efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah sisiwa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi
mereka sendiri dan orang lain. Menurut penulis Quantum Teaching ini dirasa dapat diterapkan pada pelajaran mendengarkan Cerita Pendek Anak karena dalam
Quantum Teaching guru dituntut untuk memanfaatkan segala interaksi yang ada didalam moment belajar, mulai dari penataan ruangan, pengemasan materi secara
menarik, penggunaan media yang sesuai, penggunaan musik sebagai latar, dan merayakan keberhasilan siswa. Dengan demikian akan tercipta sebuah
pembelajaran yang mengesankan sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Berdasarkan persoalan yang ada maka akan dilakukan penelitian
eksperimen untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran dan media pembelajaran terhadap hasil belajar siswa dengan judul skripsi Pengaruh Model
Quantum Teaching Menggunakan Media Gambar Seri Terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas V SD Negeri Kuripan.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian diatas permasalahan yang mucul diatas dapat di identifikasi sebagai berikut:
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK yang menjadi kesenjangan dalam proses belajar mengajar.
2. Penggunaan model serta media pembelajaran untuk meningkatkan semangat siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
3. Hasil belajar bahasa indonesia khususnya materi mendengarkan cerita pendek anak masih banyak yang dibawah KKM.
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang hendak dikaji dibatasi pada pengaruh model Quantum Teaching menggunakan media gambar seri terhadap hasil belajar bahasa
Indonesia pada kelas V SD Negeri Kuripan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka permasalahan yang ingin diteliti adalah pengaruh model Quantum Teaching menggunakan media gambar
seri terhadap hasil belajar bahasa Indonesia pada kelas V SD Negeri Kuripan?
E. Tujuan Penelitian
5
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Quantum Teaching menggunakan media gambar seri terhadap hasil belajar bahasa Indonesia
pada materi Cerita Pendek Anak kelas V SD Negeri Kuripan.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru, siswa dan peneliti selanjutnya.
1. Guru
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru dan calon guru untuk memperhatikan media pembelajaran yang dapat menumbuhkan motivasi
siswa dalam belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini memiliki manfaat: a meningkatkan kemampuan guru dalam
menyajikan materi yang lebih kreatif untuk menarik minat belajar siswa, b meningkatkan kemampuan guru dalam memilih berbagai media dan model
pembelajaran yang sesuai.
2. Siswa
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi dan menambah pengalaman kepada siswa sehingga memiliki manfaat, yaitu: a Meningkatkan
kemampuan mendengarkan siswa sehingga lebih mudah memahami materi yang di ajarkan, b Meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Bagi Sekolah
Selain bagi guru dan bagi siswa, penelitian ini juga memiliki manfaat bagi sekolah, diantaranya: a Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan sebagai strategi pembelajaran yang baru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar, b Hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang diteliti.
G. Landasan Teori 1. Hakikat belajar dan pembelajaran
6
a. Belajar Setiap hari kita melakukan aktifitas belajar baik secara sadar maupun tak
sadar. Slameto 2010: 2 mengatakan “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses
melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari. Sedangkan menurut Suprijono 2009: 3 mengatakan “belajar adalah
proses mendapatkan pengetahuan”. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengajar
yang memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau menerimanya.
Dari pendapat-pendapat para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses transfer ilmu pengetahuan dimana
seseorang yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, selain itu dalam belajar juga terjadi perubahan tingkah laku. Belajar tidak hanya terjadi dalam proses belajar
mengajar di sekolah tetapi belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja.
b. Pembelajaran Menurut UU Sisdiknas Pasal 1 No 20 menyatakan “ pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dari pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa dalam
pembelajaran terjadi suatu interaksi dalam suatu lingkungan belajar misalnya di sekolah. Dalam proses pembelajaran disekolah terjadi transfer ilmu pengetahuan
dari pendidik atau guru kepada peserta didik. Selain itu Briggs dalam Sugandi, 2004: 9 menjelaskan bahwa
“pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga si belajar itu memperoleh kemudahan dalam
berinteraksi berikutnya dengan lingkungan”.
7
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan
perubahan sikap dan pola pikir siswa kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Menurut Slameto 2010: 54 “faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu
yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu”.
1 Faktor intern Seperti yang dukemukakan Slameto diatas, faktor intern merupakan
faktor yang ada di dalam individu siswa yang sedang belajar yang meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Sedangkan Sugandi
2004: 11 mengatakan bahwa “kondisi internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh; kondisi psikis seperti kemampuan intelektual,
emosional dan kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan”.
Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki oleh pembelajar akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar.
Pembelajar yang mengalami kelemahan dibidang fisik, seperti dalam membedakan warna misalnya, akan mengalami kesulitan dalam belajar
melukis, atau belajar menggunakan bahan-bahan berwarna. Pembelajar yang bermotivasi rendah, misalnya akan mengalami kesulitan di dalam persiapan
belajar, lebih-lebih dalam proses belajar. Pembelajar yang sedang mengalami ketegangan emosional, misalnya takut dengan guru, maka akan mengalami
kesulitan dalam mempersiapkan diri untuk memulai belajar karena selalu teringat oleh perilaku guru yang ditakuti. Pembelajar yang mengalami
hambatan bersosialisasi, misalnya, akan mengalami kesulitan didalam beradaptasi dengan lingkungan, yang pada akhirnya akan menghambat dalam
belajar. Jadi kondisi internal seseorang sangat berpengaruh terhadap belajar.
