Sanksi Tindak Pidana Narkoba 1. Menurut Hukum Positif

43 Pasal 112 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman beratnya melebihi 5 gram, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun + denda Rp. 800 juta – Rp. 8 Miliar. Pasal 117 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan II bukan tanaman beratnya melebihi 5 gram, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun + denda Rp. 600 juta – Rp. 5 Miliar. Pasal 122 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan III bukan tanaman beratnya melebihi 5 gram, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun + denda Rp. 400 juta – Rp. 3 Miliar. c. Produsen Pasal 113 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun + denda Rp. 1 – 10 Miliar. 44 Pasal 118 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan Narkotika Golongan II, beratnya melebihi 5 gram, dipidana dengan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun + denda Rp. 800 juta – Rp. 800 Miliar. Pasal 123 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan Narkotika Golongan III, beratnya melebihi 5 gram, dipidana dengan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 10 tahun + denda Rp. 600 juta – Rp. 5 Miliar Sama halnya dengan undang-undang narkotika, Undang-Undang Psikotropika No. 5 Tahun 1997 juga memberikan sanksi yang sangat berat bagi pelanggar ketentuan- ketentuan yang telah diatur didalamnya. Dalam pasal 59 sampai dengan pasal 66 yang mana seluruhnya merupakan kejahatan. Ancaman hukuman untuk penyalahgunaan psikotpoka maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup dan pidana denda berkisar antara Rp. 60 jua – Rp. 5 Miliar. a. Sebagai Pengguna : dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 59 dan 62, dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 15 tahun + denda. b. Sebagai Pengedar : dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 59 dan 60, dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun + denda 45 c. Sebagai Produsen : dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 59 dan 60, dengan a Memproduksi, mengedarkan, mengimpor, mengekspor, memiliki, menyimpan dan membawa, pidana penjara min 4 tahun max 15 tahun + denda min Rp. 150 juta max Rp. 750 juta 34 . d. Jika dilakukan secara terorganisir, pidana mati atau seumur hidup atau pidana selama 20 tahun + denda Rp. 750 juta. 35 Dari uraian ketentuan pidana di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa narkotika dan psikotropika terdiri dari golongan I, II dan III. Masing-masing golongan tersebut mempunyai tingkatan bahaya yang berbeda dan sanksinya pun berbeda masing-masing golongan tersebut. C.2. Menurut Hukum Islam Hukuman atau hukum pidana dalam I slam disebut dengan „al-Uqubat’ bentuk tunggalnya dan al-Uquubat jama’nya yang meliputi baik hal-hal yang merugikan maupun tindak kriminal. Dalam kamus al-Munawir uqubat asal katanya dari aqba, aqban, uquuban yang berarti hukuman tujuan pokok. 36 Islam secara jelas dan tegas telah mengatur bentuk-bentuk hukuman untuk setiap pelanggaran atas larangan Allah SWT, baik berupa had, maupun takzir. 37 Hukuman had adalah hukuman yang ditetapkan oleh nash yang merupakan hak Allah. Takzir adalah hukuman yang tidak ada nashnya dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan hakim. 