Perancangan proses sulfonasi lignin isolat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) menjadi surfaktan Natrium Lignosulfonat (NLS)

(1)

i

PERANCANGAN PROSES SULFONASI LIGNIN ISOLAT

TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) MENJADI

SURFAKTAN NATRIUM LIGNOSULFONAT (NLS)

ISMIYATI

F 361030061

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “ Perancangan Proses Sulfonasi Lignin Isolat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Menjadi Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NLS)” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Bogor, Januari 2009

Ismiyati


(3)

iii ABSTRACT

ISMIYATI. Process Design of Sulphonation of Isolated Empty Fruit Bunch (EFB) Lignin to Produce Sodium Lignosulphonat (SLS) Surfactant. Under the direction of ANI SURYANI, DJUMALI MANGUNWIDJAYA, MACHFUD and ERLIZA HAMBALI.

Process design of sulphonation of isolated empty fruit bunch (EFB) lignin to produce sodium lignosulphonat (SLS) surfactant was conducted by process synthesis, then process development by empiric systematic approach (modelling). The results were integrated into process engineering flow diagram (PEFD), and analyzed feasibility of SLS industry.

The objective of this research was to obtain “the process design” especially to identify the best pulping process and the best isolating lignin path to obtain the best isolated lignin; to find the optimum process condition in production of the SLS; to determine the reaction kinetic modelling, total cost equation as a function of production capacity and optimum production capacity were also developed and to obtain the financially feasible criteria in setting up SLS industry.

The best influence of NaOH addition in organosolv pulping process was obtained at 10% of concentration, and of H2SO4 addition in lignin isolation using

Kim method was obtained at 20% concentration. The yield of isolated lignin was 19,945% (w/w) with 88,93% of purity. The optimum process conditions was obtained ie: reactant ratio (NaHSO3 to lignin) of 60,32 % (w/w); pH of 6,03;

reaction temperature of 90,28OC; conversion of 72,20%; validation of conversion of 70,04 %. Identification of SLS by using spectrophotometer FTIR, LC-MS and UV showed that SLS product of sulphonation, was similar to SLS standard from Aldrich (SLS-Aldrich). In addition, the properties of SLS and performance test of SLS were adequate to be a dispersant agent because the purity of SLS was high ( more than 80 %)

The sulphonation of lignin to form SLS is considered as second reaction order. The reaction rate constant (k) is 1,35703832 e -2558,89354/T mol-1 hr-1, Mathematic modelling for total production cost (tc) as a function of SLS

production capacity (P) is :

P 921 2.593.011. P

10 P 0,001 P 25,67 137 . 8 4

t 2 8 3

C = − + − +

The Optimum production capacity of LSL is 23.425 kg/year using selling price on Rp 65 000,- perpackage of SLS @ 100 gram.

The financially feasible criteria showed that NPV was Rp 8 971 273 997,-; IRR was 27,22% over the interest rate (14%); Net B/C was 1,56; BEP was 11,09% capacity and PBP was 2,67 year. In conclusion, the SLS industry was feasible. The sensitivity analysis showed that the critical point will happen when the two condition appear: the raw material price was increased 20.71%, and the selling price of SLS was decreased 8%. Corresponding to both condition, the SLS industry was more sensitive to the decreasing of the product price rather than to the increasing of the raw material price.

Keyword: process design, sulphonation, isolated empty fruit bunch (EFB) lignin , SLS surfactant, dispersant


(4)

iv

RINGKASAN

ISMIYATI. Perancangan Proses Sulfonasi Lignin Isolat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Menjadi Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NLS). Dibimbing oleh ANI SURYANI, DJUMALI MANGUNWIDJAYA, MACHFUD dan ERLIZA HAMBALI.

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai hasil samping industri sawit, merupakan bahan berlignoselulosa yang memiliki prospek sebagai bahan baku produk berbasis serat, yaitu pulp dan kertas dengan mutu yang memenuhi standar. Dengan dikembangkannya industri pulp dan kertas menggunakan bahan baku TKKS, maka akan menghasilkan limbah berupa lindi hitam (black liquor) TKKS, sehingga peluang pemanfaatan lignin yang terkandung dalam lindi hitam TKKS juga semakin terbuka yaitu dengan mengambil atau mengisolasi ligninnya. Isolasi lignin yang umum dilakukan adalah menggunakan metode Kim, yaitu pelarutan lindi hitam dengan garam dan pengendapan lignin menggunakan asam sulfat encer. Lignin isolat yang dihasilkan hanya larut dalam larutan alkali seperti dimetil formamida (DMF) dan tetrahidrofuran (THF) namun tidak larut dalam air. Sifat tersebut disebabkan karena kekuatan ikatan hidrogen dan kerapatan energi kohesifitas. Untuk mengubah sifat tersebut maka lignin-lignin alkali dapat dimodifikasi melalui proses sulfonasi menjadi lignosulfonat. Sulfonasi dimaksudkan untuk mengubah sifat hidrofilisitas lignin yang kurang polar (tidak larut air) menjadi garam ligosulfonat yang lebih polar (larut air) dengan cara memasukkan gugus sulfonat (SO3-) dan garamnya ke dalam gugus hidroksil (OH-) lignin, fenomena tersebut menggambarkan lignosulfonat berperan sebagai surface active agent atau surfaktan, sehingga penggunaannya dalam industri menjadi lebih luas. Surfaktan natrium lignosulfonat (NLS) termasuk jenis surfaktan anionik yang memiliki berbagai kegunaan yaitu sebagai bahan pendispersi pada berbagai sistem dispersi partikel (pasta gipsum dan pasta semen), sebagai bahan perekat dalam industri keramik, sebagai bahan pengemulsi, serta sebagai pelarut warna pada industri tekstil .

