bumi Indonesia. Selama kurun waktu dua tahun, 2002 hingga saat ini berbagai program pengembangan masyarakat telah dilaksanakan
dengan difokuskan terhadap ekonomi masyarakat, pendidikan kebudayaan, kesehatan, fasilitas sosial fasilitas umum dan lingkungan Sudibyo, 2004.
2.15. Pendekatan Sistem