Analisis Genre Hikayat Perang Sabil: Pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik

(1)

ANALISIS HUKUM PEMBINAAN USAHA KECIL

DAN KOPERASI OLEH BUMN

TESIS

Oleh

NETTY KESUMA

037005024/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2007


(2)

ANALISIS HUKUM PEMBINAAN USAHA KECIL DAN

KOPERASI OLEH BUMN

TESIS

Oleh

NETTY KESUMA

037005024/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2007


(3)

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM PEMBINAAN USAHA KECIL DAN KOPERASI OLEH BUMN

Nama Mahasiswa : NETTY KESUMA Nomor Pokok : 037005024

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Dr.T. Keizerina Devi A,SH,CN, M.Hum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 23 Oktober 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum 2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM 3. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

BUMN mempunyai peranan yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. BUMN dipandang memiliki peranan yang strategis dalam melakukan pembinaan dan pengembangan usaha swasta dan koperasi. Pemerintah melalui Peraturan-peraturannya telah mengamanatkan BUMN untuk turut serta membantu Pemerintah dalam mengimplentasikan kebijakan pembangunan yang telah digariskan. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk melakukan penelitian dengan menjawab permasalahan, bagaimanakah pengaturan hukum berkaitan dengan peran BUMN dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi? bagaimanakah peran PT.P.Nusantara III dalam membina usaha kecil dan koperasi? dan masalah-masalah apakah yang dihadapi dalam melakukan pembinaan usaha kecil dan koperasi. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum Normatif Sosiologis, dilakukan melalui studi dokumen, dan untuk data primer dilakukan wawancara kepada para pengusaha kecil maupun Bagian Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) PTP. Nusantara III (Persero).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur dan pelaksanaan pembinaan usaha kecil menengah dan koperasi yang dilakukan oleh PTP. Nusantara III telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, demikian juga tentang tanggung jawab, PTP. Nusantara III telah menyalurkan pinjaman kepada Usaha Kecil Menengah dan Koperasi secara selektif sedangkan faktor penghambat pengembalian pinjaman antara lain disebabkan beralihnya penggunaan dana pinjaman untuk hal di luar yang telah disepakati, akibat mengalami kerugian dan lemahnya kemampuan atau daya beli konsumen.


(6)

ABSTRACT

State-owned corporation (BUMN) has an important role in the implementation of national economy for creating the prosperity of the people. State-owned corporation is assumed with strategic role in performing the maintenance and development of private business and cooperation. The government through the rules mandated State-owned corporation in assisting the government in implementing the policy of development established. It is as the base of the writer’s thought in carrying out the research by answering the problem of how is the law enforcement related to the role of State-owned corporation in the maintenance of small business and corporation ? How is the role of PTP. Nusantara III in the maintenance of small business and cooperation ? What is the problem encountered in implementing the maintenance to small business and corporation ? In answering these questions, it is used Normative Sociological Law Research Method. It is done through documentary study and for the primary data, it is done with the interview to those small entrepreneurs or Small Business Maintenance Section and Cooperation (PUKK) PTP Nusantara III (Limited Company).

Based on the research, it shows the procedure and implementation on the small and medium business maintenance as it is done by PTP Nusantara III and it has been appropriate with the prevailed rules. Due to the responsibility, PTP Nusantara III has distributed selectively the loan to small and medium business. Whereas, the hindrances found is the return of the loan. It is caused by the transfer of loan use beyond of the agreed, the reduced and low buying capability of the consumers.

Key words : Law analysis state-owned corporation small business and corporation


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penelitian ini dapat penulis rangkumkan dengan baik, walaupun penulis sadar betapa hasil penelitian ini jauh dari kesempurnaan mengingat pengetahuan, waktu dan jarak yang ada, maka dengan segala kerendahan hati penulis mohon untuk adanya perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini yang tentunya mengharapkan koreksi dan saran yang konstruktif dari segenap pembaca sekalian.

Penulisan Tesis ini berjudul Analisis Hukum Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Oleh BUMN, yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi pada program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Sekaligus dengan segala keterbatasannya penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi seluruh umat manusia.

Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, penulis menyadari bahwa Tesis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan perhatian dari berbagai pihak yang bersifat moril maupun materil, maka dengan segala kerendahan hati terima kasih secara khusus penulis haturkan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister;

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir.T.Chairun Nisa B.,M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Bismar Nasution, SH,MH, atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;


(8)

4. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Bismar Nasution, SH,MH selaku Pembimbing Utama dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum. dan Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH, MH, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan, petunjuk, saran-saran dan dorongan semangat untuk kesempurnaan penulisan ini, sehingga penulisan ini dapat diselesaikan dengan maksimal. Untuk itu atas segala bimbingan, petunjuk, saran dan dorongan semangatnya, penulis berdoa semoga para Pembimbing senantiasa mendapat lindungan, rahmat, hidayah dan kasih dari Allah SWT dalam setiap menjalani hidup dan kehidupan serta tugas-tugasnya.

5. Bapak Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan yang telah memberikan izin dalam mengadakan penelitian Tesis ini

6. Drs. Mailanta Bangun, selaku Kepala Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Ibu Corri Sitompul, selaku Kepala Urusan PKBL PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang dengan senang hati meluangkan waktunya membantu, memberikan data dan keterangan dalam riset penulisan yang terus terang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih tiada terhingga penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta A. Zaian (Almarhum) dan Hj. Siti Aminah (Almarhumah) yang semasa hidupnya memberikan kasih sayang yang tulus dalam membesarkan dan mendidik serta memberi semangat, nasehat, sehingga penulis menjadi kuat dan tabah dalam menghadapi dan menjalani kehidupan yang penuh cobaan ini. Oleh karena itu penulis berdoa semoga Allah SWT menempatkan Ayahnda dan Ibunda di tempat yang sebaik-baiknya di sisi-Nya. Amin.

Buat anak-anakku, Irfan, Arief dan Ninda, doa, cinta kasih dan semangat serta pengorbanan yang diberikan mendorong penulis untuk terus menulis, sehingga Tesis ini akhirnya dapat penulis selesaikan dengan baik. Kepada suami penulis, Andy Chairuman (Almarhum) ucapkan terima kasih dan doa yang selalu dipanjatkan kepada Allah SWT, karena semua ini berkat cinta kasihnya dan semangatnya jua


(9)

memberikan motivasi kepada penulis untuk tetap tegar berjuang dalam menjalani kehidupan ini.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada kakak-kakak, abang-abang dan adik-adik penulis yang juga telah banyak membantu baik moril maupun materil, semoga Allah SWT memberi kesehatan dan rezeki yang berlipat ganda.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mampu penulis sebut satu persatu, semoga Allah SWT memberi perlindungan, kesehatan, taufik dan hidayah-Nya. Dan besar harapan penulis, penelitian yang jauh dari sempurna ini dapat memberi informasi dan sedikit manfaat bagi kita semua.

Medan, 2007 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Netty Kesuma

Tempat/Tgl.Lahir : Tj. Morawa, 20 Oktober 1957 Jenis kelamin : Perempuan

A g a m a : Islam

Instansi : Kopertis Wilayah I

Pendidikan : - Sekolah Dasar Negeri 2 Sungai Karang Galang (lulus tahun 1969).

- Sekolah Menengah Pertama YPAK PNP V Sungai Karang Galang (lulus tahun 1972).

- Sekolah Menengah Atas Negeri I Medan (lulus tahun 1975).

- Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (lulus tahun 1984).

- Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (lulus tahun 2007).


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori ... 12

G. Metode Penelitian ... 20

BAB II DASAR HUKUM BUMN DALAM PEMBINAAN USAHA KECIL DAN KOPERASI... 25

A. Pengertian dan Peranan BUMN ... 25

B. Usaha-Usaha Pemberdayaan dan Kinerja BUMN dalam Perekonomian Masyarakat... 28

C. Pengertian Usaha Kecil dan Koperasi ... 37

D. Aspek Hukum dan Upaya Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi oleh BUMN ... 49


(12)

BAB III PEMBINAAN USAHA KECIL DAN KOPERASI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN

A. Gambaran Umum ... 59

1. Riwayat Singkat PTP. Nusantara III (Persero) Medan ... 59

2. Visi dan Misi ... 61

3. Profil dan Struktur Organisasi ... 61

B. Pengaturan dan Prosedur Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi di PTP. Nusantara III (Persero) Medan... 64

C. Potensi dan Gambaran Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi PTP. Nusantara III (Persero) ... 77

BAB IV MASALAH-MASALAH DAN DAMPAK YANG DIHADAPI DALAM PEMBINAAN SERTA UPAYA MENGATASINYA... 96

A. Masalah-Masalah yang Dihadapi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) ... 96

B. Masalah-Masalah yang Dihadapi Usaha Kecil (Mitra Binaan) ... 98

C. Upaya-Upaya Mengatasi Masalah dan Dampak yang Dihadapi ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Jumlah Pengusaha Kecil-Perusahaan dan Koperasi Mitra

Binaan PT.P.N.-III Medan Tahun 1999-2005... 79 2 Realisasi Penyaluran Dana per Profinsi s/d 2005 ... 79

2.1 Rekapitulasi Penyaluran Dana Program Kemitraan

Perwilayahan Menurut Sektor Usaha s/d Tahun 2005... 80 2.2. Rekapitulasi Penyaluran Dana Program Kemitraan Perwilayah

Menurut Sektor Usaha s/d Tahun 2005... 86 3 Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran dalam Tahun 2004 s/d

2005 ... 91 4 Realisasi Penerimaan dalam Tahun 2004 s/d 2005 ... 92


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara-III (Persero)


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam system perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi.1 Oleh karenanya BUMN mempunyai peranan yang penting

dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Keberadaan BUMN sebagai salah satu wujud nyata Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Semenjak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya hingga sekarang, BUMN telah memainkan peranan yang penting dalam pembangunan dan perekonomian Negara. BUMN sebagai unit ekonomi milik Negara merupakan sektor yang penting peranannya dalam membantu pemerintah mengimplementasikan kebijakan pembangunan yang telah digariskan. BUMN di dalam konteks perekonomian Indonesia mempunyai tempat yang penting, bukan saja eksitensinya secara tersirat

1

Dalam melaksanakan demokrasi tersebut harus memperhatikan etika ekonomi dan bisnis, yang dimaksud agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis baik oleh perorangan, institusi maupun pengambilan keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan. Etika ini mencegah terjadinya praktek-praktek monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarahkan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, diskriminasi yang berdampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat dan keadilan serta menghindarkan perilaku yagn menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan. (Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa).