8
karena kondisi internal ini berasal dari dalam diri siswa. Faktor-faktor internal ini dapat terbentuk sebagai akibat dari pertumbuhan, pengalaman belajar dan
perkembangan. 2 Faktor ekstern
Faktor-faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat dikelompokan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan
faktor masyarakat. Seorang anak pertama kali belajar adalah dalam lingkungan keluarga.
Sehingga cara orang tua mendidik anaknya sangat berpengaruh dalam belajar. Perhatian orang tua akan pendidikan anak dapat mempengaruhi belajar siswa
karena perhatian orang tua berhubungan dengan kepentingan – kepentingan dan kebutuhan – kebutuhan belajar. Selain itu faktor yang mempengaruhi
belajar seorang anak yang berasal dari dalam keluarga antara lain relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.
Selain dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga sangat berpengaruh dalam belajar. Menurut Slameto 2010: 64 menyatakan “faktor
sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah”.
Selain lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.
Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Hal-hal yang mempengaruhi belajar siswa antara lain kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
d. Hasil belajar Menurut Suprijono 2009: 7 menyatakan “hasil belajar adalah perubahan
perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja”. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan
sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara pragmatis atau terpisah, melainkan komprehensif.
9
Selain itu, Anni 2004: 4 menyatakan “hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktifitas belajar”.
Perolehan-perolehan aspek tingkah laku itu tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Oleh karena itu apa bila pembelajar mempelajari pengetahuan
tentang konsep, maka perubahan tingkah laku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan tingkah laku yang harus
dicapai oleh pembelajar setelah melakukan aktifitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.
Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian formatif, nilai ulangan tengah semester subsubmatif, dan nilai ulangan semestersubmatif.
Dalam penelitian ini hasil belajar diketahui dari nilai Post-test bahasa Indonesia materi Cerita Pendek Anak yang dilakukan pada akhir pembelajaran.
2. Kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia kelas V sekolah dasar
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan tertentu Mulyasa, 2007: 46. Tujuan tertentu meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan khasanah, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan
untuk memunngkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan
pendidikan nasional sesuai dengan aturan Departemen Pendidikan Nasional yang telah menetapkan kerangka dasar Standar Kompetensi Lulusan SKL, Standar
Kompetensi SK, dan Kompetensi Dasar KD. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia
berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa, yaitu belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan
nilai-nilai kemanusiaannya Depdiknas, 2003: 5. Oleh karena itu, pembelajaran
10
bahasa dan sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Standar kompetensi ini
dimaksudkan agar siswa siap mengakses situasi dan perkembangan multiglobal dan lokal yang berorientasi pada keterbukaan dan kemasadepanan. Kurikulum ini
diarahkan agar siswa terbuka terhadap beraneka ragam informasi yang hadir di sekitarnya. Disamping itu, diharapkan mereka dapat menyaring hal-hal yang
berguna, belajar menjadi diri sendiri, dan menyadari akan eksistensi budayanya sehingga tidak tercabut dari lingkungannya.
Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan 1 peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri, 2 guru dapat
memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar, 3 guru
lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta
didiknya, 4 orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan daan kesastraan di sekolah, 5 sekolah dapat
menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia, 6 daerah dapat
menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional
Depdiknas, 2006: 120 Ruang lingkup pengajaran bahasa Indonesia mencakup komponen
kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis Depdiknas, 2003: 8. Pada
KTSP tujuan mata pelajaran bahasa indonesia disajikan agar peserta didik memiliki keterampilan berbahasan, peguasaan pengetahuan, dan penggunaan
kemampuan imajinatif. Bahan pelajaran pemahaman diambilkan dari bahan mendengarkan
menyimak dan membaca yang meliputi pengembangan kemampuan untuk
11
menyerap gagaasan, pendapat, pengalaman, pesan dan perasaan yang dilisankan atau dituliskan.
Bahan ajar penguasaan diambil dari bahan berbicara dan menulis yang meliputi pengembangan kemampuan pengungkapan gagasan, pendapat,
pengalaman, pesan dan perasaan. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP SD atau MI kelas V
terdapat standar kompetensi yaitu memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan. Adapun kompetensi dasar yang
termuat adalah mengidentifikasi unsur cerita tokoh, tema, latar, amanat Depdiknas, 2006: 130. Berdasarkan uraian diatas diharapkan siswa mampu
memahami cerita pendek anak yan dibacakan secara lisan dan mengidentifikasi unsur-unsur cerita.
3. Pembelajaran mendengarkan
a. Pengertian mendengarkan Setiap hari baik secara sadar maupun tanpa kita sadari kita melakukan
kegiatan mendengarkan. Kita bisa mendengarkan orang lain yang sedang berbicara, mendengarkan suara-suara, lagu dan sebagainya. Mendengarkan ini
juga sering disebut dengan kegiatan menyimak. Menurut Burhan dalam Ariyani, 2009: 6 “mendengarkan adalah suatu proses menangkap, memahami dan
mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya”. Sehingga pada saat mendengarkan kita
akan mencoba memahami dan menerjemahkan apa yang dikatakan orang lain kepada kita.
