Analisis kebisingan pada proses pengolahan the hitam di ruang penggilingan, pengeringan, dan sortasi di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas, Cisarua, Jawa Barat

(1)

ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PENGOLAHAN TEH

HITAM DI RUANG PENGGILINGAN, PENGERINGAN, DAN

SORTASI

DI PTPN VIII PERKEBUNAN GUNUNG MAS, CISARUA, JAWA

BARAT

SKRIPSI

DEWI SARTIKA

F14070104

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ANALYSIS OF NOISE ON BLACK TEA PROCESSING

IN MILLING, DRYING, AND SORTING ROOM OF

PTPN VIII GUNUNG MAS PLANTATION, CISARUA, WEST JAVA

Dewi Sartika and Mad Yamin

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering and Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 852 676 23 330, e-mail: dewisartikakarnadi@yahoo.com

ABSTRACT

Tea plant is a green leafy plants commonly cultivated in high mountain regions.Black tea was made through fermentation, and furthermore black tea was divided into two types, they are orthodox tea and CTC tea (Crushing, Tearing, and Curling). The processing of CTC tea at PTPN VIII Gunung Mas Plantation include acceptance of raw material, disclosure of tea leaves, withering, milling and fermentation, drying, sorting and packaging. PTPN VIII Gunung Mas Plantation running the production activity by using the machines in large scale. The use of machinery on a large scale resulted in positive impact and negative impact for worker and company. One of the negative impacts suffered by workers is noise impact. Noise can be defined as undesirable sound, annoying sound, or irritating sound that in the long run will be able to disrupt the comfort when working. Noise that exceeds the threshold value will cause a reduction in auditory function, and if it goes on will cause deafness in factory workers. This can lead to decrease in concentration of work. The purpose of measuring noise in the factory is to analyze the areas that produce high noise so that the factory worker can work in the factory according to a predetermined safe time, this is to reduce the negative effects of noise.High frequency noise can be found in milling room, drying room and sorting room. The pattern of noise spread on every shift are not equal, it is because the number of machines that operating in shift 1 and shift 2 was different, so that the noise value in shift 1 was higher than shift 2. The noise value in milling room, drying room and sorting room exceeds the threshold value. Therefore, the safe time for being in that rooms were average below 8 working hours/day. To prevent damage to auditory, worker advised to use ear protection device to protect their auditory during work.


(3)

iv

Dewi Sartika. F14070104.

Analisis Kebisingan Pada Proses Pengolahan Teh

Hitam di Ruang Penggilingan, Pengeringan, dan Sortasi di PTPN VIII

Perkebunan Gunung Mas, Cisarua, Jawa Barat. Dibimbing oleh Mad Yamin.

2011.

RINGKASAN

Tanaman teh merupakan tumbuhan berdaun hijau yang biasa di budidayakan di daerah pegunungan tinggi, sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh merupakan komoditas ekspor yang penting bagi perekonomian Indonesia, selain sebagai salah satu sumber devisa negara juga menyediakan lapangan pekerjaan. Pada awalnya, di Indonesia hanya memproduksi teh hitam orthodox. Sejalan dengan pergeseran selera konsumen yang mengarah pada teh celup yang komponen terbesarnya merupakan teh CTC (Crushing Tearing and Curling), teh hitam orthodox kini jarang dipakai. Teh hitam diolah melalui fermentasi, dan dibagi dua, yaitu teh orthodox dan teh CTC (Crushing, Tearing, dan Curling). Proses pengolahan teh CTC di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas meliputi penerimaan bahan baku, pembeberan daun teh, pelayuan, penggilingan dan fermentasi, pengeringan, sortasi, dan pengemasan.

Sebagai salah satu industri yang memproduksi teh CTC, PTPN VIII Perkebunan Gunung mas menjalankan aktivitas produksi dengan menggunakan mesin-mesin dalam skala besar. Penggunaan mesin-mesin ditujukan untuk meningkatkan produktivitas teh di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas. Penggunaan mesin-mesin produksi dalam skala besar menimbulkan dampak positif dan negatif untuk pekerja dan perusahaan. Salah satu dampak negatif yang dialami oleh pekerja adalah timbulnya kebisingan.

Menurut Suma’mur (1996) kebisingan adalah bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Kebisingan dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang menganggu atau bunyi yang menjengkelkan yang dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu kenyamanan saat bekerja. Keberadaan kebisingan sedapat mungkin harus dihilangkan, setidaknya harus dikendalikan sehingga dampak yang ditimbulkan tidak terlalu merugikan, tetapi seharusnya kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pekerja yang ada.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebisingan pada ruang penggilingan, pengeringan, dan sortasi yang diterima operator pada saat mesin-mesin beroperasi, menganalisis pola sebaran kebisingan pada masing-masing ruangan pabrik teh PTPN VIII Perkebunan Gunung mas, menentukan lama waktu aman maksimum berada pada area kerja berdasarkan nilai ambang batas kebisingan sesuai standar Kementerian Tenaga Kerja RI.

Penelitian dilakukan di pabrik teh PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas pada bulan Maret-Juni 2011. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat bernama sound level meter. Sebelum dilakukan pengukuran kebisingan, masing-masing ruangan di petakan dengan ukuran 1x1 m.


(4)

Data-data kebisingan di olah dengan menggunakan rumus kebisingan, kemudian di buat pola sebaran kebisingan menggunakan software golden surfer 8. Pengukuran kebisingan dilakukan pada siang hari dan malam hari (2 shift). Tujuan dilakukan pengukuran pada tiap shift yaitu untuk mengetahui perbedaan tingkat kebisingan setiap ruangan pada waktu siang hari dan malam hari. Pada siang hari aktivitas manusia baik di dalam maupun di luar pabrik lebih banyak dibandingkan dengan malam hari, sehingga akan mempengaruhi nilai kebisingan yang di ukur.

Kebisingan yang terjadi di ruang penggilingan, pengeringan, dan sortasi berturut-turut adalah berkisar antara 84.3 – 95.2 dB(A), 84.0 – 98.5 dB(A), dan 72.5 – 101 dB(A). Pola penyebaran kebisingan untuk tiap shift pada ruang penggilingan dan pengeringan tidak sama, tetapi pada ruang sortasi pola penyebaran kebisingan hampir seragam. Hal ini dikarenakan jumlah mesin yang beroperasi pada shift 2 lebih sedikit dibanding jumlah mesin yang beroperasi pada shift 1.

Batas waktu aman maksimum untuk pekerja bekerja di dalam ruang penggilingan, pengeringan, dan sortasi menurut standar Kemenaker RI untuk shift 1 berturut-turut adalah 1 jam 57.6 menit/hari, 1 jam 18 menit/hari, dan 54 menit/hari, sedangkan untuk shift 2 berturut-turut adalah 3 jam 19.2 menit/hari, 1 jam 49.2 menit/hari, dan 4 jam/hari.

Kebisingan di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas memberi dampak negatif kepada pekerja seperti gangguan pendengaran, alat pendengaran berdengung atau berdesis, kurang dengar sementara, gangguan komunikasi, konsentrasi, dan ketidaknyamanan pada saat bekerja. Adapun keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja antara lain merasa lelah, sulit tidur, mengalami pusing, lekas marah, mudah tersinggung, dan ada beberapa pekerja yang mengalami penurunan pendengaran.

Upaya pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan pengendalian teknis yaitu memeriksa dan memperbaiki bagian-bagian mesin-mesin yang memungkinkan menjadi penyebab kebisingan ketika mesin bekerja, dan penggunaan alat pelindung telinga untuk seluruh pekerja yang bekerja di dalam ruangan yang bising. Alat pelindung telinga dapat berupa sumbat telinga, tutup telinga, dan helmet.


(5)

ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PENGOLAHAN TEH

HITAM DI RUANG PENGGILINGAN, PENGERINGAN, DAN

SORTASI DI PTPN VIII

PERKEBUNAN GUNUNG MAS, CISARUA, JAWA BARAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DEWI SARTIKA

F14070104

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

Judul skripsi : Analisis Kebisingan Pada Proses Pengolahan Teh Hitam di Ruang Pengggilingan, Pengeringan, dan Sortasi di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas, Cisarua, Jawa Barat

Nama : Dewi Sartika NIM : F14070104

Menyetujui,

Pembimbing Akademik,

(Ir. Mad Yamin, MT) NIP. 19531230 198603 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP 19661201 199103 1 004


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Kebisingan Pada Proses Pengolahan Teh Hitam di Ruang Penggilingan, Pengeringan, dan Sortasi di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas, Cisarua, Jawa Barat adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Yang membuat pernyataan

Dewi Sartika


(8)

© Hak cipta milik Dewi Sartika, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(9)

BIODATA PENULIS

Dewi Sartika. Lahir di Palembang, 7 September 1989 dari ayah Karnadi S,BA dan ibu Tukiyah, sebagai putri keenam dari enam bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 1, Palembang dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi staff Public Relations pada organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian.

Penulis juga menjadi ketua divisi informasi dan komunikasi pada organisasi mahasiswa daerah Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya IPB. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2010 di perkebunan Tebu, PT. Laju Perdana Indah, OKUT, Sumatera Selatan dengan judul “Mempelajari Aspek Ergonomika dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Pada Proses Produksi Tebu di PT. Laju Perdana Indah, OKUT, Sumatera Selatan”. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana di IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kebisingan Pada Proses Pengolahan Teh Hitam di Ruang Penggilingan, Pengeringan, dan Sortasi di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas, Cisarua, Jawa Barat”.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Kebisingan Pada Proses Pengolahan Teh Hitam di Ruang Penggilingan, Pengeringan, dan Sortasi di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas, Cisarua, Jawa Barat dilaksanakan di Cisarua, Bogor sejak bulan Maret sampai Juni 2011.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan pernghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Mad Yamin, MT sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si dan Ir. Agus Sutejo, M.Si sebagai dosen penguji tugas akhir ini.

3. Keluarga tercinta, khususnya ayah ibu tersayang, dan kakak-kakak terkasih yang telah memberikan dukungan materi maupun spiritual serta memdo’akan kepada penulis.

4. PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas yang telah memberi izin penulis untuk melakukan penelitian di sana.

5. Bapak Luga sebagai pembimbing lapangan, Bapak Toto, Bapak Husein dan seluruh karyawan PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas yang telah membantu penulis selama penelitian berlangsung.

6. Keluarga Bapak Eeng Sumarna dan Ibu Tita Sugiarti yang telah menyediakan tempat tinggal selama di Gunung Mas, memberi dukungan dan motivasi kepada penulis selama melakukan penelitian.