Penelitian ini bertujuan menghasilkan “rancangan proses sulfonasi lignin isolat TKKS menjadi natrium lignosulfonat (NLS)”, khususnya mendapatkan jalur proses pemasakan/pulping TKKS, dan teknik isolasi lignin yang tepat untuk


(5)

v

memperoleh lignin isolat terbaik; mendapatkan kondisi optimum proses sulfonasi lignin; mendapatkan model kinetika reaksi dan model persamaan biaya produksi (tC) sebagai fungsi kapasitas produksi; integrasi dalam process engineering flow diagram (PEFD); serta mendapatkan kriteria kelayakan finansial pendirian industri NLS

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu, tahap sintesis proses meliputi pemilihan jalur proses pemasakan/pulping serat TKKS; pemilihan teknik isolasi lignin yang tepat, untuk mendapatkan lignin isolat dengan rendemen dan kemurnian tinggi; serta proses sulfonasi lignin isolat menjadi natrium NLS. Rancangan percobaan untuk mendapatkan pengaruh konsentrasi bahan pemasak/pulping (NaOH) terbaik dan pengaruh konsentrasi H2SO4 terbaik menggunakan uji Duncan, sedangkan optimasi kondisi proses sulfonasi lignin isolat TKKS NLS menggunakan metode permukaan respon/ response surface method (RSM); identifikasi NLS menggunakan spektrofotometer FTIR, LC-MS serta UV, karakterisasi, serta evaluasi kinerja NLS sebagai bahan pendispersi, diaplikasikan pada pasta gipsum. Tahap berikutnya adalah pengembangan proses melalui pendekatan sistematis empiris (pemodelan) yaitu menentukan model kinetika reaksi dan model persamaan biaya produksi total (tC) sebagai fungsi kapasitas produksi (P), menentukan kapasitas produksi NLS optimum; dan integrasi process engineering flow diagram (PEFD) menggunakan program HYSYS. Selanjutnya melakukan analisis kelayakan finansial pendirian industri NLS dengan beberapa kriteria kelayakan yaitu net present value (NPV), internal rate of return (IRR), net benefit cost ratio (Net B/C), break event point (BEP) dan pay back period (PBP) serta evaluasi tingkat sensitivitas kelayakan finansial pada beberapa perubahan kondisi.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pengaruh terbaik penambahan NaOH pada proses pulping organosolv terjadi pada konsentrasi NaOH 10% dan pengaruh terbaik penambahan H2SO4 pada proses isolasi lignin metode Kim terjadi pada konsentrasi H2SO4 20 %. Rendeman lignin isolat yang dihasilkan yaitu 19,945% (bobot lignin/bobot serpih TKKS kering), dengan kemurnian 88,93%. Hasil analisis kanonik pada proses sulfonasi lignin menjadi NLS diperoleh kondisi proses optimum terjadi pada nisbah pereaksi (NaHSO3 terhadap lignin) yaitu 60,32 % (b/b), pH yaitu 6,03, suhu reaksi yaitu 90,28 OC, dengan


(6)

vi

nilai konversi sebesar 72,20%, dan hasil validasi diperoleh konversi 70,04 %. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa NLS hasil sulfonasi memiliki kemiripan dengan NLS standar (NLS-Aldrich). Hasil uji kinerja NLS yang diaplikasikan pada pasta gipsum menunjukkan bahwa persentase nilai alir (flow value) lebih rendah dibanding persentase nilai alir (flow value) NLS-Aldrich, hal ini disebabkan karena NLS-Aldrich memiliki kemurnian 96%. Namun demikian kinerja NLS hasil sulfonasi memenuhi karakteristik sebagai bahan pendispersi kerena memiliki kemurnian diatas 80 % (Wesco Technology, 1995)..

Reaksi sulfonasi lignin menjadi NLS merupakan reaksi orde 2, dengan konstanta laju reaksi (k) = 1,35703832 e -2558,89354/T mol-1 jam-1, Model persamaan matematik biaya total (tc) sebagai fungsi kapasitas produksi NLS (P) adalah :

P 921 2.593.011. P

10 P 0,001 P 25,67 137 . 8 4

t 2 8 3

C = − + − +

Kapasitas produksi NLS optimum adalah 23.425 kg/tahun, dengan harga jual sebesar Rp 65 000,- perkemasan NLS @ 100 gram

Integrasi dalam process engineering flow diagram (PEFD) merupakan gambaran riil proses sulfonasi lignin menjadi surfaktan natrium lignosulfonat (NLS) yang melibatkan rangkaian peralatan, satuan aliran massa dan energi, serta kondisi proses di setiap alat (tahapan proses).

Hasil analisis beberapa kriteria kelayakan finansial diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8 971 273 997,-; IRR sebesar 27,22% berada diatas suku bunga bank yaitu 14%; Net B/C sebesar 1,56; BEP 11,09% kapasitas dan PBP sebesar 2,67 tahun. Dengan demikian pendirian industri NLS layak untuk dilaksankan. Hasil analisis sensitivitas terjadi pada titik kritis (tidak layak) pada kondisi bahan baku naik 20,71%, dan pada kondisi harga jual produk NLS turun 8%. Jika dilihat dari tingkat sensitivitas terhadap perubahan kedua kondisi tersebut, maka industri NLS lebih sensitif oleh penurunan harga jual produk.


(7)

vii

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

viii

PERANCANGAN PROSES SULFONASI LIGNIN ISOLAT

TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) MENJADI

SURFAKTAN NATRIUM LIGNOSULFONAT (NLS)

ISMIYATI

F 361030061

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(9)

xxvi

Penguji luar komisi pada ujian tertutup: Dr. Ir. Zaenal Alim Mas’ud, DEA

Penguji luar komisi pada ujian terbuka : Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr.


