PERKEMBANGAN INFLASI JAKARTA ProdukHukum BankIndonesia

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 21

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI JAKARTA

Pada triwulan IV-2009, perkembangan harga-harga secara umum di DKI Jakarta masih dalam tren menurun. Inflasi IHK indeks harga konsumen pada triwulan ini tercatat sebesar 2,34yoy, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,63yoy. Penurunan tersebut terutama akibat pengaruh faktor nonfundamental yaitu administered prices terkait turunnya tarif transportasi dan terjaganya pasokan bahan makanan volatile foods. Demikian pula, secara triwulanan, inflasi triwulan IV-2009 mencatat penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dari 1,73 menjadi 0,58. Penurunan tersebut terkait normalnya permintaan yang masyarakat meskipun terdapat hari besar keagamaan natal. Secara umum, tekanan inflasi tahunan pada triwulan IV-2009 masih relatif rendah. Pada akhir triwulan laporan, laju inflasi secara tahunan “year on year” triwulan IV-2009 terhadap triwulan IV-2008 tercatat sebesar 2,34 yoy. Rendahnya tekanan inflasi tersebut terutama disumbang oleh deflasi yang terjadi pada kelompok transportasi yang tercatat sebesar -3,87 yoy dan rendahnya inflasi pada kelompok perumahan yang tercatat sebesar 0,28 yoy. Bobot inflasi kedua kelompok tersebut di Jakarta relatif besar, yaitu secara keseluruhan mencapai 46,9, sehingga mampu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap rendahnya inflasi Jakarta. Jika dilihat lebih rinci, deflasi pada kelompok transport berasal dari turunnya ongkos transportasi sebesar -6,9 yoy, sedangkan rendahnya inflasi pada kelompok perumahan berasal dari deflasi yang terjadi pada bahan bakar rumah tangga -4,4, yoy. Pergerakan harga pada kedua komoditas tersebut sangat dipengaruhi oleh penetapan harga BBM dan tarif angkutan yang ditentukan oleh Pemerintah, dimana pada saat ini tidak terdapat penyesuaian di keduanya. Grafik II.1 Perkembangan Inflasi Grafik II.2 Kontribusi Inflasi 0. 7 2 1. 01 0. 21 0. 2 5 0. 1 9 0. 07 0. 66 0. 82 0. 3 6 0. 98 ‐0. 2 4 0. 86 1. 8 6 0. 2 9 0. 82 0. 7 9 1. 5 1 1. 9 4 1. 2 6 0. 2 4 1. 02 0. 4 2 0. 3 4 0. 11 ‐0. 2 4 ‐0. 2 2 0. 3 3 ‐0. 15 0. 17 0. 13 0. 36 0. 45 0. 9 1 0. 12 ‐0. 5 0. 5 1 ‐4 4 8 12 16 ‐1 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2007 2008 2009 , m‐t‐m , y‐o‐y Inflasi Jakarta MTM yoy rhs panen panen lebaran lebaran kenaikan harga internasional panen harga BBM bersubsidi rata2 meningkat 28,7 dampak 2nd round kenaikan harga BBM Des : 1st round effect JanFeb:1st+2nd round effect penurunan BBM 2,34 2.34 0.73 1.29 0.08 0.51 0.20 0.19 ‐0.76 0.58 ‐0.11 0.43 0.02 0.24 0.02 0.01 ‐0.06 ‐1 ‐0.5 0.5 1 1.5 2 2.5 SHARE : IHK Bhn Makanan Mknn jadi Permhn Pakaian Kesehatan Penddkn Transports 1 .0 1 4 .2 1 1 5 .1 3 2 7 .1 3 9 .5 9 4 .7 3 9 .4 8 1 9 .7 4 Kontribusi Inflasi qtq yoy Kajian Ekonomi Regional Jakarta 22 Tabel II.1 Perkembangan Inflasi Jakarta Grafik II.