7. Saudari Heni Helmayanti yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian. 8. Saudara Galih Gumilang yang telah memeberikan doa dan dukungan kepada penulis. 9. Seluruh teman-teman Teknik Pertanian angkatan 44 (Yan, Tofan, Huda, Anggi, Linda, Deti,

Siska, Tami, Spetriani, Ratih, Andi, Fadil) yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam proses pembuatan skripsi.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Ergonomika dan K3. Penulis menyadari bahwa penyususnan skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi ini akan bisa bermanfaat. Amin.

Bogor, Juli 2011


(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. ERGONOMIKA ... 3

2.2. KEBISINGAN (NOISE) ... 3

2.3. PENGOLAHAN TEH ... 11

III. METODOLOGI ... 20

3.1. WAKTU DAN TEMPAT ... 200

3.2. ALAT DAN BAHAN ... 20

3.3. METODE PENELITIAN ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

4.1. KEBISINGAN DI RUANG-RUANG PENGOLAHAN ... 27

4.2. WAKTU AMAN UNTUK BERADA DI TIAP-TIAP RUANGAN ... 39

4.3. EVALUASI HASIL KUISIONER ... 40

4.4. PENGENDALIAN KEBISINGAN ... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1. KESIMPULAN ... 47

5.2. SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tingkat kebisingan dalam kantor ... 4

Tabel 2. Tingkat kebisingan dalam industri ... 4

Tabel 3. Baku tingkat kebisingan ... 5

Tabel 4. Lama waktu mendengar pada tingkat kebisingan yang berbeda ... 7

Tabel 5. Beberapa standar Nilai Ambang Batas kebisingan dan lama kerja kontinu yang ... diperkenankan... 7

Tabel 6. Akibat-akibat kebisingan ... 8

Tabel 7. Tingkat reduksi kebisingan berbagai material dengan ketebalan tertentu ... 11

Tabel 8. Kandungan bahan-bahan di dalam daun teh ... 13

Tabel 9. Perbedaan umum antara teh hijau, teh oolong dan teh hitam ... 13

Tabel 10. Perbedaan teh hijau dan teh hitam dari proses pengolahannya ... 13

Tabel 11. Perbedaan teh hijau dan teh hitam dari aspek organoleptiknya ... 13

Tabel 12. Mutu teh ... 16

Tabel 13. Data kebisingan hasil pengukuran di masing-masing ruangan ... 27

Tabel 14. Spesifikasi mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan di ruang penggilingan ... 40

Tabel 15. Spesifikasi mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan di ruang pengeringan ... 34

Tabel 16. Spesifikasi mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan di ruang sortasi... 38

Tabel 17. Waktu kontak aman per hari di masing-masing ruangan menurut Kemenaker RI…...40

Tabel 18. Besar reduksi kebisingan yang diperlukan………44


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Prinsip dasar dari Sound Level Meter ... 6

Gambar 2. Alur proses sortasi ... 18

Gambar 3. Diagram Alur Proses Pengolahan Teh Hitam ... 18

Gambar 4. Sound Level Meter IEC 651 Type II ... 20

Gambar 5. Stopwatch... 21

Gambar 6. Meteran ... 21

Gambar 7. Rancangan penelitian ... 25

Gambar 8. Sketsa titik-titik pengukuran ... 26

Gambar 9. Kebisingan maksimum dimasing-masing ruangan pada tiap shift ... 27

Gambar 10. Layout dan kontur kebisingan ruang penggilingan untuk shift 1 ... 30

Gambar 11. Layout dan kontur kebisingan ruang penggilingan untuk shift 2 ... 31

Gambar 12. Layout dan kontur kebisingan ruang pengeringan untuk shift 1 ... 32

Gambar 13. Layout dan kontur kebisingan ruang pengeringan untuk shift 2 ... 33

Gambar 14. Layout dan kontur kebisingan ruang sortasi untuk shift 1 ... 36

Gambar 15. Layout dan kontur kebisingan ruang sortasi untuk shift 2 ... 36

Gambar 16. Waktu pemaparan menurut Kemenaker RI ... 39

Gambar 17. Pengaruh kebisingan terhadap pendengaran pekerja ... 41

Gambar 18. Jenis gangguan kebisingan terhadap pekerja ... 41

Gambar 19. Jenis keluhan yang dialami pekerja ... 42


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Layout pabrik teh PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas ... 51

Lampiran 2. Hasil-hasil pengukuran kebisingan di ruang penggilingan ... 52

Lampiran 3. Hasil-hasil pengukuran kebisingan di ruang pengeringan dan sortasi ... 60

Lampiran 4. Kuisioner tenaga kerja ... 65

Lampiran 5. Hasil kuisioner pekerja ... 68

Lampiran 6. Contoh-contoh alat pelindung telinga beserta reduksinya ... 73


(15)

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Suatu pekerjaan yang dilakukan oleh manusia seharusnya menerapkan ergonomi dalam upaya menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan, dan produktivitas yang optimal. Perkembangan alat bantu mekanis dalam melakukan suatu pekerjaan terus meningkat sehingga mempermudah dan memperingan pekerjaan yang biasanya dilakukan secara manual. Dalam pengolahan teh dibutuhkan mesin-mesin untuk memproduksi teh dalam skala besar. Dengan adanya mesin-mesin tersebut, pekerjaan dengan bahan baku yang banyak dapat ditangani dengan baik dan dapat meningkatkan efektivitas produksi teh. Dalam pengoperasian mesin, manusia sebagai operator dituntut mampu beradaptasi dengan fasilitas dari lingkungan kerjanya tetapi yang terpenting adalah dapat terlebih dahulu menyesuaikan lingkungan kerja dan fasilitas sehingga tidak melampaui batas kemampuan manusia itu sendiri (Satrowinoto, 1985). Manusia sebagai pengguna mesin harus merasa nyaman dalam memakai dan menggunakan perangkat tersebut.

Di sisi lain mesin-mesin tersebut menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kesehatan jika tidak diperhatikan dengan cermat. Kebisingan dari mesin-mesin yang digunakan oleh para pekerja secara tidak langsung dapat merugikan kesehatan, menurunkan performasi dan produktivitas kerja. Kebisingan yang melebihi nilai standar dapat berakibat fatal bagi pekerja, seperti kehilangan pendengaran, kadar emosi, dan juga dapat menganggu sistem metabolisme tubuh. Hal tersebut mungkin kurang disadari oleh para tenaga kerja yang bekerja sehari-hari di pabrik. Kondisi lingkungan yang baik yaitu kondisi yang memungkinkan manusia melaksanakan kegiatannya dengan optimal, sehat, aman, dan selamat. Akan tetapi sudah pasti ada beban kerja yang ditimbulkan apabila terjadi suatu aktivitas atau kerja. Salah satu usaha pemerintah, dalam hal ini Kementrian Tenaga Kerja, untuk menangani masalah tersebut adalah dengan memasyarakatkan program K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang bertujuan meningkatkan produktivitas. Salah satu unsur yang digalakkan dalam program K3 adalah pengendalian kebisingan pada berbagai industri.

PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas menjalankan aktivitas produksi teh menggunakan mesin-mesin produksi dalam jumlah yang banyak. Hampir seluruh kegiatan pengolahan dari mulai pelayuan sampai pengemasan menggunakan mesin-mesin untuk mempercepat proses pengolahan teh dan untuk meningkatkan produktivitas teh. Mesin-mesin yang digunakan di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas menimbulkan kebisingan terutama di ruang penggilingan, pengeringan, dan sortasi. Tingginya kebisingan yang terjadi di pabrik teh PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas serta belum adanya pengukuran kebisingan dan pengendalian kebisingan di sana, membuat penelitian tentang kebisingan di pabrik teh PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas sangat bermanfaat baik untuk perusahaan maupun pekerja.

Pengukuran kebisingan di pabrik teh akan dilakukan pada ruang penggilingan, pengeringan, dan sortasi, karena ruangan tersebut mempunyai tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas yang telah di tetapkan Kemenaker yaitu 85 dB(A). Kebisingan pada ruang-ruang lain di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas seperti ruang pelayuan, penurunan pucuk layu, pengemasan, dan kantor masih di bawah nilai ambang batas yaitu dibawah 80 dB sehingga ruangan-ruangan ini tidak akan menjadi objek pengukuran untuk penelitian. Kebisingan pada suatu ruangan yang melebihi nilai ambang batas harus


(16)

2 dikendalikan untuk menghindari terjadinya kerusakan alat pendengaran yang dialami pekerja selama bekerja di ruangan yang bising. Untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pekerja dalam pengoperasian mesin-mesin di pabrik teh maka diperlukan penelitian dengan pendekatan ergonomika. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi perusahan tentang kesehatan, kenyamanan, dan keamanan tenaga kerja selama melakukan proses produksi.

1.2.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis kebisingan di ruang penggilingan, pengeringan, dan sortasi yang diterima alat pendengaran operator pada saat mesin-mesin beroperasi.

2. Menganalisis pola sebaran kebisingan pada masing-masing ruangan pabrik teh PTPN VIII Perkebunan Gunung mas.

3. Menentukan lama waktu aman maksimum berada pada area kerja berdasarkan nilai ambang batas kebisingan sesuai standar Menteri Tenaga Kerja RI.


(17)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Ergonomika

Kata ergonomi berasal dari bahasa yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering manajemen, dan desain/perancangan. Ergonomika berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan di tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana antara manusia, fasilitas kerja, dan lingkungan kerja dapat saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi dapat berperan pula sebagai disain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), peningkatan variasi pekerjaan, dan lain-lain (Nurmianto, 2004). Menurut Bridger (1995), ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi manusia, mesin, dan lingkungan yang bertujuan untuk menyesuaikan pekerjaan dengan manusia.

Perkembangan ergonomi terjadi sekitar pertengahan abad ke-20 mulai berkembang disiplin ilmu tentang perancangan peralatan dan fasilitas kerja yang berdasarkan kondisi fisiologi, yang dikenal dengan Ergonomi, di Eropa Barat dikenal dengan istilah Human Factor Engineering atau Human Factor.

Menurut Bridger (1995) terdapat perbedaan mendasar antara ergonomi dan human factor, yaitu ergonomi lebih menekankan kepada faktor manusia sebagai sistem biologis, sedangkan human factor lebih menekankan kepada aspek psikologis (psikologis eksperimental terapan, dan psikologi teknik) dan menekankan kepada integrasi pertimbangan faktor manusia di dalam total proses disain. Walaupun demikian, human factor dan ergonomi mempunyai banyak persamaan dan tetap diasumsikan sama.

Pada dasarnya ergonomika memiliki tujuan penting yaitu untuk menaikkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, serta aktivitas lain yang dilakukan, termasuk menaikkan kemampuan pengguna, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan produktifitas. Kemudian ergonomika bertujuan juga untuk menaikkan keinginan tertentu manusia, seperti keselamatan, kenyamanan, penerimaan pengguna, kepuasan kerja, dan kualitas kehidupan, sama halnya dengan mengurangi kelelahan dan stress (Fitriani, 2003). Aplikasi ergonomika digunakan untuk menambah tingkat keselamatan dan kenyamanan manusia dalam pemakaian alat dan mesin yang digunakan. Salah satu aspek penting dari ergonomika adalah kebisingan.