(10)

ix

Judul Disertasi : Perancangan Proses Sulfonasi Lignin Isolat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Menjadi Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NLS)

Nama Mahasiswa : Ismiyati Nomor Pokok : F 361030061

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaya, DEA Ketua Anggota

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Erliza Hambali. MSi Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(11)

x

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga disertasi berjudul “ Perancangan Proses Sulfonasi Lignin Isolat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Menjadi Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NLS)” dapat diselesaikan dengan baik. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa selama melakukan penelitian dan penyelesaian penulisan disertasi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Komisi Pembimbing, yakni Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku ketua, serta Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaya, DEA; Dr. Ir. Machfud, MS; dan Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi, masing-masing selaku anggota atas bimbingan, arahan serta dorongan motivasi, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Prof. Dr. Masyitoh atas kesempatan yang diberikan kepada penulis, Rekan-rekan TIP angkatan 2003, atas silaturrohmi dan diskusinya sehingga semangat belajar tetap terjaga. Ungkapan terimakasih yang tulus juga disampaikan kepada Ayahanda H. Damanhuri (alm) dan ibunda Hj. Chodi’ah (alm) atas didikan dan motivasi, serta keluarga besar nya atas dukungan dan doanya, Suami tercinta Dr. M. Kadarisman, SH, MSi. serta ananda Inggit, Anjar dan Wimba atas pengertian, dukungan baik moril maupun materiil serta doa yang tiada henti. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan industri surfaktan berbasis sawit di Indonesia

Bogor, Januari 2009

Ismiyati


(12)

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bumiayu Brebes, pada tanggal 15 Januari 1960 sebagai anak ke 4 (9 bersaudara) dari pasangan H. Damanhuri (alm) dan Hj. Chodi’ah (alm). Pada tahun 1987, menikah dengan Dr. M. Kadarisman,SH. MSi., PNS Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat Jakarta, dan dikaruniai tiga orang anak yaitu: Inggita Utami Dewi (mahasiswi Biologi SITH-ITB), Anjar Dimara Sakti (mahasiswa Geodesi dan Geomatika-ITB) dan Wimbajaya Hamukti (SMP Negeri 3 Depok).

Penulis menempuh pendidikan sarjana (S1) di Jurusan Teknik Kimia Universitas Gajah Mada lulus tahun 1985. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan S2 di Jurusan Teknik Kimia, Universitas Indonesia lulus tahun 1999. Pada tahun 2003 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui beasiswa TPSDP-ADB loan.

Penulis bekerja di PT. Sarana Gatra Utama, Citeureup, Jawa Barat mulai tahun 1986 hingga tahun 1993, dan pada tahun 1993 hingga saat ini sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Kimia, Universitas Muhammadiyah Jakarta. Mulai tahun 2007 penulis diberi amanah sebagai Ketua Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta.


(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xxii I. PENDAHULUAN ...

1.1. Latar Belakang Penelitian... 1.2 Tujuan Penelitian... 1.3 Ruang Lingkup Penelitian... 1.4 Manfaat Penelitian...

1 1 4 4 5 II. TINJAUAN PUSTAKA...

2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)... 2.2 Lignin... 2.2.1 Karakteristik Lignin dan Turunan Lignin... 2.2.2 Penggunaan Lignin Teknis... 2.3 Modifikasi Lignin Isolat Menjadi Garam Lignosulfonat... 2.4 Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NLS)... 2.5 Perancangan ... 2.5.1 Analisis Peluang dan Permasalahan... 2.5.2 Sintesis Proses... 2.5.3 Pengembangan Proses... 2.5.3.1 Pengembangan Proses Untuk penggandaan Skala

(Scale Up)... 2.5.3.2 Pemodelan... 2.5.3.3 Optimasi ... 2.6 Perancangan Industri NLS Berbahan Dasar TKKS... 2.6.1 Sintesis Proses Sulfonasi Lignin Isolat TKKS... 2.6.1.1 Proses Pemasakan/Pulping TKKS... A. Proses Kraft dan Proses Soda... B. Proses Organosolv... C. Proses Sulfit (NSSC)... 2.6.1.2 Teknik Isolasi/pemisahan Lignin ...

6 6 7 10 13 15 17 21 23 23 25

26 28 29 31 32 33 33 35 36 37


(14)

xiii

2.6.1.3 Sulfonasi Lignin Isolat Menjadi Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NLS)... 2.6.2 Pengembangan Proses Melalui Pendekatan Sistematis

Empiris (Pemodelan), Simulasi, Optimasi serta Integrasi Proses... 2.6.2.1 Kinetika Reaksi... 2.6.2.2 Volume/Kapasitas Reaktor... 2.6.2.3 Neraca Massa dan Neraca Energi... 2.6.2.4 Optimasi Kapasitas Produksi NLS... 2.6.2.5 Penentuan Harga Perkiraan Alat ... 2.6.2.6 Process Engineering Flow Diagram (PEFD) ... 2.6.2.7 Analisis Kelayakan Finansial... 2.6.2.8 Analisis Sensitivitas...

38

42 42 47 48 48 49 50 51 54 III. METODOLOGI PENELITIAN...

3.1 Kerangka Pemikiran... 3.2 Metode Penelitian... 3.2.1 Alat dan Bahan Untuk Preparasi Lignin Isolat dan Proses

Sulfonasi ... 3.2.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 3.2.3 Tahapan Penelitian... 3.2.3.1 Sintesis Proses...