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang y-o-y Grafik II.4 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang q-t-q Tabel II.2 Harga BBM di Jakarta Inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi juga menunjukkan perlambatan yang disebabkan oleh kecukupan pasokan barang. Laju inflasi pada kelompok bahan makanan dan makanan jadi masing-masing mencapai 5,17 dan 8,55 yoy, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,60 dan 9,02. Turunnya laju inflasi kedua kelompok turut memberikan sumbangan terhadap melambatnya inflasi Jakarta, mengingat bobot keduanya secara keseluruhan mencapai 29,3. Perkembangan harga makanan yang sedikit menurun salah satunya disebabkan oleh kecukupan pasokan. Upaya beberapa instansi di Jakarta dalam menjaga pasokan dan distribusi melalui Tim Ketahanan Pangan turut memberikan andil terhadap kesediaan pasokan disamping masih terjadinya produksi pangan di sentra produksi, seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah. Namun yang perlu diwaspadai adalah level inflasi bahan makanan dan makanan jadi yang masih berada di atas inflasi umum. qtq yoy qtq yoy qtq yoy qtq yoy qtq yoy IHK 0.87 11.11 ‐0.13 6.98 0.15 3.45 1.73 2.63 0.58 2.34 Bahan Makanan 0.58 15.48 1.22 10.71 0.27 6.75 5.67 6.60 ‐0.77 5.17 Makanan jadi 3.31 12.91 2.30 9.51 0.87 7.74 2.31 9.02 2.87 8.55 Perumahan 1.58 14.84 ‐0.08 9.91 1.05 6.29 0.09 1.78 0.09 0.28 Pakaian 3.33 8.56 3.97 8.06 1.54 4.87 0.44 6.11 2.55 5.31 Kesehatan 1.09 7.31 0.30 4.09 0.91 6.04 0.39 4.76 0.47 4.13 Pendidikan 0.07 5.56 0.00 2.96 0.00 2.45 1.99 1.97 0.06 1.96 Transportasi ‐2.76 6.20 ‐5.70 ‐0.16 ‐3.85 ‐7.15 1.36 ‐6.23 ‐0.30 ‐3.87 Tw IV Inflasi Jakarta 2009 Kelompok Barang Tw I Tw II Tw III 2008 Tw IV ‐5 5 10 15 20 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2007 2008 2009 Jakarta y‐o‐y, Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan Pakaian Kesehatan Pendidikan Transportasi Umum Sumber : BPS, diolah ‐6 ‐4 ‐2 2 4 6 8 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2007 2008 2009 Jakarta q ‐t‐q Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan Pakaian Kesehatan Pendidikan Transportasi Umum Sumber : BPS, diolah Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw III - IV 09 Tw IV 08 - IV 09 Minyak Solar 4,500 4,500 4,500 4,500 0.0 -6.3 Premium 4,500 4,500 4,500 4,500 0.0 -10.0 Minyak Tanah 5,681 5,681 5,681 5,681 0.0 -11.2 Pertamax Plus 6,300 6,600 7,000 6,800 -2.9 -0.7 Pertamax 5,600 6,000 6,400 6,300 -1.6 -3.1 Pertamax Dex 5,800 6,550 6,850 7,100 3.6 -12.3 Sumber : Pertamina, diolah Perubahan YoY Jenis Harga Rp Perubahan QtQ Kajian Ekonomi Regional Jakarta 23 Kelompok bahan makanan didominasi oleh produk pertanian yang sifatnya musiman mudah busuk sehingga sulit disimpan dalam jangka panjang sehingga harganya berfluktuasi mengikuti pola musimannya. Sebagai contoh, untuk kelompok bahan makanan, komoditi yang inflasi tahunannya masih tinggi adalah bumbu-bumbuan 22,5, yoy dan padi-padian 8,5, yoy. Sementara dari kelompok makanan jadi adalah minuman tidak beralkohol 10,9, yoy, yang menggunakan bahan baku gula pasir. Harga bahan baku gula internasional yang bergerak naik cukup tajam dan permintaan domestik yang meningkat sehubungan dengan pengaruh musiman natal dan liburan panjang, menyebabkan harga gula domestik ikut terdorong naik. Grafik II.5 Harga Beras Eceran dan Pasokan Beras di PIB Grafik II.6 Perkembangan Rata-rata Pasokan dan Harga Sayur Grafik II.7 Perkembangan Rata-rata Pasokan dan Harga Buah Grafik II.8 Perkembangan Rata-rata Harga Bumbu-bumbuan Secara triwulan, inflasi juga lebih