Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Penyakit jantung koroner PJK merupakan salah satu penyakit jantung yang gangguannya terjadi di pembuluh darah koroner. Fungsi dari pembuluh darah tersebut adalah memberikan suplai darah berupa nutrisi dan oksigen untuk otot-otot jantung sehingga jantung dapat berkontraksi dan memberikan suplai darah ke seluruh tubuh. Menurut World Heart Organization WHO, PJK menjadi penyebab paling tinggi mortalitas di dunia sebanyak 7,3 juta penduduk dari seluruh angka mortalitas penyakit jantung pada tahun 2008 yang terjadi sebanyak 17,3 juta penduduk yaitu 30 persen dari kejadian mortalitas di dunia dan diperkirakan akan meningkat lebih dari 23,6 juta penduduk pada tahun 2030. 1,2,3 Menurut American Heart Association AHA, di wilayah Asia prevalensi penyakit paling banyak akibat jantung dan pembuluh darah adalah hipertensi sebesar 21,0 penduduk, diikuti oleh 6,1 penduduk yang memiliki penyakit jantung, 3,7 penduduk yang memiliki PJK, dan 1,9 penduduk yang memiliki stroke. Pada tahun 2011, 17.050 kematian diantara penduduk Asia dan Pasifik adalah karena penyakit jantung, 7.828 kematian karena PJK, dan 2.476 kematian karena infark miokard. Data lain di Amerika Serikat pada tahun 2009 menyatakan bahwa kejadian mortalitas karena PJK ini adalah 1 dari 6 orang dan angka kejadiannya yaitu 386.324 penduduk. Mortalitas yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak ada gejala sebelumnya itu dialami oleh 50 laki-laki dan 64 pada perempuan. Diperkirakan pada tahun 2030, prevalensi PJK akan meningkat sebesar 18 dari perkiraan tahun 2013. 3,4 Data insidensi AHA pada tahun 2013, menyatakan bahwa setiap 44 detik warga Amerika akan mengalami infark miokard dan diperkirakan sekitar 635.000 penduduk yang akan mengalami kasus infark miokard atau kematian karena PJK pada tahun 2013. Perkiraan angka insidensi pertahun berupa terjadinya kasus baru infark miokard adalah 525.000 dan serangan berulangnya adalah 190.000. Dari perkiraan angka insidensi tersebut rata-rata usia yang mengalaminya yaitu 64 tahun untuk laki-laki dan 72 tahun untuk perempuan. Data perkiraan insidensi 2 menurut usia dan jenis kelamin ini sesuai dengan data Atherosclerosis Risk in Communities Surveillance pada tahun 2005-2011 bahwa angka per 1000 penduduk yang di diagnosis serangan jantung atau PJK yang sudah fatal pada laki-laki sudah mulai meningkat tinggi di usia 55-64 tahun sedangkan pada perempuan mulai meningkat tinggi pada usia 75-84 tahun . Prevalensi PJK pada tahun 2007-2010 menyebutkan bahwa pada usia lebih dari 80 tahun, angka kejadian pada laki-laki dan perempuan sama- sama meningkat dari usia sebelumnya tetapi angka kejadiannya lebih rendah dari laki-laki yaitu sebesar 18,6 dari populasi. 3,4 Menurut Center for Disease Control and Prevention CDC, angka mortalitas yang terjadi karena PJK ini mengalami penurunan dalam rentang waktu 2006-2010 di dunia. Selain itu, menurut AHA pada tahun 2015, angka kematian karena penyakit jantung menurun sebanyak 39 namun beban dan faktor risiko dari penyakit jantung tersebut masih cukup tinggi walaupun penurunan angka mortalitas tersebut didukung oleh beberapa faktor yaitu penanganan dari faktor risiko itu sendiri dan penatalaksanaan yang ditingkatkan lebih baik lagi. 3,5 Semakin bertambahnya usia dan jenis kelamin merupakan faktor risiko PJK yang tidak dapat diubah dengan begitu penanganan yang dilakukan lebih kepada modifikasi dari faktor risiko yang dapat diubah berupa