Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-5 5. Pemenuhan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
Peningkatan sarana prasarana pelayanan kesehatan, utamanya dalam pemenuhan alat kedokteran, alat kesehatan serta fasilitas di
pelayanan dasar dan rujukan yang sesuai standar
6. Peningkatan KIE pada masyarakat tentang KB
Peningkatan informasi pada masyarakat tentang KB ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam keikutsertaan ber-KB,
utamanya dalam penggunaan MKJP, melalui KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi, sosialisasi pada tokoh agama dan tokoh
masyarakat, PPKBD Petugas Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa, anggota organisasi masyarakat dan unsur
pemerintahan desa.
7. Penggerakan KB
Penggerakan KB ditujukan untuk meningkatkan jumlah akseptor KB baru melalui advokasi dan kerjasama TNI, POLRI, PKK, perusahaan,
institusi masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pondok pesantren, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat
dan organisasi pemuda.
IV. BIDANG PENDIDIKAN
Pembangunan sektor pendidikan mempunyai peran penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan hal ini,
maka perlu dilakukan melalui beberapa strategi sebagai berikut:
1. Upaya Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaran Pendidikan
Peningkatan APM SDMI, APM SMPMTs dan APM SMAMA sederajat dan penurunan Angka Putus Sekolah SDMIserta Angka
Putus Sekolah SMPMTs dengan fokus pada penguatan regulasi pendidikan di tingkat provinsi yang memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada penduduk usia sekolah pada keluarga miskin untuk mengikuti pendidikan yang berkualitas; peningkatan dan
pengembangan tatakelola pembiayaan penyelenggaraan pendidikan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-6
melalui optimalisasi pemanfaatan Corporate Social Responsibilty CSR dan dana partisipasi masyarakat; peningkatan kuantitas dan
kualitas gedung dan ruang kelas sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan SNP dan kebutuhan masyarakat; peningkatan jumlah
dan komptensi pendidik guru sesuai dengan SNP; Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan SNP;
dan Peningkatan cakupan pemberian Bantuan Siswa Miskin BSM.
Selain fokus di atas, fokus peningkatan APM SDMI, APM SMPMTs dan APM SMAMA sederajat dan penurunan Angka Putus Sekolah
SDMIserta Angka Putus Sekolah SMPMTs juga pada aspek pemanfaatan atau aspek demand yaitu masyarakat yang
memanfaatkan pelayanan. Fokus peningkatan tersebut adalah pada peningkatan kondusivitas lingkungan untuk mendukung motivasi
belajar anak melalui pemberlakuan jam belajar anak setiap hari; peningkatan kemampuan ekonomi rumah tangga miskin sehingga
terjadi peningkatan pendapatan dan daya beli serta perhatian pada pendidikan anak; peningkatan aksesibilitas anak terhadap pelayanan
pendidikan sekolah penciptaan kearifan lokal yang mendukung dan memotivasi anak dan orang tua untuk pendidikan; khusus untuk
mengantisipasi anak putus sekolah terutama dari keluarga miskin perlu ditingkatkan kesadaran orang tua untuk melakukan
pengawasan terhadap proses belajar anak, perilaku dan pergaulan anak.
2. Penanganan Anak Putus sekolah dan Anak usia Sekolah yang tidak sekolah
Untuk meningkatkan keterjangkauan pendidikan pada semua jenjang pendidikan perlu dilakukan upaya penanganan anak putus
sekolah dan anak usia sekolah yang tidak sekolah. Kegiatan tersebut dilakukan melalui peningkatan ketersediaan dan pengelolaan data
sasaran jumlah penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah antisipasi Kartu Indonesia PintarKIP; identifikasi terhadap anak
usia sekolah penerima Kartu Indonesia Pintar, selanjutnya dilakukan pelacakan dan identifikasi sebab mereka tidak sekolah, sesuai
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-7
dengan kewenangan
masing-masing. Pemerintah
Provinsi mengidentifikasi anak usia 16 tahun – 18 tahun yang tidak sekolah.
Selanjutnya disediakan program atau kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, baik mengajak mereka ke sekolah maupun
menyelenggarakan pendidikan kesetaraan.
3. Pengembangan ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan karakter
Penanggulangan kemiskinan melalui sektor pendidikan salah satunya adalah peningkatan dan penguatan pendidikan karakter
melalui penguatan eksosistem pendidikan. Karakter anak secara umum dan anak dalam keluarga kurang mampu harus dibangun dan
dikuatkan sejak dini, agar mereka memiliki karater yang kuat berkaitan dengan kegotongroyongan, berusaha mandiri dan
pengembangan diri. Penguatan karakter anak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang mandiri, mengedepankan ke gotongroyongan
dan berkepribadian serta berperilaku baik. Terbentuknya karakter di bidang pendidikan perlu didukung Sekolah yang Kondusif, Guru
sebagai Penyemangat, Orangtua yang Terlibat Aktif, Masyarakat yang Sangat Peduli, Industri yang Berperan Penting, Organisasi Profesi
yang Berkontribusi Besar dan Pemerintah yang Berperan Optimal. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah Menerapkan
paradigma pendidikan untuk membentuk manusia mandiri dan berkepribadian. Mengembangkan kurikulum berbasis karakter
dengan mengadopsi kearifan lokal serta vokasi yang beragam berdasarkan kebutuhan geografis daerah serta bakat dan potensi
anak.
4. Peningkatan Angka Melek Huruf
Peningkatan Angka Melek Huruf dilakukan dengan fokus pada aspek ketersediaan atau supply yaitu peningkatan sinkronisasi data AMH
antar instansi terkait, peningkatan kualitas, ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan pemberantasan buta akasara dan
Pelestarian warga belajar fungsional yang telah melek huruf.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-8
Sedangkan dari aspek pemanfaatan atau demand difokuskan pada peningkatan penciptaan kondisi lingkungan masyarakat dalam
mendukung pemberantasan buta aksara; peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat sehingga terjadi peningkatan pendapatan
masyarakat yang sebaian dialokasikan untuk pendidikan; peningkatan minat dan kesadaran masyarakat untuk mengikuti
program pemberantasan buta kasara; dan mendekatkan pelayanan penyelenggaraan pemberantasan buta aksara kepada masyarakat.
V. BIDANG INFRASTRUKTUR DASAR
Pembangunan sektor infrastruktur dasar mempunyai peran penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan hal
ini, maka perlu dilakukan melalui beberapa strategi sebagai berikut:
1. Peningkatan penyediaan dan keberlanjutan sumber air minum perkotaan
Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan ketersediaan dan keberlanjutan penyediaan air minum perkotaan dilakukan melalui
peningkatan penyediaan sumber air minum perkotaan, upaya rehabilitasi dan konservasi lahan di daerah hulu, pengendalian
pemanfaatan ruang, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan air tanah, peningkatan kesadaran masyarakat.