rendah daripada triwulan sebelumnya karena permintaan masyarakat pada masa liburan akhir tahun relatif tidak sekuat pada masa liburan Hari Raya pada triwulan III. Pada triwulan laporan inflasi tercatat sebesar 0,58 qtq, lebih rendah dari triwulan sebelumnya 1,73, qtq. Inflasi yang lebih rendah tersebut, karena permintaan masyarakat relatif normal dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan inflasi hanya terjadi pada kelompok makanan jadi dan pakaian. Inflasi makanan jadi meningkat pada komoditi tembakau dan minuman beralkohol 7,2, qtq. Sementara pada kelompok pakaian terutama pada barang pribadi dan sandang lain 4,8, qtq karena harga emas yang masih meningkat, mengikuti tingginya permintaan dan harga internasional. 4800 5000 5200 5400 5600 5800 6000 6200 6400 500 1000 1500 2000 2500 3000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2007 2008 2009 Ton Rp Pasokan Harian Harga Beras Rata‐rata Eceran Psr. Jaya rhs 5000 10000 15000 20000 25000 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2007 2008 2009 Rpkg ribu ton Pasokan Sayur Rata ‐rata Harga Sayur rhs Sumber : Tim Ketahanan Pangan Jakarta 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 5 10 15 20 25 30 35 40 45 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2007 2008 2009 Rpkg ribu ton Pasokan Buah Rata ‐rata Harga Buah rhs Sumber : Tim Ketahanan Pangan Jakarta 2000 7000 12000 17000 22000 27000 32000 37000 42000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2006 2007 2008 2009 Rpkg Cabe merah keriting Cabe merah TW Cabe rawit merah Cabe rawit hijau Bawang merah Sumber : Tim Ketahanan Pangan Jakarta Kajian Ekonomi Regional Jakarta 24 Grafik II.9 Perkembangan Harga Sembako Grafik II.10 Perkembangan Harga Sembako Lainnya 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2006 2007 2008 2009 Rpkg Gula pasir Minyak goreng curah Tepung terigu 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 2000 7000 12000 17000 22000 27000 32000 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2006 2007 2008 2009 Rpkg Rpkg Ayam BoilerPotong rhs Telur ayam ras Daging Sapi Murni rhs Kajian Ekonomi Regional Jakarta 25 BOKS – II Kecenderungan Penurunan Porsi Pengeluaran Pangan Masyarakat Jakarta dan Implikasi terhadap Inflasi Jakarta Inflasi yang terjadi di Indonesia bersumber dari pergerakan harga komoditas pada tujuh kelompok utama. Pengelompokan itu terdiri dari kelompok bahan makanan, makanan jadi, perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Setiap lima tahun sekali dilakukan survei biaya hidup SBH untuk mengetahui besarnya pengeluaran nilai konsumsi dari tujuh kelompok inflasi tersebut di kota- kota yang mewakili pengeluaran masing-masing daerah. Terakhir, SBH dilakukan pada tahun 2007 terhadap 774 komoditas, di 66 kota. Di Jakarta, SBH 2007 dilakukan terhadap 441 komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat. Grafik B-1. Perubahan Bobot Nilai Konsumsi Jakarta Grafik B-2. Ranking 40 Besar Berdasarkan Bobot Komoditi Bobot pangan dalam nilai konsumsi masyarakat Jakarta semakin mengecil. Dibandingkan dengan SBH sebelumnya SBH 2002, porsi bobot konsumsi pangan kelompok bahan makanan dan makanan jadi pada SBH 2007 turun sebesar 7,85 menjadi sebesar 29,33 dibandingkan kelompok nonmakanan 70,67 grafik