34 Pasal 59 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika 35 Pasal 59 ayat 2 tentang Psikotropika 36 Ahmad Warson Munawir, Al-munawir, Surabaya, Pustaka Progresif, 1997 h. 952 37 A. Hanafi, Asas-ASas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, h. 10 46 Meminum khamr ditetapkan sanksi hukum had, Menurut penapat Hanafi dan Maliki peminum khamr akan dijatuhkan hukuman cambukjilid 80 kali. 38 Imam Syafi’I menyatakan bahwa had bagi peminum khamr adalah 40 kali cambuk, hal ini didasarkan kepada tindakan Ali bin Abi Thalib yang mencambuk Walid bin Uqbah dengan 40 kali cambuk, hal ini pula merupakan sanksi hukum yang diperintahkan Rasulullah yang dilaksanakan pada saat Abu Bakar Al-Shiddiq menjabat khalifah. Meski demikian, mazhab Syafi’I kemudian menjelaskan bahwa hakim boleh saja menambah hukuman menjadi 80 kali dera dengan perincian 40 kali sebagai hukuman had dan sisanya adalah hukuman takzir. Karena tidak ada nash yang jelas tentang had tindak pidana ini. 39 Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah menegaskan bahwa jika meminum khamr setelah dikenai sanksi hukum masih melakukan dan terus melakukan beberapa kali empat kali hukumannya adalah hukuman mati. 40 Larangan atas mengonsumsi khamr, berlaku pula bagi para produsen dan pengedar atau pedagangnya. Sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sa’id bin Yazid bin Ibrohim At-Tastari. Telah menceritakan kepada kami Abu Asim dari Su’aib. Saya telah mendengar Anas bin Malik atau telah menceritakan kepada kami Anas: berkata Anas, Rasulullah yelah melaknat tentang Khamr sepuluh golongan, yaitu: produsennya 38 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 101 39 Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, Tafsir Al-Qura’an Tematik, Jakarta: Kamil Pustaka, 2014, h. 88 40 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, h. 101 47 pembuatnya, pengedarnya, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya dan pemesannya”. 41 Seperti halnya sanksi peminum khamr, pengguna narkoba ditetapkan sanksi hukumannya adalah had. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu T aimiyah “sesungguhnya ganja itu haram, dijatuhkan sanksi had orang yang menyalahgunakannya, sebagaimana dijatuhkan had bagi peminum khamr”. 42 Ulama berbeda pendapat mengenai sanksi terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba, jika dilihat menurut hukum pidana Islam ada yang berpendapat sanksinya adalah takzir. Wahbah Zuhaili dan Ahmad Al-Hasari berpendapat bahwa pelaku penyalahgunaan narkoba diberikan sanksi takzir, karena : - narkoba tidak ada pada masa Rasulullah, - narkoba lebih berbahaya dibandingkan dengan khamar, - narkoba tidak diminum seperti halnya khamr dan - narkoba jenis dan macamnya banyak. Masing-masing mempunyai jenis yang berbeda. 43 Al- Qur’an dan Sunnah tidak menjelaskan tentang sanksi hukum bagi produsen, dan pengedar narkoba. Oleh karena itu, sanksi sanksi hukum bagi pengedar dan produsen narkoba adalah takzir. Jarimah takzir adalah hukuman pendidikan atas dosa tindak pidana 41 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Daar al-Fikr, 1415H, h.312 42 Mardani, Penyalahgunaan Narkoba : Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, h. 127 43 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah Jakarta: Amzah, 2013, h. 176-177 48 yang belum ditentukan hukumannya oleh syara. Penentuan hukumannya adalah hak penguasa,hukumannya belum ditentukan oleh syara dan batas minimal dan maksimal. 44 Hukuman takzir bisa berat atau ringan tergantung kepada proses pengadilan otoritas hakim. Menurut Abdul Aziz Amir sanksi takzir itu ada banyak macamnya yaitu: 45 1. Sanksi yang mengenai badan seperti hukuman mati dan jilid 2. Sanksi yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang seperti penjara dan pengasingan 3. Sanksi yang berkaitan dengan harta seperti denda, penyitaan, perampasan dan penhancuran. 44 Prof Muhammad abu Zahra, ushul fiqih, Jakarta firdaus, 1997, h. 355 45 Mardani, 129-130 49