3.2.3.1.1 Pemilihan Jalur Pemasakan/pulping TKKS dan Teknik Isolasi Lignin ... 3.2.3.1.2 Preparasi Lignin Isolat TKKS...

A. Proses Pemasakan/pulping TKKS.... B. Proses Isolasi Lignin dari Lindi

Hitam TKKS... C. Karakterisasi Lignin Isolat... 3.2.3.1.3 Optimasi Kondisi Proses Sulfonasi

Lignin Isolat Menjadi NLS... 3.2.3.1.4 Identifikasi Produk Natrium

Lignosul-fonat (NLS)...

55 55 56

56 57 58 59

59 60 60

61 62

62


(15)

xiv

3.2.3.1.5 Karakterisasi Sifat Fisiko-kimia Natri-um Lignosulfonat (NLS)... 3.2.3.1.6 Evaluasi Kinerja NLS Sebagai Bahan Pendispersi (dispersant) Pasta Gipsum.

3.2.3.1.7 Rancangan Percobaan... 3.2.3.2 Tahap Pengembangan Proses... 3.2.3.3 Menentukan Harga Alat...

64

65

65 69 70 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

4.1 Sintesis Proses... 4.1.1 Pemilihan Jalur Pemasakan/pulping TKKS ... 4.1.2 Pemilihan Teknik Isolasi Lignin... 4.1.3 Proses Sulfonasi Lignin Isolat Menjadi NLS... 4.1.4 Preparasi Lignin Isolat...

4.1.4.1 Proses Pemasakan/pulping TKKS... 4.1.4.2 Isolasi Lignin... 4.1.4.3 Karakteristisasi Sifat Fisiko-kimia Lignin Isolat

TKKS ... A. Rendemen Lignin ... B. Kadar / Kemurnian Lignin... C. Kadar Metoksil Lignin... D. Bobot Molekul Lignin... 4.1.5 Optimasi Kondisi Proses Sulfonasi Lignin Isolat

Menja-di NLS terhadap Respon Nilai Konversi... A. Optimasi Nisbah Pereaksi (NaHSO3 terhadap lignin),

pH, dan Suhu Reaksi Proses Sulfonasi Lignin Isolat Menjadi NLS terhadap Nilai Konversi... B. Pengaruh Nisbah Pereaksi (NaHSO3 terhadap lignin),

pH Serta Suhu Reaksi terhadap Nilai Konversi... 4.1.6 Optimasi Kondisi Proses Sulfonasi Lignin Isolat Menjadi

NLS terhadap Respon Kemurnian NLS... A. Optimasi Nisbah Pereaksi (NaHSO3 terhadap lignin),

pH, dan Suhu Reaksi Proses Sulfonasi Lignin Isolat Menjadi NLS) terhadap Kemurnian NLS...

72 72 72 74 75 77 77 78

79 79 83 85 88

89

89

93

97


(16)

xv

B. Pengaruh Nisbah Pereaksi (NaHSO3 terhadap lignin), pH serta Suhu Reaksi terhadap Kemurnian NLS... 4.1.7 Identifikasi Produksi Natrium lignosulfonat (NLS)... A. Identifikasi dengan Spektrofotometer FT-IR... B. Identifikasi dengan spektrofotometer LC-MS... 4.1.8 Karakterisasi Sifat Fisiko-kimia Natrium lignosulfonat

(NLS)... 4.1.9 Kinerja NLS Sebagai Bahan Pendispersi (dispersant)

Pada Pasta Gipsum... 4.2 Pengembangan Proses Melalui Pendekatan Sistimatis Empiris (Pemodelan), Simulasi, Optimasi serta Integrasi Proses...

4.2.1 Model Kinetika Reaksi... 4.2.2 Validasi Model Kinetika Reaksi... 4.2.3 Penyusunan Neraca Massa di Setiap Alat... 4.2.4 Neraca Energi ... 4.2.5 Optimasi Kapasitas Produksi NLS... 4.2.6 Intergrasi Process Engineering Flow Diagram (PEFD).... 4.2.7 Deskripsi Proses Sulfonasi Lignin Isolat Menjadi

Natri-um Lignosulfonat (NLS)... 4.2.8 Analisis Kelayakan Finansial Pendirian Industri NLS... 4.2.9 Analisis Sensitivitas...

A. Kondisi Bahan Baku Naik ... B. Kondisi Harga Jual Produk NLS Turun...

99 104 104 107

109

110

112 112 116 116 123 128 131

131 137 142 142 142 V. KESIMPULAN DAN SARAN...

5.1 Kesimpulan... 5.2 Saran...

144 144 146 DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN...

147 153


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Tabel 2.1

Produsen dan kapasitas produksi lignosulfonat di dunia... Komposisi kimia TKKS (% berat kering)...

3 7 Tabel 2.2

Tabel 2.3

Pita serapan penting infra merah lignin menurut Hergert 1971.... Karakteristik garam lignosulfonat komersial...

12 16 Tabel 2.4 Hubungan penambahan NLS dalam pasta semen terhadap

pengurangan kebutuhan air... 20 Tabel 2.5 Kandungan bahan organik dan anorganik pada lindi hitam (black

liquor) proses Kraft... 34 Tabel 3.1 Faktor, kode dan taraf kode pada proses sulfonasi lignin

membentuk NLS... 67 Tabel 3.2 Rancangan percobaan proses sulfonasi lignin menjadi NLS

dengan desain 23 ... 68 Tabel 3.3 Indeks harga alat... 71 Tabel 4.1

Tabel 4.2

Perbandingan beberapa proses pemasakan/pulping TKKS... Perbandingan beberapa teknik isolasi lignin organosolv...

73 75 Tabel 4.3 Karakteristik lindi hitam organosolv pada berbagai konsentrasi

penambahan NaOH... 77 Tabel 4.4 Karakteristik dan sifat fisiko-kimia lignin isolat... 88 Tabel 4.5 Nilai estimasi proses sulfonasi lignin menjadi NLS... 91 Tabel 4.6

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9

Tabel 4.10

Nilai estimasi proses sulfonasi lignin... Pita serapan spektrofotometer FT-IR Lignin TKKS dan lignin standar (Indulin AT)...