(17)

disinggung dalam UUD melainkan juga karena diperlukan inventasi untuk produksi barang dan jasa yang tidak menarik atau terlalu besar untuk dapat dilakukan oleh swasta.

Peranan BUMN dalam sistem perekonomian nasional adalah untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Peran BUMN dari waktu ke waktu dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan atau perintis sektor-sektor usaha yang belum diminati swasta, serta mempunyai peran strategis sebagai pelaksanaan pelayanan publik dan membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi. 2

Dengan demikian BUMN diharapkan dapat berperan baik sebagai perusahaan biasa yang dituntut menghasilkan laba yang sebesar-besarnya seperti perusahaan swasta, maupun sebagai bagian aparatur negara yang dibebani berbagai penugasan oleh pemerintah.

Bagi BUMN yang harus menyelenggarakan tugas-tugas menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, jelas peranannya untuk menjaga stabilitas sangat menonjol. BUMN telah dapat

2

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan Negara khususnya.

b. Mengejar keuntungan

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.

e. Turut ektif memberi bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.


(18)

membuktikan peranannya diwaktu lalu (maupun hingga saat ini), sebagai Agent of Development. Tidak ada usaha swasta menjadi besar tanpa uluran tangan dari BUMN-BUMN. Jadi disamping menjaga stabilitas, BUMN telah berperan dalam pertumbuhan, baik pertumbuhan BUMN sendiri maupun dalam hal menumbuhkan usaha swasta.

Sebagai suatu organisasi BUMN memang memiliki sifat yang unik. Di satu pihak, sebagai agen pembangunan dituntut mengemban kebijaksanaan dan program pemerintah, sementara itu disisi lain harus tetap berfungsi sebagai unit usaha komersial yang beroperasi berdasarkan kaedah dan prinsip-prinsip usaha yang sehat.

Dalam pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat sekarang ini peranan BUMN dalam membantu usaha kecil dan koperasi perlu diberdayakan. Peran BUMN untuk mendukung pemberdayaan usaha kecil dan koperasi perlu ditingkatkan dalam rangka menghadapi era globalisasi ekonomi dan era perdagangan bebas serta sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan Internasional seperti General Agreement on Tariff and Trade (GATT), Asean Free Trade Area (AFTA) dan Kesepakatan Perdagangan, Asia Pasific Economi Coorporation (APEC).

Untuk mengantisipasi perubahan sistem perekonomian pada masa mendatang, maka kegiatan maupun manfaat BUMN, usaha kecil dan koperasi perlu ditingkatkan agar supaya dapat diberdayakan3 untuk menghadapi perubahan-perubahan ekonomi

3

Tentang perlu diberdayakan BUMN dan Usaha Kecil, karena pada waktu mendatang kita menghadapi adanya “globalisasi ekonomi” yaitu pada tahun 2003 kita akan terlibat dalam perdagangan bebas (ASEAN), sedangkan pada tahun 2020 kita pun turut serta dalam kawasan perdagangan bebas Asia Pasifik (APEC). Oleh karena itu akan terjadi perubahan lingkungan ekonomi internasional dan


(19)

global tersebut dan juga untuk meningkatkan kemandirian BUMN, usaha kecil dan koperasi dalam merebut peluang bisnis di era perdagangan bebas.

Sehubungan dengan hal tersebut perlulah diciptakan iklim yang sehat dan tata hubungan yang mendorong tumbuhnya kondisi yang saling menunjang antara BUMN dengan Pengusaha kecil dan koperasi, untuk dapat diberdayakan sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.

Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan ekonomi secara simultan dari waktu ke waktu yang didukung oleh kebijakan politik ekonomi yang semakin kondusif.4

Pada kenyataannya, dari ketiga kelompok pelaku-pelaku kegiatan ekonomi yang ada, yang perlu mendapatkan pembinaan dalam rangka pengembangannya adalah usaha kecil dan koperasi. Karena kedua pelaku ekonomi ini secara kuantitatif merupakan jumlah yang paling besar dalam masyarakat, namun secara kualitas jenis usaha kecil dan koperasi relatif masih sangat terbatas baik dari aspek permodalan, kemampuan manajemen usaha dan kualitas sumber daya manusia pengelolaannya serta sulitnya akses terhadap informasi dan teknologi, yang mengakibatkan terbatasnya usaha kecil dan koperasi berkembang. Sektor usaha kecil merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan penting dalam mengatasi akibat dan

dalam rangka perubahan itu kita harus mempersiapkan diri baik berupa sumber daya manusia maupun sarana-sarana BUMN dan Usaha Kecil yang memadai. Moch. Faisal Salam, Pemberdayaan BUMN di Indonesia, (Bandung : Pustaka, 2003) hal. 66

4

Sri Redjeki Hartono, Beberapa Aspek tentang Permodalan Perseroan Terbatas, (Bandung : Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Mandar Maju, 2000), hal. 1


(20)

dampak dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia, dan memberikan kontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi selama masa krisis.

Kedudukan yang strategis sektor usaha kecil tersebut karena mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan usaha besar/ menengah antara lain mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar dan menggunakan sumber daya lokal, serta usahanya relatif bersifat fleksibel.

Dengan demikian jelas keberadaan usaha kecil sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi nasional, maka pemerintah membuat suatu arah kebijakan dibidang ekonomi guna meningkatkan pemberdayaan masyarakat, khususnya usaha kecil, karena usaha kecil berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan sentra ekonomi baru di daerah, sekaligus sebagai sarana untuk mendistribusikan peluang kerja, peluang berusaha, dan pemerataan pendapatan. Keuntungan lain dari pengembangan usaha kecil ini adalah kemampuannya menjadi sarana transfer teknologi, keterampilan dan kewirausahaan.

Melihat begitu besarnya peranan usaha kecil dan koperasi dalam pembangunan perekonomian rakyat, tetapi usaha kecil dan koperasi dihadapkan kepada berbagai keterbatasan, maka kehidupan usaha kecil dan koperasi perlu mendapatkan perlindungan dan pembinaan dalam pengembangannya.

Pengembangan usaha kecil merupakan salah satu langkah strategis yang diambil pemerintah dalam rangka pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana yang menjadi


(21)

sasaran umum Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) didalam rancangan pembangunan lima tahun mendatang adalah :5

1. Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional.

2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal.

3. Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya.

4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jati diri koperasi.

Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan koperasi dan UMKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut :6

1. Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UMKM) yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

2. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender terutama untuk :

5

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), hal. 212

6


(22)

a. memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan b. memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perizinan c. memperluas dan meningkatkan kualitas intitusi pendukung yang menjalankan

fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi.

Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan peningkatan lapangan kerja terutama dengan ;

a. Meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan teknologi.

b. Mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster disektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolahan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif

c. Mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM

d. Mengintergrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah.


(23)

3. Mengembangkan UMKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk import, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.

4. Membangun koperasi yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk : (i) membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi serta kepastian hukum yang menjamin terlindungnya koperasi dan/ atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat; (ii) meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders); dan (iii) meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.

Dalam upaya pengembangan dan pembinaan usaha kecil ini, pemerintah telah berupaya mengadakan pembinaan melalui program kemitraan maupun pemberian bantuan kredit modal kerja berupa pinjaman modal dengan bunga yang relatif kecil.

Sebagai wujud upaya tersebut pemerintah melalui Kementrian Badan Usaha Milik Negara telah mengeluarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. KEP-236/MBU/2003, pada tanggal 17 Juni 2003 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan.

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu BUMN yang keberadaannya cukup penting dan sangat menunjang dalam kehidupan perekonomian di daerah khususnya Sumatera Utara, yang ditugaskan oleh pemerintah untuk melaksanakan Pembinaan dan Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina


(24)

Lingkungan, sebagaiman tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. KEP-236/MBU/2003 dan Surat Edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara No. SE-433/MBU/2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Dana Program Bina Lingkungan (PKBL).

Selaku BUMN, PT. Perkebunan Nusantara III yang bergerak pada Core Busines tanaman Perkebunan di wilayah Provinsi Sumatera Utara juga bertugas sebagai pelaksana Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) sebagaimana yang diamanatkan Pemerintah selaku pemegang saham melalui Kementriaan BUMN.7

Upaya tersebut bersifat pembinaan yang dilakukan melalui Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan di sekitar wilayah PT. Perkebunan Nusantara III.

Agar tujuan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dapat tercapai, berdasarkan SE-433/MBU/2003, dibentuk Unit tersendiri yang khusus melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (selanjutnya disebut PKBL) dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi perusahaan secara keseluruhan.