2. Optimalisasi tata kelola penyediaan dan pelayanan air minum perkotaan
Upaya optimalisasi tata kelola penyediaan dan pelayanan air minum perkotaan dilakukan melalui penataan kelembagaan penyedia air
minum perkotaan, pengembangan kebijakan penyediaan air yang pro poor dan peningkatan pengawasan pemanfaatan air non rumah
tangga.
3. Optimalisasi pengaturan jarak antara sumber air minum ke tempat penampungan sanitasi
Salah satu syarat ketentuan ketersediaan air bersih dapat diukur melalui jarak sumber air minum ke tempat penampungan sanitasi.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-9
Menurut Departemen Kesehatan, agar tidak mencemari sumber air bersih, maka penampungan sanitasi sebaiknya berjarak 10-15 meter
dari sumber air bersih.
4. Peningkatan penanganan penyediaan rumah layak huni
Program bantuan perbaikan kualitas rumah tidak layak huni maupun pembangunan rumah layak huni yang sudah dilakukan
seringkali menggunakan pendekatan top down. Dengan demikian, juga seringkali ditemui ketidakcocokan antara program bantuan yang
diberikan dengan program bantuan yang diinginkan oleh MBR. Dampaknya program bantuan yang dilaksanakan tidak maksimal.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka di dalam memberikan bantuan program peningkatan kualitas rumah tidak layak huni
maupun pembangunan rumah layak huni sebaiknya menggunakan pendekatan bottom up atau yang lebih sering disebut sebagai
pemberdayaan masyarakat. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga didukung dengan peran swasta yang mampu mengubah status
rumah tidak layak huni menjadi layak huni..
5. Peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat dalam penyediaan rumah layak huni
Peningkatan kemampuan perekonomian masyarakat didalam mengalokasikan biaya perbaikan hunian pasca mendapat program
bantuan perbaikan rumah maupun pembangunan rumah layak huni
dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi kepala rumah tangga berbasis potensi lokal, pendampingan manajemen pengelolaan
keuangan keluarga dan peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar. Masyarakat membentuk kelompok untuk saling bekerjasama di
dalam meningkatkan perekonomian dengan pemanfaatan potensi lokal. Pendapatan masyarakat yang diperoleh, misalnya 30
dialokasikan untuk biaya peningakatan kualitas hunian. Agar lebih implementatif, maka masyarakat secara berkelompok membuat
rekening tabungan dari pendapatan masing-masing anggota
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-10
kelompok. Dengan demikian biaya hunian yang sudah terkumpul dapat dimanfaatkan secara bergantian oleh masing-masing anggota.
6. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam kepemilikan rumah layak huni
Peningkatan kesadaran masyarakat dalam kepemilikan rumah layak huni dilakukan melalui penyuluhan dan pendampingan tentang
pentingnya rumah layak huni bagi peningkatan kualitas hidup.
7. Penyusunan peraturan terkait penyediaan rumah bagi MBR di Provinsi Jawa Tengah
Sampai saat ini belum terdapat kebijakan yang jelas mengatur tentang penyediaan hunian bagi MBR. Akibatnya tidak terdapat
peraturan yang menjelaskan langkah apa saja yang harus ditempuh di dalam penyediaan hunian bagi MBR. Seharusnya terdapat
kebijakan legal yang menjelaskan tentang penyediaan hunian bagi MBR. Tujuannya adalah agar semua pihak stakeholder terkait dapat
saling berkoordinasi untuk membantu MBR di dalam menjangkau hunian yang layak secara optimal.
8. Implementasi pola pengadaan hunian secara informal
Sebagian besar masyarakat terutama MBR lebih berminat untuk menjangkau hunian yang layak dengan pola pengadaan informal. Hal
ini dikarenakan dengan pola pengadaan informal, masyarakat dapat menyesuaikan anggaran biaya hunian sesuai dengan tingkat
pendapatan. Akan tetapi tingkat pendapatan MBR juga rendah sehingga anggaran yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas
rumah juga rendah. Akibatnya banyak MBR yang tidak mampu memperbaiki maupun membangun rumah yang layak secara
swadaya. Dengan demikian, maka bantuan yang diberikan kepada msyarakat
dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Hal ini dikarenakan pembangunan rumah bagi MBR dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat lebih cenderung mengikui pola pengadaan informal.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-11
Program bantuan dapat disalurkan kepada kelompok penerima bantuan baik dalam bentuk uang tunai maupun dalam bentuk
material. Jika pola pembangunan rumah mengikuti pendekatan pemberdayaan masyarakat, sebaiknya bantuan yang diberikan dalam
bentuk material bangunan. Dalam hal ini, masyarakat dituntut untuk saling bekerjasama dan berpartisipasi aktif di dalam
peningkatan kualitas hunian maupun pembangunan rumah layak huni.
9. Peningkatan peran stakeholder sebagai penyedia hunian yang layak dan terjangkau developer skala kecil maupun developer
skala besar Salah satu BUMN Badan Usaha Milik Negara yang berperan di
dalam membantu MBR untuk menjangkau hunian yang layak adalah Perum Perumnas. Namun, saat ini Perum Perumnas sudah tidak
mampu menyediakan rumah yang dapat dijangkau oleh MBR, terutama di kota-kota besar Provinsi Jawa Tengah. Hal ini
dikarenakan harga rumah yang ditentukan oleh Perum Perumnas sudah tidak mendapat subsidi FLPP dari pihak pemerintah.
Tingginya harga rumah yang dibangun oleh Perum Perumnas dikarenakan ketersediaan lahan yang terbatas dan meningkatnya
harga lahan setiap tahunnya. Program bantuan FLPP dapat digunakan jika harga rumah yang ditentutkan adalah Rp.
110.500.000 harga maksimal untuk Pulau Jawa. Jika harganya dibawah ketentuan harga rumah maksimal, maka masyarakat MBR
dibebaskan biaya PPN, biaya perizinan dan suku bunga bank hanya 7. Saat ini Perum Perumnas menyediakan rumah tipe 36 dengan
harga Rp. 140.000.000 sehingga masyarakat tidak dapat mengaksesnya menggunakan bantuan program FLPP.
Dengan permasalahan yang sedemikian rupa, maka developer skala kecil dinilai lebih mampu membantu MBR di dalam menjangkau
hunian yang layak dengan harga yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan persyaratan yang harus dipenuhi tidak serumit yang
dikenakan kepada developer skala besar. Hunian yang disediakan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-12
oleh developer skala kecil juga mendapatkan subsidi FLPP untuk meringankan angsuran buruh industri setiap bulannya.
10. Peningkatan proporsi rumah layak di status lahan legal
Permasalahan kemiskinan erat kaitannya dengan permukiman kumuh dan liar. Rumah tidak layak huni dibangun oleh masyarakat
secara ilegal di lahan milik pemerintah. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga lahan dan biaya material rumah yang tinggi. Jika
permasalahan permukiman kumuh dan liar tidak segera diatasi maka potret kemiskinan terutama di kota-kota besar semakin terlihat
jelas. Jika terdapat permasalahan yang sedemikian rupa, maka sebaiknya pihak pemerintah melakukan relokasi MBR dari kawasan
permukiman kumuh ke fasilitas hunian yang lebih layak, misalnya relokasi ke rusun baik dengan status sewa maupun dengan status
milik. Sebelum memutuskan untuk merelokasi MBR ke rusun, maka sebaiknya pihak pemerintah melakukan sosialisasi kepada MBR
untuk menjelaskan dan memastikan bahwa kualitas hunian di rusun lebih layak huni jika dibandingkan dengan kualitas hunian di
kawasan permukiman kumuh dan liar.
11. Peningkatan kualitas sanitasi di lingkungan permukiman kumuh dengan pendekatan STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Berdasarkan data BPS tahun 2014 terkait fasilitas Buang Air Besar, maka terdapat informasi yang menyebutkan bahwa presentase
rumah tangga di Jawa Tengah yang telah memiliki fasilitas tempat buang air besar mencapai 87,05, baik fasilitas buang air besar
milik sendiri 72,49, bersama 12,06 maupun yang digunakan secara umum 1,96. Dengan data yang sedemikian rupa, maka
masih terdapat 12,95 rumah tangga yang tidak memiliki atau tidak mampu mengakses fasilitas buang air besar. Kemungkinan besar,
masyarakay membuang kotoran langsung di kebun, sungai, sawah atau tempat tertentu lainnya.
Dengan permasalahan yang sedemikian rupa, maka perlu diterapkan pendekatan STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Dalam hal
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-13
ini, STBM merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarat dengan metode
pemicuan. Lima pilar penting di dalam pelaksanaan STBM adalah tidak buang air besar sembarangan, mencuci tangan dengan
menggunakan sabun, mengelola air minum dan makanan rumah tangga, mengelola sampah rumah tangga, mengelola limbah cair
rumah tangga. Program STBM ini dikhususkan untuk skala rumah tangga, sehingga program ini adalah program yang berbasis
masyarakat dan tanpa memberikan subsidi sama sekali bagi rumah tangga.
12. Peningkatan kesadaran masyarakat terkait dengan pentingnya fasilitas pembuangan terakhir sanitasi
Masyarakat yang masih buang air besar secara sembarangan tentunya menimbulkan berbagai penyakit dan juga dapat
mengganggu kenyamanan penduduk di sekitarnya akibat bau yang ditimbulkannya. Aspek yang paling penting untuk diperhatikan
adalah kondisi pembuangan terakhir sanitasi. Tempat pembuangan akhir sanitasi yang tidak tertutup akan menimbulkan bau dan dapat
menyebarkan penyakit. Terdapat beberapa jenis tempat pembuangan akhir sanitasi, akan tetapi SPAL merupakan tempat pembuangan
yang paling memenuhi standar hunian yang layak dan sehat. Hal ini dikarenakan SPAL mampu mengurangi tercemarnya sumber air
minum rumah tangga dari resapan limbah.
13. Peningkatan akses masyarakat terhadap sumber penerangan listrik PLN
Di Provinsi Jawa Tengah masih terdapat 0,11 rumah tangga yang belum menggunakan fasilitas listrik, yaitu 0,01 rumah tangga
menggunakan petromak, 0,05 menggunakan obor dan 0,05 menggunakan penerangan lainnya. Kabupaten di Jawa Tengah yang
memiliki persentase terendah terkait penggunaan masyarakat terhadap sumber penerangan listrik PLN adalah Kabupaten Jepara
dan Kabupaten Tegal. Dengan demikian maka dibutuhkan adanya
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-14
kerjasama dengan pihak PLN untuk memberikan akses kepada masyarakat terutama yang berada di daerah pelosok dengan
menggunakan sumber penerangan PLN.
VI. BIDANG KETAHANAN PANGAN
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kedaulatan pangan untuk pengentasan kemiskinan
melalui pengembangan desa berdikari. Beberapa hal terkait dengan strategi pengembangan desa berdikari, dijelaskan seperti dibawah ini.
1. Pemaknaan Desa Berdikari
Gelombang impor terus menerjang Indonesia dengan berbagai motifnya. Akibatnya produk dalam negeri tidak bisa bersaing, tidak
laku, murah dan merugikan.Banyak lahan yang dialih fungsikan, alih profesi dan alih daya.
Jumlah penduduk yang semakin besar berpeluang pada peningkatan volume dan nilai impor. Akibatnya, daya saing bangsa menjadi
semakin menurun dan Indonesia akan semakin tergantung dengan negara lain. Bahkan bisa terjadi Indonesia akan diatur oleh negara
lain.
Melihat kondisi tersebut, perlu segera dicarikan jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut. Kedaulatan pangan sebagai sebuah
jargon harus diwujud-nyatakan dalam strategi, program dan tindakan. Salah satu konsep penting yang perlu dikembangkan
adalah pengembangan desa berdikari.
Berdasarkan pada pemaknaan desa yang ada di dalam UU Desa, desa adalah kesatuan masyarakathukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untukmengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentinganmasyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asalusul, danatau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalamsistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Berdikari memiliki makna akronim berdiri diatas kaki sendiri, ada makna keswadayaan, kemandirian dan kedaulatan. Dalam konteks
ini, bisa dikaitkan dengan Tri Sakti Bung Karno yaitu berdaulat dibidang ekonomi, berda
budaya. Yang relevan dengan berdikari untuk ukuran mikro adalah berdikari secara ekonomi melalui dukungan berdikari politik dan
budaya.
Dalam perspektif ekonomi, berdasarkan rantai nilainya, ada tiga subsistem utama dalam desa berdikari yaitu:
1. Sub sistem supply. Penciri utama sub sistem ini adalah
kedaulatan dalam hal bibit dan pupuk benih dan desa organik.
2. Sub sistem demand. Penciri utamanya adalah kepastian
dan kepastian dibeli misalnya produk pangan.
3. Sub sistem delivery. Penciri utama dalam sub sistem ini adalah
infrastruktur dasar, infrastruktur usaha dan utilitas serta teknologi manufaktur
Dolog, Lumbung Pangan, dan Balai Cadangan Pangan.
Komponen Pengembangan Desa Berdikari
Pembangunan kedaulatan pangan, hendaknya diletakkan dalam konteks pembangunan desa.
Pengembangannya. menjadi desa berdikari, bukan sekedar wilayah administrasi dan
hukum saja. Sementara itu, tujuan utama kedaulatan pangan adalah
Supply
Bibit Pakan
Sumber Daya Alam
Bahan Baku Perundangan
Peraturan Kebijakan
ini, bisa dikaitkan dengan Tri Sakti Bung Karno yaitu berdaulat dibidang ekonomi, berdaulat dibidang politik dan berdaulat dibidang
budaya. Yang relevan dengan berdikari untuk ukuran mikro adalah berdikari secara ekonomi melalui dukungan berdikari politik dan
Dalam perspektif ekonomi, berdasarkan rantai nilainya, ada tiga tama dalam desa berdikari yaitu:
Sub sistem supply. Penciri utama sub sistem ini adalah kedaulatan dalam hal bibit dan pupuk misalnya
benih dan desa organik. Sub sistem demand. Penciri utamanya adalah kepastian
dan kepastian dibeli misalnya Keterlibatan KUD dalam tatakelola produk pangan.
Sub sistem delivery. Penciri utama dalam sub sistem ini adalah infrastruktur dasar, infrastruktur usaha dan utilitas serta
teknologi manufaktur misalnya Sistem Resi Gudang SRG, Bulog, Dolog, Lumbung Pangan, dan Balai Cadangan Pangan.
Gambar 7. 1 Komponen Pengembangan Desa Berdikari
Pembangunan kedaulatan pangan, hendaknya diletakkan dalam konteks pembangunan desa. Desa menjadi sebagai
Pengembangannya. Desa ini perlu dimaknai dan dikembangkan menjadi desa berdikari, bukan sekedar wilayah administrasi dan
saja. Sementara itu, tujuan utama kedaulatan pangan adalah
Delivery
Infrastruktur Teknologi
Demand
Pasti Harga, Pasti Dibeli
Supply
Bibit-Pupuk- Pakan
Kelembagaan SDM
Pendanaan Pendampingan
ini, bisa dikaitkan dengan Tri Sakti Bung Karno yaitu berdaulat ulat dibidang politik dan berdaulat dibidang
budaya. Yang relevan dengan berdikari untuk ukuran mikro adalah berdikari secara ekonomi melalui dukungan berdikari politik dan
Dalam perspektif ekonomi, berdasarkan rantai nilainya, ada tiga Sub sistem supply. Penciri utama sub sistem ini adalah
desa mandiri Sub sistem demand. Penciri utamanya adalah kepastian harga
Keterlibatan KUD dalam tatakelola Sub sistem delivery. Penciri utama dalam sub sistem ini adalah
infrastruktur dasar, infrastruktur usaha dan utilitas serta g SRG, Bulog,
Dolog, Lumbung Pangan, dan Balai Cadangan Pangan.
Pembangunan kedaulatan pangan, hendaknya diletakkan dalam sebagai Unit
Desa ini perlu dimaknai dan dikembangkan menjadi desa berdikari, bukan sekedar wilayah administrasi dan
saja. Sementara itu, tujuan utama kedaulatan pangan adalah
Kelembagaan SDM
Pendanaan Pendampingan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-16
kemandirian berproduksi dan kecukupan konsumsi, kelancaran penjualan dandistribusinya melalui kepastian berusaha. Adapun
keinginan yang akan diwujudkan atau dampak yang diharapkan dalam kedaulatan pangan adalah kesejahteraan petani dalam hal
kecukupan pangan, sandang, papan, pendidikan, pendapatan dan kesehatan. Ketika ini tercapai, sebenarnya keinginan untuk berdikari
juga bisa dicapai.
2. Pembenihan
Kualitas benih menentukan produksi dan produktivitas pertanian. Semakin berkualitas benih yang digunakan dalam budidaya
pertanian, semakin tinggi produksi dan produktivitasnya. Desa belum berdikari benih, mengingat masih banyak benih yang berasal
dari impor. Kalaupun mereka mengembangkan sendiri dari turunan induk sebelumnya, produktivitasnya sangat tidak memadai dengan
benih F1nya. Merekapetani umumnya belum banyak yang menjadi penangkar benih, apalagi produsen.
Perbenihan memerlukan teknologi.Tahap awal, perlu dilakukan upaya untuk menjadikan petani dan atau kelompok tani menjadi
penangkar benih. Untukmewujudkan hal ini, mereka bisa bekerjasama dengan Perguruan Tinggi, Perusahaan Benih termasuk
Balai Penelitian terkait. Peraturan yang terkait dengan ini perlu diharmonisasi sehingga tidak menimbulkan kerugian pada petani
dan memotivasi petani untuk menjadi penangkar benih. Jangan sampai terjadi, petani bisa menghasilkan varietas baru, namun
kemudian dipenjara hanya masalah ketidak-mengertian yang bersangkutan.
Tidak perlu semua petani menjadi penangkar benih. Yang penting adalah penangkar itu mampu memenuhi kebutuhan petani lainnya.
Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan budaya menghasilkan benih sendiri yang berkualitas. Dalam kaitan ini, pemerintah perlu
memberikan perlindungan secara penuh kepada petani yang ingin menghasilkan dan atau memperbanyak varietas baru yang lebih
produktif.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-17
Pembudayaan ini bisa dimulai dari kelompok tani. Memang tidak mudah untuk memulainya. Butuh ketekunan, kerja keras dan
telaten. Butuh pendampingan untuk itu. Perguruan Tinggi, Balai Penelitian, UPTD, Perusahaan bisa menjadi pendamping untuk
menjadikan petani menjadi penangkar benih, lebih dari itu bisa menjadi produsen benih.
3. Pupuk Dan Pakan
Terkait dengan pupuk dan pakan, petani juga belum berdikari. Pupuk dan pakan masih tergantung pada perusahaan besar.
Perusahaan besar bahkan cenderung menjadi monopolis, sehingga harga pupuk dan pakan tidak bisa dikendalikan oleh petani. Subsidi
pupuk yang sangat besar justru sampai saat ini tidak mensejahterakan petani. Oleh karena itu subsidi pupuk ini perlu
dialihkan untuk insentif petani menghasilkan pupuk dan pakan sendiri serta subsidi ini diarahkan ke sisi hilir untuk memastikan
harga dan memastikan pembelian produk petani.
Menghasilkan pupuk dan pakan bukan pekerjaan mudah jika harus melayani dalam partai besar. Untuk awalannya, bisa dimulai dengan
skala kecil dengan berusahan memenuhi kebutuhan anggota Kelompok Tani atau Gapoktan. Mereka membutuhkan budaya usaha
agar pemenuhan kebutuhan pupuk dan pakan bisa dilayani secara berkesinambungan. Budaya usaha ini yang perlu dikuatkan pada
mereka.
Untuk merealisasikan ide ini, bisa dimulai dari sumberdaya alam yang ada disekitar mereka. Bisa juga dimulai dari mereka yang
sudah berusaha dipupuk, namun masih sederhana. Usaha ini yang kemudian bisa dikembangkan. Dalam rangka inilah perlu dilakukan
pendampingan dan akses pendanaan terkait dengan usaha ini dari Pemerintah, Perguruan Tinggi, Perusahaan dan pihak lain yang
peduli untuk itu.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-18 4. Harga pangan tidak stabil
Permakluman kita semua mengenai harga di sektor pertanian telah ada, harga jual produk pertanian selalu turun bahkan anjlok pada
musim panen raya dan meningkat pada saat musim paceklik. Harga jual sangat rendah pada saat panen sehingga merugikan petani,
sementara pada saat harga naik paceklik mereka tidak menikmati karena tidak mempunyai produk yang bisa dijual. Persoalan naik-
turunnya harga yang tidak seperti diharapkan petani ini bukan persoalan biasa, namun karena kegagalan pasar, para pembeli lebih
berkuasa dari pada produsen. Struktur monopsoni atau oligopoli merupakan struktur pasar yang terjadi disektor pertanian pada
umumnya, namun untuk membeli pupuk dan pakan dan sarana produksi yang lain berlaku struktur pasar sebaliknya yaitu monopoli
dan oligopoli. Petani, peternak dan nelayan selalu kalah dengan struktur pasar yang ada. Dalam terminologi teoritis, ini merupakan
kegagalan pasar yang mewajibkan negara campur tangan. Dalam kondisi seperti inilah, keberadaan negara menjadi penting.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu ada kebijakan “pastikan harganya, Pastikan dibeli” guna mengatasi struktur pasar yang
“gagal”. Program. Untuk merealisasikan ini, perlu dukungan kebijakan dan anggaran. Untuk kebijakan sebenarnya sudah ada
dalam bentuk UU Pemberdayaan dan Perlindungan Petani, termasuk didalamnya adalah asuransi untuk petani. Pemerintah bisa
menginisiasi pembelian produk petani dengan harga yang wajar, kemudian pada saat sudah memungkinkan, produk bisa dijual ke
pasar. Jika pemerintah memiliki kapasitas manajemen yang memadai, pemerintah malah bisa untung dari usaha ini. BUMD bisa
membeli beras petani, difasilitasi dengan dana Bank Jateng yang kemudian untuk membeli produk petani dan kemudian dikembalikan
jika produk sudah dijual dengan harga yang layak.
Untuk mengejawantahkan program tersebut, ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan, diantaranya adalah:
1. Membuat database petani. Database petani menjadi sangat
penting untuk melakukan program kepastian usaha. Meskipun
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-19
mahal, namun database ini menjadi pondasi dalam menerapkan program kepastian usaha
2. Merealisasikan pelaksanaan Kartu Petani. Kegiatan pembuatan
kartu petani, didasarkan pada database petani. Bukan dimulai dari awal lagi, bukan dari nol. Kartu menjadi simbol. Diharapkan
kartu petani menjadi identitas petani dan pada akhirnya menjadi pembeda dengan profesi yang lain. Petani didorong untuk menjadi
profesi.
3. Membangun Whole Seller. Prinsipnya seperti prinsip kerja
BULOG, namun ini dikelola di Propinsi Jawa Tengah dengan melibatkan Pemkot dan Pemkab. Bentuk usahanya adalah Badan
Usaha Milik Daerah BUMD. Pada saat musim panen tiba, BUMD ini yang membeli produk petani dengan harga yang telah
ditetapkan sebelumnya. Kemudian pada saat harga mulai naik, BUMD ini yang kemudian mulai melepas barang yang dibeli dari
petani dengan harga yang memadai. Jika dijalankan dengan benar, usaha ini justru menguntungkan dan bisa memotong mata
rantai perdagangan yang panjang dan tidak efisien.
4. Dalam aspek perdagangan, perlu ada aturan yang fair bagi semua
pelaku usaha, termasuk petani dan masyarakat di desa. Perlu dibuat Perda untuk memastikan usaha bagi petani dan
masyarakat desanya.
5. Asuransi Pertanian. Sampai saat ini, asuransi pertanian belum
terbiasa diterapkan di Indonesia. Di negara yang sudah maju, asuransi pertanian ini bisa diterapkan. Menurut UU no. 19 tahun
2013 tentang permberdayaan dan perlindungan petani, asuransi pertanian sudah secara eksplisit disebut. Tinggal bagaimana ide
yang baik ini bisa direalisasikan.
5. Pembangunan Infrastruktur
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS, penduduk Indonesia pada Tahun 2013 menunjukkan bahwa sebaran penduduk di Jawa
Tengah tidak merata di seluruh kabupatenkota. Hal tersebut ditunjukkan dengan keberadaan penduduk di masing-masing
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-20
kabupatenkota, terbanyak berada di Kabupaten Brebes 1.764.648 jiwa, paling sedikit di Kota Magelang119.935 jiwa. Kondisi tersebut
tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2012.
Kepadatan penduduk Jawa Tengah pada tahun 2013 sebanyak 1.022 jiwakm2, angkanya tidak berubah dibandingkan dengan tahun
2012. Kepadatan penduduk di kota lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten, tertinggi adalah Kota Surakarta 11.534 jiwakm2 dan
terendah Kabupaten Blora 471 jiwakm2.
Permasalahan pembangunan infrastruktur Jawa Tengah adalah kesenjangan infrastruktur pengembangan wilayah dibagian utara
dan selatan serta keterbatasan pembiayaan pembangunan infrastruktur.Infrastruktur belum dibangun secara sinergis, sebagai
contoh irigasi pertanian baik, pasar desa tidak ada sehingga produk produk pertanian tidak dapat dipasarkan, atau pasar desa ada tetapi
akses jalan menuju desa rusak parah.
Menurut Grigg 1988 infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung
dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun
kebutuhan ekonomi. Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem, dimana infrastruktur dalam sebuah sistem
adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana jaringan yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Disparitas perkembangan ekonomi, masih tingginya jumlah penduduk miskin di kawasan perdesaan, dan rendahnya tingkat
pelayanan infrastruktur di kawasan perdesaan, menjadi latar belakang kebijakan dan program pembangunan infrastruktur
perdesaan saat ini berbasis pemberdayaan masyarakat. Selain itu program ini bersifat open menu, dimana masyarakat memilih
infrastruktur yang akan dibangun sesuai kebutuhan dengan pilihan infrastruktur pendukung sebagai berikut :
Aksesibilitas, meliputi jalan, jembatan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-21
Produksi pertanian, meliputi saluran irigasi perdesaan, pasar desa, serta
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, meliputi penyediaan
energi instalasi biogas
6. Pendidikan Untuk Petani Masyarakat Desa
Hasil penelitian dari banyak peneliti menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani sangat rendah, sebagian besar hanya lulusan SD
Priyanto, 2005. Bahkan diantara mereka, SD pun tidak lulus. Mereka pada umumnya mengandalkan pengalaman dan intuisi
mereka dalam berusahatani. Dalam rangka memujudkan desa berdikari ini, aspek sumberdaya manusia SDM menjadi faktor kunci
juga. Jika SDMnya sudah memadai, mereka akan mampu melihat peluang, mampu merakit sumberdaya yang ada menjadi sebuah
usaha yang menguntungkan. Jika ini belum disentuh, niscaya mereka akan kembali seperti semula jika program dan proyek sudah
berhenti. Kondisi ini juga berlaku pada anggota masyarakat desa lainnya.
Melihat fakta tersebut, perlu segera dirancang pendidikan untuk petani dan masyarakat desa yang berkelanjutan, yang memampukan
masyarakat desa memiliki pengetahuan dan keahlian tinggi serta mentaal yang memadai untuk mengembangkan usahanya.
Pendidikan ini berusaha untuk mengembangkan daya nalar, menumbuhkan kesadaran dan meningkatkan keterampilan
masyarakat petani setempat agar secara mandiri mampu memanfaatkan potensi dan peluang-peluang untuk mengelola
kawasan pertanian demi perbaikan kualitas hidup petani secara berkelanjutan.
Untuk merealisasikan program ini, pemerintah desa bisa bekerjasama dengan berbagai pihak khususnya yang terkait dengan
pendidikan. Di masing-masing kabupaten sebenarnya sudah ada Kabid Pendidikan Non Formal Informal PNF. Disamping itu, ada
juga UPTD Sanggar Kegiatan Belajar SKB yang melayani program PNF di masyarakat seperti PAUD, Kesetaraan, Keaksaraan, Vokasi
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-22
dan Dikman Pendidikan Masyarakat. Di level desa, ada banyak juga layanan PNF yang mampu mencerdaskan mereka, seperti PKBM,
TBM, Desa Vokasi. Langkah awalnya adalah melakukan koordinasi dan sinkronisasi serta harmonisasi dengan lembaga desa berdikari
untuk menyelenggarakan layanan PNF. Dalam kaitan dengan programnya, perlu diinisiasi sekolah terbuka untuk masyarakat desa
setara SMP dan SMA bernuansa PNF yang memungkinkan masyarakat desa melanjutkan studinya.
7. Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan petani perlu dilakukan mengingat posisi petani dan masyarakat desa pada umumnya lemah. Penguatan
kelembagaan ini penting dilakukan untuk meningkat posisi power. Didorong mereka untuk berserikat secara sosial dan ekonomi.
Sampai saat ini kelembagaan petani sering dikooptasi oleh kepentingan politik dan kelembagaan petani masih lemah dan belum
memiliki posisi dalam pengambilan keputusan.
Kelembagaan petani dan masyarakat desa yang ada baru memiliki identitas sosial saja. kelembagaan petani dan masyarakat desa belum
memiliki identitas hukum. Beda sekali dengan kelembagaan buruh, yang memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dan kuat dibanding
kelembagaan petani. Oleh karena itu, perlu segera memperkuat kelembagaan itu dengan memperbaiki nilai, sistem dan struktur yang
ada di desa. Untuk menjadi desa berdikari, dibutuhkan kelembagaan desa yang kuat.
Dalam praktik usahanya, bargaining power dan bargaining position petani rendah. Petani selalu saja menjadi penerima harga. Pada saat
panen harga sangat rendah sehingga petani banyak yang terpaksa menerima harga seadanya. Pada saat paceklik, petani juga tidak
menikmati harga yang tinggi karena pada saat itu petani tidak memiliki produk disatu sisi dan adanya pembukaan keran import
disisi yang lain. Sementara itu, kelembagaan yang ada selama ini tidak berjalan maksimal. Ada lembaganya namun tidak berjalan
semestinya. Ada pengurusnya, namun tidak pernah ada kegiatan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-23
yang konstruktif membela kepentinan petani. Kalaupun ada, mereka sulit bersatu manakala berhadapan dengan pihak lain dalam hal ini
pedagang. Dalam aspek yang lain, produk petani Indonesia kurang bisa bersaing dengan produk impor mengingat kualitas, kuantitas,
kontinuitas dan keseragaman yang masih kalah jauh dari produk impor.
Penguatan kelembagaan ini bertujuan untuk memaksimalkan peran lembaga petani yang ada sehingga mampu meningkatkan posisi dan
kekuatan tawar. Programnya berisi mengenai penguatan pengurusnya, perbaikian struktur organisasinya dan penguatan
budaya organisasi petani, penambahanpendirian organisiasi. Budaya organisasi yang kuat juga menjadi domain program ini.
Budaya organisasi yang dinamis, terbuka dan sangat pro pada produktivitas dan efisiensi didukung dengan penerapan teknologi
tinggi merupakan upaya yang ingin dicapai untuk meningkatkan daya saing usaha.
Yang perlu dilakukan adalah penguatan dan pendampingan kelompok tani. Sampai saat ini kelompok tani masih menjadi
lembaga sosial, belum memiliki lembaga bisnis yang kuat padahal kehidupan petani dalam usahataninya sangat bersinggungan erat
dengan budaya bisnis. Lembaganya sudah ada dan mengakar namun orientasi roda organisasi perlu diubah dan diperbaiki guna
mendukung usaha dari para anggotanya. Kegiatan rielnya adalah pendataan kelompok tani, analisis kebutuhan kelompok, pelatihan,
dan pendampingan. Kemudian bisa dilakukan juga adalah pendirian BUMD Pertanian. Sampai saat ini belum ada perusahaan daerah
yang menangani dan berkecimpung dalam bidang pertanian secara khusus. Padahal banyak masalah yang mendera bidang pertanian
karena struktur pasar yang gagal. Kehadiran BUMD Pertanian bisa menjadi penyeimbang pasar untuk tidak terjadi monopoli dalam
pasar. BUMD Pertanian bisa menjadi stabilitasi pasar. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Desa, perlu dilakukan pembentukan Badan
Usaha Milik Desa BUM Desa. Potensi sumberdaya alam di desa sangat tinggi, namun sampai saat ini belum termanfaatkan secara
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-24
maksimal. Desa sebagai institusi juga belum mampu mandiri secara finansial.
Pasar Pemasaran: Akses ke informasi, orientasi pasar, komunikasi bisnis. Perlu dibentuk komisi dagang untuk petani. Lembaga-
lembaga yang ada seperti pasar lelang, subterminal agribisnis, pasar desa, dan resi gudang perlu dimaksimalkan fungsi dan perannya.
Budaya “pasar” perlu diciptakan untuk petani, nandur sing iso didol, bukan ngedol sing iso ditandur
Secara khusus, desa berdikari juga harus ada kelembagaannya. Usulannya
adalah dengan
mengkoordinasikan dan
mengharmonisasikan kelembagaan terkait dengan pengembangan desa yang ada di desa seperi Desa Mandiri Pangan, Desa Vokasi,
Desa Inovasi, Jamaah Produksi, dan lain sebagainya.
Gambar 7. 2 Keterkaian Dan Garis Koordinasi Diantara Lembaga Yang Ada Di Desa
8. Penguatan Akses Teknologi
Dalam merealisasikan desa berdikari, ada satu aspek penting juga yang harus diperhatikan yaitu akses teknologi. Bahkan bisa
dikatakan, kemandirian sebuah masyarakat saat ini bisa juga dilihat dari seberapa besar mereka menguasai teknologi termasuk
Desa Berdikari
Desa Mandiri
Pangan
Desa Vokasi
Desa Inovatif
Jamaah Produksi
Program lainnya
di desa
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-25
didalamnya adalah teknologi informasi. Dalam kaitan ini, maka perlu segera direalisasikan:
Peningkatan akses petani dalam berbagai sumber produksi dan teknologi. Sampai saat ini, akses petani terhadap sumber-sumber
produksi masih lemah. Pemanfaatan teknologi dalam bentuk Kartu Petani, bisa menjadi solusi bagi petani untuk mengakses
berbagai fasilitas dari pemerintah.
Dukungan teknologi dari universitas dan balai penelitian serta perusahaan untuk petani. Cina dan India bisa maju
pertaniannya karena disetiap kabupaten ada pusat riset untuk petani. Sangat memungkinkan untuk bekerjasama dengan
beberapa perguruan tinggi, balai penelitian dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengoptimalkan hasil penelitian dan
teknologi untuk petani agar terjadi peningkatan produksi dan produktivitas, dari hulu sampai hilir, termasuk didalamnya
teknologi pasca panen.
Dalam hal teknologi ini, perlu juga dikembangkan dan diimplementasikan teknologi mekanisasi untuk efisiensi usaha
bagi wilayah-wilayah yang memungkinkan dan membutuhkan.
Perlu dikembangkan teknologi tepat guna dalam rangka mengatasi persoalan organisme pengganggu tanaman OPT.
Dalam aspek ini, petani seringkali tidak berdaya tatkala terjadi serangan dari OPT.
Perlu dilakukan revitalisasi kegiatan penyuluhan pertanian di Jateng untuk transfer teknologi karena petani membutuhkan
pendamping menjadi petani yang berdaulat. Kelembagaan penyuluhan untuk pemberdayaan petani melalui teknologi dan
informasi perlu ditata kembali. Mungkin perlu dipikirkan khusus untuk penyuluhan dilaksanakan pada level propinsi. Kabupaten
cukup bekerjasama dengan propinsi dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan.
Konsep satu
desa-satu penyuluh
perlu direalisasikan dengan memaksimalkan peran penyuluh swasta
dan swadaya melalui pelibatan sarjana dan anggota masyarakat lain guna mendampingi petani supaya berdaulat. Dalam kegiatan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-26
penyuluhan ini, perlu ditekankan bahwa penyuluhan bukan kegiatan individu, namun kegiatan tim. Tim penyuluh dengan
berbagai kompetensi perlu didorong untuk dikembangkan di Jawa Tengah. Pengembangan Sarjana Fasilitator Desa SFD
sebagai agen teknologi dan informasi perlu menjadi fokus untuk membangun dan mengembangkan desa.
9. Pengelolaan Sumber Daya Alam SDA Lingkungan
SDA dan lingkungan merupakan media yang baik untuk pengembangan usaha di desa. daya dukung SDA dan lingkungan
menjadi syarat utama dalam mengakselerasi pembangunan di desa. Dalam rangka wewujudkan desa berdikari, SDA dan lingkungan
perlu
ditata kembali
untuk memampukan
warga desa
mengembangkan potensinya. Penataan kawasan desa yang potensial dikembangkan dengan
berbagai usaha dan kegiatan perlu segera dilakukan. Memang ada beberapa desa yang telah memiliki penataan kawasannya, namun
dari aspek dinamika masyarakat telah banyak berubah. Oleh karena itu perlu ditata kembali dalam kerangka pembangunan desa
berdikari. Jika sudah tertata, aspek kepastian untuk dijalankan secara konsisten dan konsekuen perlu dilakukan.
Setelah tertata, untuk SDA dan lingkungan yang rusak perlu segera direhabilitasi untuk meningkatkan daya dukungnya. Penataan dan
rehabilitasi ini harus dilakukan secara integral dan gotong royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara penuh dan
bertanggung jawab.
10. Penguatan Aspek Kebijakan dan Legalitas
Indonesia termasuk di Jawa Tengah sangat heterogen dan berkembang. Untuk menjalankan desa berdikari, perlu kebijakan
yang tepat dan didukung dengan aspek legalitas yang jelas. Undang- Undang yang sudah ada, perlu diperlengkapi dengan produk hukum
yang operasional. Sebagai misal, UU No. 16 tahun 2006 sampai hari ini belum ada Peraturan Pemerintahnya PP. UU Desa dan UU
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-27
tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani perlu segera diikuti dengan PP-nya masing-masing.
Terkait dengan kepastian harga dan kepastian dibeli, perlu juga diperlengkapi dengan produk hukum yang jelas dan mengikat. Ini
menjadi pertaruhan yang sangat menentukan bagi terwujudnya desa berdikari. Produk hukum yang terkait dengan usaha petani
khususnya dalam perbenihan juga perlu ditinjau dan diperbaiki. Yang jelas, seluruh mekanisme terkait dengan penyelenggaraan desa
berdikari harus memiliki dasar hukum yang jelas dan pasti agar pelaku usaha di desa mendapat kepastian dalam usaha.
Perlu dibuat aspek legal dalam usaha dan tataniaga pertanian agar supaya ada keadilan dan usaha.
B. RENCANA AKSI DAERAH
Rencana Aksi Daerah RAD merupakan serangkaian alur pikir sistematis yang menjadi landasan daerah dalam menetapkan program dan
kegiatan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan berdasarkan isu strategis sebagai bagian dari perencanaan dan
penganggaran penanggulangan kemiskinan yang berbasis hasil.
1. Arah Kebijakan
Arah kebijakan penanggulangan kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018 sebagai berikut :
1 Meningkatkan percepatan penurunan jumlah penduduk miskin
dengan mengoptimalkan kinerja program perlindungan sosial, pengurangan kesenjangan antar kelompok ekonomi, meningkatkan
daya saing dan penguatan komitmen antar pemerintah di semua tingkatan.
2 Mengupayakan perluasan lapangan kerja dan kesempatan
berusaha guna menurunkan jumlah pengangguran dengan mengembangkan kebijakan pro investasi dan meningkatkan
kewirausahaan baru, disertai pengembangan kualitas SDM dan pemetaan potensi sumberdaya alam di setiap kawasanwilayah.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-28
3 Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat disertai
dengan peningkatan kuantitas distribusi serta kompetensi tenaga kesehatan dan non kesehatan, ketersediaan farmasi dan alat
kesehatan maupun peningkatan efektifitas penyelenggaraan program Keluarga Berencana KB.
4 Meningkatkan
kualitas dan
akses pendidikan
dengan mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan serta meningkatkan angka melek huruf khususnya melalui pendidikan non formal.
5 Meningkatkan derajad kesehatan masyarakat dengan mewujudkan
ketersediaan air minum perkotaan yang layak dan berkelanjutan serta meningkatkan penanganan, penyediaan dan kesadaran
warga masyarakat untuk memiliki rumah layak huni.
6 Meningkatkan ketahanan pangan disertai dengan penyediaan
benih, pupuk dan pakan serta upaya untuk mewujudkan stabilitas harga pangan, pendidikan bagi petani dan masyarakat desa,
penguatan kelembagaan, peningkatan akses teknologi, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan berikut penguatan aspek
kebijakan dan legalitas.
2. Strategi
Secara makro, strategi penanggulangan kemiskinan diarahkan pada penanganan penduduk miskin dengan kategori :
1 penduduk produktif; penanganan kemiskinan akan dilakukan
melalui pola : i pemberdayaan; dan ii pengurangan beban pengeluaran;
2 penduduk non produktif; penanganan kemiskinan akan dilakukan
melalui pola bantuan langsung charity. Sinergi dengan kebijakan nasional, RAD Penanggulangan Kemiskinan
diklasifikasikan sesuai dengan strategi penanggulangan kemiskinan sebagaimana diamanatkan pada Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun
2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, yaitu:
1 Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin;
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-29
2 Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin;
3 Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan
Kecil; 4
Mensinergikan kebijakan
dan program
penanggulangan kemiskinan.
Selain itu, beberapa inisiasi daerah dalam upaya penanggulangan kemiskinan yaitu:
1 Pengembangan kemitraan dengan Perguruan Tinggi; pilot project
telah dilakukan pada tahun 2014 dengan Unika Soegijapranata Semarang dan Pemerintah Kabupaten Grobogan melalui
penandatanganan Nota Kesepakatan KKN Tematik 33 Desa di 2 Kecamatan;
2 Program TNI Manunggal Membangun Desa TMMD Tematik Karya
Bhakti TNI; bentuk kegiatan pembangunanperbaikan Rumah Tidak Layak Huni RTLH melalui kegiatan Karya Bakti TNI;
3 SharingSinergitas Pendanaan; target pada tahun 2017 dengan
fokus pada 3 bidang pembangunan, yaitu: Pendidikan Bantuan Siswa Miskin. Kesehatan Jaminan Kesehatan Non Kuota dan
Infrastruktur pembangunanperbaikan RTLH;
4 Program Rintisan Desa Berdikari;
5 Coorporation Social Responsibility CSR Tematik.
3. Prioritas Wilayah Intervensi dan Sasaran Penerima Manfaat
Mendasarkan analisis prioritas wilayah intervensi maka lokus pelaksanaan
programkegiatan penanggulangan
kemiskinan
diarahkan pada 15 kabupatenkota yang tergolong tingkat kemiskinan tinggi masih berada di atas rata-rata Provinsi Jawa
Tengah dan rata-rata Nasional, yaitu Kabupaten Wonosobo, Kebumen, Rembang, Brebes, Purbalingga, Pemalang, Banjarnegara,
Banyumas, Sragen, Demak, Klaten, Purworejo, Cilacap, Grobogan dan Blora. Selain itu,
sasaran penerima manfaat program
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-30
penanggulangan kemiskinan mengacu pada basis data terpadu PPLS 2011PBDT 2015.
4. Tata Kelola Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan
SPKD Provinsi Jawa Tengah tahun 2015-2018 disusun kerangka sinergitas penanggulangan kemiskinan secara Nasional, dan menjadi
pedoman bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah didalam penyusunan RPJMD dan menjadi pedoman dalam penyusunan Renstra, Renja dan
RKPD untuk seluruh SKPDInstansi Provinsi Jawa Tengah dalam rangka mencapai target kinerja penanggulangan kemiskinan di Jawa
Tengah.
Dalam rangka menegaskan komitmen dan mendorong sinergi berbagai upaya penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah perlu
adanya
pola peran Pemerintah Pusat, Pemerintah KabupatenKota,
dunia usaha dan masyarakat, sebagai berikut: 1
Pemerintah Pusat: 1 keberlanjutan disertai pemenuhan seluruh volume sasaran program perlindungan sosial di Jawa Tengah; 2
pengembangan sistem informasi database kemiskinan yang terpadu.
2 Pemerintah KabupatenKota: 1 penyelarasan target dan
intervensi program penanggulangan kemiskinan sesuai target dan intervensi program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah; 2 validasi
database kemiskinan.
3 Dunia usaha: target dan intervensi program CSRPKBL mengacu
pada target dan intervensi program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
4 Masyarakat:
meningkatkan partisipasi,
kepedulian dan
keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan advokasi oleh Pemerintah.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2018
VII-31
Gambar 7. 3 Alur Tata Kelola Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan
Di Jawa Tengah
Selanjutnya RAD yang tertuang didalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPKD Provinsi Jawa Tengah tahun 2015-2018
menjadi bagian yang sangat penting sebagai acuan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah KabupatenKota, dunia usaha dan
masyarakat dalam rangka menyusun program penanggulangan kemiskinan didalam dokumen perencanaan pembangunan, secara rinci
rencana aksi penanggulangan kemiskinan Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.