2.2.

Kebisingan (Noise)

Suara adalah sebentuk energi mekanik dari getaran sebuah benda yang disalurkan melalui seri siklus pemampatan dan peregangan molekul perantara ketika lewat, dimana kecepatan suara pada keadaan proporsional dengan suhu udara absolut (20oC) adalah 340 m/s

(Chanlet,1979). Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (KepMenNaker No.51 Tahun 1999). Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.


(18)

4 48 Tahun 1996). Intensitas suara yang dapat didengar manusia adalah 0-140 dB. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel. Kebisingan kontinyu adalah kebisingan dimana fluktuasi intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak terputus-putus.

Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan di lingkungan kerja menurut Suma’mur (1996) adalah:

1. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise) misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar, dll.

2. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise) misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dll.

3. Kebisingan terputus-putus (intermitten) misalnya lalu lintas, pesawat terbang di lapangan udara, dll.

4. Kebisingan impulsif (impact or impulsif noise) misalnya pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan, dll.

5. Kebisingan impulsif berulang misalnya mesin tempa di perusahaan.

Tabel 1. Tingkat kebisingan dalam kantor

Level (dB) Keadaan

20-30 Kantor sangat tenang, penggunaan telepon memuaskan, cocok untuk konferensi besar

30-35 Kantor tenang, memuaskan untuk konferensi (jarak meja 15 kaki) 35-40 Memuaskan, dengan jarak meja 6-8 kaki

40-50 Percakapan telepon agak terganggu

50-55 Tidak memuaskan untuk konferensi lebih dari 2 sampai 3 orang >55 Sangat bising untuk konferensi

Sumber: Kemenaker (1999)

Tabel 2. Tingkat kebisingan dalam industri

Level (dB) Keadaan

85-100 Terdapat pada pabrik tekstil, tempat kerja mekanis seperti penggilingan, pengguna udara bertekanan, bor listrik, gergaji mekanis, dan lain-lain. 100-115 Terdapat pada pabrik pengalengan, ruang ketel, pneumatic drill, dan

sebagainya.

115-130 Terdapat pada mesin-mesin diesel besar, mesin turbin, pesawat terbang dengan mesin turbo, compressor, sirine, dan lain-lain.

130-160 Terdapat pada mesin-mesin jet, roket, dan peledak. Sumber: Kemenaker (1999)


(19)

5 Tabel 3. Baku Tingkat Kebisingan

Sumber : KepMenLH (1996)

2.2.1. Pengukuran Kebisingan

Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi di antara 20-20.000 Hz. Frekuensi adalah satuan getar yang dihasilkan dalam satuan waktu dengan satuan Hz. Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di perusahaan atau di mana saja dan mengurangi kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan. Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter. Sound level meter

adalah alat pengukur level kebisingan, yang mampu mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan frekuensi-frekuensi dari 20-20.000 Hz (Suma’mur, 1996). Sound Level Meter

merupakan alat ukur kebisingan yang paling sederhana. Sound Level Meter merubah perubahan tekanan suara ke sinyal elektrik yang menggerakkan atau merubah pointer atau layar display yang sesuai dengan amplitude sinyal. Prinsip dasar sound level meter terlihat pada gambar 1. Perubahan-perubahan sangat kecil dalam tekanan suara/sinyal akustik dijabarkan menjadi sinyal-sinyal listrik oleh mikrofon. Sebanding dengan tekanan suara, sinyal-sinyal listrik melalui rangkaian kompensasi frekuensi dan suatu rangkaian deteksi RMS (root mean square), dan akhirnya ditunjukkan pada meteran dalam desibel (dB). Sound Level Meter memiliki tiga buah standard untuk merespon jaringan frekuensi. Beberapa skala pengukuran yang dapat dibaca oleh SLM adalah skala pengukuran A, B,dan C. Kebanyakan pengukuran kebisingan lingkungan menggunakan skala pengukuran A. Berikut adalah tiga skala pengukuran untuk sound level meter:

a. Skala pengukuran A : untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah (35-135 dB).

b. Skala pengukuran B : untuk suara dengan kekerasan yang moderat (>40 dB) tetapi sangat jarang digunakan dan mungkin tidak digunakan lagi.

c. Skala pengukuran C : digunakan untuk suara yang sangat keras (>45 dB) yang menghasilkan gambaran respon terhadap bising antara 20 sampai 20000 Hz.


(20)

6 Keluaran AC

(Level recorder, audio recorder) Karakteristik A Keluaran AC

Karakteristik C

Linier Karakteristik F (cepat) Karakteristik S (lambat) Gambar 1. Prinsip dasar dari Sound Level Meter

Tayloy dan Lipscomb (1978) menghadirkan metode simpel untuk perhitungan Leq

yaitu menggunakan SLM yang dipasang pada skala A dengan respon “fast” desibel (dB) dan dibaca tiap 5 atau 10 detik. Jika desibel (dB) sering berubah, interval yang lebih pendek akan menambah akurasi. Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi intensitasnya. Suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam satu logaritmik yang disebut desibel (dB) dengan membandingkan kekuatan dasar 0.0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000Hz yang tepat didengar oleh

telinga manusia, dinyatakan dengan rumus:

SPL = 20 log (P/Pref) ...(1)

Dimana:

SPL : tingkat tekanan kebisingan (dB) P : tekanan suara yang bersangkutan (N/m2)

Pref : tekanan suara referensi (0.0002 dyne/cm2 = 2 x 10-5 N/m2)

Desibel (dB) adalah kwantitas logaritma yang dipakai sebagai unit-unit tingkat tekanan suara berbobot A. Ini dilakukan dengan dua alasan yaitu yang pertama untuk menyederhanakan plot-plot multipel, dan yang kedua untuk secara kira-kira membandingkan kwantitas logaritmik dari stimulus untuk stimulus akustik yang diterima telinga manusia dari luar. Intensitas kebisingan akan semakin berkurang jika jarak dengan sumber bising semakin jauh. Perambatan atau pengurangan tingkat kebisingan dari sumbernya dinyatakan dengan persamaan matematis geometris seperti berikut ini:

Untuk sumber diam:

SPL1 – SPL2 = 20 log ... (2)

Untuk sumber bergerak:

SPL1 – SPL2 = 10 log ...(3)

Dimana:

SPL1 = Intensitas suara sumbu 1 pada jarak r1

SPL2 = Intensitas suara sumbu 2 pada jarak r2

Mikrofon Pre-amplifier

(penguat) AttenuatorInput +

(peredam)

Rangkaian kompensasi

frekuensi

Output + Attenuator

(peredam)

Rangkaian deteksi

RMS


(21)

7 r1 = Jarak ke sumber bising yang pertama

r2 = Jarak ke sumber bising yang kedua

Jika jumlah sumber bising lebih dari satu, misalnya dua sumber maka resultan dari kedua sumber bising tersebut tidak bisa ditambahkan secara langsung karena skala bising adalah logaritmik. Penambahan dilakukan pada nilai yang lebih besar dari kedua sumber tersebut. Apabila terdapat banyak sumber, maka resultan bising dari suara-suara tersebut adalah dengan cara menyusun kebisingan mulai dari bising terkecil sampai ke bising terbesar kemudian carilah perbedaan tingkat antara setiap dua sumber itu secara berurutan dari yang paling kecil. Apabila perbedaan dalam tingkat ini lebih besar dari 10 dB atau lebih, penambahan dengan cara penggabungan dapat diabaikan.

Lama mendengar ditentukan oleh beban bising yaitu jumlah perbandingan antara waktu mendengar pada tingkat bising tertentu dengan waktu mendengar pada tingkat bising bersangkutan sesuai dengan tabel berikut.

Tabel 4. Lama waktu mendengar pada tingkat kebisingan yang berbeda Tingkat Kebisingan (dB) Lama Mendengar per Hari (Jam)

90 8.00

92 6.00

95 4.00

97 3.00

100 2.00

102 1.50

105 1.00

110 0.50

115 0.25

Selain di Indonesia, Nilai Ambang Batas kebisingan juga diatur secara internasional oleh ISO (International Standard Organization) dan OSHA (Occupational Safety and Health Act). Beberapa standar Nilai Ambang Batas kebisingan dari masing-masing institusi disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 5. Beberapa standar Nilai Ambang Batas kebisingan dan lama kerja kontinu yang diperkenankan

Intensitas (dB) Waktu Kerja

(Jam)

ISO OSHA MENAKER

85 90 85 8

.. 92 87.5 6

88 95 90 4

.. 97 92.5 3

91 100 95 2

94 105 100 1

97 110 105 0.5

100 115 110 0.25


(22)

8 Nilai ambang batas adalah batas maksimum tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No. 48 tahun 1996). Perhitungan lama mendengar yang diijinkan dapat juga dihitung dengan menggunakan standar OSHA:

Waktu (jam) = 2[

] ... (5)

x : Intensitas kebisingan (dB)

2.2.2. Pengaruh Kebisingan Terhadap Tenaga kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu tempat yang memiliki peluang menghasilkan bising yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh bunyi alat yang timbul dari mesin itu sendiri maupun dari proses produksi yang sedang dilakukan. Bising di lingkungan kerja berdampak buruk bagi kesehatan yaitu dapat merusak pendengaran yang dapat menyebabkan ketulian progresif. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah kebisingan berhenti tetapi jika terus-menerus melakukan pekerjaan di tempat dengan tingkat kebisingan yang tinggi dalam jangka waktu yang lama, maka lama-kelamaan akan menjadi kehilangan pendengaran yang menetap dan tidak dapat pulih kembali.