Berdasar hal itu, Direksi PT. Perkebunan Nusantara III, guna efektivitas pengelolaan Program dimaksud melalui Surat Keputusan No.III.BD/KPTS/R.76/2003 tanggal 1 Desember 2003 tentang struktur organisasi, sasaran tugas organisasi dan

7

Laporan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Tahun 2004, BUMN, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), hal. 1


(25)

proses bisnis PT. Perkebunan Nusantara III telah membentuk satu bagian yang khusus mengelola kegiatan pembinaan tersebut yaitu Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan.

Dengan adanya upaya pemerintah dalam pengembangan dan pembinaan usaha kecil dan koperasi melalui BUMN, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pembinaan usaha kecil dan koperasi di PT. Perkebunan Nusantara III, guna melihat dan mengetahui bagaimana pelaksanaan pembinaan terhadap usaha kecil dan koperasi telah sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku serta kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh PT. Perkebunan Nusantara III di dalam pelaksanaannya dan tindakan apa yang tepat dilakukan guna mengantisipasi berbagai kendala tersebut.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pengaturan hukum berkaitan dengan peran BUMN dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi ?

2. Bagaimanakah peran PT. Perkebunan Nusantara III dalam membina usaha kecil dan koperasi?

3. Masalah-masalah apakah yang dihadapi dalam melakukan pembinaan usaha kecil dan koperasi ?


(26)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui tentang pengaturan hukum yang berkaitan dengan peran BUMN dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi.

2. Untuk mengetahui tentang peran PT. Perkebunan Nusantara III dalam membina usaha kecil dan koperasi.

3. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi dalam melakukan pembinaan usaha kecil dan koperasi.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan ilmu pengetahuan tentang kesiapan perangkat hukum yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembinaan usaha kecil dan koperasi oleh perusahaan BUMN.

Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada pemerintah khususnya para pengelola BUMN untuk lebih mengefektifkan pembinaan terhadap usaha kecil dan koperasi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai analisis hukum terhadap perusahaan BUMN dalam pembinaan usaha kecil


(27)

dan koperasi di PT. Perkebunan Nusantara III ini belum dilakukan dalam topik permasalahan yang diteliti.

Jadi penelitian ini dapat dikatakan asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun.

F. Kerangka Teori

Di Indonesia keberadaan BUMN sebagai salah satu soko guru perekonomian, keberadaan landasan hukum yang kuat yang diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara”. Dalam penjelasan pasal tersebut juga dikemukakan bahwa hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada ditangan orang seorang. Berdasarkan ketentuan tersebut, segala yang menyangkut bentuk-bentuk BUMN dan lingkup usahanya berpedoman pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dimaksud.8.

BUMN merupakan wujud nyata investasi negara dalam dunia usaha dengan tujuan mendorong dan memicu perkembangan perekonomian negara, sebagaimana sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan BUMN lima tahun mendatang adalah meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki

8

Makmun Sya’dullah, Potret Kinerja Perusahaan BUMN, Majalah Bank dan Manajemen, Edisi Maret-April 2005 No. 65


(28)

pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap keuangan negara.

Pentingnya mengoptimalisasikan kinerja perusahaan BUMN dalam rangka memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat disebabkan belum terpisahnya fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada sebagaian besar BUMN dan belum terimplementasikannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance secara utuh di seluruh BUMN. Di samping itu BUMN mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional disamping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, Swasta dan Koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.9

Perusahaan BUMN dipandang memiliki peran yang strategis dalam membantu pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha swasta dan koperasi. Oleh karena itu pemerintah melalui peraturan-peraturannya telah mengamanatkan BUMN untuk turut serta membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi.

Jika pembinaan terhadap usaha kecil dan koperasi merupakan penekanan terhadap pengembangan pertumbuhan dan peningkatan kemampuan usaha kecil dan

9


(29)

koperasi sebagai sarana baru pembangunan ekonomi dan untuk mewujudkan pemerataan, maka pelaksanaan pengembangan dan pembinaan usaha kecil dan koperasi oleh BUMN merupakan kebijakan yang mempunyai arti penting untuk mewujudkan hubungan hukum antara usaha kecil dan koperasi dengan BUMN yaitu antara hukum yang berkaitan dengan pembinaan oleh BUMN dengan hukum yang secara nyata berlaku serta kemungkinan perbuatan hukum dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi.

Atas dasar pertumbuhan hukum yang demikian adalah sesuai dengan uraian sebagai berikut :10

“… hukum itu adalah suatu karya yang terhadap suatu perhubungan tertentu masih meminta pelaksanaan ... Jadi menurut logika karya itu adalah suatu karya “in future tense” karya yang masih menghendaki pelaksanaannya. Pertama konsekuwensinya ialah bahwa hukum positif dalam artian berlaku pada waktu tertentu di dalam suatu masyarakat tertentu ... Adalah Ius Constituendum dan bukan Ius Constitutum”.

Pendapat di atas perlu dihubungkan dengan pandangan yang lazim dibidang ilmu pengetahuan hukum sebagaimana diuraikan berikut ini :11

Susunan hukum sebagai hukum yang dicita-citakan (ius constituendum), setelah dirumuskan menjadi hukum yang berlaku dalam Undang-Undang (ius constitutum), dan dalam keadaan tertentu masih harus dilaksanakan sebagai hukum

10

MM. Djojodiguno, dikutip oleh Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana, Penjara dengan

Sistem Pemasyarakatan, (Yokyakarta : Liberty, 1968) hal. 18-19.

11 Ibid


(30)

yang nyata-nyata berlaku (ius operatum). Ketiga jenis hukum tersebut memang perlu dibedakan adanya, dan mempunyai tempat yang penting dalam menegakkan hukum dan pembangunan hukum.

Dalam hukum modern, peraturan pembinaan usaha kecil dan koperasi oleh BUMN dinamakan peraturan dan pranata Hukum Ekonomi (dalam arti luas) atau droit de I’Economie yaitu peraturan pranata hukum yang berisi kebijaksanaan untuk mengarahkan kehidupan ekonomi kesuatu arah yang tertentu, dalam hal pembinaan usaha kecil dan koperasi oleh BUMN kearah pemerataan dan keadilan.

Marc Galenter menguraikan ciri-ciri hukum modern itu terdiri dari 11 (sebelas) karakteristik, antara lain adalah hukum itu lebih bersifat territorial dari personal dalam arti penerapannya tidak terkait pada kasta, agama, atau ras tertentu; sistem diorganisir secara hierarkis dan birokratis; sistem itu juga rasional, yang artinya teknik-tekniknya dapat dipelajari dengan menggunakan logika dari bahan-bahan hukum yang tersedia dan disamping itu hukum dinilai dari sudut kegunaannya sebagai sarana menggarap masyarakat, tidak dari kualitas formalnya; hukum itu bisa diubah dan bukan merupakan sesuatu yang teramat kaku; eksistensi hukum dikaitkan pada (kedaulatan) negara. Di lain pihak Lawrence M. Friedman menonjolkan kultur hukum sebagai sarana untuk mencirikan hukum modern. Sebagaimana diketahui kultur hukum itu adalah suatu konsep yang mengandung arti nilai-nilai serta sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum. Akhirnya dalam konteks hukum modern modern ini Sacipto Raharjo membuat kategori hukum yang modern sebagai berikut, yaitu : mempunyai bentuk tertulis, hukum itu berlaku untuk seluruh wilayah


(31)

dan hukum itu merupakan instrument yang dipakai secara sadar untuk mewujudkan keputusan-keputusan politik masyarakat. 12

Berdasarkan Pasal 88 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN, BUMN dapat menyisihkan sebahagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil dan koperasi yang dilaksanakan melalui program kemitraan dan program bina lingkungan yang lebih lanjut diatur dalam Keputusan Menteri No. KEP-236/MBU/2003 Tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.13

Dengan adanya program kemitraan dan program bina lingkungan, melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN diharapkan bahwa dengan adanya mobilisasi dana pada usaha-usaha kecil tersebut kemudian diharapkan produksi akan bertambah, keuntungan perusahaan meningkat, serta terjadinya pengembangan usaha yang pada akhirnya pendapatan usaha kecil akan meningkat. Peningkatan pendapatan usaha kecil ini sekaligus akan memberikan dampak multiplier pembangunan ekonomi di wilayah bersangkutan.

12

Marc Galenter, Modernisasi Sistem Hukum, dalam Wyron Weinered, Modernisasi

Dinamika Pertumbuhan, (Yogyakarta, Gajahmada Universitas Pres, 1980), hal. 102-104, lihat Sacipto

Raharjo, Modernisasi dan Perkembangan. Kesadaran Hukum Masyarakat, Hukum 6 (Tahun Kelima 1979), hal.133-134 serta Sutjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Alumni 1982), hal.213-214.

13

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil yang selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah Program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program Bina Lingkungan yang selanjutnya disebut Program Bl adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dan dari bagian laba BUMN (Pasal 1 butir 3 dan 4 KEP Men BUMN No.KEP-236/MBU/2003)


(32)

Kebijakan pemerintah untuk menyisihkan dana laba BUMN menunjukkan adanya political will yang baik khususnya bagi usaha kecil dan koperasi, karena secara kuantitas jumlah usaha kecil dan koperasi cukup banyak dan heterogen, tetapi dari segi kualitas masih belum memadai dalam arti belum mampu memanfaatkan resouces secara optimal, akibat tingkat menajemen dan teknologi yang dikuasai masih belum memadai pula. Oleh karena itu, kemitraan antara sektor BUMN selaku pelaku ekonomi yang posisinya sudah kuat, dengan usaha kecil dan koperasi yang posisinya masih lemah merupakan sesuatu “sindikasi” yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat atau keuntungan.