dislipidemia, hipertensi, merokok, diabetes mellitus, dan obesitas. Menurut data dari Framingham Heart Study, laki-laki dengan tekanan darah 14090, kolesterol 240, HDL 40, memiliki diabetes, dan merokok memiliki faktor risiko yang tinggi mengalami PJK dalam 10 tahun sebesar 37 dan pada perempuan yaitu 27. Dengan begitu perlu dilakukan penjaringan faktor risiko pada usia lebih dari 30 tahun agar dapat segera dilakukan pencegahan primer, salah satunya menggunakan Framingham Risk Score yang hasilnya adalah memperkirakan risiko mengalami PJK dalam 10 tahun. 4,6,7,8 Setelah faktor risiko dari PJK terdeteksi lebih dini maka yang perlu dilakukan adalah pengendalian dari faktor risiko tersebut yang berupa penurunan kolesterol total, tekanan darah sistolik, kebiasaan merokok, indeks massa tubuh hingga mencapai normal, kejadian diabetes mellitus, dan meningkatkan aktivitas fisik. Pencegahan primer yang efektif adalah dengan cara menentukan pola diet dan aktivitas fisik dari setiap individu yang memiliki faktor risiko rendah sampai tinggi. Pencegahan primer dari asupan nutrisi sudah beberapa kali ditegaskan 3 bahwa memiliki dampak yang baik untuk memodifikasi faktor resiko penyakit kardiovaskular karena dengan menurunkan kadar kolesterol yang tinggi dalam darah dapat menurunkan angka kejadian PJK sebesar 30 dan 11 angka kejadian mortalitasnya. Pencegahan primer atau pengendalian untuk faktor risiko PJK secara keseluruhan juga berpengaruh untuk menurunkan kejadian PJK sebanyak 44 dan lebih efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal karena dengan tatalaksana untuk PJK yang tidak sedikit tersebut hanya berpengaruh sebanyak 47 untuk menurunkan angka mortalitas PJK dengan biaya yang mahal. 4,9,10 Di Indonesia, prevalensi penyakit jantung koroner ini juga harus tetap diperhatikan karena menurut data Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS tahun 2007, penyebab kematian tertinggi di Indonesia berubah menjadi penyakit tidak menular yaitu prevalensinya sebesar 59,5 dengan penyakit jantung koroner yang menempati posisi ke-9 yaitu sebesar 5,1. Diprediksikan bahwa penyakit tidak menular sebagai penyebab kematian tertinggi tersebut akan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2013, di Indonesia prevalensi penyakit jantung koroner yang sudah terdiagnosis dokter atau hanya gejala sebesar 1,5 yang terjadi lebih tinggi pada perempuan, tinggal di perkotaan, dan kejadian PJK ini meningkat seiring bertambahnya usia. 11,12 Dengan data-data berupa terus meningkatnya prevalensi PJK di Indonesia dan efektifnya pencegahan primer terhadap PJK ini maka perlu dilakukan tindakan pencegahan agar angka mortalitas dan prevalensi PJK yang harus diberikan tatalaksana yang tepat dan tidak sedikit dengan biaya yang tidak murah dapat berkurang. Tindakan pencegahan yang efektif bisa dimulai dengan penilaian faktor risiko PJK ini menggunakan Framingham Risk Score. Penilaian faktor risiko penyakit jantung koroner pada penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber untuk mengendalikan faktor risiko PJK yang dapat diubah. Sehingga setelah dilakukan penilaian, masyarakat dapat mengatur pola diet dan aktivitas fisiknya agar kejadian PJK bisa semakin berkurang. Penilaian risiko ini bermanfaat untuk dilakukan pada era sistem jaminan kesehatan nasional JKN karena pada era-JKN nanti akan lebih diutamakan program pencegahan 4 pada fasilitas pelayanan kesehatan primer agar angka kesakitan semakin berkurang.

1.2 Rumusan Masalah