B-1. Hal ini berarti, pengeluaran masyarakat untuk konsumsi non pangan semakin membesar. Bahkan urutan komoditi terbesar berdasarkan bobot inflasi didominasi oleh komoditas nonpangan grafik B-2. Sehingga upaya untuk menjaga harga komoditas nonpangan agar tetap stabil menjadi semakin penting. Perkembangan inflasi bulanan mtm di Jakarta menunjukkan bahwa terdapat penambahan komoditas yang rata-rata pergerakan harganya lebih tinggi dari rata-rata harga umum 9 . Penambahan komoditas yang rata-rata harganya lebih tinggi tersebut terjadi pada kelompok pangan maupun nonpangan tabel B-1. Hampir semua komoditas pada kelompok pangan perkembangan harganya 9 Perbandingan antara rata-rata harga bulanan selama 2002-2007 dengan 2008-2009 Komoditi nonpangan Komoditi pangan 20.54 16.64 30.29 6.25 4.25 6.93 15.10 14.21 15.13 27.13 9.59 4.73 9.48 19.74 5 10 15 20 25 30 35 40 BA H A N MA K A N A N MA K A N A N JA D I, MI N U MA N , RO K O K T EM B A K A U P E RU M A H A N ,A IR, L IS TRI K ,G A S BA H A N BA K A R SA N D A N G K ES E H A TA N P E N D ID IK A N , RE K RE A SI D A N OL A H RA G A TR A N SP O R ,K O M U N IK A S I D A N JA SA K EU A N G A N Thn dasar 2002 Thn Dasar 2007 Pangan Nonpangan 1 2 3 4 5 6 7 8 Kajian Ekonomi Regional Jakarta 26 melebihi nilai rata-rata harga umum. Sementara pada komoditas nonpangan, rata-rata harga yang lebih tinggi dari rata-rata harga umum terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air; barang pribadi dan sandang lain; perawatan jasmani dan kosmetika; pendidikan. Rata-rata harga pada beberapa komoditas tersebut yang lebih tinggi dari harga umum menunjukkan bahwa pergerakan komoditas tersebut tidak searah konvergen dengan perkembangan harga umum yang disebabkan adanya faktor kejutan shock. Pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air sangat dipengaruhi oleh kebijakan penetapan tarif. Sementara pada kelompok nonpangan lainnya dan kelompok pangan, meningkatnya harga disebabkan oleh ketersediaan pasokan khususnya pada saat terjadi lonjakan permintaan atau menurunnya produksi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka upaya yang dilakukan untuk menjaga pasokan perlu dilakukan agar fluktuasi harga dapat terjaga dan menjaga ekspektasi masyarakat yang normal terhadap harga. Tabel B-1. Rata-rata Perkembangan Inflasi Bulanan Inflasi Bulanan 2008‐2009 Rata-rata Inflasi Bulanan Rata-rata Inflasi Bulanan UMUM 0.52 0.46 BAHAN MAKANAN 0.69 0.84 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 1.05 0.64 Daging dan Hasil-hasilnya 0.59 1.32 Ikan Segar 0.38 0.92 Ikan Diawetkan 0.41 0.90 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 0.61 0.92 Sayur-sayuran 0.87 0.63 Kacang - kacangan 0.92 1.31 Buah - buahan 0.53 0.63 Bumbu - bumbuan 0.99 1.12 Lemak dan Minyak 0.73 0.71 Bahan Makanan Lainnya 0.42 0.34 MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK TEMBAKAU 0.47 0.64 Makanan Jadi 0.48 0.65 Minuman yang Tidak Beralkohol 0.40 0.50 Tembakau dan Minuman Beralkohol 0.50 0.76 PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS BAHAN BAKAR 0.57 0.55 Biaya Tempat Tinggal 0.52 0.28 Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0.93 1.67 Perlengkapan Rumahtangga 0.13 0.10 Penyelenggaraan Rumahtangga 0.50 0.36 SANDANG 0.47 0.60 Sandang Laki-laki 0.38 