Pita Pita Serapan dan bilangan gelombang NLS standar, NLS-Aldrich dan NLS hasil sulfonasi... Fragmen bobot molekul gugus fungsi NLS hasil sulfonasi dan NLS standar (NLS-Aldrich)...

Karakteristik Natrium lignosulfonat (NLS) dibanding dengan NLS standar komersial (Wesco Technology, 1995)...

99

105

106

108

110 Tabel 4.11

Hubungan A B C C

ln , terhadap waktu reaksi pada berbagai suhu... 114 Tabel 4.12 Nilai slope , nilai k, dan R-sq ... 115


(18)

xvii

Tabel 4.13 Neraca massa di tangki pengasaman I (TP-1)... 118

Tabel 4.14 Neraca massa dekanter (D-1)... 118

Tabel 4.15 Neraca massa di tangki pelarutan (TP-2)... 118

Tabel 4.16 Neraca massa di tangki pengasaman ke 2 (dua) (TP-3)... 119

Tabel 4.17 Neraca massa di dekanter (D-2)... 119

Tabel 4.18 Neraca massa di sentrifuse (S-1)... 119

Tabel 4.19 Neraca massa di oven (O-1)... 120

Tabel 4.20 Neraca massa di reaktor (sulfonator) (R-1)... 120

Tabel 4.21 Neraca massa di dekanter (D-3)... 121

Tabel 4.22 Neraca massa di evaporator (E-1)... 121

Tabel 4.23 Neraca massa di tangki berpengaduk (TP-4)... 121

Tabel 4.24 Neraca massa di dekanter (D-4)... 122

Tabel 4.25 Tabel 4.26 Tabel 4.27 Tabel 4.28 Tabel 4.29 Neraca massa di evaporator (E-2)... Neraca massa di oven (O-2)... Neraca energi di reaktor/sulfonator... Neraca energi di evaporator 1 (E-1)... Neraca energi di evaporator 2 (E-2)... 122 122 125 127 128 Tabel 4.30 Kapasitas produksi NLS dan biaya variabel per unit produksi NLS pada berbagai kapasitas... 128

Tabel 4.31 Tabel 4.32 Tabel 4.33 Kapasitas produksi NLS dan Biaya produksi (tc) per unit produksi NLS pada berbagai kapasitas... Aliran Massa (Program HYSYS)... Aliran Energi (program HYSYS)... 130 134 136 Tabel 4.34 Jenis dan jumlah komponen modal tetap (fixed capital investment)... 138

Tabel 4.35 Tabel 4.36 Jenis dan jumlah biaya tetap (fix cost) dan biaya variabel (variabel cost)... Rincian pengembalian modal dan pembayaran bunga... 139 140 Tabel 4.37 Kriteria kelayakan finansial industri NLS berbahan dasar lignin isolat TKKS pada kondisi normal, kondisi bahan baku naik 20,71 % dan harga jual produk NLS turun 8 %... 143


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1 Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)... 6 Gambar 2.2 Unit pembentukan lignin (1) p-koumaril alkohol, (2)

koniferil alkohol, (3) sinapsil alkohol... 7 Gambar 2.3 Penggabungan monomer fenilpropana membentuk

polimer fenilpropana. (Adler, 1977)... 8 Gambar 2.4 Struktur lignin spruce (Adler, 1977)... 9 Gambar 2.5

Gambar 2.6

Struktur garam lignosulfonat (Gargulak dan Lebo, 2000)... a) Orientasi dari molekul surfaktan teradsorpsi pada

antar muka (air dan udara)

b) Orientasi dari molekul surfaktan teradsorpsi antara larutan nonpolar dan larutan polar...

16

18 Gambar 2.7 Pasta gipsum terflokulasi (tanpa NLS)... 19 Gambar 2.8 Pasta gipsum terdispersi (dengan NLS)... 19 Gambar 2.9 Pasta semen terflokulasi (tanpa NLS) (kiri) dan pasta

semen terdispersi (dengan NLS) (kanan)... 20 Gambar 2.10 Tahapan perancangan pabrik (Seider et al., 1999)... 22 Gambar 2.11 Sintesis proses kimia (Hartman dan Kaplick, 1990)... 24 Gambar 2.12 Penggandaan skala tanpa model matematis (Rehm dan

Reed, 1990)... 27 Gambar 2.13 Penggandaan skala melalui pendekatan sistematis

empiris (melalui model matematis) (Rehm dan Reed, 1990)...

27 Gambar 2.14 Skema aliran pemodelan (Edgar dan Himmelblau, 2001) 28 Gambar 2.15 Algoritma rancangan model kinetika reaksi untuk

penentuan volume/kapasitas reaktor batch (Fogler 1990) 29 Gambar 2.16 Reaksi Sulfonasi terhadap 1,2 – diguaiasil propana – 1,3

– diol... 31 Gambar 2.17 Reaksi sulfonasi lignin guaiasil... 32


(20)

xix Gambar 2.18

Gambar 2.19

Reaksi lignin dengan gugus hidroksil dari NaOH selama berlangsungnya “pulping” proses kraft, soda maupun organosolv (Gilligan, 1974)... Reaksi antara lignin dengan ion hidrogen sulfida selama berlangsungnya “pulping” proses sulfit (Gilligan, 1974)

36

37 Gambar 2.20 Reaksi Sulfonasi terhadap 1,2 – diguasilpropana – 1,3 –

diol dengan katalis NaOH... 39 Gambar 2.21 Permukaan respons dari fungsi respons orde kedua

untuk k = 5...