Gangguan lainnya yaitu gangguan pada susunan syaraf pusat dan organ keseimbangan, serta dapat menurunkan kinerja berupa kurangnya perhatian terhadap pekerjaan, komunikasi dan konsentrasi sehingga terjadi kesalahan dalam bekerja. Kebisingan juga dapat menimbulkan reaksi masyarakat di sekitar pabrik yang dapat memicu pada perusakan dan lain-lain (Sastrowinoto, 1985)

Tabel 6. Akibat-akibat kebisingan

Tipe Uraian

Akibat-akibat badaniah

Kehilangan pendengaran Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan

Akibat-akibat fisiologis Rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi dering

Akibat-akibat psikologis

Gangguan emosional Kejengkelan, kebingungan

Gangguan gaya hidup Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca, dsb. Gangguan pendengaran Merintangi kemampuan mendengarkan

TV, radio, percakapan, telepon, dsb. Sumber: www.menlh.go.id

Pengaruh bising di lingkungan kerja terhadap tenaga kerja yang utama adalah pada alat pendengaran. Gangguan pada alat pendengaran akibat bising disebut sebagai “Noise Induced Hearing”. Bila dalam waktu lama berada di dalam kebisingan, otot-otot pendengaran akan mengadakan penyesuaian dan dapat menimbulkan kelelahan terhadap rangsang auditorik. Berbagai macam bising yang telah disebutkan di atas menimbulkan dampak yang sangat mengganggu dan merugikan terutama bagi para pekerja yang berada disekitar sumber kebisingan. Banyak sekali ahli yang menyebutkan jenis gangguan


(23)

9 pendengaran akibat kebisingan. Menurut Moriber (1974), kebisingan pada berbagai level intensitas dapat mengakibatkan kerusakan yang bertingkat-tingkat. Kerusakan ini antara lain:

> 80 dB : menyebabkan kerusakan pendengaran sebagian 120-125 dB : menyebabkan gangguan pendengaran sementara 125-140 dB : bisa menyebabkan telinga sakit

> 150 dB : menyebabkan kehilangan pendengaran permanen

McCormick dan Sanders (1970) menyatakan bahwa secara garis besar, ditinjau dari penyebabnya, gangguan pendengaran dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Gangguan pendengaran akibat kebisingan kontinyu

Kebisingan kontinyu menyebabkan gangguan pendengaran sementara yang biasanya bisa sembuh dalam beberapa jam/hari setelah terkena bising jika terpapar pada selang waktu yang pendek, tetapi dengan tambahan terkena bising, daya penyembuh akan menurun dan terus menurun sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran permanen.

2. Gangguan pendengaran akibat kebisingan tidak kontinyu

Hal ini bisa disebabkan karena kebisingan yang timbul selang-seling (mesin yang dioperasikan sesaat), impulsif berulang (mesin tempa), dan impulsif (senjata api). Dalam dosis tinggi, kebisingan ini dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang biasanya terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama tergantung berapa sering dan berapa intensitas yang ditimbulkan.

Pada dasarnya pengaruh kebisingan pada jasmani para pekerja dibagi menjadi 2 golongan (Soemanegara, 1975), yaitu:

1. Tidak mempengaruhi indera pendengaran tetapi memberikan pengaruh berupa keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit.

2. Pengaruh terhadap indera pendengaran baik bersifat sementara ataupun bersifat permanen, terdiri dari:

a. Accoustic trauma yaitu tiap-tiap pelukaan insidential yang merusak sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran disebabkan oleh letupan senjata api, ledakan-ledakan, atau suara yang dashyat.

b. Occuptional deafness yaitu kehilangan sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen pada satu atau kedua telinga disebabkan oleh bising atau suara gaduh yang terus-menerus dilingkungan kerja.

Menurut Buchari (2007), berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia bising dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitasnya tidak terlalu keras, misalnya: suara mendengkur.

2. Bising yang menutupi (masking noise) merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena teriakan atau tanda bahaya tenggelam dalam bising sumber bunyi.

3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise) merupakan bunyi yang intensitasnya melebihi nilai ambang batas kebisingan. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.


(24)

10 Selain berdampak pada gangguan pendengaran, menurut Chanlett (1979), ada empat efek lainnya, yaitu:

1. Gangguan tidur dan istirahat

2. Mempengaruhi kapasitas kerja pekerja 3. Dalam segi fisik, seperti pupil membesar, dll.

4. Dalam segi psikologi, seperti stress, penyakit mental, dan perubahan sikap atau kebiasaan.

2.2.3. Pengendalian Kebisingan

Kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja akan menimbulkan kerugian pada pekerja. Kebisingan mesin tidak mungkin dihilangkan, sehingga dibutuhkan tindakan efektif untuk mengatasi kebisingan antara lain mengurangi bising pada sumber bisingnya dengan pemasangan isolator baik pada mesin maupun pada dinding ataupun atap bangunan. Wilson (1989) merekomendasikan pengendalian kebisingan dengan dua alternatif, yaitu: disain mesin atau peralatan dan sistem operasi mesin, dan disain konstruksi bangunan. Disain mesin sebagai sumber utama kebisingan mendapat pertimbangan utama untuk didahulukan. Disain ini meliputi banyak hal tentang komponen-komponen yang sering menimbulkan kebisingan, diantaranya: motor listrik, transmisi gear, pompa, sabuk, puli, poros, cam, bearing, tombol, dan katup.

Pengendalian kebisingan juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat pelindung telinga (APT). Menurut McCormick dan Sanders (1970), ada dua tipe APT, yaitu APT permanen (earmuffs dan earplugs) dan APT tidak permanen (sumbat telinga seperti kapas dan glassdown). APT ini dapat mereduksi kebisingan antara 35-60 dB. Menurut Sembodo (2004), selain tutup telinga dan sumbat telinga, untuk mengurangi kebisingan ada yang menggunakan helm. Jika sumbat telinga mampu mereduksi 8-30 dB dan tutup telinga 25-40 dB, helm mampu mereduksi kebisingan hingga 40-50 dB.

Peterson (1977) menyarankan upaya pengendalian kebisingan sebagai berikut: 1. Pengendalian Keteknikan, yaitu memodifikasikan peralatan penyebab kebisingan, modifikasi

proses dan modifikasi lingkungan dimana peralatan dan proses tersebut berjalan.

2. Pengendalian Sumber Kebisingan, dilakukan dengan substitusi antara mesin, proses, dan material terutama penambahan penggunaan spesifikasi kebisingan pada peralatan baru. 3. Pelindung Diri, yaitu dengan menggunakan sumbat telinga dan tutup telinga. Alat-alat

tersebut dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20-25 dB.

4. Pengendalian dengan modifikasi lingkungan, bila radiasi kebisingan dari bagian-bagian peralatan tidak dapat dikurangi maka dapat digunakan peredam getaran, rongga resonansi, dan peredam suara.

Selain itu, untuk mengurangi kebisingan bisa dilakukan pengendalian di dalam gedung dan diluar gedung. Desain konstruksi bangunan masuk dalam pengendalian

barrier/penghalang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam konstruksi bangunan misalnya konstruksi tembok, konstruksi dan jenis ubin, konstruksi pintu dan jendela, konstruksi ventilasi, dan konstruksi langit-langit serta konstruksi atap. Sebagai dasar menentukan konstruksi bangunan tabel 7 di bawah ini memuat data tingkat reduksi kebisingan dari berbagai material dengan ketebalam tertentu.


(25)

11 Tabel 7. Tingkat reduksi kebisingan berbagai material dengan ketebalan tertentu

Bahan

Tingkat Reduksi Kebisingan (dB) Ketebalan

3 mm 5 mm 10 mm 20 mm

Kaca 5-10 7-15 10-20 15-25

Baja 10-15 12-20 15-25 22-32

Kayu tripleks/lapis 5-9 9-12 10-15 12-20

Beton 8-12 10-18 12-20 18-25

Fiber glass 9-15 9-14 12-25 20-30 Sumber: Sembodo, 2004

Bekerja sambil mendengarkan musik juga dapat membiaskan kebisingan, karena mempengaruhi otak untuk bekerja lebih semangat dan berprestasi. Dalam pekerjaan yang monoton, berulang-ulang, dan yang hanya memerlukan sedikit perhatian, musik akan menguntungkan, tetapi terhadap pekerjaan yang murni intelektual efeknya masih diragukan (Sastrowinoto, 1985).

2.3.

Pengolahan Teh

2.3.1. Tanaman Teh

Teh merupakan tumbuhan berdaun hijau yang biasa dibudidayakan di daerah pegunungan tinggi, sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh merupakan komoditas ekspor yang penting bagi perekonomian Indonesia, selain sebagai salah satu sumber devisa negara juga menyediakan lapangan pekerjaan.

Menurut istilah kekerabatan dalam dunia tumbuh-tumbuhan, tanaman teh termasuk kedalam:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Guttiferales

Famili : Theaceae

Genus : Camellia

Species : Camellia sinensis

Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI tahun 1981, dalam 100 gram daun teh terdapat kandungan bahan-bahan sebagai berikut:


(26)

12 Tabel 8. Kandungan bahan-bahan di dalam daun teh

Jenis Kandungan Bahan Besar Kandungan Bahan

Kalori 132 mg

Lemak 0.7 g

Kalsium 717 mg

Besi 11.8 mg

Vitamin B 0.01 mg

Air 7.6 g

Protein 19.5 g

Karbohidrat 67.8 g

Fosfor 265 mg

Vitamin A 2.095 mg

Vitamin C 300 mg

Tanaman teh adalah tanaman dataran tinggi. Ketinggian tempat yang ideal didaerah tropis adalah 1200-1800 m dpl. Temperatur ideal bagi tanaman teh adalah yang sejuk. Suhu yang diinginkan sekitar 14-25oC. Tanaman teh cocok pada kondisi tanah yang mempunyai

kedalaman olah tinggi, berdrainase baik, dan kaya akan unsur hara. Tanah yang demikian ini mudah menyerap dan mengeluarkan air, sehingga pada saat hujan yang terus-menerus tanah tidak terlalu becek dan cepat kering. Kadar air tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman teh adalah lebih dari 30 %. Jika kadar air tanah kurang dari 30 %, pertumbuhan mulai terhambat. Jika kadar air kurang dari 15 %, tanaman teh mulai mati. Untuk tumbuh optimal diperlukan curah hujan minimal 1.150-1.400 mm/tahun. Jenis tanah seperti lempung berpasir, latosol, andosol, podzolik merah, lempung berat, dan tanah vulkanis muda cocok untuk tanaman teh. Teh menghendaki tanah yang bersifat sedikit asam (pH 5-6). Kelembaban udara berpengaruh pada keseimbangan air dalam tanah dan tanaman. Jika kelembaban udara optimal, fotosintat akan mengalir ke bagian pucuk dan cadangan dibongkar. Jika kelembaban udara rendah, sebagian besar fotosintat dialirkan ke akar sebagai cadangan makanan dan produksi pucuk turun. Tanaman teh membutuhkan panas untuk pertumbuhan yang diperoleh dari suhu udara sekeliling. Daun-daun yang terletak pada bagian bawah kanopi yang terlindung lebih efisien menggunakan energi surya jika dibandingkan daun-daun teh yang langsung menerima cahaya matahari.

Pada awalnya, di Indonesia hanya memproduksi teh hitam orthodox. Sejalan dengan pergeseran selera konsumen yang mengarah pada teh celup yang komponen terbesarnya merupakan teh CTC (Crushing Tearing and Curling), teh hitam orthodox kini jarang dipakai. Teh hitam diolah melalui fermentasi, dan dibagi dua, yaitu teh orthodox dan teh CTC (Crushing, Tearing, dan Curling). Teh orthodox adalah teh yang diolah melelui proses pelayuan sekitar 16 jam, penggulungan, fermentasi, pengeringan, sortasi, hingga terbentuk teh jadi. Teh CTC (Cutting, Tearing, dan Curling) yakni teh yang diolah melalui perajangan, penyobekan, dan penggulungan daun basah menjadi bubuk kemudian dilanjutkan dengan fermentasi, pengeringan, sortasi, hingga terbentuk teh jadi. Di Pasar Internasional ada 3 (tiga) golongan teh berdasarkan cara pengolahannya, yaitu Teh Hitam (Black Tea), Teh Hijau


(27)

13 Tabel 9. Perbedaan Umum antara Teh Hijau, Teh Oolong dan Teh Hitam

Pembeda Teh Hijau Teh Oolong Teh Hitam

Fermentasi Fermentasi dicegah Fermentasi sebagian Fermentasi penuh Kandungan Konstituen natural leaf

Dipertahankan Minyak essensial berkembang Konsentrasi tinggi akan minyak essensial Hasil Akhir Hasil akhir menunjukkan

dipabrik/daerah dimana teh itu dibuat Tanin tetap/tidak berubah Sedikit menyerupai natural leaf

Sumber : Saputra, 2009

Produk yang dihasilkan dari pengolahan teh hijau berupa teh kering yang berwarna hijau kehitaman dengan air seduhan berwarna hijau kekuningan sedangkan untuk teh hitam produk yang dihasilkan berupa teh kering yang berwarna hitam dengan air seduhan berwarna kuning kemerahan.

Tabel 10. Perbedaan Teh Hijau dan Teh Hitam dari Proses Pengolahannya

Tahap Pengolahan Teh Hijau Teh Hitam

Pelayuan Dilakukan dengan suhu 90˚-100˚C dan waktu 4-8 menit Dilakukan dengan suhu 27˚-30˚C, waktu 10 jam.

Penggulungan Untuk menggulung pucuk daun

Penggilingan untuk mencacah pucuk daun menjadi kecil-kecil.

Fermentasi Tidak dilakukan proses fermentasi

Dilakukan fermentasi secara oksidasi enzimatis, suhu 25˚-32˚C waktu 40 min - 4 jam

Pengeringan

Untuk mengeringkan pucuk daun dan membentuk gulungan daun.

Sama dengan teh hijau dan juga untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase.

Sortasi dan Pengemasan

Untuk memisahkan biji kering dan mengemasnya sesuai dengan standar pada perusahaan.

Sama dengan teh hijau.

Sumber : Saputra, 2009

Tabel 11. Perbedaan Teh Hijau dan Teh Hitam dari Aspek Organoleptiknya

Hal Teh Hijau Teh Hitam

Keadaan fisik Warna teh kering hijau kehitaman dan air seduhannya hijau kekuningan. Warna teh kering hitam dengan air seduhan kuning kemerahan.

Aroma (Flavor) Kurang wangi Lebih wangi dari teh hijau

Cita rasa Kesegarannya kurang dan rasanya lebih sepet dari teh hitam Tingkat kesegarannya lebih dan rasanya tidak sepet Sumber : Saputra, 2009


(28)

14

2.3.2. Pengolahan Teh

Pengolahan teh terdiri dari beberapa proses, yaitu penerimaan bahan baku, pembeberan, pelayuan, penggilingan dan fermentasi, pengeringan, sortasi, dan pengemasan. Pada gambar 3 disajikan skema pengolahan teh yang secara rinci akan dijelaskan berikut ini:

2.3.2.1. Bahan Baku

Dalam pengolahan teh memerlukan bahan baku berupa pucuk segar daun teh. Pucuk segar daun teh harus bermutu tinggi yang secara fisik meliputi : daun muda yang utuh, segar dan berwarna kehijauan. Pucuk yang berkualitas tergantung dari pemetikan dan penanganan hasil petikan dari kebun ke pabrik. Kerusakan pucuk seperti terlipat, robek, terperam dan kontak langsung dengan sinar matahari harus dihindari karena dapat mempengaruhi kualitas teh kering hasil olahan sehingga kurang atau tidak memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya yaitu warna, rasa dan aroma.

2.3.2.2. Pembeberan

Pembeberan bertujuan untuk memecahkan gumpalan pucuk teh untuk memudahkan sirkulasi udara. Pembeberan dilakukan dengan cara menurunkan pucuk dari Monorail (alat pengangkut kontener) dan dibeberkan pada Mesin Witehring Trough (WT) yang dimulai dari ujung yang berlawanan dengan arah kipas dimana termometer udara basah - udara kering telah terpasang di mesin WT untuk mengetahui selisih udara kering dan basah.Sebelum pucuk disimpan pada WT udara segar telah dialirkan terlebih dahulu. Isi setiap WT 20–30 kg/m2 dengan ketinggian beberan 30–40 cm dan tergantung dari kondisi pucuk.

2.3.2.3. Pelayuan

Pelayuan bertujuan untuk mengurangi kadar air pucuk segar sehingga didapatkan kadar air 68 – 74 % dan memudahkan dalam proses penggilingan serta fermentasi. Untuk mendapatkan kelayuan yang seragam dan sempurna dilakukan pembalikan 2 kali atau sesuai kebutuhan. Pembalikan bertujuan untuk meratakan pelayuan antara pucuk bagian bawah dengan bagian atas. Pembalikan dilakukan jika tinggi beberan 50-60% dari tinggi beberan awal dengan cara pucuk bagian atas disimpan diatas pucuk bagian belakang lalu pucuk bagian bawah diangkat dan disimpan di bagian bawah dan pucuk bagian bawah disimpan di bagian atas, begitu seterusnya sampai ke ujung. Setelah pembalikan tinggi pucuk harus lebih tinggi dari sebelum dibalik. Lama pelayuan antara 10 – 24 jam tergantung keadaan pucuk dan cuaca.

Sebelum pucuk turun giling dilakukan pengujian kadar air pucuk layu dengan cara mengambil sample pucuk yang telah dibalik sebanyak 1 kg yang diambil dari masing-masing seksi WT lalu diaduk rata dan diambil sebanyak 10 gram. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat ukur Sartorius yang dilakukan oleh mandor pelayuan atau petugas uji mutu dan hasil pengujian dicatat dalam buku pelayuan.

Pucuk yang layak turun giling apabila kadar air berkisar antara 68 – 74 % dan kerataan layuan minimal 90 %. Untuk mengetahui kerataan kelayuan pucuk pada WT dilakukan analisa kerataan layuan dengan cara mengambil pucuk layu secara acak sebanyak 1 kg lalu diaduk dan diambil sample 500 gram. Pucuk layu dengan pucuk kurang layu dipisah lalu masing-masing ditimbang dan dihitung prosentasenya. Hasil analisa dicatat pada buku pelayuan, jika kadar air dan kerataan pelayuan sudah mencukupi pucuk pada WT tersebut layak untuk turun giling.


(29)

15

2.3.2.4. Penggilingan dan Fermentasi

Penggilingan merupakan proses pengolahan pucuk untuk merusak sel-sel daun teh agar terjadi rekasi kimia antara cairan sel dengan oksigen sehingga didapatkan karakteristik teh sesuai standar mutu yang diinginkan dengan sistem pengawasan yang efektif. Tujuanya untuk menghancurkan sel-sel daun, dan memberikan kesempatan reaksi oksidasi enzimatis sampai tahapan tertentu. Selain itu juga bertujuan untuk memotong, merobek dan menggulung daun sehingga diperoleh partikel yang dikehendaki. Selama proses oksidasi berlangsung dihasilkan substansi Tehaflavin dan Teharubigin yang menentukan sifat air seduhan antara lain strength, colour, quality, dan briskness.

Penggilingan dilakukan secara bergilir atau sesuai nomor serinya. Setelah pucuk layu turun giling masuk ke dalam mesin Green Leaf Shifter (GLS) dengan tujuan untuk mengeluarkan benda asing yang masih terbawa. Dalam mesin GLS terdapat magnet yang berfungsi untuk memisahkan logam yang tercampur dengan pucuk layu. Setelah itu pucuk layu masuk ke mesin Barbora Leaf Conditioner (BLC). Mesin ini berfungsi untuk memperkecil ukuran pucuk sehingga memudahkan dalam proses selanjutnya, dimana proses ini pucuk layu dipecah-pecah dengan ukuran kasar (1 cm). Suhu bubuk yang keluar dari BLC berkisar antara 25 oC – 26 oC.

Proses yang terpenting adalah proses Crushing, Tearing dan Curling atau dengan sebutan CTC yang berfungsi menghancurkan pucuk teh layu menjadi butiran atau bubuk dan membentuk karakteristik teh sesuai standar mutu yang diinginkan dengan sistem pengawasan yang efektif. Mesin triple CTC ini menggiling bubuk basah melalui tiga tahapan, yaitu CTC I-CTC II–CTC III. Perbedaan dari tiga mesin ini adalah ukuran gigi dan celah antar pasangan

Roll-nya. Perbandingan putaran antar roll 1:10 atau realisasinya putarannya 70:700 rpm yang perbandingan jarak teeth per inchi (tpi) untuk CTC I 8 tpi, CTC II 10 tpi dan CTC III 10 tpi, perbandingan ini berfungsi untuk memperkecil hasil potongan dari tiap tahap CTC. Suhu bubuk yang keluar dari CTC I berkisar antara 28 – 32 oC, CTC II 27 oC – 34 oC dan CTC III

26 oC – 36 oC dengan hasil dari penggilingan ini berbentuk butiran halus.

Setelah tahapan tersebut, selanjutnya butiran teh masuk ke mesin Continous Fermenting Unit (CFU). Tujuanya adalah untuk mendapatkan bubuk teh dengan warna cokelat tua dan berbau harum oleh akibat aktifitas enzim polifenol oksidase. Enzim tersebut mengubah karakter teh sehingga mempunyai sifat yang khas yang berdasarkan aroma, rasa, warna air seduhan, kenampakan ampas, kesepatan dan kesegarannya. Proses fermentasi bubuk teh tergantung dari bubuk teh yang dihasilkan pada proses sebelumnya biasanya memerlukan waktu berkisar 60-100 menit . Tebal sebaran bubuk teh antara 6-10 cm. temperatur ruangnya 19-26oC dengan RH 90-98%, suhu awal bubuk teh 27-31oC, suhu

tengah bubuk 26-28oC, dan akhir 25-27oC.

2.3.2.5. Pengeringan

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bubuk teh dengan tujuan untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis, mematikan jamur, bakteri, dan kontaminan biologi lainnya yang dapat membahayakan produk teh. Pengeringan bertujuan untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis dan mengeringkan teh agar tahan disimpan lama. Melalui proses pemanasan, didapatkan bubuk teh kering dengan kadar air 2.5-3.5 agar teh dapat disimpan lebih lama dan tidak menjadi media pertumbuhan mikroorganisme. Pengeringan dilakukan dengan mesin Fluid Bed Dryer (FBD) dengan sumber panas pada mesin Heat Exchanger (HE).


(30)

16 Lama proses pengeringan berkisar antara 15-18 menit dengan suhu inlet 100-120oC

dan suhu outlet 80-105oC. Kapasitas pengeringan 450 Kg/jam. Kecepatan dan ketinggiian

bubuk teh dapat diatur dengan mengatur bukaan katup pada main fan, main dumper dan

directional dumper. Pengeringan yang dibawah kadar air 2.5 akan mengakibatkan teh gosong sehingga terdapat rasa caramel pada air seduhan karena suhu FDB terlalu tinggi maka suhu didalam chamber harus diturunkan. Jika kadar air diatas 3.5 akan terjadi Baleuy (teh mentah). Cara mengatasi bubuk teh yang belum matang yaitu dengan memperlama proses pengeringan. Untuk mengetahui kematangan bubuk teh yang keluar dari mesin FBD dapat diperiksa dengan dua cara yaitu secara inderawi (dilihat, diraba, dicium) dan non inderawi (pengujian dengan alat).

Pengujian mutu Inner Quality dilakukan untuk penilaian penampakkan air seduhan (aroma, rasa dan warna air), dilakukan dengan cara menimbang 5,6 gram bubuk teh lalu dimasukkan kedalam cangkir seduhan, dituangkan air mendidih (96 %) dan ditutup selama 5–6 menit kemudian air seduhan tersebut dituangkan kedalam mangkok seduhan. Untuk penilaian aroma dilakukan dengan cara menghirup udara seduhan teh dengan membuka sedikit tutupnya, penilaian rasa dilakukan dengan cara mencicipi air seduhan yang ada dalam mangkok dan penilaian warna air dilakukan dengan cara mengamati air seduhan dalam mangkok.

Pengukuran kadar air bubuk teh dilakukan dengan alat sartorius yang caranya hampir sama dengan pengukuran kadar air pucuk layu dan data tersebut dicatat dalam buku pengeringan. Pengujian lainnya adalah berat jenis bubuk, pengukuran dilakukan dengan alat

tea densimeter. Bubuk teh ditimbang 2,5 gram lalu dimasukkan kedalam gelas ukur tea densimeter dan alat diset sejumlah 20 kali ketukan kemudian ditekan tombol On. Kemudian permukaan bubuk diratakan dan dilihat volumenya, selanjutnya dibandingkan dengan Standar Mutu Densitas Teh Hitam CTC (SMDTH CTC).

2.3.2.6. Sortasi

Proses sortasi bertujuan untuk pemisahan bubuk teh kering hasil pengeringan dengan menggunakan mesin berdasarkan ukuran partikel, warna, bentuk, berat jenis dan kandungan serat sehingga diperoleh partikel teh yang seragam sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Mutu teh sendiri terbagi dalam bebrapa jenis yaitu:

Tabel 12. Mutu teh

Mutu I Mutu II Mutu III

BP 1 (Broken Pecco) D2 (Dust) BM 1 (Broken Mix)

Pf 1 (Pecco Fanning) FNGS Pliff

PD (Pecco Dust) D1 (Dust) F (Fanning)

Mesin yang dipergunakan dalam proses sortasi teh terdiri atas midleton, vibro blank,

vibro mesh, chota shifter, mini crusher, mini cutter, dan suction winnower serta exhaust fan

yang berfungsi untuk menghisap debu teh yang ada di dalam ruangan. Proses sortasi teh hitam CTC dibagi menjadi dua jalur, yaitu jalurA (Halus) dan jalur B (kasar). Tujuannya untuk memproses ulang teh yang tidak memenuhi syarat mutu pada jalur A dan diulang pada jalur B. Bubuk teh dari pengeringan masuk ke mesin Midleton untuk memisahkan teh kasar dan halus. Bagian yang kasar masuk ke mesin Mini Crusher (jalur B) dan bagian halus


(31)

17 masuk ke mesin Vibro Blank (jalur A). Vibro Blank berfungsi untuk memisahkan daun dan serat, bagian yang berwarna hitam dari daun, sedangkan coklat dari batang. Bagian yang lolos masuk ke mesin Vibro Mesh, yang berfungsi untuk memisahkan daun.

Midleton merupakan mesin awal dalam proses sortasi yang mempunyai prinsip kerja berupa adanya poros engkol yang digerakkan oleh electrometer yang berfungsi untuk memisahkan teh berdasarkan ukuran partikel yaitu bubuk halus dan bubuk kasar.

Mesh yang dimiliki yaitu mesh 12 dengan ketentuan bubuk halus yang dihasilkan masuk ke jalur A, sedangkan bubuk kasar masuk mengikuti jalur B. Terdapat perbedaan proses antara jalur A dan jalur B, dimana pada jalur B bubuk kasar masuk ke mesin-mesin

mini cutter terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam mesin vibro blank. Fungsi dari mini cutter yaitu untuk menghaluskan bubuk kasar.

Proses yang terjadi dalam mesin vibro blank yaitu adanya pemisahan tulang dan serat berdasarkan ukuran bubuk teh. Setelah melalui mesin vibro blank, proses selanjutnya terjadi pada mesin vibro mesh. Vibro mesh memiliki ayakan yang memiliki ukuran mesh 60, 30, 24, 22, 18, 16, dan 12. Vibro mesh memiliki 6 corong keluaran kanan dan kiri, dimana corong sebelah kiri untuk keluaran bubuk yang menempel pada roll, sedangkan corong kanan untuk keluaran bubuk teh yang telah terpisah berdasarkan ukuran Mesh. Bubuk teh yang lolos pada mesh 22 dan 24 termasuk jenis PD, mesh 16 dan 18 termasuk pada jenis PF, dan mesh 12 termasuk pada jenis BP1, sedangkan bubuk teh yang keluar dari mesh 30 merupakan jenis Dust.

Setelah melalui ayakan yang terdapat pada mesin vibro mesh, bubuk teh akan ditampung dalam bolotong sesuai dengan masing–masing jenis. Selanjutnya untuk meratakan ukuran yang dimiliki masing–masing jenis digunakan mesin Chota Shifter. Chota shifter

dilengkapi dengan ayakan 10, 16, 18, 20 dan 30. Terakhir bubuk teh yang diperoleh dari bolotong pada mesin chota shifter diproses lebih lanjut ke mesin suction winnower. Suction winnower berfungsi untuk memisahkan partikel berdasarkan densitasnya. Densitas adalah ukuran berat partikel dibagi volumenya. Adanya perbedaan densitas akan mempengaruhi terhadap warna dan ukuruan yang dihasilkan oleh bubuk teh. Bila densitas yang dimiliki kurang dari minimum standar maka ukuran teh akan terlalu kecil, sedangkan bila densitas yang dimiliki lebih dari maksimum standar maka ukuran teh terlalu besar. Hal ini akan berpengaruh terhadap pemasaran teh terutama kepuasan konsumen. Pada Suction Winower terdapat empat keluaran bubuk teh, pintu 1 dan 2 berukuran berat, pintu 3–4 berukuran ringan. Untuk memastikan teh bersih dari serat setelah keluar dari suction winower teh masuk ke mesin Vibrex, lalu ditimbang kemudian disimpan di Peti Miring (Tea Bins) sampai mencukupi untuk syarat pengemasan.

Ruangan sortasi bersuhu 20 oC – 25 oC dan RH 50 % - 60 % agar tidak terjadi

penurunan mutu bubuk teh kering karena sifatnya yang mudah meyerap air. Untuk lebih jelas, alur proses sortasi adalah sebagai berikut:


(32)

18 Gambar 2. Alur proses sortasi

2.3.3.7. Pengemasan

Pengemasan merupakan akhir proses pekerjaan di pabrik sebelum barang tersebut dikirim ke pembeli. Pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dari kerusakan, memudahkan transportasi, penyimpanan, kemasan dalam jumlah dengan jenis tertentu dan pemasaran. Teh yang dikemas menggunakan paper sack adalah teh untuk diekspor dan teh yang dikemas menggunakan karung adalah teh untuk wilayah lokal. Sebelum teh dikemas diambil sample untuk diuji apakah sudah layak atau belum.

Jenis teh yang akan dikemas dikeluarkan dari peti miring melalui konveyor ke Tea Bulker . Tea Bulker berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum pengemasan serta untuk mencampur teh. Pengemasan dilakukan per jenis yang dimulai dari partikel yang halus. Bubuk teh dikemas dalam Paper Sack yang beratnya 0,7 kg. Dilapisi dengan

allumunium foil yang berfungsi untuk mengawetkan teh dan 2 lapisan kertas samson pada lapisan 2 dan 3 untuk mencegah kenaikan kadar air dalam teh kering. Bubuk teh yang telah dikemas ditempatkan pada bottom pallet atau alas yang terbuat dari kayu yang dilapisi plastik untuk menjaga kelembapan sack atau karung. Lalu pada bagian atas karung atau sack pada masing – masing palet yang berukuran maksimal 215 cm juga dilengkapi dengan terpal untuk menghindari bocor atau air mengalir dari atap. Bubuk teh dikemas sambil dtimbang kemudian dipadatkan sehingga ketebalannya menjadi sekitar 20 cm. Ketebalan ini merupakan standar ketebalan untuk memenuhi syarat teh untuk dikapalkan.

Bubuk Teh dari FBD

Mesin Midleton

Bubuk Halus (Jalur A)

Mesin Vibro Blank

Mesin Vibro Mesh

Bubuk masuk ke Bolotong sesuai jenis

Yang tidak lolos masuk ke hoper lalu diperkecil

dengan mini cutter

Bubuk Kasar (Jalur B)

Bubuk dari chota shifter ke bolotong lalu ke suction winnower dan dipisah berdasar densitas

Masuk ke hoper lalu diperkecil dengan mini

cutter

Melalui tahapan proses seperti bubuk halus pada

jalur A

Mesin Vibro Blank

Mesin Vibro Mesh

Bubuk masuk ke Bolotong sesuai jenis


(33)

19 Gambar 3. Diagram Alur Proses Pengolahan Teh Hitam

Penerimaan Bahan Baku ; Pucuk teh dari kebun diangkut dengan truk, ditimbang dan diperiksa kualitasnya

Pengepakan ; Melindungi produk jadi dari kerusakan, memudahkan transportasi dan penyimpanan, memudahkan dalam pemasaran.

Pelayuan ; Menurunkan kadar air sampai tingkat MC (Moisture Content)

layu 68–74%

Penggilingan & Oksidasi Enzimatis ;

Merupakan tahapan dimana terjadi reaksi kimia antara cairan sel dgn

oksigen

Sortasi ; Merupakan pekerjaan memisahkan partikel teh berdasarkan

ukuran, berat jenis

Pengeringan ; Menghentikan proses oksidasi enzimatis pada saat kualitas mencapai keadaan optimal dan membuat


(34)

III.

METODOLOGI

3.1.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai Juni 2011. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengambilan data di lapangan, studi pustaka, dan anlisis data perhitungan, dan pembuatan laporan (skripsi). Penelitian ini bertempat di pabrik teh PTPN VII Perkebunan Gunung Mas, Cisarua-Bogor, Jawa Barat.

3.2.

Alat dan Bahan

3.2.1. Peralatan yang Digunakan

1. Sound Level Meter

Adalah alat untuk mengukur kebisingan yang terjadi di dalam gedung pabrikasi, gedung material, dan juga pada area di sekitar mesin.. Alat ini terdiri dari microphone, amplifier, dan indicating meter. SLM mengubah fluktuasi tekanan suara ke dalam sinyal elektrik yang menampilkan angka-angka amplitudo dari sinyal (Lipscomb, 1978). Hasil pengukuran diperoleh dalam satuan deciBel (dB). Satu desibel ekiuvalen dengan sepersepuluh Bel. Huruf "B" pada dB ditulis dengan huruf besar karena merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu Bell. Alexander Graham Bell lahir di Edinburgh, Skotlandia, Britania Raya, 3 Maret 1847 dan meninggal di Beinn Bhreagh, Nova Scotia, Kanada, 2 Agustus 1922 pada umur 75 tahun. Dia adalah seorang ilmuwan, pencipta, dan pendiri perusahaan telepon Bell. Selain karyanya dalam teknologi telekomunikasi, ia juga menyumbangkan kemajuan penting dalam teknologi penerbangan dan hidrofoil.


(35)

21 2. Stopwatch,

Digunakan untuk mengukur waktu atau durasi.

Gambar 5. Stopwatch 3. Meteran

Digunakan untuk mengukur dan memetakan ruangan.

Gambar 6. Meteran

4. Komputer, kalkulator, alat tulis, dan beberapa perlengkapan yang mendukung untuk pencatatan dan pengolahan data.

3.2.2. Subjek

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari operator yang bekerja bersentuhan langsung dan berada di sekitar mesin. Perspektif objektif karyawan dianalisis secara desktiptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tanpa dilakukan analisis lanjutan yang bersifat kuantitatif. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibutuhkan minimal 10 % dari total populasi untuk dijadikan sampel.


(36)

22

3.2.3. Objek

Objek yang dianalisis adalah kondisi kebisingan keseluruhan pada proses penggilingan, pengeringan, dan sortasi di pabrik teh PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas yang dipengaruhi oleh suara-suara yang dihasilkan oleh mesin-mesin yang berada di area tersebut.

3.3.

Metode Penelitian

3.3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian digunakan sebagai acuan dalam langkah-langkah penelitian seperti pada Gambar 7. Proses pengolahan teh dilakukan menggunakan mesin-mesin produksi yang menghasilkan getaran jika sedang beroperasi. Getaran-getaran yang dihasilkan dari mesin-mesin tersebut menimbulkan kebisingan. Kebisingan yang terjadi di dalam ruang pengolahan harus dikendalikan, ddengan cara pengukuran kebisingan. Hasil pengukuran kebisingan dianalisis, kemudian nilai kebisingan tersebut ditentukan waktu aman bekerja di dalam ruangan bising sesuai dengan standar keamanan yang telah ditentukan.


(37)

23 Gambar 7. Rancangan penelitian

Mesin-mesin produksi menghasilkan Getaran

Kebisingan di dalam ruangan

Membuat grid pada setiap ruangan,dan menentukan koordinat posisi dari titik pengukuran sebagai x dan y

Pengukuran kebisingan secara langsung, dan nilainya

dijadikan sebagai z untuk diinput ke dalam software

Analisis kebisingan

Standar keamanan kebisingan

Durasi maksimal berada dalam ruangan

Arah mikrofon SLM searah pada sumber kebisingan dengan tinggi pengukuran mendekati telinga operator

Posisi pekerja bekerja di dalam ruangan, serta membuat zona aman

dan zona berbahaya akibat kebisingan

Data subjektif dari subjek

Melakukan wawancara secara

langsung, dan pembagian

kuisioner

Evaluasi hasil kuisioner dan dampak

negatif yang dirasakan subjek akibat kebisingan Pengambilan data


(38)

24

3.3.2. Tahap Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan penelitian dilakukan pengambilan data percobaan untuk mengetahui tingkat kebisingan pada seluruh ruangan dan menentukan ruangan-ruangan yang akan menjadi objek penelitian. Ruangan yang menjadi objek penelitian adalah ruangan yang tingkat kebisingannya melebihi nilai ambang batas. Kemudian menentukan titik-titik lokasi pengukuran pada setiap ruangan. Selain itu, tahap pendahuluan juga bertujuan untuk memberikan penjelasan kepada pekerja prosedur dalam pengambilan data dan mengakrabkan diri pada pekerja.

3.3.3. Tahap Pengambilan Data

Pengambilan data di lapangan bertujuan untuk mendapatkan data primer, sedangkan data sekunder yang diperlukan akan diperoleh melalui literatur. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan meletakkan Sound Level Meter di titik-titik pengukuran yang telah ditetapkan. Pengukuran dilakukan dengan cara memetakan tingkat kebisingan yang jarak setiap titknya 1 meter. Metode ini juga sering disebut metode “grid”. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang mempunyai jarak dan ukuran yang sama yaitu 1x1 m. Adapun lokasi pengukurannya adalah sebagai berikut:

3.3.3.1. Ruang Penggilingan

Pada ruangan ini titik pengukuran kebisingan yang diukur sebanyak 343 titik pengukuran dengan jarak 1x1 meter.

3.3.3.2. Ruang Pengeringan

Pada ruangan ini titik pengukuran kebisingan yang diukur sebanyak 212 titik pengukuran dengan jarak 1x1 meter.

3.3.3.3. Ruang Sortasi

Pada ruangan ini titik pengukuran kebisingan yang diukur sebanyak 192 titik pengukuran dengan jarak 1x1 meter.

Pada masing-masing titik diukur tingkat kebisingannya dengan mengambil beberapa titik pengukuran yang dilakukan sebanyak 10 kali pengulangan dengan interval waktu 10 detik. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan tinggi alat pada saat pengukuran ± 120 cm dari lantai. Pengukuran pada tiap titik juga dilakukan pada waktu-waktu yang mewakili tiap shift kerja yaitu shift 1 (pukul 08.00-15.00 WIB), dan shift 2 (pukul 04.00-07.00 WIB). Pemetaan pola kebisingan diperoleh dengan mengikuti kaidah kontur, yaitu membuat garis-garis yang menghubungkan tingkat kebisingan yang sama. Dengan mengikuti kaidah koordinat X,Y,Z dimana X,Y adalah koordinat posisi dari titik pengukuran, sedangkan Z adalah nilai ukur kebisingan pada suatu titik. Selanjutnya data koordinat X,Y,Z sebagai data input ke Software Golden Surfer 8.


(39)

25

Titik-titik pengukuran

Gambar 8. Sketsa titik-titik pengukuran

Kemudian dilakukan survey dengan membagikan kuisioner kepada beberapa pekerja. Data dari kuisioner juga sangat dibutuhkan dalam penelitian ini. Pembagian kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui keluhan-keluhan dan dampak yang ditimbulkan dari kondisi lingkungan kerja. Kuisioner-kuisioner diberikan kepada para pekerja yang bekerja di dalam pabrik, dimana kuisioner akan diberikan pada beberapa pekerja pada setiap bagian pabrik. Hasil kuisioner akan dijadikan referensi subjektif dari para pekerja yang bersangkutan dalam kaitannya dengan dampak kondisi lingkungan kerja yang dirasakan dalam bentuk prosentase.

3.3.4. Tahap Pengolahan Data

Data-data yang telah didapat melalui pengukuran, diolah menggunakan rumus:

SPL = 20 log (P/Pref) ...(6)

Dimana:

SPL (sound pressure level) : tingkat tekanan kebisingan (dB)

P : tekanan suara yang bersangkutan (N/m2)

Pref : tekanan suara referensi (0.0002 dyne/cm2 = 2

x 10-5 N/m2)

Data yang telah diolah kemudian digunakan sebagai input dalam pembuatan peta kontur kebisingan. Untuk ploting nilai kebisingan pada peta kontur dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Golden Software Surfer 8. Dari peta kontur yang dihasilkan, dapat dianalisis pola dan karakteristik sebaran kebisingan di masing-masing lokasi yang telah ditentukan.

Hasil data pengukuran kebisingan dianalisis untuk menentukan lama waktu maksimum yang aman yang diperbolehkan bagi pekerja yang berada dimasing-masing ruangan dengan cara interpolasi dari standar kebisingan yang ada pada tabel 5. Apabila lama waktu yang diperbolehkan tidak memenuhi 8 jam kerja/hari, perlu dilakukan analisis pemilihan alat pelindung telinga yang dapat mereduksi kebisingan yang

x

y


(40)

26 melebihi nilai ambang batas tersebut sehingga pekerja dapat bekerja 8 jam kerja/hari pada lokasi tersebut dengan aman.

Ada banyak software yang bisa digunakan untuk pembuatan kontur. Software

tersebut antara lain golden software surfer 8, autocad, global mapper, dan arc map. Kelebihan golden software surfer 8 dari ketiga software tersebut adalah:

1. Terdapat fitur di dalam golden software surfer 8 yaitu terdapat worksheet yg memudahkan dalam pegambaran kontur.

2. Selain fitur worksheet, golden software surfer 8 juga mendukung file excel. 3. Golden software surfer 8 lebih banyak dipakai dalam pembuatan kontur.

4. Golden software surfer 8 menyediakan lebih banyak gridding method. Metode gridding di dalam surfer menghasilkan kontur yang akurat, permukaan, gambar rangka, vektor, gambar, dan peta berbayang dari data XYZ yang telah dimiliki. 5. Pengoperasian golden software surfer 8 lebih mudah.

Selain itu, penggunaan golden software surfer 8 dalam penelitian dikarenakan pengoperasian software ini telah dipelajari sebelumnya di mata kuliah Ilmu Ukur Wilayah, sehingga dalam proses pengolahan dan pembuatan kontur tidak dibutuhkan waktu yang lama karena semua cara pengoperasiannya telah dipahami. Ketiga software

lainnya yaitu autocad, global mapper, dan arc map bisa digunakan untuk membuat kontur hanya saja butuh waktu untuk memahami cara pengoperasiannya, dan diperlukan data-data yang berbeda untuk penginputan ke dalam software. Dalam penelitian ini, data yang di ukur adalah data X,Y,dan Z yang akan di olah menggunakan software excel

kemudian data hasil olahan tersebut di masukkan ke dalam golden software surfer 8.


(41)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Kebisingan di Ruang-ruang Pengolahan

Dalam pengolahan teh dibutuhkan mesin-mesin untuk memproduksi teh dalam skala besar untuk meningkatkan produktivitas teh. Di sisi lain mesin-mesin tersebut menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kesehatan jika tidak diperhatikan dengan cermat. Kebisingan dari mesin-mesin yang digunakan oleh para pekerja secara tidak langsung dapat merugikan kesehatan, menurunkan performasi dan produktivitas kerja. Pola penyebaran kebisingan yang terjadi pada masing-masing ruangan dari setiap mesin sangat beranekaragam. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah besarnya daya mesin, tingginya putaran poros, jenis transmisi, adanya bagian-bagian mesin yang aus, adanya sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna.

Pengukuran kebisingan dipabrik teh dilakukan pada ruang penggilingan, pengeringan, dan sortasi karena ruangan tersebut mempunyai tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas. Pengukuran dilakukan 2 kali yaitu pada shift 1 (pukul 08.00-15.00 WIB), dan shift 2 (pukul 04.00-07.00 WIB). Tujuan dilakukan pengukuran pada tiap

shift yaitu untuk mengetahui perbedaan tingkat kebisingan setiap ruangan pada waktu siang hari dan malam hari. Pada siang hari aktivitas manusia baik di dalam maupun di luar pabrik lebih banyak dibandingkan dengan malam hari, sehingga akan mempengaruhi nilai kebisingan yang di ukur.

Gambar 9. Kebisingan maksimum dimasing-masing ruangan pada tiap shift

Tabel 13. Data kebisingan hasil pengukuran di masing-masing ruangan

Ruangan Kebisingan (dB(A))

Shift 1 Shift 2

Penggilingan 85.9 – 95.2 84.3 – 91.7

Pengeringan 89.9 – 98.5 84.0 – 95.9

Sortasi 74.7– 101.0 72.5 – 90.0

88 90 92 94 96 98 100 102

In

ten

si

ta

s Ke

bisin

ga

n

(d

B(

A)

Shift

Penggilingan Pengeringan Sortasi


(42)

28 Setelah dilakukan pengukuran, perbedaan tingkat kebisingan yang terjadi antara siang hari dan malam hari cukup jauh. Hal ini terjadi karena pada malam hari produksi teh lebih sedikit dari siang hari sehingga mesin yang digunakan untuk memproduksi teh hanya sebagian dari jumlah mesin yang ada. Faktor lainnya adalah pada malam hari jumlah tenaga kerja yang bekerja lebih sedikit, sehingga mesin yang dinyalakan juga sedikit agar pekerjaan efektif dan pekerja bisa mengendalikan mesin-mesin yang sedang beroperasi. Oleh sebab itu, tingkat kebisingan pada malam hari lebih kecil dari siang hari. Tingkat kebisingan pada siang hari juga disebabkan oleh faktor lingkungan seperti lalu lintas truk, mobil, dan motor yang melewati area pabrik, serta adanya suara-suara manusia baik dari pekerja maupun dari pengunjung pabrik.

4.1.1. Ruang Penggilingan

Ruang penggilingan merupakan tempat untuk mengolah daun-daun teh menjadi butir-butir teh halus dan sekaligus sebagai tempat berlangsungnya proses fermentasi. Ruangan ini mempunyai mesin-mesin yang menghasilkan kebisingan yang cukup tinggi, diantaranya mesin CTC, mesin Green Leaf Shifter (GLS), mesin Barbora Leaf Conditioner (BLC), dan mesin-mesin air humidifier yang berfungsi untuk menjaga kelembaban ruangan. Mesin-mesin ini terletak pada satu ruangan dan tidak terdapat sekat apapun sehingga memungkinkan timbulnya pemantulan suara dari bahan mesin yang umumnya terbuat dari besi. Pemantulan-pemantulan ini dapat mengakibatkan penggabungan suara satu sama lain sehingga di ruangan ini terjadi kebisingan yang cukup tinggi. Di dalam ruang penggilingan terdapat dua jalur proses penggilingan yaitu jalur A dan jalur B, sehingga mesin-mesin yang digunakan bertambah menjadi dua kalinya dan kebisingan yang dihasilkan juga bertambah besar. Lokasi ruang penggilingan yang menjadi objek pengukuran mempunyai dimensi luas 30 m x 20 m, dimana titik-titik pengukuran dipetakan dalam peta kontur berdimensi 1x1 m.


(43)

29 Tabel 14. Spesifikasi mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan di ruang penggilingan

No. Nama Mesin Fungsi Jumlah Spesifikasi Teknis

1. Green Lief Shifter

(GLS)

Memisahkan partikel yang tidak dikehendaki dalam proses seperti ulat, tangkai patah, pasir, serta partikel lain yang dapat menyebabkan kerusakan roll CTC

2 Unit Buatan Teha tahun 1987 Putaran 370 rpm

Kapasitas 800-1200 kg/jam

2. Barbora Lief Conditioner (BLC)

Memper kecil ukuran teh sehingga lebih mudah untuk digiling pada mesin CTC

2 unit Diameter 15 Inc

Kapasitas 800-1200 kg/jam Resistor 9 buah

Pressure plat 2 buah Elektro motor merk Tecco Tegangan 220-380 V Kuat arus 64.9/37.6 A Daya 25 hp

Putaran 1455 rpm 3. Triple CTC Machine Memperkecil partikel teh

sehingga menjadi partikel yang sangat halus

2 unit Ratio gear box 10 : 1 Kapasitas 900 kg V Belt A 58 5 buah V Belt B 105 5 buah V Belt B 760 4 buah Segmen roller CTC 1 8 TPI Segmen roller CTC 2 10TPI Segmen roller CTC 3 10 TPI

4. Fermenting Unit Tempat berlangsungnya reaksi enzimatis, sebagai salah satu syarat mutlak proses pengolahan teh hitam CTC untuk

mendapatkan hasil dan aroma teh yang khas

2 unit Dimensi 190x 1600 cm Kapasitas 800 x 1200 kg/Jam Kecepatan 55-60 menit Panjang rantai trays 2x3100 cm Ukuran trays 11 x 185 cm Tegangan 220-380 V Kuat arus 21 A Daya 1 hp Putaran 1380 rpm 5. Air Humidifier Mengatur kelembaban relatif

udara

4 buah Daya 0.5 hp

6. Exhaust Fan Mengatur pengeluaran udara 2 buah Kuat arus 8.77/3,92 A Daya 2 hp

Putaran 945 rpm Kecepatan udara 167 cfm Jumlah blade 4 buah


(44)

30 Besar kebisingan diruang penggilingan untuk shift 1 berkisar antara 85.9 – 95.2 dB(A), sedangkan untuk shift 2 nilai kebisingan berkisar antara 84.3 – 91.7 dB(A). Nilai kebisingan pada shift 1 lebih tinggi dari nilai kebisingan pada shift 2 karena semua mesin pada jalur A dan jalur B beroperasi termasuk air humidifier pada sisi kanan dan kiri, sedangkan pada shift 2 mesin yang beroperasi hanya pada jalur A saja,dan air humidifier

pada sisi kanan dan kiri tidak menyala. Mesin air humidifier cukup memberikan pengaruh kebisingan yang tinggi pada ruangan ini. Mesin air humidifier hanya dinyalakan pada siang hari sekitar pukul 10.00-17.00 WIB, tujuan nya adalah untuk menjaga kelembaban ruangan selama proses penggilingan dan fermentasi berlangsung. Kondisi cuaca yang panas pada siang hari mengakibatkan kelembaban diruangan ini berkurang, sehingga mesin air humidifier dinyalakan. Kelembaban yang dibutuhkan pada ruangan ini berkisar antara 90-98%. Kelembaban yang tinggi sangat dibutuhkan agar proses fermentasi berjalan sempurna sehingga dihasilkan teh yang berkualitas baik dari warna, rasa dan aroma. Kelembaban yang kurang pada saat proses fermentasi berlangsung akan menghasilkan teh yang mempunyai rasa yang sepat dan warna yang gelap pada saat diseduh. Proses penggilingan pada malam hari tidak menggunakan mesin air humidifier karena suhu udara pada malam hari cukup rendah sehingga kelembaban tinggi.

Berikut ini adalah gambar layout dan kontur dari ruang pengggilingan:

Gambar 10. Layout dan kontur kebisingan ruang penggilingan untuk shift 1

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96


(1)

73 Harga

Ear plugs item # 5FV17 33 dB $40.00

Ear plugs item # 4T147 29 dB $34.95

Ear plugs item # 5FV12 30 dB $34.85

Ear plugs item # 6XF59 32 dB $30.40

Ear plugs item # 5FT98 27 dB $144.80

Ear plugs item # 5FV24 26 dB $78.65


(2)

74 Lampiran 6. Contoh-contoh alat pelindung telinga beserta reduksinya (lanjutan)

Jenis Pelindung Reduksi Bising dan Kisaran Harga

Gambar APT Ear plugs item # 3WE31 28 dB

$38.95

Banded Ear plugs item # 6AP94

20 dB $9.56

Banded Ear plugs item # 3EAU4

25 dB $7.80

Ear plugs item # 2FLL6 33 dB $37.35

Banded Ear plugs item # 9UA93

25 dB $6.22

Ear plugs item # 5FV21 23 dB $152.25


(3)

75 Harga

Ear muff Item # 1C139 30 dB $35.35

Ear muff Item # 5AM41 20-22 dB $16.15

Ear muff Item # 5LE90 27 dB $26.35

Ear muff Item # 1RY32 23 dB $12.60

Ear muff combination unit Item # 4T022

23 dB $81.75


(4)

76 Lampiran 6. Contoh-contoh alat pelindung telinga beserta reduksinya (lanjutan)

Jenis Pelindung Reduksi Bising dan Kisaran Harga

Gambar APT Ear muff Item # 3NZF2 26 dB

$30.45

Ear muff Item # 4DY89 28 dB $21.68

Electronic radio ear muff Item # 3NZF1

26 dB $145.95

Ear muff Item # 3GYD8 23 dB $53.20

Ear muff Item # 1GAD7 30 dB $31.15


(5)

77

(1) (2)


(6)

78 (5)

Keterangan:

1. Pekerja sedang memasukkan daun-daun teh ke dalam corong menuju ruang penggilingan 2. Pekerja di ruang penggilingan sedang mengatur jalannya proses penggilingan daun teh 3. Pekerja di ruang sortasi sedang mengeluarkan bubuk teh yang berada di atas rol 4. Pekerja di ruang pengemasan sedang mengemas teh menggunakan papersack 5. Pengukuran kebisingan di ruang sortasi