Dalam proses tersebut terdapat tiga tahapan proses mendengarkan yaitu sebagai berikut: 1 tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang
didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya, 2 tahap memahami dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang
dikatakan orang lain kepadanya, 3 tahap mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan orang lain kepadanya.
Tahap menangkap dengan sebaik-baiknya merupakan tahap awal. Tahap ini sangat penting untuk menentukan keberhasilan mendengarkan. Pada tahap ini
dibutuhkan kosentrasi yang sangat tinggi, agar hasil dengaran sesuai dengan yang disampaikan oleh orang lain kepadanya. Selanjutnya, hasil dengaran tersebut
12
harus dipahami, lalu diterjemahkan dengan kata-kata sendiri dengan tujuan agar mudah diingat. Oleh karena itu tahap berikutnya adalah mengingat dengan
sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan orang lain kepadanya.
b. Tujuan mendengarkan Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkomunikasi lisan dengan orang
lain untuk berbagai tujuan. Dalam komunikasi tersebut kita akan menyampaikan dan menerima informasi. Proses penyampaian informasi secara lisan disebut
berbicara. Sedangkan proses menerima informasi disebut mendengarkan. Tujuan orang melakukan mendengarkan bermacam-macam, Tarigan dalam Ariyani,
2009: 6 menjelaskan ”tujuan mendengarkan adalah untuk: 1 memperoleh informasi yang ada hubunganya dengan profesi, 2 meningkatkan keefektifan
berkomunikasi, 3 Mengumpulkan data untuk membuat keputusan, 4 Memberikan respon yang tepat”.
Dengan demikian tujuan orang mendengarkan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhanya masing-masing. Namun pada umumya orang mendengarkan adalah
untuk berkomunikasi dengan orang lain. Setelah proses mendengarkan kita akan mencoba memahami dengan sebaik-baiknya kemudian memberikan tanggapan
atau respon yang tepat. Selain untuk berkomunikasi, mendengarkan juga bertujuan untuk mengumpulkan data untuk membuat suatu keputusan.
Tujuan mendengarkan menurut Standar Isi, dalam permen No.22 tahun 2006 tentang standar isi terdapat tujuan mendengarkan bagi siswa sekolah dasar.
Tujuan tersebut terimplisit dalam standar kompetensi. Untuk mengetahui tujuan mendengarkan bagi siswa sekolah dasar, berikut ini peneliti kutipkan standar
kompetensi diatas: 1 mendengarkan penjelasan tentang petunjuk denah, 2 mendengarkan
pengumuman dan pembacaan pantun, 3 memahami penjelasan narasumber dan cerita rakyat secara lisan, 4 Memahami cerita tentang suatu peristiwa
dan cerita pendek anak yang disampikan secara lisan, 5 memahami teks dan cerita anak yang dibacakan, 6 mamahami wacana lisan tentang berita
dan drama pendek.
Berdasarkan standar kompetensi diatas dapat dijelaskan tujuan pembelajaran mendengarkan bagi siswa sekolah dasar adalah untuk memahami:
13
1 penjelasan tentang petunjuk denah, 2 pengumuman, 3 pantun, 4 penjelasan narasumber, 5 cerita rakyat, 6 cerita tentang suatu peristiwa, 8
cerita pendek anak, 9 wacana lisan, 10 berita, 11 drama pendek c. Jenis-jenis mendengarkan
Menurut Tarigan dalam Ariyani, 2009: 8 membagi jenis mendengarkan atas dasar proses mendengar diperoleh dari dua jenis, yaitu: 1 Mendengarkan
ekstensif adalah proses mendengarkan yang dilakukan dalam kehidupan sehari- hari, seperti: mendengarkan siaran radio, televisi, percakapan orang dipasar,
pengumuman, dan sebagainya. 2 Mendengarkan intensifadalah proses mendengarkan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan kosentrasi yang
tinggi untuk menangkap, memahami dan m engingat informasinya. Kamidjan dan Suyono dalam Ariyani, 2009: 9 menjelaskan “Mendengarkan intensif adalah
mendengarkan pemahaman yaitu proses mendengarkan dengan tujuan memahai makna pembicaraan dengan baik. Berbeda dengan mendengarkan ekstensif yang
lebih menekankan pada hiburan, kontak sosial, dan sebagainya”. d. Tahapan mendengarkan
Dalam proses mendengarkan melalui beberapa tahapan-tahapan tertentu. Menurut Tarigan dalam Ariyani, 2009: 9 menjelaskan “tahapan-tahapan
mendengarkan yaitu tahap mendengarkan, memahami, menginterpretasi, dan tahap mengevaluasi”.