0.42 Sandang Wanita 0.21 0.14 Sandang Anak-anak 0.27 0.16 Barang Pribadi dan Sandang Lain 0.93 1.02 KESEHATAN 0.35 0.40 Jasa Kesehatan 0.33 0.36 Obat-obatan 0.36 0.43 Jasa Perawatan Jasmani 0.18 0.08 Perawatan Jasmani dan Kosmetika 0.39 0.53 PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 0.57 0.37 Pendidikan 1.00 0.78 Kursus-kursus Pelatihan 0.09 0.00 Perlengkapan Peralatan Pendidikan 0.11 0.06 Rekreasi 0.02 0.21 Olahraga 0.11 0.03 TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 0.34 -0.11 Transpor 0.25 -0.06 Komunikasi Dan Pengiriman 0.53 -0.43 Sarana dan Penunjang Transpor 0.44 0.29 Jasa Keuangan 0.52 0.26 Keterangan : inflasi umum inflasi umum KELOMPOK INFLASI Inflasi Bulanan 2002‐2007 Kajian Ekonomi Regional Jakarta 27 BOKS - III Pentingnya Perluasan Tugas Pemantauan Harga Pangan menjadi Tim Pengendalian Inflasi TPID Peranan Jakarta terhadap pembentukan inflasi nasional relatif besar. Hal tersebut disebabkan, pertama, kota Jakarta memiliki bobot inflasi terhadap nasional yang terbesar. Berdasarkan Survei Biaya Hidup SBH 10 2002 bobot Jakarta 27,7, sedangkan pada SBH 2007 bobot Jakarta menurun menjadi 22,5. Namun, kota sekitar Jakarta, yaitu Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang telah menjadi kota yang disurvei pada SBH 2007, sehingga secara keseluruhan wilayah Jabodetabek bobotnya menjadi 37,65. Kedua, pergerakan inflasi Jakarta mencerminkan pergerakan inflasi nasional mengingat pergerakan inflasi Jakarta dengan nasional secara rata-rata tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Namun demikian, menurut pola historisnya, rata-rata inflasi Jakarta masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional. Kenaikan inflasi nasional tidak selalu diikuti dengan kenaikan inflasi di Jakarta, dan sebaliknya apabila terjadi penurunan inflasi, maka inflasi kota Jakarta turun lebih tajam dibandingkan inflasi nasional. Sementara pergerakan inflasi wilayah Bodetabek grafik C-3 untuk kota Bekasi dan Depok relatif berada di bawah rata-rata inflasi nasional, sementara untuk kota Tangerang dan Bogor berada di atas rata-rata inflasi nasional. Grafik C-1. Perkembangan Bobot Kota Inflasi Jakarta Grafik C-2. Perkembangan Inflasi Jakarta Dibandingkan Nasional 10 SBH dilakukan oleh Badan Pusat Statistik sebagai base penghitungan Inflasi Jakarta 27.7 Jabar 8.3 Banten 2.2 Jateng DIY 8.7 Jatim 12.7 Balnustra 3.6 Sumatera 22.6 Kali ‐ Sulampua 14.2 Bobot Kota SBH 2002 Jakarta 22.5 Bekasi 5.3 Tangerang 3.9 Depok 3.8 Bogor 2.2 Jabar minus Bekasi, Depok, Bogor 7.4 Banten minus Tangerang 1.4 Jateng DIY 6.9 Jatim 10.9 Balnustra 3.0 Sumatera 18.9 Kali ‐ Sulampua 13.8 Bobot Kota SBH 2007 ‐0.5 0.5 1 1.5 2 2.5 3 2 4 6 8 10 12 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2007 2008 2009 , mtm , yoy Inflasi Jakarta v.s. Nasional nasional rhs rerata=0.55 jakarta rhs rerata=0.49 nasional rerata=7.02 jakarta rerata=6.51 Kajian Ekonomi Regional Jakarta 28 Grafik C-3. Perkembangan Inflasi Bodetabek Dibandingkan Nasional Upaya pengendalian harga di Jakarta telah dilakukan, namun masih terbatas pada kelompok pangan. Untuk memantau pasokan, distribusi dan harga kebutuhan pokok pangan dan bahan penting di Jakarta Pemprov DKI Jakarta telah membentuk Tim Ketahanan Pangan Focus Group Discussion Pengendalian Harga Jakarta pada tahun 2002 berdasarkan KepGub No.1542002. Tim Ketahanan Pangan identik dengan TPID yang terdiri dari Biro Perekonomian dan instansi teknis lainnya, termasuk Bank Indonesia tergabung ke dalam keanggotaan tim tersebut. Kegiatan Tim adalah melakukan pemantauan, dimana masing- masing anggota melaporkan perkembangan harga dan pasokan barang. Selanjutnya hasil pemantauan dianalisis dan merekomendasikan kepada Gubernur langkah-langkah yang perlu dilakukan diantaranya inspeksi pemantauan harga pangan di pasar, melakukan operasi pasar terhadap barang tertentu, dan lainnya grafik C-4. Tabel C-1. Perbandingan Anggota FGD Jakarta Dibandingkan TPID Lainnya 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 , yoy Nasional Bekasi Depok Bogor Tangerang ‐1.5 ‐1 ‐0.5 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 , mtm Nasional Bekasi Depok Bogor Tangerang Pekanbaru Bandung Semarang Surabaya Yogyakarta Makasar Manado Biro Perekonomian v v v v v Dinas Peternakan v v v v Dinas Perindustrian Perdagangan v v v v v v v v Dinas Pertanian v v v v v v v BPS v v v v v Koord. Pasar Induk Tradisional v v Pasar Induk Beras v Pasar Induk Sayur v Pasar Induk Daging v Bulog v v v v v v v Balai Besar Karantina Tj. Priok v Bappedaprov v v v v v v Dinas Perhubungan v v v v v v Kepolisian Daerah v v v Asosiasi Pengusaha v Kadin v ISEI v DLLAJ v Pertamina v v v Staf ahli gubernur v Staf ahli DPRD v Dinas Pertambangan dan Energi v Telkom v PLN v Anggota TPID Pusat Jakarta Kantor Bank Indonesia Kajian Ekonomi Regional Jakarta 29 -4 -2 2 4 6 8 10 -2 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1 9 9 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 2 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 , mtm , yoy yoy Jakarta mtm Jakarta rhs sebelum sesudah Independent Samples Test 4.669 .032 .583 214 .561 .1447 .24846 -.34500 .63447 .599 213.856 .550 .1447 .24174 -.33177 .62124 Equal variances assumed Equal variances not assumed MTMFOOD F Sig. Levenes Test for Equality of Variances t df Sig. 2-tailed Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper 95 Confidence Interval of the Difference t-test for Equality of Means Kajian Ekonomi Regional Jakarta 30 Ke depan, upaya pengendalian inflasi di Jakarta dan wilayah Jabodetabek perlu dikembangkan dengan memperluas cakupan pengendalian inflasi di Jakarta dan membentuk Tim Pengendalian di kota-kota penyangga Jakarta. Perluasan cakupan pengendalian inflasi di Jakarta mencakup penguatan Tim Ketahanan Pangan menjadi Tim Pengendalian Inflasi Daerah TPID dimana cakupan barang yang dikendalikan tidak hanya mencakup komoditas pangan, karena porsi komoditas bukan pangan di Jakarta dalam pembentukan inflasi Jakarta lebih besar. Di samping itu, pembentukan TPID akan menjadi sarana legitimasi terhadap upaya-upaya pengendalian inflasi di Jakarta, seperti operasi pasar. Sementara itu, pembentukan TPID di kota-kota penyangga Jakarta perlu dilakukan mengingat keterkaitan distribusi barang antara Jakarta dan kota-kota tersebut sangat erat dan saling mendukung. Gangguan distribusi yang terjadi di Jakarta diperkirakan akan berdampak terhadap harga barang di kota penyangga. Kajian Ekonomi Regional Jakarta 31

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN