Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-5
Tabel 3. 3 Garis Kemiskinan KabupatenKota di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2010 – 2013
No. KabupatenKota
Garis Kemiskinan RpKapitaBulan
Juli 2010
Sept 2011
Sept 2012
Sept 2013
1 Kab. Cilacap
206.714 224.530
243.882 256.615
2 Kab. Banyumas
225.546 249.807
276.678 295.742
3 Kab. Purbalingga
210.349 230.461
252.496 265.262
4 Kab. Banjarnegara
173.385 192.303
213.285 221.056
5 Kab. Kebumen
211.495 234.005
258.911 267.763
6 Kab. Purworejo
211.400 235.459
262.256 273.481
7 Kab. Wonosobo
203.216 226.827
253.181 258.522
8 Kab. Magelang
184.053 204.430
227.063 235.430
9 Kab. Boyolali
209.495 223.755
238.986 247.845
10 Kab. Klaten
258.854 275.002
292.157 315.566
11 Kab. Sukoharjo
227.055 240.711
255.188 279.400
12 Kab. Wonogiri
195.080 207.496
220.702 235.728
13 Kab. Karanganyar
216.954 236.093
256.920 275.865
14 Kab. Sragen
206.273 222.267
239.501 247.495
15 Kab. Grobogan
223.560 242.212
262.420 278.786
16 Kab. Blora
190.356 206.016
222.964 237.850
17 Kab. Rembang
217.846 240.859
266.303 284.160
18 Kab. Pati
244.149 264.372
286.270 314.609
19 Kab. Kudus
237.643 256.745
277.382 299.097
20 Kab. Jepara
224.737 242.963
262.667 285.287
21 Kab. Demak
228.774 254.441
282.988 299.773
22 Kab. Semarang
206.308 227.471
250.805 263.352
23 Kab. Temanggung
178.814 198.888
221.216 229.548
24 Kab. Kendal
216.545 234.475
253.890 275.016
25 Kab. Batang
169.256 184.592
201.318 208.671
26 Kab. Pekalongan
228.674 249.958
273.223 293.039
27 Kab. Pemalang
216.365 235.316
255.927 271.861
28 Kab. Tegal
204.093 222.700
243.003 258.366
29 Kab. Brebes
239.086 261.160
285.272 307.238
30 Kota Magelang
258.921 280.877
304.695 350.554
31 Kota Surakarta
306.584 326.233
347.141 403.121
32 Kota Salatiga
241.223 254.726
268.985 302.884
33 Kota Semarang
246.195 272.996
302.715 328.271
34 Kota Pekalongan
251.952 270.663
290.764 322.313
35 Kota Tegal
270.788 280.349
290.248 333.553
Jawa Tengah 217.327
231.046 233.769
261.881 INDONESIA
211.726 Maret
243.729 259.520
292.951
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008-2013, diolah
Garis Kemiskinan KabupatenKota di Provinsi Jawa Tengah periode September tahun 2013 dibandingkan dengan Garis
Kemiskinan Provinsi dan Nasional ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-6
Gambar 3. 2 Grafik Perbandingan Garis Kemiskinan KabupatenKota
dengan Provinsi dan Nasional Tahun 2013 RupiahKapitaBulan
Sumber: Badan Pusat Statistik, Tahun 2013, diolah
Garis Kemiskinan KabupatenKota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 secara posisi relatif dapat dikelompokan menjadi 3
tiga, yaitu :
1
Garis Kemiskinan Rendah, adalah garis kemiskinan KabupatenKota berada di bawah garis kemiskinan Provinsi
sebesar Rp. 261.881,- per kapita per bulan, terdapat di 11 Kabupaten, yaitu : Batang, Banjarnegara, Temanggung,
Magelang, Wonogiri, Blora, Sragen, Boyolali, Cilacap, Tegal dan Wonosobo.
2 Garis Kemiskinan Sedang, adalah garis kemiskinan
KabupatenKota berada di antara garis kemiskinan Provinsi sebesar Rp. 261.881,- per kapita per bulan dan garis
kemiskinan Nasional sebesar Rp. 292.951,- per kapita per bulan, terdapat di 11 Kabupaten, yaitu Semarang,
Purbalingga, Kebumen, Pemalang, Purworejo, Kendal, Karanganyar, Grobogan, Sukoharjo, Rembang dan Jepara.
20 8
,6 7
1 2
2 1,
5 6
2 2
9 ,5
4 8
2 3
5, 4
3 2
3 5
,7 28
23 7
,8 50
2 4
7, 4
9 5
2 4
7 ,8
4 5
2 5
6, 6
1 5
2 58
,3 6
6 2
5 8,
5 2
2 26
3 ,3
5 2
26 5
,2 62
2 6
7, 7
6 3
2 7
1, 8
6 1
27 3
,4 8
1 2
7 5
,0 1
6 2
7 5,
8 6
5 2
7 8,
7 8
6 27
9 ,4
00 2
8 4
,1 6
2 8
5 ,2
8 7
2 9
3, 3
9 29
5 ,7
4 2
2 9
9, 9
7 29
9 ,7
7 3
3 02
,8 8
4 3
7, 2
3 8
3 1
4 ,6
9 3
1 5
,5 6
6 3
2 2,
3 1
3 3
28 ,2
7 1
3 3
3, 5
5 3
3 50
,5 5
4 4
03 ,1
2 1 261,881
292,951
- 50,000
100,000 150,000
200,000 250,000
300,000 350,000
400,000 450,000
KabKota Jawa Tengah
Nasional
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-7
3 Garis Kemiskinan Tinggi, adalah KabupatenKota yang
berada di atas garis kemiskinan Nasional sebesar Rp. 292.951,- per kapita per bulan, terdapat di 13
KabupatenKota, yaitu : Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Tegal, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Klaten, Pati, Brebes,
Kota Salatiga, Demak, Kudus, Banyumas dan Pekalongan.
Pada Gambar 3.2 ditunjukkan KabupatenKota dengan garis kemiskinan paling rendah adalah Kabupaten Batang sebesar Rp.
208.671,- per kapita per bulan, sedangkan garis kemiskinan paling tinggi adalah Kota Surakarta sebesar Rp. 403.121,- per
kapita per bulan.
2. Fenomena Kemiskinan Absolut dan Relatif
Kemiskinan absolut dan relatif adalah konsep kemiskinan yang mengacu pada kepemilikan materi dikaitkan dengan standar
kelayakan hidup seseorangkeluarga. Kedua istilah itu menunjuk pada perbedaan sosial social distinction yang ada dalam masyarakat
berangkat dari distribusi pendapatan. Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu
ditentukan dengan angka-angka nyata dan atau indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada kemiskinan relatif,
kategorisasi kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan relatif tingkat kesejahteraan antar penduduk.
a. Kemiskinan Absolut
Secara sederhana kemiskinan absolut adalah derajat kepemilikan materi atau standar kelayakan hidup orang-orang atau keluarga
yang berada di garis atau di bawah garis subsisten. Indikatornya sangat terukur, di mana ada standar kehidupan yang
dikategorikan secara berjenjang, yakni di bawah garis kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di
mana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti pangan, sandang, papan,
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-8
kesehatan dan pendidikan Sayogya, 1988. Rendahnya tingkat pendapatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana
dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami Sayogya, 1988.
Kemiskinan absolut diukur dengan menggunakan garis kemiskinan yang konstan sepanjang waktu yang biasanya berupa
jumlah atau nilai pendapatan dan unit uang. Namun ukuran bisa pula berbentuk jumlah konsumsi kalori, atau lainnya, yang
memungkinkan adanya perbedaan jumlah atau nilai perbedaan pendapatan dalam unit uang. Parameter ini merupakan ukuran
yang tetap dan kriteria pengukuran seperti itu diperoleh dari pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan biologis dan
pendekatan kebutuhan dasar.
b. Kemiskinan Relatif
Berbeda dengan kemiskinan absolut, kemiskinan relatif pada dasarnya menunjuk pada perbedaan relatif tingkat kesejahteraan
antar kelompok masyarakat. Mereka yang berada di lapis terbawah dalam persentil derajat kemiskinan suatu masyarakat
digolongkan sebagai penduduk miskin. Dengan kategorisasi seperti ini, dapat saja mereka yang digolongkan sebagai miskin
sebenarnya sudah dapat mencukupi hak-hak dasarnya, namun tingkat keterpenuhiannya berada di lapisan terbawah.
Kemiskinan relatif memahami kemiskinan dari dimensi ketimpangan antar kelompok penduduk. Pendekatan ketimpangan
tidak berfokus pada pengukuran garis kemiskinan, tetapi pada besarnya perbedaan antara 20 atau 10 persen masyarakat paling
bawah dengan 80 atau 90 persen masyarakat lainnya. Kajian yang berorientasi pada pendekatan ketimpangan tertuju pada upaya
memperkecil perbedaan antara mereka yang di bawah miskin dan mereka yang makmur better-off dalam setiap dimensi
stratifikasi dan differensiasi sosial. Ketimpangan merupakan suatu permasalahan yang berbeda dengan kemiskinan dan para
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-9
ahli sosiologi pada hakikatnya lebih tertarik pada isu ketimpangan. Misalnya mereka lebih tertarik pada kelompok
masyarakat pada spektrum pendapatan 5 persen atau 10 persen paling bawah dalam hirarki pendapatan. Dalam pendekatan ini
persentase orang yang relatif miskin cenderung konstan walaupun kondisi ekonomi berubah.
3. Perbedaan Data Kemiskinan
Data-data terkait kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 dua kelompok, yaitu data makro dan data mikro, dan diterbitkan resmi
oleh BPS secara berkala.
a. Data Makro
Data makro kemiskinan merupakan data yang diperoleh
melalui mekanisme survey sampel, bersifat kualitatif, memberikan gambaran umum dan profil suatu daerah, sebagai
pengambilan kebijakan makro, dan tidak dapat menampilkan secara by name by address;
Contoh data makro adalah data kemiskinan Nasional, Provinsi
dan Kabupatenkota yang diterbitkan 2 kali setahun dalam Berita Resmi Statistik BPS.
b. Data Mikro
Data mikro kemiskinan merupakan data yang diperoleh
melalui mekanisme sensus bersifat menyeluruh, bersifat kuantitatif, dapat memberikan informasi detail, dan dapat
dipergunakan sebagai intervensi programkegiatan secara by name by address;
Contoh data mikro adalah data Pendataan Program Perlindungan Sosial PPLS 2011 dan yang terbaru adalah data
Pemutakhiran Basis Data Terpadu PBDT 2015, data mikro dilakukan pendataan secara periodik 3 tahun sekali oleh BPS,
secara rinci kriteria dan sub kriteria data mikro berdasarkan instrumen PBDT 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-10
Tabel 3. 4 Variabel dan Kategori Data Mikro
Berdasarkan Instrumen Pemutakhiran Basis Data Terpadu PBDT Tahun 2015
No Bidang
Variabel Kategori
1. Ekonomi 1.
Bekerjamembantu bekerja selama seminggu yang lalu
1. Ya
2. Tidak
2. Lapangan usaha dari pekerjaan
utama 1.
Pertanian tanaman padi dan palawija
2. Hortikultura
3. Perkebunan
4. Perikanan tangkap
5. Perikanan budidaya
6. Peternakan
7. Kehutanan dan pertanian
lainnya 8.
Pertambanganpenggalian 9.
Industri pengolahan 10.
Listrik, gas dan air 11.
Bangunankonstruksi 12.
Perdagangan 13.
Hotel dan rumah makan 14.
Transportasi dan pergudangan
15. Informasi dan komunikasi
16. Keuangan dan asuransi
17. Jasa pendidikan
18. Jasa kesehatan
19. Jasa kemasyarakatan,
pemerintahan dan perorangan
20. Pemulung
21. Lainnya
3. Status kedudukan dalam
pekerjaan utama 1.
Berusaha sendiri 2.
Berusaha dibantu buruh tidak tetaptidak dibayar
3. Berusaha dibantu buruh
tetapdibayar 4.
Buruhkaryawanpegawai swasta
5. PNSTNIPolriBUMNBUMD
Anggota legislatif 6.
Pekerja bebas pertanian 7.
Pekerja bebas non-pertanian 8.
Pekerja keluargatak dibayar 4.
Rumah tangga memiliki sendiri aset bergerak
1. Tabung gas 5,5 kg atau lebih
2. Lemari eskulkas
3. AC
4. Pemanas air water heater
5. Telephone rumah PSTN
6. Handphone
7. Emasperhiasan dan
tabungan senilai 10 gram emas
8. Komputerlaptop
9. Sepeda
10. Mobil
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-11
No Bidang
Variabel Kategori
11. Perahu
12. Motor tempel
13. Perahu motor
14. Kapal
5. Ukuran perahu motorkapal
6. Rumah tangga memiliki aset
tidak bergerak 1.
Lahan 2.
Rumah di tempat lain 7.
Jumlah ternakunggas yang dimiliki ekor
1. Sapi
2. Kerbau
3. Kuda
4. Babi
5. Kambingdomba
6. Unggas ayam, itik dll
8. Anggota rumah tangga yang
memiliki usaha sendiribersama
1. Lapangan usaha tulis secara
lengkap 2.
Jumlah pekerja orang 3.
Tempat lokasi usaha a.
Ada b.
Tidak ada 4.
Omset usahabulan a.
≤ 1 jt b.
1-5 jt c.
5-10 jt d.
≥ 10jt 9.
Rumah tangga menjadi peserta programmemiliki kartu
program 1.
Kartu Keluarga Sejahtera KKS Kartu Perlindungan
Sosial KPS 2.
Kartu Indonesia Pintar KIPBantuan Siswa
MiskinBSM 3.
Kartu Indonesia SehatKISBPJS Kesehatan
Jamkesmas 4.
BPJS kesehatan peserta mandiri
5. Jaminan Sosial Tenaga Kerja
JamsostekBPJS ketenagakerjaan
6. Asuransi kesehatan lainnya
7. Program Keluarga Harapan
PKH 8.
Beras untuk orang miskin Raskin
2. Sosial 1.
Hubungan dengan kepala rumah tangga
1. Kepala rumah tangga
2. Istrisuami
3. Anak
4. Menantu
5. Cucu
6. Orang tuamertua
7. Pembantu ruta
8. Lainnya
2. Hubungan dengan kepala
keluarga 1.
Kepala rumah tangga 2.
Istrisuami 3.
Anak 4.
Menantu 5.
Cucu 6.
Orang tuamertua
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-12
No Bidang
Variabel Kategori
7. Pembantu ruta
8. Lainnya
3. Jenis kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
4. Umur
5. Status perkawinan
1. Belum kawin
2. Kawinnikah
3. Cerai hidup
4. Cerai mati
5. Hidup bersama
6. Kepemilikan akta buku nikah
atau akta cerai Jika No 6 berkode 2 atau 3
1. Ya, dapat ditunjukkan
2. Ya, tidak dapat ditunjukkan
3. Tidak
7. Kepemilikan kartu identitas
1. Tidak memiliki
2. KTP
3. SIM
4. Kartu Pelajar
5. Akta Kelahiran
3. Kesehatan 1.
Jenis disabilitas 1.
Tidak mengalami disabilitas 2.
Penglihatan 3.
Pendengaran 4.
Berjalannaik tangga 5.
Mengingatkonsentrasi misal pikun
6. Mengurus diri sendiri
7. Komunikasi
8. Emosiperilaku misal
depresi, autis 2.
Tingkat kesulitan penderita disabilitas
1. Tidak mengalami kesulitan
2. Sedikit kesulitan
3. Banyak kesulitan
4. Tidak bisa sama sekali
3. Penyakit kronismenahun
1. Tidak ada
2. Hipertensi tekanan darah
tinggi 3.
Rematik 4.
Asma 5.
Masalah jantung 6.
Diabetes kencing manis 7.
Tuberculosis TBC 8.
Struk 9.
Tumor atau kangker ganas 10.
Lainnya gagal ginjal, paru- paru flek, dan sejenisnya
4. Wanita usia subur WUS 15-49
tahun sudah kawinnikah 1
Usia kawin pertama 1.
Suami 2.
Istri 2
Kepesertaan KB 1.
Sedang 2.
Pernah 3.
Tidak pernah 3
Metode kontrasepsi yang sedang atau pernah
digunakan 1.
IUD 2.
MOW 3.
MOP 4.
Implant 5.
Suntik 6.
Pil
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-13
No Bidang
Variabel Kategori
7. Kondom
8. Tradisional
4 Jangka waktu
menggunakan metode KB 1.
Tahun 2.
Bulan 5
Tempat pelayanan KB 1.
RSUPRSUDRS TNIPolri 2.
RS. Swasta 3.
Klinik UtamaPratama 4.
Praktek Dokter 5.
Praktek Bidan 6.
Puskesmas PoskesdesPolindes
7. PustuPuslingBidan
6 Keinginan menambah anak
1. Ya, segera kurang dari 2
tahun 2.
Ya, kemudian lebih dari 2 tahun
3. Tidak ingin punya anak lagi
7 Alasan utama tidak pernah
ber-KB 1.
Sedang hamil 2.
Alasan fertilitas 3.
Tidak menyetujui KB 4.
Tidak tahu tentang KB 5.
Takut efek samping 6.
Pelayanan KB jauh 7.
Tidak mampumahal 8.
Lainnya 4. Pendidikan 1.
Partisipasi sekolah 1.
Tidakbelum pernah sekolah 2.
Masih sekolah 3.
Tidak bersekolah lagi 2.
Ijazah tertinggi yang dimiliki 1.
Tidak punya ijazah 2.
SDsederajat 3.
SMPsederajat 4.
SMAsederajat 5.
D1D2D3 6.
D4S1 7.
S2S3 5. Infrastrukt
ur Dasar 1.
Status peguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati
1. Milik sendiri
2. Kontrakan
3. Bebas sewa
4. Dinas
5. Lainnya
2. Status laten tempat tinggal yang
ditempati 1.
Milik sendiri 2.
Milik orang lain 3.
Tanah negara 4.
Lainnya 3.
Luas lantai m
2
4. Jenis lantai terluas
1. Marmergranit
2. Keramik
3. Ubin
4. Kayu papan kualitas tinggi
5. Semenbata merah
6. Bambu
7. Kayu papan kualitas rendah
8. Tanah
9. Lainnya
5. Jenis dinding terluas
1. Tembok
2. Plesteran anyaman bambu
3. Kayu
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-14
No Bidang
Variabel Kategori
4. Anyaman bambu
5. Batang kayu
6. Bambu
7. Lainnya
6. Kondisi kualitas dinding Jika
No 5 berkode 1,2 atau 3 1.
Bagus kualitas tinggi 2.
Jelek kualitas rendah 7.
Jenis atap terluas 1.
Genteng beton 2.
Genteng keramik 3.
Genteng metal 4.
Genteng tanah liat 5.
Asbes 6.
Seng 7.
Sirap 8.
Bambu 9.
JeramiIjukdaun- daunanrumbia
10. Lainnya
8. Kondisi kualitas atap Jika No.
7 berkode 1,2,3,4,5,6 dan 7 1.
Bagus kualitas tinggi 2.
Jelek kualitas rendah 9.
Cara memperoleh air minum 1.
Membeli eceran 2.
Langganan 3.
Tidak membeli 10.
Sumber penerangan utama 1.
PLN 2.
Non PLN 3.
Bukan listrik 11.
Daya terpasang 1.
450 watt 2.
900 watt 3.
1.300 watt 4.
2.200 watt 5.
2.200 watt 6.
Tanpa meteran 12.
Bahan bakarenergi utama untuk memasak
1. Listrik
2. Gas 3kg
3. Gas 3kg
4. Gas kota biogas
5. Minyak tanah
6. Briket
7. Arang
8. Kayu bakar
9. Tidak memasak dirumah
13. Penggunaan fasilitas tempat
buang air besar 1.
Sendiri 2.
Bersama 3.
Umum 4.
Tidak ada 14.
Tempat pembuangan akhir tinja 1. Tangki 2.
SPAL 3.
Lubang tanah 4.
Kolamsawahsungaidanau laut
5. Pantaitanah lapangkebun
6. Lainnya
Sumber: Badan Pusat Statistik, Instrumen PBDT 2015, diolah
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-15 4. Faktor Penyebab Lambatnya Pengentasan Kemiskinan
Faktor penyebab lambatnya pengentasan kemiskinan adalah sebagai berikut :
a. Faktor Budaya Cultural Factor
Di mana penyebab kemiskinan tidak bersumber dari luar, melainkan dari dalam diri atau masyarakat miskin itu sendiri.
Penjelasan ini diangkat dari perspektif kalangan konservatif di mana orang menjadi miskin karena jebakan budayanya dan
perilakunya sendiri yang kemudian diwariskan secara turun temurun. Kelompok dan Individu-individu yang ada dalam
masyarakat dianggap terjebak pada kebiasaan-kebiasaan hidup berikut nilai-nilai sosial dalam masyarakat di mana iamereka
berada.
Budaya hidup miskin dianggap sebagai produk sosial kolektif yang pada akhirnya dipandang sebagai kekuatan eksternal yang koersif
memaksa di mana individu larut atau tidak berdaya di dalamnya. Karena memang tidak memiliki kekuatan untuk melawannya.
Malas, orientasi hidup yang hanya berdasarkan kebutuhan pragmatis sehari-hari atau tidak berorientasi ke depan,
kemanjaan terhadap lingkungan akibat suburnya lahan sehingga merasa tidak perlu kerja keras karena memang sumber
penghidupan dapat dengan mudah diperoleh, merupakan sebagian dari faktor-faktor yang kemudian membentuk budaya
dan lalu menjebak mereka dalam kondisi hidup miskin.
b. Faktor Struktural Structural Factor
Di mana orang atau kelompok masyarakat miskin lebih disebabkan oleh berbagai kebijakan negara yang bukan saja tidak
menguntungkan melainkan juga menjadikan mereka dimiskinkan. Kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi dari negara akan selalu
menunjukkan keberpihakannya pada kelompok kepentingan yang direpresentasikannya, secara langsung atau tidak langsung,
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-16
disadari atau tidak disadari telah mengesampingkan kepentingan masyarakat miskin.
Kemiskinan struktural juga dapat merupakan produk dari sistem sosial, ekonomi, dan politik yang hegemonis dan eksploitatif.
Sistem ekonomi pasar yang tidak terkendali bisa memarginalkan kelompok ekonomi oleh segelintir elit ekonomi. Sistem ekonomi
yang represif memberi ruang yang terbatas kepada penduduk miskin untuk mengambil peran dalam proses-proses politik dan
memperjuangkan kepentingannya. Sistem sosial juga dapat berkembang ke arah yang bersifat memarginalkan kelompok sosial
tertentu. Suku pedalaman, misalnya, dapat terpinggirkan oleh suku pantai atau pendatang. Perbedaan agama juga dapat
melahirkan diskriminasi ekonomi terhadap penganut agama yang berbeda. Lebih jauh lagi, masyarakat yang dibangun di atas
pondasi kultur patriarki dapat memarginalkan perempuan untuk terlibat dalam aktifitas produktif dan memberi kontribusi pada
kesejahteraan ekonomi keluarga.
Negara, yang diekspresikan oleh kebijakan pemerintah, dianggap terlalu banyak memberikan kebebasan atau toleransi terhadap
kekuatan modal dalam melakukan ekspansinya, sehingga bukan saja dengan leluasa melakukan eksploitasi terhadap sumber daya
alam dan manusia secara tidak adil, melainkan juga berhasil melakukan penggusuran terhadap hak-hak milik, hak ekonomi,
dan hak budaya masyarakat lokal. Demikian juga kebijakan di bidang agraria, pemerintah harus memiliki komitmen untuk
menciptakannya secara berkeadilan.
Negara sering juga tidak memberikan keberpihakan yang kuat kepada kelompok masyarakat yang rentan dan termarginalkan
atau pada tingkat tertentu ikut melanggengkan nilai-nilai sosial yang eksploitatif dan diskriminatif. Dalam hal ini, meskipun daya
kritis masyarakat terhadap kebijakan negara semakin tinggi, utamanya berkaitan dengan hak-hak hidup mereka yang kian
tergusur oleh kebijakan negara atau ekspansi kapitalis,
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-17
pemerintah dengan berbagai instrumennya selalu saja bersikap defensif dan bahkan ofensif terhadap kekuatan yang kritis.
c. Faktor Alam Natural Factor
Penyebab atau latar belakang dari adanya kemiskinan jenis ini diperoleh dari pendekatan fisik dan ekologi physicological and
ecological explanation dan pendekatan yang menyalahkan individu atau orang miskin individual blame approach. Setidaknya
terdapat tiga jenis yang tergolong sebagai penyebab kemiskinan alamiah, yaitu: pertama, kondisi alam yang kering, tandus dan
tidak memiliki sumber alam yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi alam yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi, serta
keterisolasian wilayah pemukiman penduduk; kedua, bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, dan wabah penyakit baik
menyerang manusia maupun sumber mata pencaharian penduduk seperti menyerang hewan ternak dan tanaman
penduduk; dan ketiga, kondisi fisik manusia baik bawaan sejak lahir maupun pengaruh degenerasi yang menjadikan seseorang
tidak memiliki kemampuan untuk bekerja secara layak.
d. Konflik Sosial Politik
Kenyataan bahwa konflik sosial dan politik yang terjadi di berbagai belahan dunia telah menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya kemiskinan. Instabilitas
sosial dan
politik berpengaruh
secara signifikan
terhadap menurunnya
produktivitas masyarakat, termasuk bukan saja enggannya para investor untuk menanamkan modalnya dalam suatu negara yang
bergejolak, melainkan juga terjadinya pelarian modal dari dalam negeri atau daerah ke luar daerah atau negeri. Akibatnya
lapangan kerja terbatas atau berkurang yang berdampak pada pengangguran atau PHK meningkat.
Kecuali itu, pengalaman dari adanya berbagai kasus konflik horisontal dan vertikal di tingkat lokal di Indonesia selama
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-18
beberapa tahun terakhir, berdampak pada terjadinya mobilitas paksa forced migration, perubahan tempat tinggal people
displacement secara paksa, termasuk kehilangan lapangan kerja, harta
benda, tanah,
rumah atau
tempat tinggal.
Pengungsieksodus begitu banyak dengan kondisi kehidupan yang secara tiba-tiba berubah menjadi miskin, dengan korban utama
adalah perempuan, anak-anak, dan kalangan orang tua. Di samping itu, banyak pula korban konflik yang mengalami cacat
fisik seumur hidup, yang artinya juga kehilangan daya untuk bekerja secara layak.
Konflik sosial politik seperti ini bisa terjadi karena ketidakadilan sosial yang terjadi antara kelompok masyarakat, sehingga
menciptakan kecemburuan sosial, misalkan kecemburuan sosial antara penduduk asli dengan pendatang.
5. Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk melengkapi agar dapat memahami lebih dalam tentang kondisi kemiskinan dapat dilihat melalui 5 pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan Kebutuhan Dasar Basic Needs Approach
Kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan lack of
capabilities seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum.
Kebutuhan minimum yang dimaksud adalah kebutuhan
pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
b. Pendekatan Pendapatan Income Approach
Kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset dan
alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi
pandapatan seseorang dalam masyarakat.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-19
Pendekatan ini menentukan secara rigid standar pendataan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas
sosialnya.
c. Pendekatan Kemampuan Dasar Human Capability Approach
Kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan membaca dan
menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat.
Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya
kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan.
d. Pendekatan Obyektif
Pendekatan ini sering disebut juga sebagai pendekatan kesejahteraan the welfare approach menekankan pada penilaian
normatif dan syarat yang harus dipenuhi keluar dari kemiskinan.
e. Pendekatan Subyektif
Kemiskinan berdasarkan pendapatan atau pandangan orang miskin sendiri.
6. Indikator dan Analisis Kemiskinan
Ukuran kemiskinan merupakan hal yang sangat penting. Selain untuk mengetahui tingkat kemiskinan, status kemiskinan suatu
keluarga juga memiliki berbagai fungsi. Pertama, sebagai alat penargetan program-program penanggulangan kemiskinan. Kedua,
sebagai
alat untuk
mengukur dampak
suatu program
penanggulangan kemiskinan. Permasalahan kemiskinan tidak dapat dilakukan secara parsial, akan tetapi harus terjadi kerjasama antar
stakeholder secara menyeluruh. Dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan, program yang akan dilaksanakan harus melalui targeting
yang
tepat yaitu penentuan sasaran terhadap objek penanggulangan kemiskinan. Jenis data yang dibutuhkan untuk kedua jenis
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-20
pengukuran kemiskinan tersebut dapat berbeda, meskipun seluruhnya membutuhkan data pada tingkat keluarga danatau
lingkungan.
a. Indikator Kemiskinan
Kondisi kemiskinan daerah digambarkan secara umum, dengan menggunakan indikator kemiskinan konsumsi satu dimensi,
yaitu 1 Persentase Penduduk Miskin P0; 2 Jumlah Penduduk Miskin; 3 Indeks Kedalaman Kemiskinan P1; 4 Indeks
Keparahan Kemiskinan P2. Sedangkan indikator kemiskinan non konsumsi,
meliputi beberapa
bidang seperti
bidang ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan, ketahanan pangan dan
infrastruktur dasar.
Dengan demikian analisis terhadap determinan kemiskinan dapat dilakukan terhadap 5 kelompok bidang intervensi. Kelompok
bidang tersebut terdiri dari beberapa indikator yang menggambarkan capaian outcome penanggulangan kemiskinan
atau disebut juga sebagai indikator utama. Umumnya indikator ini mewakili tujuan yang hendak dicapai oleh suatu program
penanggulangan kemiskinan, secara rinci seperti dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3. 5 Perincian Bidang dan Indikator Utama
Kondisi Kemiskinan
No Bidang
Indikator Utama A. Kemiskinan Konsumsi
1. Persentase Penduduk Miskin P0
2. Jumlah Penduduk Miskin
3. Indeks Kedalaman Kemiskinan P1
4. Indeks Keparahan Kemiskinan P2
B. Kemiskinan Non Konsumsi
1. Ketenagakerjaan 1.
Tingkat Pengangguran Terbuka TPT 2.
Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja 3.
Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas
4. Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-21
No Bidang
Indikator Utama
pekerja bebas keluarga terhdap total kesempatan kerja
5. Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di
sektor non pertanian
2. Kesehatan 1.
Angka Kematian Bayi AKB 2.
Angka Kematian Balita AKBA 3.
Angka Kematian Ibu Melahirkan AKI 4.
Prevalensi Balita Kekurangan Gizi a. Gizi Buruk
b. Gizi Kurang 5.
Proporsi anak berusia 1 tahun diimunisasi campak 6.
Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih
7. Cakupan pelayanan antenatal K4
8. Angka pemakaian kontrasepsi Contraceptive
Prevalence Rate CPR pada perempuan menikah usia 15-49 tahun
9. Tingkat kelahiran pada remaja per 1.000 perempuan
usia 15-19 tahun 10.
Unmetneed KB 11.
Prevalensi HIV pada penduduk usia 15-24 tahun 12.
Angka penemuan kasus malaria per 1.000 penduduk
13. Angka kejadian tubeculosis per 100.000 penduduk
14. Proporsi kasus tuberculosis yang disembuhkan
melalui DOTS 15.
Angka kematian DBD
3. Pendidikan 1.
Angka Partisipasi Murni APM a. APM SDMI sederajat
b. APM SMPMTs sederajat c. APM SMAMA sederajat
2. Angka Partisipasi Kasar APK
a. APK SDMI sederajat b. APK SMPMTs sederajat
c. APK SMAMA sederajat
3. Angka Melek Huruf
4. Rata-Rata Lama Sekolah
5. Rasio APM Laki-laki Perempuan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-22
No Bidang
Indikator Utama
a. SDMI sederajat b. SMPMTs sederajat
c. SMAMA sederajat
6. Rasio melek huruf laki-laki terhadap perempuan
pada kelompok usia 15-24 tahun 7.
Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPRD Provinsi
4. Infrastruktur Dasar
1. Akses sanitasi layak
2. Akses air minum layak
a. Perkotaan b. Perdesaan
3. Proporsi rumah tangga dengan kepemilikan hak atas
rumahtempat tinggal 4.
Proporsi rumah tidak layak huni 5.
Rasio elektrifikasi
5. Ketahanan Pangan
1. Perkembangan harga beras
2. Produksi beras
3. Harga bahan kebutuhan pokok utama
4. Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah
tingkat konsumsi minimum a. Kurang dari 1.400 kkalkapitahari
b. Kurang dari 2.000 kkalkapitahari
Sumber: Buku Panduan Penanggulangan Kemiskinan TNP2K,Tahun 2014, diolah
b. Analisis Kemiskinan 1 Analisis Prioritas Bidang Intervensi
Analisis prioritas bidang intervensi dilakukan dengan melihat kecenderungan perkembangan atau trend indikator utama.
Prioritas bidang intervensi bertujuan untuk menentukan indikator-indikator yang perlu mendapat porsi perhatian lebih
tinggi dalam intervensi, yaitu pada indikator-indikator utama yang mengalami kecenderungan perkembangan semakin
“buruk”, terdapat 4 perspektif yang digunakan dalam menganalisis capaian indikator utama, yaitu:
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-23 a Posisi relatif.
Berguna untuk melihat seberapa jauh atau seberapa dekat capaian indikator di tahun terakhir lebih baik, sama atau
lebih buruk
terhadap rata-rata
capaian kabupatenkotaprovinsi dan nasional serta terhadap
indikator kinerjatarget RPJMD di daerah tersebut.
b Perkembangan antar waktu.
Berguna untuk melihat apakah pencapaian indikator di tahun terakhir lebih baik, sama atau lebih buruk
daripada pencapaian tahun-tahun sebelumnya dan pencapaian dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi atau
konsisten membaik, terutama selama periode 3 atau 5 tahun terakhir.
c Analisis efektivitas perbaikan capaian.
Berguna untuk melihat apakah perubahan capaian indikator secara keseluruhan dalam periode 3 atau 5 tahun
terakhir menunjukkan perbaikan, sama, atau memburuk; dan apakah perubahan capaian indikator antar tahun
dalam periode 3 atau 5 tahun terakhir mengalami percepatan, tetap, atau perlambatan; sehingga dengan
kecenderungan capaian indikator terlihat apakah upaya- upaya
pembangunan yang
dilakukan mampu
meningkatkan capaian indikator.
d Analisis relevansi perubahan capaian.
Berguna untuk melihat apakah kecenderungan perubahan capaian indikator pada tingkat kabupatenkotaprovinsi
selama periode 3 atau 5 tahun terakhir dan dari tahun ke tahun juga terjadi atau sejalan pada tingkat
provinsinasional.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
III-24
Analisis prioritas bidang dilakukan untuk memperoleh kondisi dan pola kemiskinan secara umum sehingga dapat
menentukan indikator-indikator yang perlu mendapat porsi perhatian lebih tinggi dalam intervensi, yaitu pada indikator-
indikator yang mengalami kecenderungan perkembangan semakin “buruk”. Apabila nilai indeks, atau persentase suatu
indikator semakin tinggi menunjukkan keadaan yang semakin jelek misalnya AKI, jika datanya menunjukkan hal yang
demikian, disimpulkan bahwa indikator tersebut perlu mendapatkan prioritas perhatian lebih besar untuk
memperoleh intervensi. Sebaliknya jika nilai, indeks atau persentase yang semakin tinggi menunjukan sesuatu yang
baik misalnya APK, jika datanya menunjukkan tren menurun semakin buruk maka perlu mendapatkan prioritas perhatian
lebih besar untuk memperoleh intervensi.
2 Analisis Akar Masalah.
Analisis akar masalah merupakan analisis lebih mendalam setelah menggambarkan kondisi umum kemiskinan daerah
atau disebut juga sebagai determinan kemiskinan. Determinan kemiskinan secara umum memiliki keterkaitan dengan tidak
meratanya akses terhadap pendidikan, kesehatan dan pelayanan dasar yang lain. Selain itu determinan kemiskinan
juga terkait dengan tidak terpenuhinya akses terhadap infrastruktur dasar dan akses terhadap aset produktif, dan
rendahnya tingkat investasi swasta dan kewirausahaan.