BAB IV KEPPRES NOMOR 7G2012 TENTANG PEMBERIAN GRASI TERPIDANA MATI

NARKOBA ANALISIS KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM

A. Grasi Dalam Hukum Islam

Dalam kalangan ulama fikih, grasi dikenal dengan istilah al- Syafa’at di ambil dari kata al- Syaf’u. Menurut ahli fiqih bermazhab maliki, Fakhruddin ar-Razi definisi syafa’at diartikan sebagai suatu permohonan dari seseorang terhadap orang lain agar keinginannya dipenuhi. 1 Dasar hukum kata syafa’at grasi diambil dari Al-Qur’an dalam surat an-Nisa ayat 85, yaitu :                          Artinya : “Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian pahala dari padanya. Dan barangsiapa yang memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian dosa daripadanya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu” Ahli hukum Mazhab Maliki mengartikan grasi dalam hukum pidana umum dengan istilah Syafaat . Menurutnya syafaat ialah “suatu permohonan untuk dibebaskan 1 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT.IchtiarBaru van Hoeve, 2006, hlm 412 50 atau dikurangi dari menjalani hukuman terhadap suatu tindak pidana yang telah dilakukan”. 2 Pengertian Syafa’at yang sangat tepat diterapkan dalam kepidanaan Islam adalah seperti yang dikemukakan oleh al- Jurjani: “Suatu perbuatan untuk dibebaskan atau dikurangkan dari menjalani hukuman suatu tindak pidana yang telah dilanggarnya. 3 Pengampunan merupakan salah satu faktor pengurangan atau penghapusan hukuman baik diberikan oleh korban atau walinya, atau oleh penguasa negara. Pengaruh pengampunan hanya berlaku pada jarimah Qishah Diyat dan Takzir, tetapi tidak berlaku untuk jarimah Hudud. Pengampunan dalam Islam memang ada dan dibolehkan, pemberian pengampunan terhadap pelaku pidana adalah hal yang terpuji dihalalkan dalam batas- batas yang sempit, akan tetapi tidak semua tindak pidana bisa mendapatkan pengampunan karena tergantung pada pertimbangan kemashlahatan umat. Tindak pidana dalam Islam, berdasarkan berat ringannya hukuman ada tiga jenis, yaitu hudud, qisas diyat dan takzir. 4 Berikut Jenis-jenis pidana dalam Islam yang memberikan pengampunan terhadap pelaku pidana tersebut : Pertama, jarimah hudud, pidana yang diancam hukuman had terbatas, yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya menjadi hak Allah SWT. Dengan demikian, maka hukuman tersebut tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi , seperti 2 Ibid, h. 411 3 Fatchur Rahman, Hadits-hadits Tentang Peradilan Agama. Jakarta: BulanBintang. 1977, hlm. 24. 4 Makrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004, h. 11 51 tindak pidana zina, qadzaf menuduh orang lain berbuat zina, minum khamr minuman keras, hirabah, murtad dan pemberontakan. Ditinjau dari segi ampunan dalam jarimah hudud tidak ada unsur pemaafaan dari pihak manapun, baik dari si korban, wali maupun hakim termasuk kepala Negara atau kepala pemerintahan. 5 Sedangakan pada pencurian, hal tersebut ada sedikit keringanan atas pemberian syafaat. Hal ini dibolehkan apabila si pelaku sewaktu ia telah mencuri taubat dan barang curiannya dikembalikan sedangkan perkaranya belum diperoses. Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa dalam jarimah hudud hakim atau penguasa tidak boleh memberikan pengampunan kepada yang melakukannya, apabila kasus tersebut telah dijatuhkan ke pengadilan atau telah divonis oleh pengadilan. 6 Kedua jarimah qisas dan diyat, ialah perbuatan yang diancam dengan hukuman qisas pelaksanaan hukuman dengan cara sebagaimana pelaku pidana melaksanakan perbuatan yang mengakibatkan orang lain wafat atau diyat denda materiil. Jarimah qisas ada 5 macam yaitu: - Pembunuhan sengaja, - Pembunuhan semi sengaja, - Pembunuhan tersalah tidak sengaja, - Penganiayaan sengaja dan - Penganiayaan tersalah tidak sengaja. Adapun pada tindak pidana qisas, pengampunan bisa diberikan oleh si korban atau walinya, dalam hal ini, pengampunan yang diberikannya mempunyai pengaruh. 5 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 412 6 Ibid, h. 412 52 Karena itu si korban bisa memaafkan hukuman qisas untuk diganti dengan hukuman diyat sebagaimana ia juga bisa membebaskan si pelaku dari hukuman diyat. Menurut Imam Syafi’I, Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, pada jarimah qisas diyat unsur pemaafan ada pada pihak si korban atau walinya. Akan tetapi, kalau si korban tidak cakap masih di bawah umur atau gila, misalnya dan ia tidak memiliki wali, kepala Negara yang menjadi walinya. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam yang mengatakan “penguasa adalah wali bagi siapa saja yang tidak mempunyai wali”, akan tetapi dengan syarat pemberian maaf itu tidak boleh dengan cuma-cuma. 7 Islam menetapkan hukuman qisas sebagai hukuman bagi pembunuhan, tetapi Islam tidak mengatakan bahwa itu mutlak harus dilaksanakan, untuk itu diperbolehkan untuk memberi pengampunan atau diganti dengan diyat atau bahkan hapus seluruhnya. Dasar adanya hak memberikan pengampunan bagi korban atau walinya ialahfirman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 178 artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik.” Ketiga jarimah takzir, ialah hukum yang disyariatkan atas tindakan maksiat atau tindak kejahatan lain yang tidak ada ketentuan hudud atau kifaratnya. 8 . Takzir berarti 7 Muhammad Ahsin Sakho, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bogor: PT. Kharisma Ilmu, 2007 h. 101-102 8 Maawardi Noor, Garis-Garis Besar Syariat Islam, Jakarta: Kharul Bayan Sumber Pemikiran Islam, 2002, h. 30