41 Gambar 3.1 Kerangka pemikiran perancangan proses sulfonasi

lignin TKKS menjadi natrium lignosulfonat (NLS) ...

56 Gambar 3.2 Tahapan Penelitian... 58 Gambar 3.3

Gambar 3.4

Tahap preparasi lignin isolat TKKS... Proses sulfonasi lignin isolat TKKS menjadi natrium lignosulfonat (NLS)...

62

64 Gambar 4.1 Lindi Hitam (black liquor) proses organosolv TKKS.... 77 Gambar 4.2 Tepung lignin isolat hasil pulping organosolv

TKKS...

79 Gambar 4.3 Hubungan pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan

H2SO4 terhadap rendemen lignin isolat...

81 Gambar 4.4 Hubungan pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan

H2SO4 terhadap kemurnian lignin isolat... 85 Gambar 4.5 Hubungan pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan

H2SO4 terhadap kadar metoksil lignin isolat... 86 Gambar 4.6 Respon permukaan nilai konversi sebagai fungsi dari

nisbah reaktan dan pH, reaksi sulfonasi lignin manjadi

NLS... 93 Gambar 4.7 Kontur respon nilai konversi sebagai fungsi dari nisbah

reaktan dan pH reaksi sulfonasi lignin menjadi NLS.... 93 Gambar 4.8 Respon permukaan nilai konversi sebagai fungsi dari

nisbah reaktan dan suhu reaksi sulfonasi lignin


(21)

xx

Gambar 4.9 Kontur respon nilai konversi sebagai fungsi dari nisbah

reaktan dan suhu reaksi sulfonasi lignin manjadi NLS... 94

Gambar 4.10 Respon permukaan nilai konversi sebagai fungsi dari pH dan suhu reaksi sulfonasi lignin manjadi NLS... 95 Gambar 4.11 Kontur respon nilai konversi sebagai fungsi dari pH dan suhu reaksi sulfonasi lignin manjadi NLS... 95

Gambar 4.12 Respon permukaan kemurnian NLS hasil sulfonasi lignin sebagai fungsi dari nisbah reaktan dan pH... 100

Gambar 4.13 Kontur respon kemurnian NLS hasil sulfonasi lignin sebagai fungsi dari nisbah reaktan dan pH... 100

Gambar 4.14 Respon permukaan kemurnian NLS hasil sulfonasi lignin sebagai fungsi dari nisbah reaktan dan suhu reaksi... 101

Gambar 4.15 Kontur respon kemurnian NLS hasil sulfonasi lignin sebagai fungsi dari nisbah reaktan dan suhu reaksi... 101

Gambar 4.16 Respon permukaan kemurnian NLS hasil sulfonasi lignin sebagai fungsi dari pH dan suhu reaksi... 102

Gambar 4.17 Kontur respon kemurnian NLS hasil sulfonasi lignin sebagai fungsi pH dan suhu reaksi... 102

Gambar 4.18 Spektrum FT-IR Lignin... 105

Gambar 4.19 Spektrum FT-IR NLS... 106

Gambar 4.20 Spektrum LC-MS NLS... 107

Gambar 4.21 Spektrum LC-MS NLS-Aldrich... 107

Gambar 4.22 Gambar visual natrium lignosulfonat (NLS)... 109

Gambar 4.23 Hubungan konsentrasi NLS dan NLS-Aldrich terhadap nilai alir (%) pasta gipsum ... 111

Gambar 4.24 Hubungan konversi lignin menjadi NLS terhadap lama reaksi pada berbagai suhu reaksi... 112

Gambar 4.25 Hubungan ln (CB/CA) terhadap lama reaksi (t) pada berbagai suhu... 114

Gambar 4.26 Diagram blok proses pembuatan NLS dari lindi hitam TKKS... 117


(22)

xxi

Gambar 4.27 Hubungan biaya variabel per kilogram NLS terhadap

kapasitas produksi NLS per tahun... 129 Gambar 4.28 Hubungan biaya produksi total (tc) per kilogram NLS

terhadap kapasitas produksi NLS per tahun... 131 Gambar 4.29 Process Engineering Flow Diagram (PEFD) industri


(23)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur analisis lignin isolat dan produk NLS... 153 2 Data hasil penelitian rendemen lignin TKKS berdasarkan berat

kering serpih TKKS faktor penambahan katalis NaOH dan

faktor konsentrasi H2SO4... 158 3 Analisis ragam rendemen lignin TKKS dengan nilai α = 0,05.... 158 4 Uji lanjut Duncan terhadap rendemen lignin TKKS faktor

penambahan katalis NaOH... 159 5 Uji lanjut Duncan terhadap rendemen lignin TKKS faktor

konsentrasi H2SO4... 159 6 Uji lanjut Duncan terhadap rendemen lignin TKKS antara

penambahan katalis NaOH dan faktor konsentrasi H2SO4... 159 7 Data hasil penelitian kemurnian lignin TKKS faktor

penambahan katalis NaOH dan faktor konsentrasi H2SO4... 160 8 Data hasil penelitian kemurnian lignin TKKS faktor

penambahan katalis NaOH dan faktor konsentrasi H2SO4... 161 9 Uji lanjut Duncan terhadap kemurnian lignin TKKS faktor

penambahan katalis NaOH... 161 10 Uji lanjut Duncan terhadap kemurnian lignin isolat faktor

konsentrasi H2SO4... 161 11 Uji lanjut Duncan terhadap kadar lignin TKKS antara faktor

penambahan katalis NaOH dan faktor konsentrasi H2SO4... 162 12 Data hasil penelitian kadar metoksil lignin TKKS faktor

penambahan katalis NaOH dan faktor konsentrasi H2SO4... 162 13 Analisa ragam kadar metoksil lignin TKKS dengan nilai

α=0.05... 163 14 Uji lanjut Duncan terhadap kadar metoksil lignin TKKS faktor

konsentrasi H2SO4... 163 15 Uji lanjut Duncan terhadap kadar metoksil lignin TKKS faktor

konsentrasi H2SO4... 164 16 Uji lanjut Duncan terhadap kadar metoksil lignin TKKS antara


(24)

xxiii

17 Menghitung nilai konversi dan bobot molekul natrium lignosulfonat (NLS)... 165 18 Rancangan percobaan matriks ordo satu optimasi proses

sulfonasi lignin isolat TKKS menjadi natrium lignosulfonat

(NLS) terhadap konversi , dengan desain 23... 167 19 Analisis ragam matriks ordo satu optimasi proses sulfonasi

lignin isolat TKKS menjadi natrium lignosulfonat (NLS)

terhadap nilai konversi... 168 20 Hasil uji penyimpangan model pengaruh nisbah pereaksi, pH

dan suhu reaksi, terhadap nilai konversi lignin menjadi natrium

lignosulfonat (NLS)... 168 21 Hasil analisis nilai estimasi, standar deviasi, dan nilai t terhadap

nilai konversi lignin menjadi natrium lignosulfonat (NLS)... 168 22 Hasil analisis ragam respon nilai konversi lignin menjadi

natrium lignosulfonat (NLS) terhadap perbandingan pereaksi,

pH dan suhu reaksi... 169 23 Rancangan percobaan matriks ordo dua proses sulfonasi lignin

menjadi natrium lignosulfonat (NLS) terhadap konversi akibat

pengaruh nisbah pereaksi, pH dan suhu, dengan desain 23... 169 24 Analisis ragam matriks ordo dua optimasi proses sulfonasi

lignin terhadap nilai konversi lignin menjadi

natrium-lignosulfonat (NLS)... 170 25 Hasil uji penyimpangan model pengaruh nisbah pereaksi, pH

dan suhu reaksi, terhadap nilai konversi sulfonasi lignin menjadi

natrium lignosulfonat (NLS)... 170 26 Hasil analisis nilai estimasi, standar deviasi, dan nilai t terhadap

nilai konversi sulfonasi lignin menjadi natrium lignosulfonat

(NLS)... 170 27 Hasil analisis ragam respon nilai konversi sulfonasi lignin

menjadi natrium lignosulfonat (NLS) terhadap nisbah reaktan,


(25)

xxiv

28 Rancangan percobaan matriks ordo dua proses sulfonasi lignin menjadi natrium lignosulfonat (NLS) terhadap kemurnian NLS

akibat pengaruh nisbah reaktan, pH dan suhu, dengan desain 23.. 171 29 Analisis ragam matriks ordo dua optimasi proses sulfonasi

lignin terhadap kemurnian NLS... 172 30 Hasil uji penyimpangan model pengaruh nisbah reaktan, pH dan

suhu reaksi, terhadap kemurnian NLS... 172 31 Hasil analisis nilai estimasi, standar deviasi, dan nilai t terhadap

kemurnian NLS... 172 32 Hasil analisis ragam respon kemurnian NLS terhadap nisbah

reaktan pH dan suhu reaksi... 173 33 Hubungan antara pengaruh kadar NLS hasil sulfonasi terhadap

persentase nilai alir pasta gipsum... 173 34 Hubungan antara pengaruh kadar NLS-Aldrich terhadap

persentase nilai alir pasta gipsum... 173 35 Data konversi natrium lignosulfonat (NLS), pada berbagai suhu

dan waktu reaksi... 173 36 Hubungan CA (mol/mililiter), terhadap waktu reaksi pada

berbagai suhu... 174 37 Hubungan CB (mol/mililiter), terhadap waktu reaksi pada

berbagai suhu... 174 38 Hubungan ln (CB/CA ) terhadap waktu reaksi pada berbagai

suhu... 175 39 Biaya investasi industri natrium lignosulfonat (NLS) barbahan

dasar TKKS... 177 40 Bahan baku dan bahan pembantu, serta utilitas... 179 41 Biaya tenaga kerja tak langsung dan tenaga kerja langsung... 180 42 Biaya tetap dan biaya variabel industri natrium lignosulfonat

(NLS) berbahan dasar lignin isolat TKKS... 181 43 Nilai peralatan mesin, biaya pemeliharaan, asuransi, nilai sisa

dan biaya penyusutan... 182 44 Proyeksi laporan laba rugi industri natrium lignosulfonat (NLS),


(26)

xxv

45 Proyeksi arus kas industri natrium lignosulfonat (NLS), pada

kondisi normal... 184 46 Perhitungan NPV, IRR, net B/C, BEP dan PBP industri natrium

lignosulfonat (NLS), pada kondisi normal... 185 47 Biaya tetap dan biaya variabel industri natrium lignosulfonat

(NLS) berbahan dasar lignin TKKS, pada kondisi bahan baku

naik 20,70 %... 186 48 Proyeksi laporan laba rugi industi natrium lignosulfonat (NLS),

pada kondisi bahan baku naik 20,70 %... 187 49 Proyeksi arus kas industri natrium lignosulfonat (NLS), pada

kondisi bahan baku naik 20,70 %... 188 50 Perhitungan NPV, IRR, net B/C, BEP dan PBP industri natrium

lignosulfonat (NLS), pada kondisi bahan baku naik 20,70%... 189 51 Proyeksi laporan laba rugi industi natrium lignosulfonat (NLS)

pada kondisi harga jual turun 8 %... 190 52 Proyeksi arus kas industri natrium lignosulfonat (NLS), pada

kondisi harga jual turun 8 %... 191 53 Perhitungan NPV, IRR, net B/C, BEP dan PBP industri natrium