Usaha Kecil dan Koperasi sebagai bagian integral dari usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang “melalui usaha kecil dapat memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan yang luas kepada masyarakat, mewujudkan pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas nasional, keuangan di bidang ekonomi”.14

Berdasarkan hal tersebut, maka kehidupan usaha kecil dan koperasi perlu dilindungi dan diberdayakan dengan memberi dasar hukum bagi pemberdayaan usaha kecil dan koperasi dengan dibentuknya Undang-Undang tentang usaha kecil yaitu Undang-Undang No. 9 Tahun 1995.

14

Sanusi Bintang & Dahlan, Pokok-pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, (Bandung : Citra Aditya, 2000), hal. 53


(33)

Sudah menjadi komitmen pemerintah dan semua pihak yang terkait, bahwa usaha kecil dan koperasi harus terus diupayakan menjadi bagian yang penting dalam menopang pertumbuhan perekonomian bangsa, oleh karenanya upaya-upaya pengembangan dan pembinaan usaha kecil dan koperasi oleh perusahaan BUMN merupakan tanggung jawab sosial perusahaan.

Teori yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan adalah teori Corporate Social Responsibility. (CSR) atau disebut juga tangung jawab social perusahaan. Suatu bisnis tidak hanya dijalankan dengan modal yang berupa uang saja, tetapi juga dibutuhkan suatu sistem pengelolaan yang baik disertai dengan tanggung jawab dan moralitas perusahaan terhadap stakeholders dan masyarakat.15

Konsep tanggung jawab social perusahaan sesungguhnya mengacu pada kenyataan, bahwa perusahaan adalah badan hukum yang dibentuk oleh manusia dan terdiri dari manusia, sebagaimana halnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain, demikian pula perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan bisnis tanpa pihak lain. Ini menuntut agar perusahaan pun perlu dijalankan dengan tetap bersikap tanggap, peduli, dan bertanggung jawab atas hak dan kepentingan banyak pihak lainnya.16

Suatu perusahaan harus bertanggung jawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh atas orang-orang tertentu, masyarakat serta

15

I. Nyoman Tjager, dkk, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi komunitas

Bisnis Indonesia, (Jakarta : Forum For Corporate in Indonesia (FCGI), Prenhallindo, 2003), hal. 142.

16

A Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta : Kanisius, 1998), hal. 122.


(34)

lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi.17 Hal ini ditegaskan dalam Pasal 74

Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan Sumber Daya Alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan-ketentuan Perundang-undangan. Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya setempat masyarakat.

Bagaimanapun di kalangan industri kini sudah sangat jauh berkembang kesadaran baru bahwa usaha mencari laba mereka tidak hanya perlu memperhatikan kepentingan pemilik (Owner), pemegang saham (Stockholder atau Shareholder), ataupun pemodal (investor) semata-mata, tetapi juga wajib memikirkan pihak-pihak lain yang terkena dampak tersebut, yang lazimnya disebut stakeholder.18

Segala keputusan dan tindakan yang diambil oleh perusahaan harus membawa kebaikan bagi segenap perusahaan maupun masyarakat. Perusahaan juga harus mampu bertanggung jawab atas akibat yang timbul dari keputusan tersebut.

Mengingat karakteristik usaha kecil dan koperasi, khsusnya yang menyangkut aspek kapital, skala usaha serta kemampuan personalia yang berbeda dengan usaha skala menengah/ besar (dalam hal ini BUMN), seyogyanya perlakuan, prosedur dan

17

Ibid, hal 126. Bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis, jadi dengan kata lain, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi tujuan sosial adalah dengan tidak mempertimbangkan untung atau rugi ekonomis. Perhatikan K. Bartens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 2000) hal. 296.

18

Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis Ke Etika Ekobisnis, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001) hal. 6


(35)

persyaratan pembinaan bagi usaha kecil dan koperasi perlu dirancang sesuai dengan sifat usaha kecil dan koperasi dengan harapan pembinaan tersebut bisa efektif.

Terakhir yang tak kalah pentingnya dijadikan landasan dalam tulisan ini adalah bagaimana pentingnya ”Legal Culture” (budaya hukum) suatu masyarakat sebagai salah satu unsur berjalannya sistem hukum, disamping substansi dan aparatur hukum. Freidman mengartikan budaya hukum sebagai pandangan masyarakat terhadap hukum, bagaimana peranan hukum dalam masyarakat dan harapan-harapan serta sikap masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Bila diumpamakan sistem hukum sebagai suatu pabrik, substansi hukum yaitu peraturan perundang-undangan adalah produk yang dihasilkan, aparatur adalah mesin yang menghasilkan produk tersebut dan Legal Culture (budaya hukum) adalah orang yang menjalankan mesin tersebut. Dialah yang menentukan kapan mesin itu dihidupkan dan dimatikan dan menghasilkan produk apa.19

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Materi Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptif analisis artinya penulis hanya ingin menggambarkan analisis terhadap pembinaan usaha kecil dan koperasi di PT. Perkebunan Nusantara III.

19

Erman Rajagukguk, Masalah-masalah Hukum Bisnis menyongsong Abad XXI : Reformasi

Hukum Indonesia dan Peranan Para Manager, Kuliah perdana Program Magister Manajemen Pasca


(36)

Pendekatan yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif sosiologis. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Mengutip istilah Ronald Dworkin, penelitian seperti ini juga disebut sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge through judical process).20 Artinya bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen untuk pembinaan usaha kecil dan koperasi di PT. Perkebunan Nusantara III.

Sedangkan penelitian hukum sosiologis diterapkan sebagai alat pembantu untuk melihat pelaksanaan dari pada Kep-Men No.236/MBU/2003 terhadap perusahaan BUMN dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi di PT. Perkebunan Nusantara III serta akan melihat hambatan-hambatan dalam pelaksanaan.

Kemudian untuk menganalisis data digunakan pendekatan kualitatif, yaitu menganalisis data secara mendalam. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kepustakaan, dokumentasi, dan wawancara dengan Pejabat Usaha Kecil dan Koperasi di PTP Nusantara III.

20

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah Disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003, hal. 1


(37)

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara III yang berlokasi di Kota Medan Sumatera Utara. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan oleh pemerintah untuk melaksanakan Pembinaan dan Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sebagai mana tertuang dalam SE. Menteri BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003 dan SE. Menteri BUMN Nomor : SE. 433/MBU/2003.

3. Sumber Data

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari perpustakaan dan dokumen pemerintah. Penelitian lapangan juga dilakukan untuk mendapatkan bahan-bahan guna melengkapi dan menunjang bahan-bahan kepustakaan dan dokumen.

a. Bahan kepustakaan dan dokumen.

Sumber data kepustakaan dan dokumen diperoleh dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan merupakan landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, diantaranya adalah : Undang Undang Dasar 1945, Undang Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN kemudian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan BUMN, Usaha Kecil dan Koperasi.


(38)

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum, dan penelitian lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.

3. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus, ensiklopedia, jurnal-jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan sebagainya yang dieprgunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitian.21

b. Penelitian Lapangan

Penelitian yang dilaksanakan merupakan upaya memperoleh bahan-bahan langsung berupa dokumentasi dari instansi-intansi yang berwenang dan terkait dengan pembinaan usaha kecil dan koperasi dalam hal ini yaitu PT. Perkebunan Nusanatara III.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian lapangan ini adalah ; Pejabat PTP Nusantara III dan perusahaan kecil binaan PT Perkebunan Nusantara III.

4. Alat pengumpulan data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi

21

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 194-195


(39)

dan menganalisis literatur-literatur, laporan penelitian, dokumen-dokumen resmi, serta sumber-sumber bacaan lainnya dengan cara memfotocopy, menyalin atau memindahkan data yang relevan dengan kebutuhan penelitian.

Selain itu dilakukan juga wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Pejabat PT. Perkebunan Nusantara III seputar materi penelitian dengan menggunakan alat pedoman wawancara.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data pendukung yang diperoleh melalui penelitian lapangan sehinggga sampai pada suatu kesimpulan yang akan menjawab seluruh pokok permasalahan dalam penelitian.22

22


(40)

BAB II

DASAR HUKUM BUMN DALAM PEMBINAAN USAHA KECIL DAN KOPERASI

Pengertian dan Peranan BUMN

BUMN merupakan wujud nyata investasi negara dalam dunia usaha dengan tujuan untuk mendorong dan memacu perkembangan perekonomian negara.

Kehadiran BUMN dalam perekonomian Indonesia bermula pada tahun 1950-an, manakala perusahaan-perusahaan Belanda di Nasionalisasikan. Karena milik Negara, pemerintah memberikan keistimewaan dan perlindungan terhadapnya. Sejak itu BUMN-BUMN mendominasi kancah bisnis di dalam negeri. Keberadaan BUMN di Indonesia dilatarbelakangi oleh pemikiran para Founding fathers dalam menyusun UUD RI untuk memasukkan perihal usaha Negara di dalam suatu pasal, yaitu pasal 33 yang menetapkan tiga pelaku ekonomi di dalam perekonomian nasional.

BUMN adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.23 BUMN terdiri dari Perusahaan Perusahaan Perseroan

(Persero) dan Perusahaan Umum (Perum), BUMN adalah kekayaan Negara yang

23


(41)

dipisahkan dan dikelola berdasarkan mekanisme koorporasi, aset BUMN adalah aset/barang milik BUMN bukan aset/barang milik Negara.24

Sebagai Persero BUMN mempunyai ciri-ciri yaitu pertama, berstatus sebagai Badan Hukum Perdata, kedua, hubungan usahanya diatur menurut Hukum Perdata, ketiga, makna usahanya adalah untuk memupuk keuntungan, keempat, modal secara keseluruhan atau sebagian adalah milik Negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan dan kemungkinan adanya joint atau mixed enterprise dengan pihak swasta atau nasional atau asing serta dimungkinkan adanya penjualan saham perusahaan Negara, kelima, sebagai suatu usaha yang berdiri sendiri untuk mencari keuntungan dalam arti tanpa memperoleh fasilitas Negara, keenam, dipimpin oleh suatu Direksi yang mempunyai keahlian di dalam pengetahuan teknis seusai bidang usaha Persero, ketujuh, pegawainya berstatus sebagai perusahaan swasta biasa, kedelapan, pengangkatan Komisaris dan Direksi berdasarkan atas keahlian dan kemampuan, bukan atas jabatan pemegang saham dalam suatu perusahaan.

Sebagai Perum BUMN mempunyai ciri-ciri yaitu pertama, melayani kepentingan umum sekaligus untuk memupuk keuntunganj. Usaha dijalankan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektifitas, dan ekonomis, cost accounting principles dan management effect vennes serta bentuk pelayanan yang baik terhadap masyarakat atau nasabah, kedua, berstatus Badan Hukum dan diatur berdasarkan undang-undang, ketiga, pada umumnya bergerak dibidang jasa vital atau public

24

Herman Hidayat, Harry Z. Soeratin, Peranan BUMN Dalam Kerangka Otonomi Daerah, Makalah disampaikan pada Sosialisasi Peranan BUMN, di Universitas Amir Hamzah, Medan tanggal 9 April 2005


(42)

utilitites, keempat, mempuntai nama dan kekayaan sendiri serta kebebasan bergerak seperti perusahaan swasta, untuk mengadakan atau masuk ke dalam suatu perjanjian, kontrak dan hubungan dengan perusahaan lain.25

BUMN mempunyai keistimewaan karakteristik yang tidak dipunyai oleh badan usaha lain yang dirumuskan sebagai “

“A corporation clothed with the power of government but possessed the flexibility an initiative of a private enterprise” (Suatu badan yang berbaju pemerintah tetapi mempunyai fleksibilitas dan inisiatif sebagai perusahaan swasta). Disinilah letak keampuhan lembaga BUMN.26

BUMN adalah public enterprise yakni sebagai unsur pemerintah (public) dan sebagai unsur bisnis (enterprise). Sebagai public enterprise ada tiga makna terkandung di dalamnya, yakni : public purpose, public ownership dan public control. Dari ketiga makna, public purpose lah yang menjadi inti dari konsep BUMN. Public purpose ini dijabarkan sebagai hasrat pemerintah untuk mencapai cita-cita pembangunan (sosial, politik dan ekonomi) bagi kesejahteraan bangsa dan Negara. Dalam hubungan inilah BUMN sering dilukiskan sebagai alat untuk pencapaian tujuan nasional.27

Peranan BUMN erat berkaitan dengan berbagai tujuan yang perlu dicapai BUMN, seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 yang meliputi kedua BUMN yaitu Persero dan Perum.

25

Ibid, Hal 3. 26

Panji Anaraga, BUMN, Swasta dan Koperasi (Jakarta : Pusataka Jaya, 2002), Hal 2 27


(43)

Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi.

BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan Negara.

Dengan demikian peran BUMN dalam usaha menyediakan barang maupun jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi, oleh pemerintah menjadi tugas BUMN dengan melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.

B. Usaha-Usaha Pemberdayaan dan Kinerja BUMN dalam Perekonomian Masyarakat

1. Usaha-Usaha Pemberdayaan BUMN

Sejak tahun 1969, peranan BUMN dalam menunjang pembangunan nasional semakin meningkat sejalan dengan pelaksanaan pembangunan. Namun pada masa orde baru kinerja BUMN sangat memprihatinkan.28 Kinerja perusahaan dinilai belum

memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan.29

28

Makmur Sya’deillah, Op. Cit, Hal 45 29


(44)

Dalam rangka memberdayakan BUMN, penataan sistem pengelolaan dan pengawasan BUMN telah dilakukan pemerintah sejak waktu yang lalu. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah dengan penataan terhadap peraturan perundangan yang mengatur BUMN.

Berbagai peraturan perundangan telah diberlakukan, seperti Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dengan tujuan mengusahakan adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dan badan usaha Negara yang ada. Selanjutnya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, yang di dalam Undang-undang ini, BUMN disederhanakan bentuknya menjadi 3 (tiga) bentuk usaha Negara yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan.

Sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, pemerintah membuat pedoman pembinaan BUMN yang mengatur secara rinci hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pembinaan, pengelolaan dan pengawasan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998, tentang Persero, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998, tentang Perum dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perjan.

Namun berbagai peraturan perundang-undangan yang ada tersebut masih belum memberi landasan hukum yang kuat di dalam pengembangan badan usaha Negara sejalan dengan perkembangan dunia korporasi. Berdasarkan kenyataan tersebut dan memperhatikan amanat TAP MPR No. IV/MPR/1999, maka dipandang


(45)

perlu untuk menetapkan undang-undang baru yang mengatur BUMN secara lebih komprehensif dan sesuai dengan pembangunan dunia usaha.

Undang-undang yang dimaksud yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Undang-undang tersebut dimaksud untuk memenuhi visi pengembangan BUMN dimasa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Undang-undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, juga untuk menata dan mempertegas peran, lembaga dan posisi wakil pemerintah sebagai pemegang saham/pemilik modal BUMN, serta mempertegas dan memperjelas hubungan BUMN selaku operator usaha dengan lembaga pemerintahn sebagai regelator.30

Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan perekonomian dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan berbagai korporasi dan profesionalisme melalui pembenahan dan pengawasan BUMN yang dilakukan berdasarkan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance), serta melakukan restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai cita-citanya dan menjadi landasan bagi upaya-upaya penyehatan BUMN.

30


(46)

Ke depan, upaya peningkatan kinerja BUMN yang semakin sehat, efisien serta berdaya saing tinggi menjadi penting guna memberikan sumbangan yang makin besar pada kemajuan Negara maupun memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, sebagaimana sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan BUMN lima tahun mendatang yang dituangkan dalam arah kebijakan pengelolaan BUMN, Pada :31

1. Melakukan koordinasi dengan departemen/instansi terkait untuk penataan kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait. Hal ini diperlukan dalam kerangka reformasi BUMN yang menyeluruh. Langkah-langkah perbaikan internal BUMN saja tidaklah cukup, keberhasilan pengelolaan BUMN harus disertai dengan kebijakan secara sektoral.

2. Memetakan BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN public service obligation (PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented), sehingga kinerja BUMN tersebut dapat meningkat dan pengalokasian anggaran pemerintah akan semakin efisien dan efektif, serta kontribusi BUMN dapat meningkat.

3. Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut. Langkah restrukturisasi ini dapat meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi dan sistem prosedur, dan lain sebagainya.

31


(47)

4. Memantapkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsibilitas pada pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial, dan

5. Melakukan sinergi antar-BUMN agar dapat meingkatkan daya saing dan memberikan multiplier effect kepada perekonomian Indonesia. Resource based economic yang memberikan nilai tambah akan ditumbuhkembangkan.

Selanjutnya arah kebijakan tersebut dijabarkan ke dalam program pembangunan yaitu Program Pembinaan dan Pengembangan Badan Usaha Milik Negara. Ini bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja BUMN.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini adalah :

1. Penyelesaian upaya pemetaan fungsi masing-masing BUMN, sehingga fungsi BUMN terbagi secara jelas menjadi BUMN PSO dan BUMN komersial.

2. Pemantapan upaya revitalisasi BUMN, antara lain melalui penerapan GCG dan Statement of Corporate Intent (SCI) serta kontrol kinerja yang terukur, dan

3. Pemantapan pelaksanaan restrukturisasi BUMN.

Selama ini kinerja dan kondisi BUMN Indonesia masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan maupun penyehatan. BUMN masih harus terus diberdayakan sehingga akan memberikan manfaat yang maksimal bagi kemakmuran seluruh rakyat Inonesia. Sebenarnya tujuan BUMN untuk lebih diberdayakan adalah :

1. Untuk lebih mengoptimalkan aset Negara yang dikuasai untuk mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya melalui konsep yang telah dicetuskan yaitu restrukturisasi oleh privatisasi dalam arti seluas-luasnya.


(48)

2. Untuk meningkatkan perannya sebagai pendukung perekonomian nasional yang dapat menberikan kontribusi yang besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik dalam bentuk pajak maupun deviden.

3. Agar mampu berperan sebagai sarana dan prasarana untuk membangun sumber daya manusia Indonesia, yang berjiwa kepemimpinan untuk membawa dunia usaha nasional menuju keberhasilan.

4. Sebagai kekuatan penyeimbang kekuatan ekonomi, melalui peranannya dalam melakukan berbagai aliansi baik dalam tingkat nasional maupun tingkat global, termasuk menciptakan kemitraan dengan pengusaha kecil, pengusaha menengah maupun koperasi.32

2. Kinerja BUMN Dalam Perekonomian Masyarakat

BUMN merupakan wujud nyata investasi Negara dalam dunia usaha dengan tujuan untuk mendorong dan memacu perekonomian Negara. Peran BUMN dalam penyelenggaraan perekonomian guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat sangat penting. Namun dalam pelaksanaan perannya BUMN belum optimal.

Selama ini manajemen pada sejumlah BUMN menunjukkan adanya campur tangan birokrasi pemerintah pada pengelolaan perusahaan. Karena adanya campur tangan itu maka timbul biaya-biaya dalam bentuk konsekuensi keuangan dan biaya yang berupa merosotnya profesionalisme dan pertanggungjawaban dari para manejer perseroan. Dengan kondisi seperti ini maka sering terjadi benturan antara kebijakan

32


(49)

pemerintah sebagai penguasa dengan kebijakan teknis operasional yang telah disusun oleh pihak manajemen BUMN sebagai pengelola. Pada Critical Moment inilah maka dirasakan adanya kendala operasional serta kendala dalam pengambilan keputusan oleh pihak manajemen sehingga akan mempengaruhi kinerja dari kemampuan bersaing BUMN.

Program pembenahan dan penyehatan BUMN mendapat prioritas utama dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997, telah berdampak buruk terhadap perekonomian nasional termasik kinerja BUMN. Dalam mempercepat proses pemulihan perekonomian nasional, pemerintah berupaya meningkatkan peranan BUMN yang terkesan kurang maksimal dan lamban.

Ada beberapa langkah yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kinerja BUMN. Salah satunya dengan melakukan proses privatisasi. Namun karena kondisi BUMN belum sepenuhnya bagus maka sebelum melangkah ke privatisasi pemerintah akan melakukan langkah restrukturisasi dilakukan untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan melalui penajaman focus bisnis, perbaikan skala usaha dan penciptaan core copetencies business. Langkah restrukturisasi itu memang sangat diperlukan dengan tujuan memperbaiki kinerja BUMN agar layak dijual (marketable).33

Masih terdapat BUMN yang secara ekonomi tidak berjalan efisien. Salah satu faktor penyebabnya adalah lemahnya sistem pengelolaan perusahaan dalam

33


(50)

perusahaan BUMN itu. Bila dibiarkan kondisi seperti itu menyebabkan besar kemungkinannya bahwa BUMN akan menjadi penyebab persoalan besarnya beban yang ditanggung langsung oleh negara dalam upaya mempertahankan pengelolaannya. Untuk mengatasi persoalan itu tidak dapat hanya mengandalkan peran Demand-Side seperti hukum, regulasi atau tekanan masyarakat, tetapi harus juga memerankan Supply-Side, yaitu dengan cara menyusun standar etika bisnis dan direktur BUMN harus pula mempunyai komitmen yang kuat untuk menerapkannya.

Untuk mengatasi lemahnya pengelolaan BUMN, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencoba untuk mengadopsi beberapa prinsip good corporate governance. Hal ini dinyatakan jelas pada Pasal 36 ayat (1) UU BUMN yang manyatakan bahwa Perum dalam menyelenggarakan usahanya harus berdasarkan pada prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Ketentuan ini juga diatur dalam Pasal 5 ayat (3) jo. Pasal 6 ayat (3) UU BUMN yang mewajibkan direksi, komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya harus melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran.

Salah satu prinsip profesionalisme dan transparansi tersebut kemudian tertuang dalam pasal 16 ayat (3) jo. Pasal 19 ayat (4) UU BUMN yang menyatakan bahwa setiap anggota direksi yang telah lulus uji kelayakan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan menjadi anggota Direksi. Sedangkan independensi dan kemandirian dari Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawasdiatur


(51)

dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 53 UU BUMN yang melarang mereka untuk memegang jabatan rangkap. Pasal 21 – 23 jo. Pasal 49 – 51, Pasal 32, Pasal 54, Pasal 61 lebih lanjut mengatur mengenai pertanggungjawaban Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas. Sementara itu untuk menjamin akuntabilitas, UU BUMN mewajibkan pembentukan Komite Audit dan Komite lainnya (Pasal 70) serta mewajibkan adanya auditor eksternal untuk memeriksa laporan keuangan (Pasal 71). Selanjutanya dalam Pasal 72 – 86 tentang restrukturisasi dan privatisasi yang menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan badan usaha terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum yang dilaksanakan melalui restrukturisasi dan privatisasi agar perusahaan dapat beroperasi secara lebih efisien, transparan, dan professional sehingga badan usaha dapat memberikan produk layanan terbaik dan memberikan manfaat kepada masyarakat/negara.

Di samping itu UU BUMN juga telah menjamin dan mengatur adanya social responsibility dari BUMN. Hal ini tertuang dalam Pasal 87 ayat (2) yang mengijinkan pembentukan serikat kerja sebagai wadah penyaluran aspirasi dari karyawan agar hak-haknya dapat terpenuhi. Pasal 88 ayat (1) juga memberikan kepastian kepada BUMN untuk menyalurkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Sedangkan Pasal 90 mengatur mengenai donasi untuk amal dan tujuan sosial.

Terlihat bahwa secara umum UU BUMN memang telah mengadopsi beberapa ketentuan dan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik. Namun, perlu kita cermati bahwa ketentuan diatas hanyalah bersifat umum dan perlu penafsiran serta


(52)

pengimplementasian lebih lanjut agar dapat berfungsi dengan baik dan ditingkat lapangan juga penting untuk menjaga penyalahgunaan BUMN dan untuk mengukur kinerja BUMN itu sendiri.

C. Pengertian Usaha Kecil dan Koperasi

Usaha kecil sebagai wadah usaha bagi sebagian besar masyarakat merupakan usaha yang mampu tumbuh dan berkembang secara mandiri dan memberikan andil besar serta menduduki peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi.

Kedudukan usaha kecil sangat penting dalam mewujudkan pembangunan perekonomian nasional suatu negara. Hal ini telah disadari dimana-mana, tidak saja dinegara yang sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga negara-negara maju semacam Amerika Serikat. Di Amerika Serikat dari 5,5 juta usaha yang telah berjalan lancar, ternyata 95 % merupakan usaha kecil. Di Indonesia sendiri data semacam itu belum ada, tetapi menurut perkiraan banyak pengamat, tidak kurang dari 90 % usaha Indonesia adalah usaha kecil, dan menurut catatan Kementrian Negara Koperasi dan UKM di Indonesia terdapat 41 juta usaha kecil.34

Besarnya perhatian pemerintah terhadap usaha kecil dapat kita lihat seperti di Amerika Serikat sebuah negara maju, telah membentuk suatu lembaga yang tugasnya khusus membantu lancarnya pengembangan usaha kecil yaitu Lembaga Administrasi Usaha Kecil (Small Business Administration). Di Australia bila seorang rakyat kecil

34

Singgih Wibowo, dkk, Petunjuk Mendirikan Perusahaan Kecil, Penebar Swadaya, 2000, Jakarta, hal. 1 dan menurut Cat Komerterian Masyarakat Koperasi & UKM, di Indonesia terdapat 41 juta usaha kecil. http : //pikiran-rakyat.com/ cetak/ 2005 Tanggal 10 Desember 2005.


(53)

yang ingin membuka usaha, uluran tangan yang antusias akan diberikan, berbagai peluang ditawarkan, bahkan modal usaha pun dibantu. Di Bangladesh, 80 % uang yang beredar dinegara tersebut dikelola Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengembangkan berbagai jenis perekonomian rakyat.35

Di Indonesia untuk mengembangkan usaha kecil ini pemerintah telah membuat kebijakan-kebijakan, diantaranya menciptakan berbagai fasilitas mulai dari perkreditan sampai dengan upaya memecahkan masalah pemasaran dan berbagai keringanan serta kemudahan, disediakan pemerintah untuk merangsang dan membina usaha kecil.

Keberadaan dan kedudukan usaha kecil di tengah-tengah kehidupan usaha telah mendapat tempat dan perhatian di dalam masyarakat. Karena usaha kecil mampu menyerap tenaga kerja, ikut melancarkan peredaran perekonomian negara dan juga mampu berdampingan dengan perusahaan-perusahaan besar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Usaha kecil juga berfungsi dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional dan mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi khususnya.

Begitu besarnya kedudukan dan peran usaha kecil di dalam pertumbuhan perekonomian rakyat, maka keberadaan usaha kecil perlu diberdayakan dan dilindungi dengan suatu kekuatan hukum yang dibutuhkan untuk mengatur tentang usaha kecil yaitu dengan Undabng-undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

35

Hanif, Iswar Syaputra, dkk, Usaha Kecil dan Mikro di Tengah Arus Globalisasi, Bitra Indonesia, hal.vii


(54)

Dengan adanya Undang-undang tentang Usaha Kecil ini, para pengusaha kecil dapat meningkat kiprahnya dalam pembangunan ekonomi. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil dan koperasi dalam menumbuhkan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan sehingga usaha kecil dan koperasi mampu tumbuh dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

Dalam penjelasan Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 9 Tahun 1995 tersebut, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan usaha kecil dalam pasal ini meliputi usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional.

Usaha kecil (small Business) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kreteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang usaha kecil.

Oleh Small Business Administration Amerika (Lembaga Administrasi Usaha Kecil di Amerika) dinyatakan bahwa yang dikatakan bisnis kecil ialah

1. Sebuah pabrik yang didirikan dan dijalankan oleh beberapa karyawan. 2. Usaha grosir dengan jumlah penjualan kurang dari US $200.000 setahun

3. Usaha toko eceran, perusahaan konstruksi, usaha jasa dengan jumlah penghasilan setahun dari US $50.000.36

Lain lagi pengertian yang diberikan oleh commite for Economic Development, yang menggunakan ciri-ciri sebuah bisnis kecil ialah :

1. Manajemennya dilakukan secara bebas, biasanya pemilik langsung menjadi manejer.

36


(55)

2. Modal berasal dari pemilik atau kelompoknya.

3. Daerah operasinalnya bersifat lokal dan si pemlik bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi.

4. Dalam usaha industri ukuran besar dan kecil itu sangat relatif suatu bisnis dikatakan kecil jika dibandingkan bisnis yang sejenis.

Potret usaha kecil pada umumnya adalah merupakan usaha keluarga dengan modal yang terbatas; tidak memiliki manajemen dan perencanaan usaha yang jelas; menggunakan teknologi dan peralatan yang sederhana; tidak memiliki akses pemasaran langsung kepada konsumen; egois dan kurang memiliki rasa kebersamaan; kurang memiliki komitmen dan etika bisnis; tidak memiliki kemandirian dalam berusaha (tingkat ketergantungannya tinggi); umumnya berasal dari masyarakat yang tidak memiliki budaya bisnis (masyarakat agraris) sehingga kurang memiliki wawasan bisnis; serta minim dan kesulitan untuk mengakses berbagai informasi.37

Dari potret dan ciri-ciri tersebut, dan di tengah-tengah persaingan usaha yang sangat ketat sebagaimana yang terjadi saat ini usaha kecil pada hakikatnya belum layak disebut pengusaha.

Mengenai batasan kreteria suatu usaha diklasifikasikan menjadi usaha kecil pada awalnya dieprgunakan berbagai ukuran. Ada yang menggunakan ukuran jumlah penjualan tahunan dan jumlah gaji pekerja. Ada juga yang menggunakan jumlah pekerja, besarnya tenaga listrik yang dipakai dan besarnya modal yang ditanam, bahkan jenis pembeli dan daerah pemasaran sering dijadikan patokan.

37


(56)

Di Indonesia, dahulu usaha yang digolongkan kecil jika menggunakan tenaga listrik 5 KVA atau menggunakan tenaga kerja 50 orang. Kemudian digunakan ukuran modal untuk menentukan besar kecilnya usaha. Perusahaan dikatakan kecil jika : a. Usaha perdagangan atau jasa yang dijalankan memiliki modal yang tidak lebih

dari Rp. 40 juta (empat puluh juta rupiah).

b. Usaha produksi/ industri atau jasa konstruksi yang mempunyai modal tidak lebih dari Rp. 100 juta (seratus juta rupiah).

Ciri-ciri lain yang dapat digunakan sebagai ukuran apakah suatu usaha tergolongan kecil :

a. Usaha dimiliki secara bebas, terkadang tidak berbadan hukum, b. Operasinya tidak memperlihatkan keunggulan yang mencolok, c. Usaha dimiliki dan dikelola oleh satu orang,

d. Usaha tidak memiliki karyawan,

e. Modalnya dikumpulkan dari tabungan milik pribadi, atau

f. Wilayah pasarnya bersifat lokal dan tidak terlalu jauh dari pusat usahanya.38

Secara umum pengertian perusahaan kecil mengacu pada ciri-ciri : a. Manajemen berdiri sendiri :

Pada umumnya para manajer perusahaan kecil adalah juga pemilik. Dengan predikat yang disandang, mereka memiliki kebebasan luas untuk bertindak dan mengambil keputusan.

38


(57)

b. Investasi modal terbatas, pada umumnya modal perusahaan kecil disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik karena jumlah modal yang diperlukan relatif kecil dibandingkan modal yang diperlukan perusahaan-perusahaan besar.

c. Daerah operasinya lokal. Dalam hal ini majikan dan karyawan tinggal dalam satu lingkungan yang berdekatan dengan letak perusahaan. Meskipun demikian, tidak berarti perusahaan kecil hanya melayani pasar setempat. Sering kali dijumpai pemasaran perusahaan kecil bahkan mencapai lingkungan nasional.

d. Ukuran secara keseluruhan relatif kecil (penyelenggaraan dibidang operasinya tidak dominan).39

Sedang kriteria tentang usaha kecil menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1995, disebutkan dalam Pasal 5 Undang-undang tersebut yaitu :

1. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut :

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau,

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

c. milik warga negara Indonesia.

d. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

39


(58)

e. berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk Koperasi.

2. Kriteria sebagaimana dalam ayat (1) huruf a dan b, nilai nominalnya dapat diubah dengan perkembangan perekonomian, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf e, Undang-undang No. 9 Tahun 1995 tersebut jelas Koperasi telah dikategorikan sebagai usaha kecil.

Koperasi adalah suatu bentuk kerja sama dalam lapangan perekonomian. Kerja sama ini karena adanya kesamaan jenis kebutuhan hidup mereka. Orang-orang ini bersama-sama mengusahakan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan yang bertalian dengan perusahaan atau rumah tangga mereka. Untuk mencapai tujuan diperlukan adanya kerja sama yang akan berlangsung terus; oleh sebab itu dibentuklah suatu perkumpulan sebagai bentuk kerja sama itu.

Secara umum koperasi berasal dari kata-kata Latin yaitu Cum yang berarti dengan dan Aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata ini, dalam bahasa Inggris dikenal istilah Co dan Operation, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Cooperative Vereneging yang berarti bekerja bersama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dari kata Co Operation kemudian diangkat menjadi istilah ekonomi sebagai Kooperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal istilah KOPERASI, yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang sifatnya sukarela.

Apabila dirujuk kepada Undang-undang No. 25 Tahun 1992, Tentang Perkoperasian, pada Pasal 1 butir 1, disebutkan : “Koperasi adalah badan usaha yang


(59)

beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.

Koperasi Indonesia berasaskan kekeluargaan. Hal ini secara jelas tertuang didalam Pasal 2 Undang-undang No. 25 Tahun 1992. Asas kekeluargaan adalah asas yang memang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia dan telah berurat-berakar dalam jiwa bangsa Indonesia.

Menurut Nindyo Pramono sebagaimana dikutip dalam buku R. T. Sutantya Rahardja H, mengatakan Koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk keluar sebagai anggota menurut peraturan yang ada; dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.40

Dari pengertian di atas maka Koperasi Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Adalah suatu badan usaha yang pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan memperoleh keuntungan ekonomis. Oleh karena itu koperasi di beri peluang pula untuk bergerak di segala sektor perekonomian, dimana saja, dengan mempertimbangkan kelayakan usaha.

40

Nindyo Pramono sebagaimana dikutip dalam Sutantya Rahardja Hadikusuma, Hukum


(1)

7.1.2. Asli dari Surat Keterangan Tanah No. 593/192/PB/XII/1998 tanggal 26 Desember 1998 yang akan dikembalikan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA setelah PIHAK KEDUA mengembalikan seluruh pinjaman pokok dan bunganya :

7.2. PIHAK KEDUA tidak dibenarkan mengalihkan kepemilikan atas barang jaminan selama masa perjanjian masih berlangsung tanpa ada persetujuan dari PIHAK PERTAMA ;

7.3. Apabila PIHAK KEDUA ternyata melakukan cidera janji (wanprestasi) sebagaimana ditetapkan dalam Pasal – 12 Surat Perjanjian ini, maka dengan ini PIHAK KEDUA memberikan Kuasa kepada PIHAK PERTAMA untuk menjual jaminan tersebut kepada pihak lain sesuai ketentuan yang berlaku dan selanjutnya mengambil dari harga jual tersebut sebesar bagian yang menjadi kewajiban PIHAK KEDUA berdasarkan Surat Perjanjian ini ;

KEWAJIBAN PIHAK KEDUA Pasal – 8

Sehubungan dengan bantuan pinjaman yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA berdasarkan Surat Perjanjian ini. PIHAK KEDUA berjanji mengikatkan diri untuk : 8.1. Mengembalikan seluruh jumlah pokok pinjaman berikut bunga yang telah

disepakati sesuai dengan waktu dan jumlah yang telah disepakati dalam Surat Perjanjian ini ;

8.2. Menggunakan dana bantuan pinjaman tersebut untuk keperluan-keperluan yang tidak bertentangan dengan maksud peruntukan pinjaman ;

8.3. Membuat dan menyampaikan laporan berkala secara tertulis setiap triwulan, semester dan tahunan sesuai petunjuk PIHAK PERTAMA yang berisikan keterangan-keterangan perkembangan usaha PIHAK PERTAMA ;

8.4. Mengikuti bimbingan-bimbingan dan atau pembinaan yang dilakukan oleh PIHAK PERTAMA ;

8.5. Menjalankan usahanya tidak menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku ; 8.6. Menghindari dampak lingkungan terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar

tempat usaha dari akibat kegiatan usaha/ proses produksi ;

8.7. Membebaskan seluruh kekayaan PIHAK KEDUA yang menjadi jaminan pinjaman berdasarkan Surat Perjanjian ini dari beban penjaminan terhadap pihak lain ;

8.8. Melaporkan kegiatan Usaha dan Laporan Keuangan setidak-tidaknya setiap Triwulan kepada Pihak pertama, bentuk laporan ditentukan oleh Pihak Pertama.


