Fasilitas Pada Jalur Pejalan Kaki

2.5 Fasilitas Pada Jalur Pejalan Kaki

Pushkarev 1975, mengemukakan bahwa pada tahap tertentu arus pejalan kaki akan mengurangi kapasitas jalan yang ada, sehingga jalan perkotaan perlu diberi fasilitas pejalan kaki seperti trotoar, tempat penyeberangan, jembatan penyeberangan dan pagar pengaman. Fasilitas tersebut berguna untuk menghindarkan konflik pejalan kaki dengan kendaraan menjadi lebih kecil dan moda jalan kaki akan menjadi lebih nyaman. Dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana Lalu Lintas Jalan menyebutkan bila fasilitas pedestrian dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Fasilitas utama, berupa jalur untuk berjalan, yang dapat dibuat khusus sehingga terpisah dari jalur kendaraan, namun trotoar tidak termasuk dalam jenis ini. 2. Fasilitas penyeberangan yang diperlukan untuk mengatasi konflik dengan moda dan angkutan lainnya. 3. Fasilitas terminal untuk berhenti atau istirahat pejalan dapat berupa bangku- bangku, halte beratap atau fasilitas lainnya. Selain fasilitas pedestrian yang terdapat pada peraturan pemerintah tersebut, masih terdapat beberapa fasilitas lain yang dibutuhkan oleh pejalan kaki, yaitu: pepohonan, pelindung terhadap cuaca, penerangan dan sebagainya. Keberadaan fasilitas tersebut dapat menarik pejalan kaki untuk menggunakan jalur pedestrian tersebut. Universitas Sumatera Utara 2.5.1 Halte Halte adalah salah satu tempat perhentian kendaraan penumpang umum TPKPU selain bus stop yang berfungsi untuk menurunkan atau menaikkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan Departemen Perhubungan, 1996. Perencanaan halte pada suatu kawasan perkotaan bertujuan untuk: a. Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas; b. Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum; c. Menjamin kapasitas keselamatan untuk menaikkan danatau menurunkan penumpang; d. Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus. Secara umum desain halte cukup bervariasi dan tidak ada suatu standar baku yang mengharuskan halte dirancang dalam suatu bentuk tertentu. Desain halte pada suatu kawasan ditentukan oleh kebijakan penguasa yang berada pada kawasan tempatnya berada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Beberapa model halte yang ada di perkotaan Sumber: Dokumen Peneliti 2013 Universitas Sumatera Utara Persyaratan umum untuk Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum TPKPU adalah: a. Berada di sepanjang rute angkutan umumbus; b. Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat dengan fasilitas pejalan kaki; c. Di arahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman; d. Dilengkapi dengan rambu petunjuk; e. Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas. Berdasarkan peraturan yang berlaku bahwa jarak halte dan tempat pemberhentian bus dipengaruhi oleh tata guna lahan dan lokasi perletakan tempatnya berada, persyaratan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Jarak Halte dan Tempat Perhentian Bis Zona Tata Guna Lahan Lokasi Jarak Tempat Henti m 1 Pusat kegiatan sangat padat: pasar dan pertokoan CBD, Kota 200-300 2. Padat: perkantoran, sekolah, jasa Kota 300-400 3. Permukiman Kota 300-400 4. Campuran padat: perumahan, sekolah, jasa Pinggiran 300-500 5. Campuran jarang: perumahan, ladang, sawah, tanah kosong Pinggiran 500-1000 Keterangan: jarak 200 m dipakai bila sangat diperlukan saja, sedang jarak umumnya 300m. Sumber: Departemen Perhubungan 1996 Universitas Sumatera Utara Tata letak halte terhadap ruang lalu lintas: a. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah 100 meter; b. Jarak minimal halte dari persimpangan asalah 50 meter atau bergantung pada panjang antrian; c. Jarak minimal gedung seperti rumah sakit, tempat ibadah yang membutuhkan ketenangan adalah 100 meter; d. Perletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah persimpangan farside, sebagaimana tertera pada Gambar 2.5 dan 2.6. Gambar 2.5 Perletakan Halte di Pertemuan Jalan Simpang Empat Sumber: Dokumen Peneliti 2013 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6 Perletakan Halte di Pertemuan Jalan Simpang Tiga Sumber: Dokumen Peneliti 2013 2.5.2 Vegetasi pada jalur pejalan kaki Penanaman vegetasi tepi jalan adalah untuk memisahkan pejalan kaki dari jalan raya dengan alasan keselamatan Lynch, 1981. Untuk mencapai kesatuan unity dalam pengaturan penanamannya perlu diperhatikan jenis tanamannya terutama untuk jalur pejalan kaki. Menurut Department of Transport of British 1986, vegetasi tidak seharusnya menghalangi jalan dan harus di rawat secara teratur. Menurut Chaniago dalam Widjayanti 1993, pemilihan pohon harus memperhatikan beberapa karakteristik, yaitu: 1. Akar pohon harus cukup kuat untuk menahan vibrasi yang diakibatkan oleh kendaraan yang lewat dan jenis pohon yang digunakan sebaiknya tidak mempunyai akar yang menembus aspal dan beton sehingga kerusakan utilitas dapat terhindari. Universitas Sumatera Utara 2. Batang dan cabang, cukup elastis dan kuat untuk mencegah roboh dan rusaknya pohon akibat tiupan angin yang kencang. 3. Naungan yang sangat berhubungan dengan penetrasi radiasi matahari sehingga temperatur udara di sekitar jalur pejalan kaki menurun. Untuk pemilihan jenis pohon menurut Arnold 1980, tinggi dan diameter tajuk merupakan hal paling penting diperhatikan. Pada beberapa tempat ketinggian cabang pohon yang nyaman berjalan di bawahnya berkisar 2,4–4,5 meter. Pergerakan kendaraan membutuhkan kejelasan pandangan sehingga diperlukan pohon peneduh jalan dengan ketinggian cabang minimum 4,5 meter. Pohon berukuran kecil 5,5–10,5 meter dapat digunakan sebagai tirai screening, dan seringkali digunakan sebagai penambah tekstur dan warna pada suatu kawasan. 2.5.3 Rambu-rambu lalu lintas Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan No. 63 tahun 1993 menjelaskan bahwa penempatan rambu-rambu lalu lintas pada sisi jalan memiliki ketinggian minimum 1,75 meter dan maksimum 2,65 meter, sedangkan pada kawasan pedestrian minimum 2 meter dan maksimum 2,65 meter. 2.5.4 Lampu jalan Penerangan jalan bertujuan untuk mengakomodir pergerakan pejalan kaki dan kendaraan agar menjadi lebih aman Harris dan Dinnes, 1988. Pemakai jalan dapat dibantu orientasinya untuk mengenal zona yang berbeda dari penggunaan suatu tapak melalui Universitas Sumatera Utara hirarki efek penerangan yang tepat. Hirarki tersebut dapat diatur dari perbedaan jarak, ketinggian dan warna cahaya lampu yang dipergunakan. Penerangan harus sesuai secara fungsional dan dalam skala yang baik bagi pejalan kaki dan jalur kenderaaan. Agar penerangan pada jalur pejalan kaki memberikan skala manusiawi maka penerangan dapat menggunakan lampu dengan ketinggian relatif yang menerangi kanopi bawah dari pohon tepi jalan. Penerangan pada jalur pedestrian sebaiknya di desain tidak seragam sepanjang jalan dan distribusi pencahayaan harus mencapai 2 meter agar penglihatan ke arah pejalan kaki lain tetap jelas. 2.5.5 Tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki Penelitian yang dilakukan oleh Gallin 2001, mengenai pelayanan fasilitas pejalan kaki dimaksudkan untuk mengembangkan pedoman dalam memperkirakan level atau tingkatan pelayanan fasilitas pejalan kaki. Tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki secara menyeluruh. Ukuran ini berhubungan langsung dengan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas, kenyamanan, dan keamanan, yang mencerminkan tingkat persepsi pengguna mengenai fasilitas pejalan kaki yang bersahabat. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki terdiri dari faktor perancangan, faktor lokasi, dan faktor pengguna fasilitas pejalan kaki. a. Faktor Perancangan karakteristik fisik. 1. Lebar Trotoar, ukuran lebar trotoar dalam meter yang dapat dilalui pejalan kaki. 2. Kualitas permukaan trotoar, gambaran mengenai kualitas permukaan jalur pedestrian. Dikatakan memiliki kualitas yang baik berarti memiliki kontinuitas, halus tetapi tidak licin, tidak rusak atau hancur. Universitas Sumatera Utara 3. Hambatan. 4. Penyeberangan. 5. Fasilitas pendukung, keberadaan fasilitas pejalan kaki membantu penggunanya misalnya rambu dan marka, penggunaan warna kontras pada kerb, pola-pola pada permukaan trotoar, dan sebagainya. b. Faktor Lokasi. 1. Konektivitas menyangkut tingkat kegunaan trotoar sebagai penghubung langsung titik asal dan tujuan pejalan kaki. 2. Lingkungan jalur pejalan kaki, tingkat kualitas lingkungan pejalan kaki ditentukan oleh keadaan disekelilingnya. Tingkat kenyamanan lingkungan di sekeliling berhubungan dengan jarak trotoar dengan jalan. 3. Kemungkinan konflik dengan kendaraan bermotor. c. Faktor Pengguna. 1. Volume pejalan kaki, perhitungan jumlah pejalan kaki yang menggunakan trotoar dalam rata-rata harian. 2. Karakteristik pengguna. 3. Keamanan individual. Sehubungan dengan definisi tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki sebelumnya, tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki dibagi atas beberapa level berdasarkan pemenuhan kebutuhan penggunanya dan pada hakikinya berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki tersebut. Universitas Sumatera Utara Level-level tersebut antara lain level A, merupakan sebuah lingkungan pejalan kaki yang ideal dan jumlah faktor negatif yang mempengaruhi tingkat pelayanan sangat sedikit. Level B, merupakan standar lingkungan pejalan kaki yang masih dapat diterima dan terdapat faktor-faktor negatif yang mempengaruhi tingkat pelayanan dalam jumlah kecil. Level C, merupakan kondisi dasar lingkungan pejalan kaki dengan faktor-faktor negatif yang mempengaruhi tingkat pelayanan dalam jumlah yang besar. Level D, merupakan kondisi lingkungan pejalan kaki yang buruk dan terdapat faktor-faktor negatif yang mempengaruhi tingkat pelayanan dalam skala yang luas, masalah keamanan perlu menjadi perhatian pada level ini. Level E, merupakan kondisi lingkungan pejalan kaki yang tidak sesuai atau tidak mampu memenuhi kebutuhan pejalan kaki. Pedoman mengenai tingkatan pelayanan trotoar yang merupakan salah satu fasilitas pejalan kaki yang ditetapkan oleh Dirjen Bina Marga berhubungan dengan standar perhitungan volume pejalan kaki per meter per menit dan ruang gerak pejalan kaki per m². Tingkatan pelayanan trotoar menurut Dirjen Bina Marga terdiri dari enam level yaitu level A sampai dengan level E dengan masing-masing karakteristik tertera pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Tingkatan Pelayanan Trotoar Tingkatan Pelayanan Modulm 2 orang VolumeOrangmetermenit A ≥ 3,25 ≤ 23 B 2,30 - 3,25 23 - 33 C 1,40 - 2,30 33 - 50 D 0,90 – 140 50 - 66 E 0,40 - 0,90 66 - 82 Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga No. 007TBNKT1990 1990 Universitas Sumatera Utara Pengatur aliran air khususnya dari curah hujan yang terdapat di sepanjang sisi jalan pada beberapa kawasan perkotaan menggunakan parit tertutup. Jalur pejalan kaki biasanya diletakkan di belakang parit sebagai kawasan buffer antara kendaraan bermotor dan pedestrian. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN