Mekanisme Penetapan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) UPTD Pematangsiantar

(1)

TATA CARA PENAGIHAN MELALUI SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT

O L E H

Nama : EKA SUSANENG NIM : 072600017

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb,

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan melimpahkan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dengan memilih judul : “Mekanisme Penetapan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) UPTD Pematangsiantar”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya laporan tugas akhir ini bukan semata-mata merupakan jerih payah penulis sendiri tetapi tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak.

Untuk itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan ini, terutama sekali kepada:

1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

2. Bapak Drs.M.Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma-III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs.Bastari,MM,BKP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan laporan ini.

4. Ibu Esteria Br. Sitepu, SE selaku Kassubag Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.

5. Bapak Abdul Gani, SE selaku Kepala Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat..

6. Bapak / Ibu Staf pengajar fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Diploma – III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

7. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda Miswadi(Alm) dan Ibunda Kartini untuk kasih sayang, cinta, pengorbanan, bimbingan yang telah dan bersusah payah membesarkan penulis semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada keduanya

8. Seluruh Staf dan Pegawai Kantor Pelyanan Pajak Pratama Medan Barat yang telah memberikan pengarahan dan memberikan data kepada penulis dalam menyusun laporan tugas akhir ini.

9. Kepada Kakak dan Kakak saya Indah Susanti, Lilik Mahmudah, Wati Linda Sari, Edi Susanto, Aswahidin, Mulyadi.terimakasih Allah telah memilih mereka menjadi kakak dan adik-adikku, penulis sangat menyayangi mereka.


(4)

10. Untuk seseorang yang selalu ada disisi ku disaat aku senang maupun sedih, pokoknya you are the best “Inal Fandi”

11. Rekan-rekan di Program Studi Diploma-III Administrasi Peerpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara angkatan “07” khususnya kelas A dan rekan-rekan seperjuangan Nita, Ilut, Singgih, Wulan, Rina, Ade Phoyu, Heru, dan teman-teman lainnya terima kasih atas dukungannya.

Akhir kata penulis ucapakan, semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis dan pembaca.

Medan, juli 2010

Hormat Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i-ii DAFTAR ISI ... iii-vi BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4

1.2.1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4

1.2.2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4

1.3. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 6

1.4. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7

1.4.1. Tahap Persiapan ... 7

1.4.2. Studi Literatur ... 7

1.4.3. Observasi Lapangan... 7

1.4.4. Pengumpulan Data ... 8

1.4.5. Analisis dan Evaluasi ... 8

1.5. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 8

1.5.1.Daftar Pertanyaan(Interview Guide) ... 9

1.5.2. Daftar Observasi(Observation Guide) ... 9


(6)

1.6. Sistematika Penulisan Laporan ... 9

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKLM) 2.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat ... 11

2.2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat ... 13

2.3. Bidang Kerja dan Fungsi Organisasi Instansi ... 14

2.4. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat ... 19

2.5. Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Barat ... 22

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN 3.1. Pengertian Pajak Menurut Para Ahli ... 24

3.1.1. Dasar Hukum Penagihan Pajak ... 25

3.2. Penagihan Pajak... 26

3.2.1. Pengertian Penagihan... 26

3.2.2. Penagihan utang Pajak ... 28


(7)

3.3.1. Pengertian Surat Tagihan Pajak(STP) ... 29

3.3.2. Penerbitan Surat Tagihan Pajak ... 29

3.4. Surat Ketetapan Pajak(SKP) ... 30

3.4.1. Pengertian Surat Ketetapan Pajak(SKP) ... 30

3.5. Surat Teguran ... 32

3.6. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa(PPSP) ... 32

3.6.1.Pengertian Surat Paksa... 32

3.6.2. Penerbitan Surat Paksa... 34

3.6.3. Tata Cara Penagihan Melalui Surat Paksa ... 36

3.7. Penagihan Seketika dan Sekaligus ... 38

3.8. Barang-Barang Penanggung Pajak yang dapat di Sita ... 40

3.9. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan ... 44

3.10. Pelaksana Penagihan ... 46

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA 4.1. Pelaksanaan Penerbitan Surat Paksa pada Kantor Pelayananan Pajak Pratama Medan Barat ... 48

4.2. Tatacara Penagihan Melalui Surat Paksa ... 52

4.3. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa... 59


(8)

Melalui Surat Paksa ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 64

5.2. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Negara pada dasarnya adalah sebuah rumah tangga yang besar, dan memerlukan biaya untuk menjalankan fungsinya serta melangsungkan kehidupan bangsa. Salah satu biaya tersebut antara lain pajak, dimana pada saat ini pajak bagaikan primadona bagi pemerintah, karena merupakan penerimaan yang sangat mendukung dan menunjang lancarnya pembangunan di negara ini. Karena itu peneriman pajak perlu ditingkatkan.

Tujuan Negara RI yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur dan merata material yang dapat diwujudkan melalui Pembangunan Nasional secara bertahap, terencana, berkesinambungan dan berkelanjutan(Mardiasmo:2006). Dalam melaksanakan Pembangunan Nasional diperlukan dana antara lain bersumber dari peran serta masyarakat dalam wujud Pembayaran Pajak.

Menurut Undang-Undang No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkann imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 UU KUP). Pajak mempunyai dua fungsi yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulared. Fungsi


(10)

budgeter yaitu untuk mengisi kas negara dalam rangka menjalankan pembangunan Negara maupun pelayanan umum lainnya, dan fungsi regulared yaitu untuk ikut dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah dibidang ekonomi, sosial, budaya dan politik.

Adanya peningkatan penerimaan pajak yang terjadi setiap tahunnya menyebabkan pihak Direktorat Jenderal Pajak terus mengadakan pengawasan pengamanan atas penerimaan pajak, guna mewujudkan realisasi akan besarnya penerimaan pajak di tahun-tahun berikutnya.

Sebagai tindak lanjutnya guna meningkatkan penerimaan dari sektor pajak pemerintah telah melakukan beberapa kali perubahan terhadap Undang-Undang Perpajakan di Indonesia. Mengingat Negara Indonesia pada saat ini menggunakan sistem pemungutan pajak self assessment (Mardiasmo:2006) yang menggantikan official assessment. Maka dengan dianutnya sistem self assessment ini Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan membayar sendiri jumlah pajak terutang, sehingga dapat dikatakan WP itu berperan besar dalam menentukan keberhasilan sistem perpajakan tersebut. Sedangkan aparat pajak melakukan tugas sebagai pembinaan, penelitian, pengawasan dan sanksi.

Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, masih banyak wajib pajak yang tidak melunasi hutang pajaknya. Sebagai akibat dari tindakan WP ini maka dilakukan tindakan penagihan yang berfungsi sebagai sarana pencairan tunggakan pajak.


(11)

Maka untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pihak fiskus adalah upaya yang dilakukan dapat berjalan lancar. Karena lancar tidaknya penagihan akan mempengaruhi pendapatan negara dari sektor pajak tersebut.

Dalam hal penagihan aparatur Direktorat Jenderal Pajak menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) inilah bila tidak atau kurang bayar, menjadi dasar tindakan atau sarana administrasi bagi fiskus untuk melakukan tindakan penagihan pajak, sebagai sarana pelunasan pajak terutang. Namun kenyataan di lapangan masih banyak WP yang tidak menghiraukan atas diterbitkannya Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut dan selanjutnya aparatur pajak akan menerbitkan Surat Teguran atau surat peringatan, dan lainnya.

Begitu juga Surat Teguran bukan merupakan suatu sarana yang dapat menjamin penerimaan Negara berupa pajak dapat diterima atau diperoleh dengan cepat. Hal ini dapat dilihat masih banyak wajib pajak yang tidak merespon atas diterbitkannya Surat Teguran tersebut dan harus ditagih melalui Surat Paksa yang merupakan surat perintah untuk melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak.

Oleh karena itu Surat Paksa merupakan salah satu sarana adminstrasi yang penting dalam melaksanakan Penagihan guna mencapai penerimaan Negara dari sektor pajak.


(12)

Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, penulis tertarik untuk membahas tentang “TATA CARA PENAGIHAN MELALUI SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT”.

1.2. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1.2.1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Tujuan penulis melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini yaitu :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan penerbitan Surat Paksa yang dilaksanakan di Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.

b. Untuk mengetahui tatacara penagihan melalui Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat .

1.2.2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yaitu: 1. Bagi Mahasiswa

a. untuk meningkatkan dan memperluas wawasan serta menambah pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa di bidang perpajakan khususnya di bidang penagihan pajak melalui surat paksa.


(13)

b. Mendorong mahasiswa untuk belajar mengetahui bagaimana situasi dunia kerja yang akan datang.

c. Untuk menciptakan dan menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab, profesionalitas serta kedisiplinan yang nantinya hal-hal tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja.

d. Meningkatkan komunikasi dan pendekatan sosial terhadap dunia kerja.

2. Bagi Universitas Sumatera Utara

a. Untuk meningkatkan interaksi dan hubungan kerja sama antara pihak Universitas khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.

b. Memperbaiki pandangan masyarakat terhadap sumber daya manusia yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional khususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

c. Untuk mempromosikan mahasiswa yang terampil dan berkualitas dilingkungan FISIP

3. Bagi KPP Pratama Medan Barat.

a. Untuk meningkatkan kualitas generasi muda dengan PKLM jangka pendek


(14)

b. Sebagai sarana menciptakan hubungan baik dengan pihak Universitas Sumatera Utara khususnya di Program Studi Diploma III FISIP.

c. Mempromosikan citra aparat yang baik kepada masyarakat.

4. Bagi Masyarakat.

a. Agar masyarakat memahami tata cara penagihan pajak melalui surat paksa jika masyarakat mengalami masalah dalam menyelesaikan kewajiban perpajakan.

b. Agar masyarakat khususnya WP mengerti pentingnya penerimaan pajak bagi negara untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan.

1.3. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) paling mendasar yaitu:

1. Tata Cara Penagihan Melalui Surat Paksa pada WP yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat, pada seksi Penagihan.

2. Mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melunasi hutang pajaknya 3. Upaya dan strategi fiskus dalam upaya menagih pajak melalui surat paksa.


(15)

1.4 Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

Adapun yang menjadi metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) antara lain:

1.4.1. Tahap Persiapan.

Pada tahap ini kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa sebelum melakukan PKLM yang meliputi kegiatan seperti, penulis melakukan pengajuan judul kepada Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dan penulis menerima persetujuan judul dari Ketua Program Studi Administrasi Perpajakan, menentukan tempat PKLM, mencari dan mengumpulkan bahan untuk pembuatan proposal, menerima surat pengantar dari fakultas, dan melakukan konsultasi dengan pembimbing yang ditunjuk Program studi Diploma III Adm.Perpajakan.

1.4.2. Studi Literatur

Dalam studi literatur dilakukan kegiatan mencari data dan informasi dengan membaca serta menelaah landasan teori, buku literatur, peraturan peundang-undangan perpajakan, majalah, surat kabar, internet, catatan-catatan tertulis tentang materi yang berhubungan dengan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

1.4.3. Observasi Lapangan

Pada kegiatan ini dilakukan pengamatan secara langsung dengan mengikuti PKLM pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat dan mempelajari laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.


(16)

1.4.4. Pengumpulan Data

Pada tahap ini penulis mulai mencari dan mengumpulkan data. Ada dua macam data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer yang diperoleh dari wawancara yaitu data yang bersumber dari pihak yang memahami tentang penagihan pajak yang dilakukan melalui surat paksa.

b. Data Sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi yaitu data yang bersumber dari referensi-referensi ilmiah dan laporan-laporan yang mendukung proses PKLM.

1.4.5. Analisis dan Evaluasi Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul secara lengkap maka penulis melakukan analisa dan evaluasi data atau keterangan mengenai penagihan pajak melalui surat paksa.

1.5. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan (PKLM).

Adapun cara pengumpulan data di atas melalui wawancara, observasi dan studi literatur:


(17)

1.5.1. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan pedoman pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada pegawai yang mampu memberikan masukan data primer dan informasi tentang penagihan pajak melalui surat paksa.

1.5.2. Observasi (Observation)

Melakukan pengamatan langsung atas proses kerja dan kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan terhadap fenomena yang menjadi objek pengamatan.

1.5.3. Studi Dokumentasi (Optional Study)

Dalam metode ini penulis mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penagihan pajak melalui surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat.

1.6. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKLM). Bab I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menjelaskan secara singkat alasan penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Tujuan dan Manfaat PKLM, Ruang Lingkup PKLM, Metode PKLM, Metode pengumpulan data dan sistematika penulisan laporan PKLM.


(18)

Bab II Gambaran Umum Lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

Dalam bab ini diuraikan sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat, struktur organisasi, uraian tugas serta data-data mengenai jumlah pegawai,tingkat pendidikan serta golongan.

Bab III Gambaran Data Tentang Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa Bab ini berisikan tentang data-data yang diperoleh, baik mengenai ketetuan-ketentuan tata cara atau prosedur penerbitan Surat Paksa,perhitungan dan lain-lain.

Bab IV Analisa dan Evaluasi Data

Dalam bab ini penulis menganalisa mengenai data yang diperoleh kemudian melakukan evaluasi terhadap data tersebut, sehingga tercapai manfaat dan tujuan PKLM.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya disertai dengan pemberian saran-saran yang perlu dari penulis.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(19)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

2.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat Pada tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu masih ada dua kantor inspeksi pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan NO. 276/KMK/01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jendral Pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya Menjadi Kantor Pelayanan Pajak sehingga sejak April 1989 Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara diganti namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.

Kemudian untuk menetapkan pelayanan yang akan di berikan pemerintah kepada masyarakat umum, khususnya kepada Wajib Pajak pada tanggal 29 Maret 1994 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan NO. 94/KMK/1994 terhitung mulai tanggal 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak di Medan dirubah menjadi 4 kantor yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, Jl Asrama No.7 Medan. 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, Jl Diponegoro No.30 Medan 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, Jl Sukamulia No.17A Medan.


(20)

4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai, Jl Binjai No.7

Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 443/KMK/01/2001 tanggal 23 Juli 2001 Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi dua kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia yang mulai berlaku sejak 25 Januari 2002.

Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat Meliputi: 1. Kecamatan Medan Barat

2. Kecamatan Medan Helvetia 3. Kecamatan Medan Sunggal 4. Kecamatan Medan Petisah

Melalui pengumuman Kanwil DJP Sumatera Utara 1, PENG-04/WPJ.01/2008 tanggal 26 Mei 2008, KPP Medan Barat dipecah menjadi KPP Pratama Medan Petisah dan KPP Pratama Medan Barat yang mulai berlaku sejak 27 Mei 2008. wilayah kerja KPP Pratama Medan Barat adalah Kecamatan Medan Barat yang meliputi 6 kelurahan yaitu Kelurahan Kesawan, Kelurahan Silalas, Kelurahan Sei Agul, Kelurahan Karang Berombak, Kelurahan Gelugur Kota, Dan Kelurahan Pulo Berayan Kota

Adapun visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat adalah menjadi pelayan masyarakat yang profesional dengan kinerja yang baik dan dapat dipercaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Bagian Utara.

Misi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat adalah meningkatkan penerimaan negara melalui PPh, PPN, PPnBM, dan PTLL serta peningkatan


(21)

kecepatan dan mutu pelayanan perpajakan serta senantiasa memperbaharui diri sesuai dengan perkembangan aspirasi masyarakat dan tertib administrasi.

2.2. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Barat

Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah di tentukan sebelumnya. Tujuannya yaitu untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara maksimal.

KPP Pratama Medan Barat menerapkan struktur organisasi lini dan staff. KPP Pratama Medan Barat dipimpin oleh seorang kepala kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I.

KPP Pratama Medan Barat terdiri dari 1(satu) Sub bagian dan 9(sembilan) seksi yang masing-masing seksi dipimpin Kepala Seksi dan Pelaksana. Khusus untuk Seksi Pengawasan dan Konsultasi, selain Kepala Seksi dan Pelaksana, seksi ini juga memiliki Account Representative atau yang biasa disingkat dengan sebutan AR.

Struktur Organisasi di KPP Pratama Medan Barat dapat di gambarkan sebagai berikut :

1. Kepala Kantor 2. Sub Bagian Umum 3. Seksi Pelayanan


(22)

5. Seksi Pegawasan dan Konsultasi (Waskon) 6. Seksi Penagihan

7. Seksi Ekstensifikasi 8. Seksi Pemeriksaan

9. Kelompok Jabatan Fungsional

2.3. Bidang Kerja dan Fungsi Organisasi Instansi

Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan dalam setiap seksi, dimana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL), Pajak Bumi dan/atau Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/auat Bangunan (BPHTB) dalam daerah wewenangnya, berdasarkan kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak.

Beberapa tugas dan fungsi orgasnisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat:

1. Pengumpulan dan pengolahan data, penggalian potensi pajak serta ekstensifikasi Wajib Pajak.

2. Penatausahaan dan Pengecekan data surat pemberitahuan (SPT) Tahunan serta berkas Wajib Pajak.

3. Penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa serta pemantauan atas data yang sudah direkam di Seksi PDI.


(23)

4. Penatausahaan penerimaan, penagihan, dan penatausahaaan penyelesaian Keberatan serta restitusi PPh, PPN, PPnBM, dan PTLL.

5. Verifikasi dan penerapan sanksi perpajakan.

6. Pengurusan penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) 7. Penyuluhan dan pelayanan perpajakan.

8. Pengurusan tata usaha dan rumah tangga KPP.

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai Keputusan Menteri Keuangan PENG-04/WPJ.01/2008 Tanggal 26 Mei 2008 yang yang mulai berlaku sejak 27 Mei 2008 maka pembagian tugas dan wewenang masing-masing seksi dalam Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Barat adalah:

1. Kepala Kantor

KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka Kepala KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan laksanaan penyuluhan, pelayanan, pengawasan wajib pajak di bidang PPh, PPN, PPnBM, Pajak Tidak Langsung Lainnya dan PBB serta BPHTB dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.


(24)

Uraian pekerjaan yang ada dalam Subbagian Umum ini adalah sebagai berikut:

a. Tata usaha dan kepegawaian b. Koordinator kepuangan c. Koordinator rumah tangga 3. Seksi Pelayanan

Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Seksi Pengolahan Data Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi, perpajakan, perekaman dokumen, perpajakan, urusan tata usaha, penerimaan perpajakan, pengalokasian dan penata usahaan bagi hasil PBB dan BPHTB, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e- SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

Tugas dan Fungsinya:

a. Melakukan Urusan Pengolahan data dan penyajian informasi dan pembuatan Monografi Pajak.

b. Melakukan Penggalian Potensi Pajak.


(25)

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak Lainnya), bimbingan/ himbauan kepada Wajib Pajaki dan Konsultasi teknis perpajakan , penyusunan Profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsilisasi data Wajib Pajak dalam rangka melakuka intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (teritorial) tertentu .

6. Seksi Penagihan

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

Tugas dan Fungsinya:

a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penagihan, penundaan dan angsuran piutang pajak.

b. Melakukan penerbitan surat tagihan, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan.

c. Melakukan penyitaan, usulan lelang dan penagihan lainnya.


(26)

7. Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

8. Ekstensifikasi

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan obyek dan subyek pajak, penilaian obyek pajak dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.

2.4. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak(KPP) Pratama Medan Barat 1. Kepala KPP Pratama Medan Barat : Drs Djahotman Saragih, MM

2. Kepala Sub Bagian Umum : Esteria Br Sitepu, SE Pelaksana Sub Bagian Umum : 1. Armen


(27)

2. Alfonsus Sinaga

3. Muhammad Joni Hidayat

4. Isnul Aprianto Siregar

5. Anis Zamzami 6. Syahreni 7. Juliana Bendaharawan Sub Bagian Umum : Dodi Irawan

3. Kepala Seksi Pelayanan : Hernawan Daru, SH Pelaksana Seksi Pelayanan :1. Rahman Jamal

2. Suparti

3. Rusti Meyer Violetta Siahaan 4. Suparti

5.Dewi Virgo Situmorang 6. Nurhadian Sari

7. Nurdiana Tanjung 8. Evy Ramadhani

9. Mhd Imam Sultoni Hasibuan 10. Agus Putra Manko Sinaga 11. RG Megawati Sitanggang 4. Kepala Seksi Waskon I : Beresman Hutajulu,SE, AK, MM

Acount Representative Waskon I : 1. Mangatur Simanjuntak

2. Mohammad Ali Hermawan, S.ST 3. Romi Kurniawan


(28)

4. Dany Santosa Pelaksana Waskon I : Zulkifli

5. Kepala Seksi Waskon II : Sutan Parada Hutasoit, AK Acount Representative Waskon II : 1. Marton Manahat Sinaga, S.ST

2. Togap Simamora 3. Dedi Rusli

4. Muhammad Nasution Pelaksana Waskon II : Fery Awar

6. Kepala Seksi Waskon III : Febner Pillimon Simatupang, SE Acount Representative Waskon III : 1. Siti Usmayati SH

2. Bona Parlindungan Manurung 3. Kelvin Sayuli Hutauruk 4. Parluhutan Rajagukguk Pelaksana Waskon III : Gusnawati

7. Kepala Seksi Waskon IV : Hendra Ginting, SE.MM Acount Representative Waskon IV : 1. Selamet Nasrullah,SE

2. Yetna Juliana, SE 3. Ismail

4. Kukuh Hanna Prapanca, ST Pelaksana Waskon IV : Ros Br Pandia

8. Kepala Seksi Ekstensifikasi : Mutato, SE, MT Pelaksana Seksi Ekstensifikasi : 1. Amhar


(29)

3. Adi Syahrizal 4. Mulky Ashidiqie 5. Gugum Cahya Gumelar 9. Pelaksana Seksi Penagihan : 1. Abdul Gani, SE

2. Emenda Tinalyta Depari Juru Sita Seksi Penagihan : 1. Hendra Surya Bakti

2. Jonathan Sitompul 10. Kepala Seksi PDI : Herlita, SE, AK, MSi Pelaksana Seksi PDI : 1. Nurlaila

2. Sherly Chairita 3. Bima Sinaga 4. Mukmin

5. Amruzal Mulia Nasution 6. Sany Simatupang

11. Pelaksana Seksi Pemeriksaan : 1. Zulnaili, SE

2. A.R. Hasfianda Siregar 12. Bagian Fungsional

Pemeriksa Pajak Madya : Hary Budi Artono, SE, S.Sos, MM Pemeriksa Pajak Muda : 1. Untung Joko Waluyo, S.ST, Ak

2. Heriyadi, Ak

3. Hadengganan Sianturi, SE, Ak Pemeriksa Pajak Pertama : 1. Agus Raharjo, SE


(30)

Pemeriksa Pajak Pelaksana : 1. Yanuar Eko Prabowo 2. Harian Jaya Habeahan

3. Faddy Pratama Cahyadi

2.5. Bagan Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Barat

Struktur organisasi yang dipakai oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat adalah struktur organisasi lini dan staff, yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat yaitu sebagai berikut :


(31)

BAB III

GAMBARAN DATA PKLM

3.1. Pengertian Pajak Menurut Para Ahli 1. Menurut Prof.Dr.P.J.A.Adriani.

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peratran-peraturan ummum (undang-undang)dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

2. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro SH.

Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang(yang dapat dipaksakan) denngan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum .Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surflusnya digunakan untuk public saving yanng merupakan sumber utama untuk membiayai Publlic Investment.


(32)

3. Menurut Sommerfeld Ray M,dan Brock Horace.

Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hkum namun wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

4. Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007.

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa Pajak adalah kotribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

3.1.1. Dasar Hukum Penagihan Pajak

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.


(33)

2. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

4. Keputusan Dirjen Pajak Nomor 645/PJ./2001 tentang Bentuk, Jenis, dan Kode Kartu, Formulir, Surat, Buku yang digunakan dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 02/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagiihan Pajak Tahun 2002.

6. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.

7. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE – 13/PJ.75/1998 tentang Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak.

Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum penagihan pajak dengan surat paksa di Indonesia ini, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan lain bagi wajib pajak untuk tidak membayar pajaknya.


(34)

3.2.1. Pengertian Penagihan

Salah satu kunci keberhasilan penerimaan pajak adalah kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Hanya saja, apabila wajib pajak tidak membayar pajak, terhadapnya tentu perlu diberikan tindakan tegas untuk dapat memaksa wajib pajak tersebut melunasi utang pajaknya. Hal ini diwujudkan dalam bentuk penagihan pajak terhadap wajib pajak yang tidak atau belum melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, tindakan penagihan pajak merupakan hal yang sangat penting guna menunjang keberhasilan pemungutan pajak.

Menurut UU No. 19 Tahun 2000 Penagihan Pajak merupakan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan ke luar negeri, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita(lelang).

Tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh wajib pajak. Dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan, bagi setiap wajib pajak yang telah memenuhi ketentuan perpajakannya diwajibkan untuk membayar pajak terutangnya. Dalam hal ini dibutuhkan kesadaran masyarakat akan ketentuan perpajakan tersebut.

Namun kenyataan yang terjadi di lapangan masih banyak wajib pajak yang tidak menghiraukan ketentuan perpajakan tersebut. Maka atas dasar inilah pihak


(35)

Direktorat Jenderal Pajak melakukan penagihan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya, dengan cara menerbitkan STP/SKP. Kemudian apabila wajib pajak tidak menghiraukan atas diterbitkannya surat tersebut maka aparatur pajak akan menerbitkan Surat Teguran atau surat peringatan lainnya. Selanjutnya apabila wajib pajak tidak juga menghiraukan Surat Teguran tersebut pihak aparatur pajak akan menerbitkan Surat Paksa guna mencairkan tunggakan pajak.

3.2.2.Penagihan Utang Pajak

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2 langkah :

a. Penagihan Pasif

Penagihan Pasif adalah penagihan yang dilakukan oleh fiskus sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak(SPT), surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPBT) atau sejenisnya, Keputusan Pembetulan, Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang di bayar melalui himbauan baik dengan surat maupun telepon atau media lainnya .

b. Penagihan Aktif

Penagihan Aktif merupakan penaguhan yang dilakukan oleh fiskus setelah tanggal jatuh tempo pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak(STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang


(36)

Bayar Tambahan(SKPKBT) atau sejenisnya, Keputusan Pembetulan, Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang di bayar tidak dilunasi oleh wajib pajak dengan cara menerbitkan Surat Teguran(ST), Surat Paksa(SP), Surat Perintah Melakukan Penyitaan(SPMP), sampai melaksanakan penjualan barang milik penanggung pajak yang disita baik melalui lelang maupun bukan lelang.

3.3. Surat Tagihan Pajak (STP) 3.3.1. Pengertian STP

Yang dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20 adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak melalui pemeriksaan ataupun penelitian. Surat Tagihan Pajak diterbitkan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak Masa Pajak yang bersangkutan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007). Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.

3.3.2.Penerbitan Surat Tagihan Pajak

Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila antara lain :


(37)

2. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga. 4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak

membayar faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.

3.4. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

3.4.1 Pengertian Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 15 adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan atau penelitian atas data Wajib Pajak, bahwa pajak yang dihitung atau dilaporkan dalam SPT tidak benar, sehingga masih terdapat : pajak yang tidak atau kurang dibayar dan pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.

Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sampai dengan jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak,atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, yang disebabkan oleh :


(38)

1. Pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

2. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya.

3. Kewajiban pembukuan dan meminjamkan buku pada saat diperiksa tidak dipenuhi , sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 15 Surat Ketetapan Pajak terbagi atas :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar (Pasal 1 angka 16 UU KUP).

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (Pasal 1 angka 17 UU KUP).

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit


(39)

pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang (Pasal 1 angka 19 UU KUP)

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak (Pasal 1 angka 18 UU KUP).

3.5. Surat Teguran

Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitan bila penangung pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.

Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa diawali dengan penerbitan surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis oleh pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran(satu bulan sejak tanggal ketetapan atau keputusan diterbitkan). Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat yang dimaksudkan untuk menegur atau


(40)

memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayara.

3.6. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) 3.6.1.Pengertian Surat Paksa

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak (Pasal 1 angka 21 UU KUP).

a. Isi Dan Karakteristik Dari Surat Paksa

Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

a. Dari segi isinya :

1. Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2. Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar. 3. Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang


(41)

b. Dari Segi Karakteristiknya :

1. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse dari putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.

2. Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

3. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya panggilan).

4. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyanderaan / pencegahan.

Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai Parate Eksekusi (eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “ Parate Eksekusi”.

3.6.2. Penerbitan Surat Paksa

Menurut UU N0.19 Tahun 2000 Pasal 8 Surat Paksa diterbitkan apabila:

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran.


(42)

b. Terhadap Penaggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, atau

c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum di dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran. Surat Paksa berkepala “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA“. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

a. Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan Penaggung Pajak. b. Dasar Penagihan.

c. Besarnya utang pajak. d. Perintah untuk membayar.

4. Tata cara pelaksanaan penagihan pajak disusun secara penjadwalan :

a. 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo, bila utang pajaknya tidak dilunasi, maka kepada wajib pajak diterbitkan Surat Teguran.

b. 21 (dua puluh satu) hari setelah diterbitkan surat teguran ternyata masih belum lunas, kepada wajib pajak diterbitkan Surat Paksa.

c. Kewajiban pajak sebagaimana tertuang dalam Surat Paksa adalah 2 x 24 jam.


(43)

d. Dalam hal masih belum berhasil melunasi utang pajaknya, dapat diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

e. 14 (empat belas) hari setelah dilakukan tagihan dengan surat paksa, bila masih belum melunasinya diterbitkan Surat Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.

f. 14 (empat belas) hari setelah pengumuman ternyata masih belum melunasi utang pajaknya, dikenakan sanksi berupa tindakan pelelangan di muka umum

5. Fungsi Surat Paksa

Adapun fungsi Surat Paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran kepada penaggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24 jam. Sebagai tindak lanjut utuk mencairkan tunggakan pajak atas tidak dihiraukannya penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan melaksanakan penyitaan.

3.6.3. Tata Cara Penagihan Melalui Surat Paksa

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligusdan Pelaksanaan Surat Paksa.


(44)

1. Surat Paksa diberitahukan oleh Juru Sita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Juru Sita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada :

1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau di tempat lain yang memungkinkan.

2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama atau yang bekerja di tempat usaha Penaggung Pajak, apabila Penanggung Pajak tidak dapat dijumpai. 3. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta

peninggalan, bila wajib pajak meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi, atau

4. Para ahli waris, bila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada :

1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka, maupun di tempat lain yang memungkinkan, atau

2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan bila Juru Sita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang dari


(45)

pengurus, sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 (satu). Pengertian pegawai tetap adalah pegawai perusahaan yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan masyarakat, atau bagian umum, dan bukan pegawai harian.

Surat Paksa terhadap wajib pajak Pailit diberitahukan Juru Sita Pajak kepada kurator, hakim pengawas, balai harta peninggalan, dan dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani melakukan pemberesan atau likuidasi.

Bila wajib pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan Juru Sita Pajak kepada penerima kuasa dimaksud.

Bila Surat Paksa tidak dapat disampaikan kepada penanggung pajak atau kuasanya, Surat Paksa dapat disampaikan Juru Sita Pajak melalui pemda setempat.

Bila wajib pajak dan penanggung pajak tidak diketahui tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian surat paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan surat paksa pada papan pengumuman kantor pejabat, mengumumkan melalui media masa, atau Kep Kepala Daerah.

Bila surat paksa harus disampaikan di luar daerah kerja pejabat, dapat meminta bantuan pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksana Surat Paksa.


(46)

3.7. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus dilakukan ketika :

a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk pergi.

b. Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.

c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu.

d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara.

e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung Pajak mempunyai itikad kurang baik, sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indikator tersebut. Adanya itikad kurang baik tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar ketika


(47)

terjadi penyitaan terhadap kekayaannya untuk kemudian di lelang kekayaan tersebut sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hak semacam ini tentu perlu diantisipasi sekaligus dihindarkan, sehingga keadilan dapat diwujudkan dan negara tidak dirugikan. Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu Juru Sita Pajak dapat melakukan penagihan seketika dan sekaligus.

Dalam hal ini terjadi penagihan seketika dan sekaligus, maka penagihan dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak,dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh Juru Sita Pajak kepada Penanggung Pajak. Ketika Juru Sita Pajak mengetahui bahwa barang milik Penanggung Pajak akan disita oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan atau Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dimilikinya atau dikuasainya, maka juru sita pajak segera melakukan penagihan seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar barang milik Penanggung Pajak tersebut setelah Surat Paksa diberitahukan. Tanda-tanda indikator tersebut merupakan petunjuk yang kuat bahwa Penanggung Pajak berniat mengurangi atau menjual / memindahtangankan barang-barangnya sehingga tidak ada lagi barang yang dapat disita.


(48)

3.8. Barang – Barang Penanggung Pajak Yang Dapat Disita

Penyitaan adalah tindak lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa. Penyitaan diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Pasal 14 ayat 1, 2, 3 sebagai berikut :

1. Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penaggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain dan atau b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi

kotor tertentu.

2. Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.

3. Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Juru Sita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.


(49)

4. Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

a. Barang Bergerak yang Dapat Disita

Perincian mengenai barang bergerak yang dapat disita adalah sebagai berikut :

1. Semua barang bergerak yang ada di rumah Penanggung Pajak seperti :

a. Perkakas rumah tangga (lemari, meja, kursi, dan sebagainya). b. Barang – barang mewah (TV, lemari es, tape recorder, kompor

gas, dan sebagainya).

c. Barang – barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dari emas, berlian dan batu permata lainnya).

d. Uang tunai (termasuk surat – surat berharga).

e. Kendaraan (mobil, sepeda motor, vespa, sepeda, dan sebagainya).

f. Lain – lainnya (lukisan, jam dinding, radio, dan sebagainya). 2. Semua barang bergerak yang ada di toko Penanggung Pajak, seperti

:

a. Barang dagangan (baik yang berada di toko tersebut maupun yang ada di gudang).

b. Barang – barang inventaris toko (lemari, meja, kursi, mesin tik, kendaraan, dan sebagainya).


(50)

3. Semua barang bergerak yang ada di tempat usaha Penanggung Pajak, seperti :

a. Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang-barang inventaris perusahaan lainnya, termasuk kendaraan bermotor, mesin tik, dan sebagainya).

4. Semua barang bergerak yang ada di kantor Penanggung Pajak, seperti :

a. Inventaris kantor ( mesin tik, meja, kursi, lemari besi, dan alat kantor lainnya).

b. Kendaraan bermotor (mobil, sepeda motor, vespa, dan sebagainya).

Perlu ditambahkan bahwa (seperti yang telah dijelaskan di atas) uang tunai dan surat-surat berharga termasuk dalam golongan barang bergerak yang dapat disita sehingga barang-barang ini diketemukan di rumah, di toko, di tempat usaha maupun di kantor Penanggung Pajak dapat disita.

Dalam golongan surat-surat berharga termasuk saham, obligasi, deposito berjangka, piutang, tabungan, saldo rekening, dan sejenisnya.


(51)

Dalam golongan barang tak gerak yang boleh disita, dapat dimasukkan :

1. Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang, dan sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan / dikontrakkan kepada orang lain.

2. Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainya baik yang ditempati / dikerjakan sendiri maupun yang disewakan / dikerjakan orang lain.

c. Barang – barang yang Dikecualikan Dari Penyitaan

Barang-barang yang tak boleh disita menurut ketentuan pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:

Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah :

1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah.


(52)

4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000,00 (dua pulu juta rupiah).

6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

3.9. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

Apabila setelah lewat 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Wajib Pajak / Penanggung Pajak masih belum juga melunasi utang pajakny, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak / Penanggung Pajak oleh Kepala KPP Pratama dengan mengeluarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP).

Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap kekayaan Wajib Pajak / Penanggung Pajak atau aktiva milik perusahaan, maka juru sita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data mengenai harta kekayaan / aktiva yang akan disita tersebut. Data ini dapat diperoleh, antara lain dari :

1. Surat Pemberitahuan.


(53)

3. Laporan Pemeriksaan Pajak. 4. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa.

Dalam melaksanakan sita perlu diikuti ketentuan-ketenuan sebagai berikut :

a. Sita dilakukan bersama-sama dengan dua orang saksi yang memenuhi syarat antara lain :

1. Warga Negara Indonesia.

2. Sudah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun. 3. Dikenal oleh Juru Sita.

4. Dapat Dipercaya.

b. Pertama-tama yang disita adalah barang bergerak (misalnya mobil, TV, tape recorder, dan lain-lain).

Jika jumlah nilai barang bergerak tidak mencukupi, maka dapat diteruskan dengan menyita barang tak gerak sampai jumlahnya mencukupi untuk membayar utang pajak tersebut serta biaya pelaksanaannya.

c. Dibuat Berita Acara Sita (BAS).

d. Barang – barang gerak yang disita dapat dititipkan pada Wajib Pajak Penanggung Pajak dan hal tersebut dapat diberitahukan kepada polisi yang harus menjaga supaya jangan ada barang yang diambil orang.

e. Juru sita memberitahukan kepada Wajib Pajak maksud dan tindakan penyitaan yaitu bahwa barang yang disita akan dijual melalui pelelangan dengan perantaraan Kantor Lelang Negara, apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya. Selembar dari salinan Berita Acara ditempelkan


(54)

di tempat umum atau di tempat-tempat di mana barang-barang gerak dan tak gerak kepunyaan Wajib Pajak / Penanggung Pajak disita. Penempelan tersebut berlaku sebagai pemberitahuan maksud dan tindakan juru sita pada Wajib Pajak / Penanggung Pajak.

Selain penempelan BAS, maka Segel Sita / Kutipan Berita Acara Sita juga ditempelkan pada barang yang disita. Penyitaan barang tak gerak didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional / Kantor Pengadilan Negeri setempat dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penyitaan barang tak gerak atas nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dilampiri tindasan Berita Acara Sita.

f. Pencabutan Sita

Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak sudah melunasi utang pajaknya sebelum permintaan penetapan tanggal pelelangan diajukan, maka Kepala KPP Pratama harus mengeluarkan Surat Pencabutan Sita.

3.10. Pelaksana Penagihan

Juru Sita Pajak adalah pelakasana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Juru Sita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan Pajak Pusat, Gubernur atau Bupati / Walikota untuk penagihan pajak Daerah.


(55)

1. Syarat-sayarat diangkat menjadi Juru Sita Pajak :

a. Berizajah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu.

b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda / Golongan I. c. Berbadan sehat.

d. Lulus pendidikan dan latihan Juru Sita Pajak. e. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian. 2. Pemberhentian Juru Sita Pajak

Juru Sita Pajak diberhentikan apabila :

a. Meninggal dunia. b. Pensiun.

c. Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah atau janji Juru Sita Pajak.

d. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No. 19 Tahun 2000Juru Sita Pajak bertugas:

a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. b. Memberitahukan Surat Paksa.

c. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melakasanakan Penyitaan.


(56)

Dalam melaksanakan tugasnya Juru Sita Pajak harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal dan surat tugas yang harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak.


(57)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI DATA

Didalam hal ini penulis akan menganalisa suatu masalah guna mendapatkan pengertian yang berasal dari suatu perbandingan antara hal-hal yang ditetapkan dari suatu teori dan praktik pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa. Dimana penulis lebih melibatkan Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakanya.

4.1. Pelaksanaan

Penerbitan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.

Dengan dianutnya sistem Self Assessment menggantikan sistem Official Assessment yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri jumlah pajak terutangnya,pihak Direktorat Jenderal Pajak mengharapkan agar penerimaan Negara dari sektor pajak tersebut dapat ditingkatkan. Hal ini berarti bahwa peranan wajib pajak sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan sistem perpajakan tersebut.

Namun kenyataan yang terjadi dilapangan masih banyak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dalam hal pelunasan hutang pajaknya. Banyak dari wajib pajak yang tidak menghiraukan atas diterbitkanya Surat


(58)

Ketetapan Pajak dan selanjutnya pihak aparatur pajak harus menerbitkan Surat Teguran. Begitu juga Surat Teguran bukanlah suatu sarana yang menjamin atas lancarnya penerimaan pajak, kemudian pihak aparatur pajak masih harus menerbitkan Surat Paksa yang merupakan salah satu sarana untuk mencairkan tunggakan pajak. Sebagai akibat dari ketidakpatuhan wajib pajak ini, maka dilakukan tindakan penagihan aktif sebagai sarana dalam mencapai penerimaan negara dari sektor pajak.

Tabel 1

Laporan Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk Triwulan III periode Juli-September

di KPP Pratama Medan Barat

Tahun 2009 Jenis Wajib Pajak Jumlah Wajib Pajak Jumlah STP/SKPKB/ SKPKBT/ SK Pembetulan/SK Keberatan /Putusan Banding/SK Peninjauan Kembali,

yang terbit dan belum lunas Jumlah STP/SKPKB/ SKPKBT/ SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Bandinng/SK Peninjauan Kembali,

yang lunas tanpa tindakan penagihan Tindakan Penagihan Pelaksanaan Surat Teguran Pelaksanaan Surat Paksa

ST Pencaira n (Rp)

SP Pencaira n (Rp)


(59)

Orang Pribadi

16.144 2.298.850 19.278 66 9.609 27 19.291

Sumber:Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah tunggakan pajak yang belum lunas adalah sebesar Rp.36.887.287.000 dengan jumlah Wajib Pajak Badan sebanyak 3.917. Kita dapat memperkirakan rata-rata setiap Wajib Pajak Badan memiliki jumlah tunggakan pajak selama satu triwulan sebesar:

Analisa Data

Rp.36.887.287.000

3.917

= 9.417.229

Dari tabel 1 tersebut kita bisa memperkirakan jumlah Wajib Pajak Badan yang telah membayar lunas tunggakan pajaknya sebelum dilakukan tindakan penagihan ialah sebanyak 176 Wajib Pajak {Rp. 1.648.830.000 / Rp. 9.417.229}. Maka seharusnya jumlah Wajib Pajak Badan yang harus dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran sebanyak 3.741 wajib pajak {3.917 - 176}. Namun pada tabel 1 di atas jumlah pemberitahuan Surat Teguran hanya sejumlah 204 dengan nilai pencairan piutang sebesar Rp. 36.539.000. Jika di bandingkan dengan jumlah Wajib Pajak Badan yang harus dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Paksa, maka dapat dilihat persentase jumlah pemberitahuan Surat Teguran 5.45 % {(204 lembar /


(60)

3.741 wajib pajak)*100%} terhadap jumlah Wajib Pajak yang seharusnya dilakukan pemberitahuan Surat Teguran dan hanya sekitar 4 Wajib Pajak Badan yang mau membayar tunggakan setelah dilakukan penagihan berupa Surat Teguran {Rp. 36.539.000 / Rp. 9.417.229}

Kemudian, jika dibandingkan dengan jumlah pemberitahuan Surat Paksa, maka dapat dilihat bahwa persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Badan sebanyak 55% {(112 lembar / 204 lembar)*100%} terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran yang diterbitkan dan hanya sekitar 19 Wajib Pajak Badan yang mau membayar tunggakanya setelah dilakukan tindakan penagihan berupa pemberitahuan Surat Paksa {Rp. 176.474.000 / Rp. 9.417.229}. Dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah pemberitahuan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Badan terhadap pemberitahuan Surat Teguran bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Paksa.

Dari tabel di atas kita juga bisa melihat jumlah pemberitahuan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. Jumlah tunggakan pajak yang belum dilunasi adalah sebesar Rp. 2.298.850.000 dengan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi sebanyak 16.144. Jadi kita bisa memperkirakan rata-rata setiap Wajib Pajak Orang Pribadi selama satu triwulan sebesar:

Rp. 2.298.850.000

16.144


(61)

Dari sini kita bisa memperkirakan jumlah Orang Pribadi yang telah membayar lunas tunggakan pajak nya sebelum dilakukan tindakan penagihan ialah sebanyak 135 orang wajib pajak {Rp. 19.278.000 / Rp. 142.396}. Seharusnya jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang harus dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran sebanyak 16009 wajib pajak {16.144 - 135}. Namun pada tabel 1 di atas kita hanya melihat jumlah pemberitahuan Surat Teguran sebanyak 66 lembar dengan nilai pencairan sebesar Rp. 9.609.000. Jika dibandingkan dengan jumlah wajib pajak orang pribadi yang harus dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Paksa, maka dapat dilihat persentase jumlah pemberitahuan Surat Teguran 0.66% {( 105 lembar / 16.009 Wajib Pajak)*100%} terhadap jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan pemberitahuan Surat Teguran dan hanya sekitar 48 wajib pajak orang pribadi saja yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan penagihan berupa Surat Teguran { Rp. 6.793.000 / Rp.142.396}.

Kemudian, jika dibandingkan dengan jumlah pemberitahuan Surat Paksa maka dapat dilihat bahwa persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak orang pribadi sebanyak 40 % {(27 lembar / 66 lembar)*100%} terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran yang diterbitkan dan hanya sekitar 135 orang yang mau membayar tunggakanya setelah dilakukan tindakan penagihan berupa pemberitahuann Surat Paksa {Rp. 19.291.000 / Rp.142.396}. Dilihat dari persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak Orang Pribadi terhadap pemberitahuan Surat Teguran bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan kemudian ditindaklanjuti dengan pemberitahuan Surat Paksa.


(62)

Dari analisis data tabel 1 di atas kita bisa melihat bahwa tidak semua pemberitahuan Surat Teguran ditindaklanjuti dengan pemberitahuan Surat Paksa. Hal ini perlu menjadi perhatian petugas pajak khususnya Seksi Penagihan agar tindakan penagihan lebih ditingkatkan lagi agar penerimaan disektor pajak lebih meningkat.

4.2. Tatacara Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa

Cara penagihan yang terakhir dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama ialah penagihan paksa, dimana fiskus melalui juru sita pajak negara menyampaikan / memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang-barang wajib pajak. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir, apabila wajib pajak tidak segera memenuhi kewajibannya.

Tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama terhadap WP yang tidak melunasi utang pajaknya adalah :

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama mengeluarkan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari jatuh tempo pembayaran melalui kantor POS dari produk hasil penelitian diantaranya:

a. Surat Tagihan Pajak (STP)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)


(63)

Di dalam Pelaksanaan Penagihan ini masih dalam penagihan pasif penyerahan ketetapan pajak.

2. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya seharusnya dibayar setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa, dan dalam hal ini : a. Juru Sita Pajak mendatangi tempat tinggal / tempat kedudukan wajib

pajak / penanggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Juru Sita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut.

b. Jika juru sita bertemu langsung dengan wajib pajak / penanggung pajak dan meminta agar wajib pajak memperlihatkan surat-surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti :

1) Apakah tunggakan pajak menurut STP/SKP cocok dengan jumlah tunggakan yang tercantum dengan surat paksa.

2) Apakah ada surat keputusan pembetulan dan keberatan / penghapusan.

3) Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun / jenis pajak lainnya yang diperhitungkan.

4) Apakah terdapat kelebihan utang tersebut dalam surat paksa, diajukan keberatan.


(64)

c. Bila juru sita tidak menjumpai wajib pajak / penanggung pajak maka salinan surat paksa tersebut dapat diserahkan kepada :

1) Keluarga Wajib Pajak atau orang yang bertempat tinggal bersama wajib pajak / penanggung pajak yang dewasa dan sehat mental. 2) Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha

bersangkutan atau ;

3) Pejabat Pemerintah setempat ( Bupati / Walikota / Camat / Lurah ) dalam hal mereka tersebut pada butir 1 dan 2 diatas juga tidak dijumpai. Pejabat ini harus memberi tanda tangan pada surat paksa dan salinannya sebagai tanda diketahuinya dan menyampaikan salinannya kepada wajib pajak / penanggung pajak yang bersangkutan.

4) Juru Sita yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.

d. Bila Wajib Pajak tidak ditemukan di kantor atau tempat usaha/tempat tinggal. Apabila hal ini terjadi, maka juru sita dapat menyerahkan salinan surat paksa kepada :

1) Seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai)

2) Seseorang yang ada ditempat tinggalnya (misalnya : istri, anak, atau pembantu rumah tangga).


(65)

1) Biaya pelaksanaan atau penyampaian Surat Paksa yang meliputi biaya harian dan biaya perjalanan juru sita pajak. Biaya ini dikeluarkan untuk setiap Surat Paksa yang harus disampaikan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak.

2) Apabila seorang juru sita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah piutang pajak dan biaya penagihannya telah dilunasi atau belum oleh wajib pajak / penanggung pajak.

Tetapi itu tidak berarti bahwa juru sita yang bersangkutan setelah menerima biaya penagihan, lalu bebas dari tanggung jawabnya terhadap pencairan piutang pajak tersebut. Apabila juru sita yakni bahwa wajib pajak / penanggung pajak tersebut masih aktif dan potensial, maka ia harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjut.

f. Surat Paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kasubsi Penagihan disertai laporan pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Vertifikasi untuk ditanda tangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas Penagihan wajib pajak / penanggung pajak yang bersangkutan dan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan surat paksa dalam buku register pengawasan penagihan, buku register tindakan penagihan, kartu


(66)

pengawasan tunggakan pajak dan tindakan STP/SKP yang bersangkutan. Dalam melaksanakan surat paksa tersebut juru sita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga / perusahaan wajib pajak / penanggung pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

g. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa.

1) Atas pelaksanaan surat paksa dibuat laporan oleh juru sita yang melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa tersebut.

2) Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu :

a. Pengakuan penyelesaian surat keberatan. Mengenai hal ini agar diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya ternyata sudah dikurangi.

b. Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan.

c. Dalam kesan dan usul hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari wajib pajak / penanggung pajak antara lain : kemampuan bayar, itikad mau membayar dan pandangannya terahadap penetapan / penagihan pajak dan sebagainya, sehingga juru sita dapat mengajukan usul untuk tindakan penagihan selanjutnya.


(67)

h. Apabila juru sita tidak dapat melaksanakan surat paksa secara langsung, maka juru sita membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya surat paksa, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah setempat, Polisi dan sebagainya.

Disamping Pejabat / Juru Sita dapat memperlihatkan / melihat asset-aset atau barang-barang yang dimiliki wajib pajak untuk melakukan penyitaan suatu saat nanti jika wajib pajak masih tetap untuk tidak membayar utangnya.

3. Apabila utang yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Juru Sita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu.


(68)

Didalam pelaksanaan Juru Sita dapat menempel kertas penyitaan kepada barang yang akan disita, biasanya barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh Juru Sita dikarenakan :

a. Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.

b. Mengantisipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dalam perjalanan. Barang dari hasil sita harus sebanding dengan jumlah utang pajak yang ditanggung Penanggung Pajak dan jika tidak sebanding maka akan dilakukan penyitaan.

4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, Pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Dan dalam hal pelaksanaan lelang Juru Sita mempertanyakan dulu kepada Dinas yang bersangkutan mengenai hak milik barang yang di lelang, misalnya tanah kepada Dinas Pertanahan setempat. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak setelah pelaksanaan lelang.


(69)

4.3. Faktor Pengahambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa Adapun kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat adalah :

1. Juru Sita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah

Pada waktu pelaksanaan penyitaan sering terjadi juru sita tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah wajib pajak / penanggung pajak yang barang-barangnya akan disita.

2. Juru Sita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang Wajib Pajak / Penanggung Pajak

Hambatan lain yang sering ditemui dalam pelaksanaan penyitaan adalah juru sita tidak diperbolehkan menyita barang-barang milik wajib pajak / penanggung pajak.

3. Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mau menandatangani berita acara sita Berita Acara Sita dibuat dan ditandatangani oleh Juru Sita, para saksi dan Wajib Pajak / Penanggung Pajak atau wakilnya yang barangnya disita. Sering terjadi Wajib Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara Sita, sehingga penyitaan barang Wajib Pajak guna pelunasan utang pajaknyamenjadi tertunda.

4. Pembuktian barang-barang yang bukan milik Wajib Pajak / Penanggung Pajak Pada waktu melakukan penyitaan ada kemungkinan bahwa wajib pajak / penanggung pajak menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang akan


(70)

disita tersebut bukanlah miliknya. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyitaan barang yang akan dilakukan.

5. Tingkat Kesadaran Wajib Pajak Masih Rendah

Walaupun sistem Perpajakan kita telah menganut sistem Self Assessment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah dikarenakan masih kurangnya pengetahuan WP tentang Perpajakan.

Dilihat dari kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

Tidak semua Wajib Pajak mempunyai kesadaran dan kemampuan yang sama, sehingga ketaatannya pun juga tidak sama. Ada kemungkinan bahwa setelah dilakukan penagihan secara Pasif ternyata Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak memenuhi kewajiban walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistem Self Assessment namun tingkat kesadaran WP untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar tidak dapat memenuhi kewajibannya bahkan menghindarinya dengan berbagai alasan didalamnya diantaranya menolak Surat Paksa.

4.4. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa


(71)

Pemecahan Masalah dalam hal Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa :

1. Apabila Juru Sita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya dengan memberikan berupa ancaman maka juru sita dapat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

2. Ada kalanya WP keberatan atau tidak memperbolehkan juru sita untuk menyita barang milik WP tersebut. Dalam hal ini juru sita pajak berupaya memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang) apabila WP tersebut melunasi utang pajaknya.

3. Apabila WP / Penanggung Pajak tidak mau menandatangani berita acara, juru sita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena telah melanggar Peraturan Perundang – undangan.

4. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa WP / Penanggung Pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu WP / Penanggung Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti syang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya WP / Penanggung Pajak.

5. Untuk meningkatkan kesadaran WP dalam memenuhi kewajibannya serta peraturan dibidang Perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistem Self Assessment namun tingkat kesadaran WP untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta


(72)

membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap WP dengan penyuluhan yang intensif.

Dilihat dari masalah – masalah yang timbul didalam pelaksanaan penagihan pajak melalui surat paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat dikarenakan pada umumnya banyak WP yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran wajib pajak. Hal demikian yang membuat WP / Penanggung Pajak melalaikan kewajibannya dalam pembayaran pajak, dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan. Untuk itu kewajiban para aparat pajak khususnya pada seksi penagihan mencari solusi didalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan yang lebih aktif didalamnya.


(73)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis telah lakukan dan yang telah dilaksanakan pembahasannya pada bab-bab sebelumnya, kini sampailah penulis pada akhir penelitian dengan membuat kesimpulan dan saran.

Adapun kesimpulan yang penulis kemukakan antara lain sebagai berikut:

1. Tindakan penagihan pajak merupakan hal yang sangat penting guna menunjang keberhasilan pemungutan pajak

2. Pelaksanaan penerbitan Surat Paksa yang dilakukan tindakan penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama medan Barat adalah sebagai berikut: a. Persentase jumlah pemberitahuan Surat Teguran untuk Wajib Pajak

Badan hanya 5.45% dan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi hanya 0.66% dari jumlah Wajib Pajak yang seharusnya dilakukan pemberitahuan Surat Teguran.

b. Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Badan sebesar 55% dan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi hanya sebesar 40% terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran.


(74)

3. Juru sita pajak dalam hal melakukan penagihan melalui surat paksa sering mendapatkan masalah dan kendala yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan tugasnya. Misalnya seperti juru sita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah dan masih rendahnya tingkat kesadaran dan pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua surat teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan Surat Paksa. Diharapkan pada Seksi Penagihan di KPP Pratama Medan Barat agar kinerjanya dapat lebih ditingkatkan lagi.

5.2. Saran

1. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan hendaknya Wajib Pajak membayar pajak tepat waktu atau sebelum jatuh tempo.

2. Kinerja penagihan di Seksi Penagihan KPP Pratama Medan Barat perlu ditingkatkan lagi.

3. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan Instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak menghindari penunggakan pajak.


(1)

Pemecahan Masalah dalam hal Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa :

1. Apabila Juru Sita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya dengan memberikan berupa ancaman maka juru sita dapat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

2. Ada kalanya WP keberatan atau tidak memperbolehkan juru sita untuk menyita barang milik WP tersebut. Dalam hal ini juru sita pajak berupaya memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang) apabila WP tersebut melunasi utang pajaknya.

3. Apabila WP / Penanggung Pajak tidak mau menandatangani berita acara, juru sita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena telah melanggar Peraturan Perundang – undangan.

4. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa WP / Penanggung Pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu WP / Penanggung Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti syang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya WP / Penanggung Pajak.

5. Untuk meningkatkan kesadaran WP dalam memenuhi kewajibannya serta peraturan dibidang Perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita telah


(2)

membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap WP dengan penyuluhan yang intensif.

Dilihat dari masalah – masalah yang timbul didalam pelaksanaan penagihan pajak melalui surat paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat dikarenakan pada umumnya banyak WP yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran wajib pajak. Hal demikian yang membuat WP / Penanggung Pajak melalaikan kewajibannya dalam pembayaran pajak, dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan. Untuk itu kewajiban para aparat pajak khususnya pada seksi penagihan mencari solusi didalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan yang lebih aktif didalamnya.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis telah lakukan dan yang telah dilaksanakan pembahasannya pada bab-bab sebelumnya, kini sampailah penulis pada akhir penelitian dengan membuat kesimpulan dan saran.

Adapun kesimpulan yang penulis kemukakan antara lain sebagai berikut:

1. Tindakan penagihan pajak merupakan hal yang sangat penting guna menunjang keberhasilan pemungutan pajak

2. Pelaksanaan penerbitan Surat Paksa yang dilakukan tindakan penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama medan Barat adalah sebagai berikut: a. Persentase jumlah pemberitahuan Surat Teguran untuk Wajib Pajak

Badan hanya 5.45% dan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi hanya 0.66% dari jumlah Wajib Pajak yang seharusnya dilakukan pemberitahuan Surat Teguran.

b. Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Badan sebesar 55% dan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi hanya


(4)

3. Juru sita pajak dalam hal melakukan penagihan melalui surat paksa sering mendapatkan masalah dan kendala yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan tugasnya. Misalnya seperti juru sita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah dan masih rendahnya tingkat kesadaran dan pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua surat teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan Surat Paksa. Diharapkan pada Seksi Penagihan di KPP Pratama Medan Barat agar kinerjanya dapat lebih ditingkatkan lagi.

5.2. Saran

1. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan hendaknya Wajib Pajak membayar pajak tepat waktu atau sebelum jatuh tempo.

2. Kinerja penagihan di Seksi Penagihan KPP Pratama Medan Barat perlu ditingkatkan lagi.

3. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan Instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak menghindari penunggakan pajak.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bastari,Drs,2009,Hand Out Kuliah Penagihan Pajak dan Lelang.

Boediono, B, MSi. Drs., 2000, Perpajakan Indonesia. Jakarta : Diadit Media.

Hadi, H.Moeljo, SH., 1995, Dasar-Dasar Penagihan Pajak Negara. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Hadi, H.Moeljo, SH.,1998, Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Oleh Juru Sita Pajak Pusat dan Daerah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Kurniawan, Panca, SE,M.M ; Pamungkas, Bagus, SE, Penagihan Pajak di Indonesia, 2006, Malang : Bayu Media

Siahaan, P Marihot , SE., 2004 Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban Dan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Jakarta :Rajawali Pers.

Suandy, Erly, 2008, Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak .


(6)

Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.