(2)

KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA Pasal – 9

Sehubungan dengan pelaksanaan Surat Perjanjian ini, PIHAK PERTAMA memiliki kewajiban sebagai berikut :

9.1. Melaksanakan pembinaan terhadap PIHAK KEDUA terkait dengan upaya pengembangan kegiatan usaha PIHAK KEDUA sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;

9.2. Menanggung biaya-biaya yang timbul dari kegiatan pembinaan tersebut, termasuk tetapi tidak terbatas pada biaya-biaya perjalanan selama melakukan kegiatan pembinaan dan atau monitoring ;

9.3. Memberikan petunjuk kepada PIHAK KEDUA dalam membuat laporan berkala termasuk laporan keuangan ;

9.4. Melakukan pengawasan terhadap barang jaminan.

PERNYATAAN DAN PENGAKUAN PIHAK KEDUA Pasal – 10

10.1. PIHAK KEDUA dengan ini menyatakan dan mengakui dengan sebenar-benarnya hal-hal atau keterangan-keterangan sebagai berikut :

10.1.1. PIHAK KEDUA adalah pelaku usaha kecil sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ;

10.1.2. PIHAK KEDUA pada saat Surat Perjanjian ini ditandatangani memiliki ijin untuk menjalankan usaha sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku ;

10.1.3. PIHAK KEDUA pada saat Surat Perjanjian ini ditandatangani tidak sedang dinyatakan pailit oleh pengadilan di Indonesia dan tidak sedang dalam keadaan bersengketa, kepada pihak lain yang dapat mempengaruhi aset atau menganggu jalannya usaha PIHAK KEDUA ;

10.1.4. Seluruh jaminan yang diserahkan berdasarkan Surat Perjanjian ini, tidak sedang dibebani oleh jaminan lain dalam nama dan bentuk apapun ; 10.2. PIHAK KEDUA bersedia dituntut berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku

apabila ternyata dikemudian hari terbukti bahwa apa yang dinyatakan oleh PIHAK KEDUA adalah tidak benar ;

PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN Pasal – 11

PIHAK KEDUA memberikan ijin kepada PIHAK PERTAMA atau Kuasanya sewaktu-waktu untuk memeriksa pembukuan, memanggil dan menegur PIHAK


(3)

KEDUA dalam hubungannya dengan kepentingan PIHAK PERTAMA mengenai informasi perkembangan usaha dan informasi lainnya yang dipandang perlu, dan PIHAK KEDUA bersedia membantu untuk melayani pemeriksaan pembukuan, memenuhi panggilan ataupun mengindahkan teguran dari PIHAK PERTAMA atau yang dikuasakan oleh PIHAK PERTAMA ;

CIDERA JANJI DAN SANKSI Pasal – 12

12.1. PIHAK KEDUA dinyatakan cidera janji apabila pembayaran cicilan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal – 5 Surat Perjanjian ini tidak dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA tepat waktu, maka PIHAK PERTAMA tanpa pemberitahuan tertulis terlebih dahulu dapat memberikan teguran tertulis kepada PIHAK KEDUA ;

12.2. Dalam hal PIHAK KEDUA tidak melaksanakan pembayaran cicilan selama 6 (enam) bulan setelah jatuh tempo, maka setelah diberitahukan terlebih dahulu kepada PIHAK KEDUA dengan segala pertimbangan yang ada, maka PIHAK PERTAMA dapat memindah tangankan jaminan yang disepakati dalam Surat Perjanjian ini kep[ada pihak lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk melunasi sisa pinjaman PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA ;

12.3. Dalam hal hasil yang diperoleh dari pemindahtangan jaminan tersebut ternyata melebihi kewajiban PIHAK KEDUA, maka kelebihan tersebut akan dikembalikan PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA, akan tetapi jika ternyata masih kurang maka kekurangan tersebut harus dipenuhi oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA ;

12.4. Penyimpangan atas ketentuan Pasal 12.2. diatas, hanya dapat terjadi karena alasan penjadwalan kembali (rescheduling) atau penyesuaian persyaratan (reconditioning) atas kewajiban PIHAK KEDUA dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari PIHAK PERTAMA.

PEMBERITAHUAN RESMI Pasal – 13

13.1. Setiap Pemberitahuan /Laporan/Persetujuan dan hal-hal yang dipandang perlu dalam melaksanakan Pasal-pasal dalam perjanjian yang dilakukan oleh salah satu Pihak kepada pihak lain harus dilakukan secara tertulis dan disampaikan dengan cara (i) dengan diantar langsung yang dilengkapi Bukti tanda penerimaan (ii) dengan Pos tercatat atau (iii) melalui Facsimile/Telex (disusul dengan konfirmasi melalui udara tercatat atau diantar langsung) sebagaimana


(4)

dipilih oleh pihak yang akan memberikan pemberitahuan tersebut. Pemberitahuan itu dianggap diterima pasal (i) tanggal penerimaan jika diantar langsung atau (ii) tanggal hari ketiga setelah dikirim melalui Pos tercatat, atau (iii) tanggal pengiriman jika dikirim melalui Telex/Facsmile yang mana lebih dahulu.

PIHAK PERTAMA

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) Jalan : Jl. Sei Batang Hari No.2 Medan Telepon : 061 – 8452244, 8453100

Facsimile : 061 - 8455177

Nomor AC : PTPN – III / DANA PUKK. AC No. 0053-01-000-176-30-9 pada BRI Medan Putri Hijau.

Untuk Perhatian : Bpk. H. Zulfarmin Lubis, Ak Jabatan : Direktur Keuangan

PIHAK KEDUA DERRY MOTOR

Jalan : Dusun VII Pekan Desa Prapat Janji Kec. Buntu Pane Pemkab. Asahan.

Telepon : -

Facsimile : -

Nomor Account : -

13.2. Setiap perubahan alamat korespondensi resmi sebagaimana tertera dalam Pasal 18.1 diatas harus diberitahukan terlebih dahulu kepada pihak lainnya paling lambat 3 (tiga) hari sebelum perubahan tersebut dilakukan :

ADDENDUM PASAL – 14

Perubahan dan penambahan satu atau beberapa Pasal dalam Surat Perjanjian ini yang akan dibuat kemudian oleh Para Pihak maka ketentuan Pasal tersebut adalah mengikat dan merupakan satu kesatuan dari Surat Perjanjian ini.

PENYELESAIAN PERSELISIHAN DAN DOMISILI HUKUM PASAL – 15

15.1. Setiap perselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang timbul antara PIHAK PERTAMA DAN PIHAK KEDUA sehubungan dengan atau sebagai akibat dari adanya Perjanjian ini, maka akan diselesaikan secara musyawarah dengan tata cara sebagai berikut :


(5)

a. Pihak yang merasa dirugikan kepentingannya mengirimkan surat permintaan musyawarah dilengkapi dengan uraian mengenai permasalahan dan pandangan pihak tersebut mengenai permasalahan yang timbul ;

b. Para Pihak sepakat bahwa tempat musyawarah ditetapkan ditempat kedudukan PIHAK PERTAMA.

c. Musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan atau perbedaan antara Para Pihak ditetapkan untuk waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak surat permintaan musyawarah diterima oleh Pihak yang dimintakan untuk musyawarah.

15.2. Musyawarah dianggap tidak mencapai kata sepakat apabila jangka waktu musyawarah terlewati tetapi tidak diperoleh mufakat atau apabila Para Pihak telah sepakat bahwa musyawarah tidak berhasil menghasilkan kemufakatan meskipun jangka waktu untuk bermusyawarah belum berakhir. Oleh karena itu, maka para Pihak sepakat untuk memilih Domisi yang tetap dan umum dikantor Panitera Pengadilan Negeri di Medan.

15.3. Selama proses musyawarah masih berlangsung, PIHAK KEDUA tidak diperkenankan menghentikan kewajibannya ;

ITIKAD BAIK PASAL – 16

16.1. Surat Perjanjian Kerjasama ini dilaksanakan dengan itikad baik, tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun dan dengan menghormati segala ketentuan yang berlaku dan Para Pihak secara bersama-sama bertanggungjawab atas pelaksanaan Surat Perjanjian ini serta tunduk dan patuh kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

16.2. Dalam hal terjadi satu, sebagian atau lebih ketentuan dalam perjanjian ini menjadi tidak berlaku atau tidak dapat dilaksanakan karena adanya suatu peraturan perundang-undangan, putusan atau kebijaksanaan dari Pemerintah, maka hal tersebut tidak menyebabkan ketentuan-ketentuan yang lainnya dari Perjanjian ini menjadi tidak berlaku atau tidak mengikat kecuali para Pihak menghendaki lain.

16.3. Segala sesuatu yang belum diatur atau belum jelas diatur dalam Perjanjian ini akan dibicarakan oleh Para Pihak dengan musyawarah mufakat ;


(6)

LAIN-LAIN PASAL – 17

17.1. Semua Kuasa dan wewenang yang diberikan dalam perjanjian ini merupakan bagian terpenting dan tidak terpisahkan dari Perjanjian dan tidak dapat ditarik atau dicabut kembali dan juga tidak menjadi berakhir atau terhapus jika pemberi kuasa atau yang memberi wewenang dibubarkan atau karena timbul peristiwa apapun dan para pihak dengan ini melepaskan dan menyatakan tidak berlaku atau mengesampingkan pasal 1813 dan pasal 1816 KUH Perdata. 17.2. Judul pada setiap Pasal Perjanjian dipakai hanya untuk memudahkan membawa

perjanjian karenanya judul tersebut tidak memberikan penafsiran apapun atas isi perjanjian.

Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 ( dua ) dan diberikan materai yang cukup sehingga mempunyai kekuatan hukum yang sama.

PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA

DERRY MOTOR PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

Direksi

JULIANA H. ZULFARMIN LUBIS, Ak Pimpinan Usaha Direktur Keuangan

Diketahui/disetujui oleh : PIHAK KEDUA

ARGO PRIYANTO Suami