Tahap mendengarkan merupakan tahap pembicaraan. Dimana dalam tahap ini kita baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh sang pembicara
dalam ujaran atau pembicaranya. Jadi pada tahap ini kita hanya mendengarkan saja. Tahap memahami adalah tahap memahami isi pembicaraan. Setelah kita
mendengar maka ada keinginan bagi kita untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh sang pembicara. Tahap
menginterpretasi adalah tahap menafsirkan isi yang tersirat dalam pembicaraan. Pada tahap ini, selain mendengarkan juga dituntut untuk memahami mengenai apa
yang disimak. Jadi bukan hanya sekedar menyimak, tetapi sudah ada peningkatan dalam pemahaman. Tahap mengevaluasi adalah tahap menerima pesan, ide, dan
pendapat yang disampaikan oleh pembicara yang selanjutnya menanggapinya. e. Faktor-faktor yang mempengaruhi mendengarkan
14
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi dalam proses mendengarkan. Mulai dari faktor yang berasal dari dalam diri orang yang mendengarkan maupun
faktor diluar diri orang yang melakukan proses mendengarkan. Faktor-faktor ini yang nantinya akan mempengaruhi keberhasilan dari kegiatan mendengarkan.
Tarigan dalam Ariyani, 2009: 9 menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan mendengarkan yaitu faktor fisik, psikologis,
pengalaman, sikap, motivasi, jenis kelamin, dan yang lainya. Telinga yang kurang sehat akan mempengaruhi pendengaran. Begitu pula
apabila kita berprasangka buruk atau kurangnya simpati terhadap pembicara, egois terhadap masalah pribadi, berpandangan sempit terhadap isi pembicaraan,
kebosanan atau kejenuhan yang menyebabkan tidak adanya perhatian terhadap pokok pembicaraan,dan sikap tidak senang terhadap pembicara akan
mempengaruhi proses mendengarkan. Seseorang yang memiliki pengalaman luas terhadap isi pembicaraan dan
ditambah dengan penguasaan kosa kata yang lebih akan dapat melakukan proses mendengarkan dengan baik. Sikap menerima atau sikap menolak akan
mempengaruhi proses mendengarkan. Orang akan bersikap menerima pada hal- hal yang menarik dan menguntungkan baginya, tetapi ia akan bersikap menolak
pada hal-hal yang besifat tidak menarik dan tidak menguntungkan baginya. Kedua hal ini memberikan dampak pada pendengar yaitu dampak positif dan dampak
negatif. Apabila seseorang memiliki motivasi yang kuat untuk mengerjakan
sesuatu, maka dapat diharapkan hasilnya sangat memuaskan. Begitu pula halnya dalam mendengarkan. Dalam proses mendengarkan kita melibatkan sistem
penilaian diri. Bila kita menilai isi pembicaraan itu berharga bagi kita, maka kita akan bersemangat mendengarkanya.
Gaya mendengarkan seorang pria dengan gaya mendengarkan seorang wanita berbeda. Gaya mendengarkan seorang pria biasanya bersifat objektif, aktif,
keras hati, analitik, rasional, keras kepala atau tidak maju mundur, mudah dipengaruhi, mudah mengalah dan emosional. Sedangkan gaya mendengarkan
seorang perempuan pada umumnya bersifat pasif, lembut, tidak mudah
15
dipengaruhi, mengalah dan tidak emosi. Oleh karena itu jenis kelamin mempengaruhi proses mendengarkan.
4. Cerita pendek anak
a. Pengertian cerita pendek Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005: 210 “cerita adalah
karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang, kejadian dan sebagainya baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang rekaan
belaka”. Cerita adalah susunan dari beberapa kalimat yang mengkisahkan atau menjelaskan sesuatu. Dalam cerita terjadi rangkaian kejadian yang dialami
seseorang. Cerita ini bisa berupa cerita yang sungguh-sungguh terjadi atau cerita nyata maupun hanya rekaan belaka. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia cerita
termasuk dalam karangan fiksi yang salah satunya berupa cerpen atau cerita pendek.
Menurut Edgar Allan Poe dalam Nugiyantoro, 2010: 10 menyatakan “cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam satu kali duduk, kira-kira
berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan oleh sebuah novel”. Untuk membaca sebuah cerpen hanya diperlukan
waktu yang sebentar, karena cerpen berbeda dengan novel. Panjang cerpen hanya sekitar 5000 kata dengan inti konflik dalam cerita yang tidak berlarut-larut. Hal
ini didukung oleh pendapat Tarigan 1985: 176 yang mengatakan bahwa “cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan
yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh di penuhi dengan hal-hal yang tidak perlu”. Sehingga dalam cerita pendek hanya
berisi sebuah konflik yang tidak berlarut-larut dan tidak mengandung unsur-unsur yang tidak perlu.
Kesimpulanya, cerpen tidak diukur dari jumlah halamanya, tetapi bagaimana ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Sehingga, cerpen tidak dapat dikatakan cerpen apabila ruang lingkup permasalahanya tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh cerpen
tersebut.
16
b. Unsur-unsur intrinsik dalam cerpen Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur itulah yang membangun karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur secara faktual dijumpai jika orang membaca karya sastra
Nugiyantoro, 2010: 23. Cerita fiksi seperti karya sastra memilki struktur atau unsur-unsur yang membangun. Struktur fiksi juga disebut segi-segi intrinsik yaitu
pembangun unsur fiksi dari dalam. Kepaduan antar berbagai unsur inilah yang kemudian membuat karya sastra terwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut
pembaca unsur-unsur inilah yang akan dijumpai jika membaca sebuah cerpen. Hal ini di perkuat oleh Harjito 2007: 36 yang menyatakan bahwa “unsur
intrinsik adalah unsur yang menyusun karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur karya sastra”.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang menyusun suatu karya sastra secara faktual yang
mewujudkan struktur itu sendiri. Unsur cerita yang akan dipelajari adalah tema, tokoh dan penokohan, latar atau setting situasi, tempat, dan waktu, alur dan
amanat dalam sebuah cerita. 1 Tema, menurut Suyatno, dkk 2008: 146 mengatakan bahwa “tema merupakan
dasar atau inti cerita”. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung didalam teks sebagai struktur sistematis
dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema bersifat menjiwai
cerita itu. untuk menemukan sebuah tema dalam cerita pendek sebaiknya kita menentukan dan memahami konflik utama yang dihadapi oleh tokoh.
2 Tokoh dan Penokohan, menurut Harjito 2007: 4 “tokoh ialah pelaku rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di berbagai peristiwa. Tokoh
biasanya berwujud manusia, namun tidak menutup kemungkinan tokoh berwujud benda”. Sehingga tokoh juga bisa disebut orang yang berperan
dalam cerita. Tokoh yang menggerakkan cerita dari awal hingga akhir disebut tokoh utama. Selain tokoh utama, terdapat tokoh pendamping. Tokoh
pendamping peranannya lebih kecil daripada tokoh utama.
17
3 Latar atau setting, Latar atau setting adalah segala keterangan mengenai, tempat, waktu, dan suasana dalam cerita. Nurgiyantoro 2010: 227 membagi
latar menjadi tiga unsur pokok yaitu: 1 Latar tempat menyarankan pada lokasi tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
2 Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 3 Latar sosial
menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
4 Amanat, amanat adalah pesan atau ujaran moral yang ingin disampaikan pengarang berupa kata-kata mutiara, firman Tuhan sebagai petunjuk untuk
memberikan nasihat yang disampaikan secara implisit maupun eksplisit, karya sastra yang mengandung tema sesungguhnya merupakan suatu pemikiran atau
penafsitran serta pemikiran dalam kehidupan. Permasalahan yang terkandung didalam tema atau topik cerita ada kalanya diceritakan secara positif happy
ending ada kalanya secara negatif. Tidak sedikit cerita rekaan yang menggantung tanpa penyelesaian, cerita berakhir tanpa pemecahan masalah.
5. Model pembelajaran Quantum Teaching
a. Model pembelajaran Dalam dunia pendidikan tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan istilah
model pengajaran. Model-model pengajaran juga sebenarnya bisa dianggap sebagai model-model pembelajaran. Mills berpendapat dalam Suprijono, 2009:
45 bahwa ”model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan
model itu”. sehingga model dapat digunakan sebagai acuan dalam bertindak. Dengan demikian model pembelajaran merupakan model yang digunakan dalam
proses belajar mengajar. Model pembelajaran ini merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Model
pembelajaran disusun berdasarkan teori psikologi pendidikan dan teori-teori belajar dan disesuaikan dengan kurikulum yang ada. Sehingga model
pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru dikelas.
18
Semakin berkembangnya pendidikan semakin banyak pula model pembelajaran yang digunakan. Mulai dari model pembelaran langsung, model
pembelajaran kooperatif, model pembelajaran berbasis masalah sampai yang terbaru adalah model Quantum Teaching yang berbasis ramah otak. Dalam
menilai penelitian kita perlu memperhatikan pengaruh pendidikan dari setiap model pengajaran. Khususnya pengaruh yang sesuai dengan perancangan model
tersebut pertama kali. Jadi kedudukan model dalam penelitian ini adalh sebagai variabel yang mempengaruhi hasil belajar. diharapkan dengan penggunaan model
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. b. Pengertian Quantum Teaching
Menurut Deporter 2007: 5, “Quantum berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Teaching dengan demikian adalah pengubahan
bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan diluar moment belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi
kesuksesan siswa”. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi
orang lain. Dengan Quantum Teaching kita dapat mengajar dengan memfungsikan
kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan pemikiran rasional dengan
pertimbangan yang deduktif dan analitis. Sedangkan otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya warna, ritme,
musik, dan proses pemikiran lain yang memerlukan kreativitas, orisinil, daya cipta dan bakat artistik.
c. Asas utama Quantum Teaching Seorang guru haruslah mampu memahami peserta didik. Sebagai guru
hendaknya paham bahwa dunia peserta didik sangat berbeda dengan dunia kita, oleh karena itu kita harus memasuki dunia peserta didik sebagai langkah awal,
sehingga kita akan lebih memahaminya. Seperti yang dikemukakan Deporter 2007: 6, asas utama Quantum Teaching adalah “bawalah dunia mereka kedunia
kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Dari asas utama ini, dapat disimpulkan bahwa langkah awal yang harus dilakukan dalam pengajaran yaitu
19
mencoba memasuki dunia yang dialami oleh peserta didik. Cara yang dilakukan seorang pendidik meliputi: untuk apa mengajarkan dengan sebuah peristiwa,
pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, maka dapat
membawa mereka kedalam dunia kita dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu. “Dunia kita” dipeluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapi juga
guru. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari kedalam dunia
mereka dan menerapkannya pada situasi baru. d. Prinsip-prinsip Quantum Teaching
Dalam penerapan sebuah model pengajaran hendaknya mengacu pada prinsip-prinsip yang dijadikan sebagai landasan. Dalam Quantum Teaching juga
memiliki prinsip-prinsip seperti yang dikemukakan Deporter 2007: 7 sebagai berikut: 1 segalanya berbicara, 2 segalanya bertujuan, 5 pengalaman sebelum
pemberian nama, 6 akui setiap usaha, 7 jika layak dipelajari, maka layak juga dirayakan.
Dengan demikian, segalanya berbicara seperti yang ada dari lingkungan kelas dan bahasa tubuh, serta rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan
tentang belajar. Sedangkan segalanya bertujuan dapat digambarkan melalui segala sesuatu yang terjadi dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan tertentu. Oleh
karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk yang mereka pelajari.
Belajar pada hakikatnya mengandung konsekuensi ketika peserta didik mulai melangkah untuk belajar yang bagaimanapun untuk setiap usaha dan
pekerjaan untuk belajar yang dilakukan selalu dianggap perlu dan akan berpengaruh terhadap hasil pekerjaan yang lebih baik, maka pengakuan dari setiap
usaha akan berperan menciptakan perasaan nyaman dan percaya diri, serta dapat menciptakan lingkungan paling baik untuk membantu mengubah diri menuju arah
yang diinginkan. Pengakuan tersebut akan lebih lengkap dengan dibuktikan melalui sebuah perayaan sebab perayaan merupakan ungkapan kegembiraan atas
keberhasilan yang diperoleh dan juga dengan perayaan akan memberikan umpan
20
balik mengenai kemajuaan dan akan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar .
e. Model Quantum Teaching Salah satu cara untuk menciptakan membelajaran yang menyenangkan
adalah menerapkan Quantum Teaching di lingkungan kelas. Seperti yang telah dijabarkan diatas, Quantum Teaching mengandung unsur-unsur belajar efektif
yang memanfaatkan segala interaksi yang ada di dalam ruang belajar untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang bermakana. Deporter 2007: 8
mengungkapkan “Quantum Teaching mempunyai dua bagian penting yaitu dalam seksi konteks dan dalam seksi isi”. Dalam seksi konteks, akan menemukan semua
bagian yang dibutuhkan untuk mengubah: suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang
dinamis. Sedangkan dalam seksi isi, akan menemukan keterampailan penyampaian untuk kurikulum apapun, disamping strategi yang dibutuhkan siswa
untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka pelajari: penyanjian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup.
f. Sintaks pembelajaran Quantum Teaching
Sintaks pembelajaran Quantum Teaching adalah tumbuhkan, alami, namai,
demostrasikan, ulangi dan rayakan TANDUR. Deporter 2007: 10 menjelaskan maksud dari TANDUR sebagai berikut:
1 Tumbuhkan: Menumbuhkan minat dengan memuaskan “apakah manfaatnya bagiku pelajar” dan memanfaatkan kehidupan pelajar. 2
Alami: Menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh semua pelajar.3 Namai: Menamai kegiatan yang akan
dilakukan selama proses belajar mengajar dengan menyediakan kata kunci, konser, model, rumus, strategi, sebuah “masukan”.4 Demonstrasikan:
Menyediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan mendemonstrasikan bahwa mereka tahu. 5 Ulangi: Menunjuk beberapa
pelajar untuk mengulangi materi dan menegaskan “aku tahu bahwa aku memang tahu ini”. 6 Rayakan: Merayakan atas keberhasilan yang sudah
dilakukan oleh pelajar sebagai pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
Dalam model pembelajaran ini hal pertama yang dilakukan oleh guru adalah menumbuhkan minat peserta didik untuk belajar. setelah peserta didik
tertarik dengan pembelajaran kemudian seorang guru menuntun peserta didik
21
untuk mengalami pembelajaran, misalnya dalam pembelajaran cerita biarkan peserta didik memerankan tokoh-tokoh cerita tersebut. Kemudian peserta didik
memberi nama tentang konsep pembelajaran yang baru saja dialaminya. Guru juga harus menyediakan kesempatan kepada peserta didik untuk
mendemonstrasikan untuk menunjukan bahwa mereka tahu. Kemudian siswa diminta untuk mengulangi pembelajaran yang telah mereka lakukan dan
merayakan keberhasilan belajar.
6. Media gambar seri
a. Pengertian media Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Medòë adalah perantara pengatar pesan dari pengirim kepenerima pesan. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005: 726 “media pendidikan adalah alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengajaran atau pembelajaran”. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Briggs dalam Sadiman,dkk., 2011: 6 menyatakan bahwa “media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar. contohnya lewat buku, film, kaset, dan film bingkai”. Jadi dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk menyatukan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. b. Gambar seri
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005: 329 menyatakan “gambar adalah tiruan barang orang, binatang, tumbuhan dan sebagainya yang
dibuat dengan coretan pensil dan sebagainya diatas kertas dan sebagainya”. Sedangkan gambar seri 2005: 1049 “adalah gambar cerita yang berturut-turut”.
Jadi gambar seri adalah media visual dua dimensi yang terdiri atas beberapa gambar yang saling berhubungan satu dengan yang lainya yang digunakan dalam
interaksi belajar mengajar. Berdasarkan penjelasan diatas media gambar seri ini dapat
menggambarkan suatu keadaan atau gambaran bentuk atau peristiwa kepada siswa agar mengurangi pengajaran anak untuk sekedar menghafal tetapi lebih kepada
22
berfikir. Gambar seri dapat memberikan penjelasan lebih kongkret dari pada hanya menggunakan kata-kata. Melalui gambar seri guru dapat menerjemahkan
ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata. c. Kelebihan media gambar seri.
Diantara media pendidikan, gambar adalah media yang paling umum digunakan. Gambar ini banyak kelebihan seperti yang dikemukakan Sadiman, dkk
2011: 29 diantaranya: 1 Sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah
dibandingkan dengan media verbal semata. 2 Gambarnya dapat membatasi batas ruang waktu. Tidak semua benda, objek atau pariwisata dapat dibawa
ke kelas, dan tidak semua anak-anak dibawa ke objekpariwisata tersebut. 3 Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. 4 Media
gambar dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan
kesalahpahaman. 5 Harganya murah dan digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.
d. Kekurangan media gambar seri Selain memiliki kelebihan media gambar ini juga memiliki kekurangan
seperti yang dikemukakan Sadiman, dkk 2011: 31 yaitu: 1 gambar hanya menekankan persepsi indra mata. 2 gambar benda yang terlalu kompleks kurang
efektif untuk kegiatan pembelajaran. 3 ukurannya sangat terbatas untuk kompleks besar.
7. Karakteristik siswa kelas V SD N Kuripan
Dalam dunia pendidikan tentunya kita juga sudah tidak asing lagi dengan istilah siswa. Siswa sering juga dikenal dengan peserta didik, anak didik, murid,
pebelajar dan sebagainya. Djamarah 2005: 51 mengatakan “ anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang
yang menjalankan kegiatan pendidikan”. Sehingga anak didik atau siswa merupakan obyek yang diberi pengaruh oleh guru dengan tujuan tertentu. Ia
dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Guru tidak mempunyai arti apa-apa tanpa kehadiran siswa sebagai
subjek pembelajaran. Sehingga guru dan siswa sangat erat kaitanya. Guru perlu memahami karakteristik siswa agar lebih mudah melaksanakan interaksi dalam
pembelajaran. Kegagalan menciptakan interaksi dalam pembelajaran yang
23
kondusif berpangkal dari kurangnya pemahaman guru terhadap karakteristik siswa. Kemudian sebagai langkah awal seorang guru hendaknya mengetahui
karakter dari masing-masing siswanya. Masa usia sekolah dasar sebagai masa anak-anak akhir berlangsung dari
usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun. Menurut Peaget dalam Slavin 2011: 45 menjelaskan “perkembangan kognisi anak-anak ada 4 tahap yaitu: a
tahap sensiomotor 0-2 tahun, b tahap praoperasional 2-7 tahun, c tahap operasional kongkret 7-11 tahun, d tahap operasional formal 11-14 tahun.
untuk anak kelas V sekolah dasar termasuk dalamusia 7-11 tahun, tahap ini merupakan permulaan berfikir rasional atau berfikir atas dasar pengalaman
kongkret atau nyata. Anak dalam tahap operasional kongkret masih sangat membutuhkan benda-benda kongkret untuk menolong pengembangan
kemampuan berfikir dan mengembangkan kecerdasan otaknya.
8. Peran guru kelas V SD N Kuripan
Dalam dunia pendidikan kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah guru. Guru sering disebut juga dengan pendidik atau pengajar. Karena pada hakikatnya
tugas seorang guru adalah mendidik dan mengajar. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada siswa. Tugas
guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada siswa. Djamarah 2005: 31 mengungkapkan “ dalam
pengertian yang sederhana guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang
melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga formal, tetapi bisa juga di masjid, di musola, dirumah dan sebagainya”. Dengan
demikian guru merupakan sosok yang penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru memegang peran sentral dalam pelaksanaan pembelajaran terutama di
lingkungan sekolah. Disekolah guru adalah orang tua kedua bagi siswa. Selain mentransfer
ilmu pengetahuan, guru juga hendaknya mendidik anak dengan penuh kasih bukan seperti diktator. Memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa adalah suatu
perbuatan yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak siswa itulah yang sukar, sebab siswa yang dihadapi adalah seorang yang memiliki potensi yang
24
perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideologi falsafah dan bahkan agama.
Guru kelas V di SD N Kuripan , kebanyakan sudah mencerminkan kepribadian menjadi seorang guru. Dalam proses pembelajaran guru kelas V
senantiasa membimbing dan mengajar siswa dengan penuh perhatian. Meski masih ada beberapa kendala yang timbul, tetapi hal itu masih dapat diatasi. Guru
kelas V telah mencerminkan teladan seorang guru yang baik dan dapat menjadi panutan bagi siswa-siswanya.
9. Teori atau hasil Penelitian yang terkait sebelumnya
Hasil penelitian yang berkaitan dengan materi ini adalah penelitian oleh Leli Halimah dkk yang diterbitkan dalam jurnal yang berjudul
”Menumbuhkembangkan Kecerdasan Majemuk Siswa SD Melalui Penerapan Metodologi Quantum Teaching dalam Pembelajaran Tematik”. Jenis penelitian
yang dilakukan adalah Research and Development yang didalamnya menempuh 10 siklus. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa keberhasilan model
pembelajaran tematik dengan rancangan skenario Quantum Teaching dalam mengembangkan kecerdasan majemuk peserta didik, tidak hanya ditunjukan
melalui perbandingan internal antara asesmen awal dan asesmen akhir, tetapi juga diyakinkan melalui perbandingan secara eksternal. Dari hasil temuan dan analisis
temuan dengan menggunakan statistik uji t yang kemudian dilanjutkan analisis dengan menggunakan statistik Anova satu jalur, terdapat perbedaan yang
signifikan memperlihatkan keunggulan model pembelajaran yang diterapkan pada kelas eksperimen. Dengan demikian skenario pembelajaran Quantum Teaching
dapat diterapkan di Sekolah Dasar dan dapat menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk yang akan berimbas pada meningkatnya hasil belajar siswa di sekolah.
Hasil penelitian lain adalah penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Melalui Metode Quantum Teaching Pada Pelajaran PKN Pada
Siswa Kelas IV SDN Talang III Sumenep”. Skripsi ini ditulis oleh Nelly Maghfiroh, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah,
Universitas Islam Negeri UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Urutan kegiatan penelitian ini mencakup: 1 perencanaan, 2
25
pelaksanaan, 3 pengamatan, 4 refleksi. Dalam pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan untuk
analisanya, penulis menggunakan aanalisis deskriptif kualitatif. Untuk uji keabsahan data penulis menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara maka penerapan Quantum Teaching, mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan dari hasil observasi yang dilakukan terdapat peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata dari pre test sebesar 6,55 pada siklus I ini
meningkat menjadi 7,93 atau sekitar 4. Sedangkan pada siklus II peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata pre test sebesar 6,55 pada siklus
II ini meningkat menjadi 8,66 atau sekitar 35. Hal ini 18 menunjukkann bahwa 90 siswa berhasil meningkatkan prestasi belajar PKN dengan hasil belajar yang
baik, walaupun selama penerapan masih mengalami beberapa hambatan, akan tetapi hal ini bukan berarti menafikan keberhasilan penerapan Quantum Teaching
dalam pelajaran PKN pada siswa kelas IV di SDN Talang III Sumenep karena dalam penerapan Quantum Teaching telah menunjukkan hasilnya yaitu
kegairahan dan kesenangan siswa dalam belajar, suasana yang terlihat dinamis dan siswa menjadi aktif.
H. Kerangka Berfikir
Salah satu usaha guru untuk mengatasi kesulitan peserta didik dalam pembelajaran adalah menggunakan model pembelajaran yang tepat sesuai
materinya sehingga menunjang terciptanya kegiatan pembelajaran yang kondusif dan menarik bagi peserta didik model pembelajaran yang dimaksud adalah model
Quantum Teaching. Model Quantum Teaching adalah pengubahan bermacam-macam interaksi
yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Mulai dari penataan ruang kelas, mengemas materi secara menarik serta penggunaan media yang sesuai. Sehingga
apabila dapat terlaksana dengan sesuai maka akan menimpulkan dampak yang besar terhadap hasil belajar siswa. Manfaat Quantum Teaching bagi siswa yang
rendah hasil belajarnya antara lain; dapat meningkatkan motivasi, dapat meningkatkan hasil belajar dan penyimpanan materi yang lebih lama.
26
Model Quantum Teaching digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada materi Cerita Pendek Anak dengan tujuan agar mampu
mengatasi masalah-masalah belajar siswa dalam Bahasa Indonesia sehingga hasil belajar dapat meningkat.Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas, maka dapat
digambarkan dengan bagan sebagai berikut:
Gambar. 1 Bagan Kerangka Berpikir
I. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H :
Tidak ada pengaruh model Quantum Teaching dengan media gambar seri terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia Kelas V SD Negeri Kuripan
Tahun Ajaran 20122013. Ha : Ada pengaruh model Quantum Teaching dengan media gambar seri
terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia Kelas V SD Negeri Kuripan Tahun Ajaran 20122013.
27
Permasalahan siswa dalam belajar
Materi Cerita Pendek Anak
Hasil Belajar Tumbuhkan minat belajar, Biarkan siswa mengalami, Namai materi,
Demonstrasi, Ulangi dan Rayakan Model Pembelajaran Quantum Teaching
J. Metodologi Penelitian 1. Metode penelitian