(27)

1 I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini perkembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia telah menyebar di 22 provinsi dengan luas area mencapai 6,6 juta ha. Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit tentunya diikuti dengan peningkatan produksi minyak sawit. Industri kelapa sawit hingga saat ini masih didominasi oleh produksi minyak sawit mentah/crude palm oil (CPO) yang juga mengalami perkembangan pesat dari 6,5 juta ton pada tahun 2000; 9,9 juta ton pada tahun 2003; dan 11,9 juta ton di tahun 2005 (BPS 2006). Pada tahun 2007, Indonesia telah mencatat sejarah baru yaitu menjadi produsen CPO terbesar di dunia yang sebelumnya dipegang oleh Malaysia, yaitu dengan total produksi mencapai 17,0 juta ton, lebih besar dibanding total produksi CPO Malaysia yang mencapai 15,6 juta ton (ditjenbun GAPKI, 2008). Sekitar 60 % dari produk CPO sampai saat ini masih diekspor, sementara sisanya diserap untuk konsumsi dalam negeri. Untuk penggunaan lokal, industri minyak goreng menyerap CPO sebesar 29,6 % dari total produksi, sedang lainnya dikonsumsi oleh industri oleokimia. Produksi oleokimia yang diolah dari CPO terdiri dari fatty acid, fatty alkohol, glyserine dan stearic acid. Produksi oleokimia ini memiliki kegunaan yang beragam untuk berbagai industri seperti industri detergen, industri farmasi, industri kosmetik, pelumas, biodiesel dan sebagainya.

Dalam proses produksi minyak sawit, TKKS merupakan limbah padat terbesar yaitu sekitar 23% dari tandan buah segar (TBS). Sampai saat ini pemanfaatan TKKS hanya digunakan sebagai bahan organik bagi pertanaman kelapa sawit secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara langsung ialah dengan menjadikan TKKS sebagai mulsa sedangkan secara tidak langsung dengan mengomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik. Jumlah TKKS yang dihasilkan dari pabrik minyak sawit kira-kira hampir sama dengan jumlah CPO yang dihasilkan. Pada tahun 2000 jumlah TKKS mencapai 5,85 juta ton bobot basah atau 2,34 juta ton bobot kering, tahun 2003 mencapai 8,91 juta ton bobot basah atau 3,53 juta ton bobot kering dan pada tahun 2005 mencapai 10,71 bobot basah atau 4,28 juta ton bobot kering (www.


(28)

2 situs hijau.co.id, 2005) dan pada tahun 2008 diprediksi mencapai 20 juta ton bobot basah atau 8 juta ton bobot kering (http://isroi.wordpress.com, 2008)

Penelitian yang telah dan sedang dilakukan di pusat penelitian kelapa sawit (PPKS) Medan adalah pemanfaatan TKKS. TKKS sebagai limbah berlignoselulosa memiliki prospek yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku produk berbasis serat, seperti pulp dan kertas. Jenis kertas yang diproduksi dari limbah padat sawit, antara lain kertas kraft, kertas cetak, dan kertas map dengan mutu yang memenuhi standar. Penggunaan TKKS sebagai bahan baku pulp dan kertas memiliki berbagai keuntungan yaitu: Pertama, memberikan tambahan keuntungan kepada pabrik minyak sawit karena bisa menjual TKKS yang selama ini menjadi masalah dalam pembuangannya. Kedua, menurunkan ongkos produksi pulp karena TKKS lebih murah dibandingkan dengan bahan baku industri pulp lainnya. Ketiga, menjaga kelestarian hutan tropis karena kebergantungan pada hutan berkurang. Keempat, TKKS sudah terkumpul di pabrik minyak sawit sehingga penanganan dan pengangkutannya lebih murah. Sementara itu, konsumsi kertas di Indonesia saat ini mencapai 15,5 kg per kapita per tahun dan diperkirakan akan naik sekitar 13 persen per tahun. Angka ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Jepang yang masing-masing mengkonsumsi kertas 308 kg per kapita dan 205 kg per kapita (www.situs hijau.co.id, 2003).

Dengan mulai dikembangkannya industri pulp dan kertas menggunakan bahan baku TKKS, maka industri kertas akan menghasilkan limbah cair berupa lindi hitam (black liquor) TKKS, sehingga peluang pemanfaatan lignin yang terkandung dalam lindi hitam TKKS juga semakin terbuka yaitu dengan mengambil atau mengisolasi ligninnya. Agar pemanfaatan lignin menjadi lebih luas, maka perlu dilakukan modifikasi lignin menjadi garam lignosulfonat, salah satu diantaranya adalah natrium lignosulfonat (NLS). NLS termasuk jenis surfaktan anionik yang mempunyai sifat larut dalam air. NLS banyak digunakan pada berbagai industri yaitu sebagai bahan pendispersi pada berbagai sistem dispersi partikel (pasta gipsum dan pasta semen), sebagai bahan perekat dalam industri keramik, sebagai bahan pengemulsi, serta sebagai pelarut warna dalam industri tekstil (Filder, 2001).


(29)

3 Produksi garam lignosulfonat diseluruh dunia diperkirakan 980.000 ton per tahun dan sekitar 50% digunakan sebagai bahan pendispersi (Gargulak dan Lebo, 2000). Sementara Indonesia sampai saat ini masih seratus persen mengimpor garam lignosulfonat dari Finlandia dan negara-negara Skandinavia lainnya. Salah satu distributor di Indonesia adalah PT Fosroc Indonesia yang berada di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Diperkirakan kebutuhan lignosulfonat kurang lebih 384 ton per tahun, termasuk didalamnya NLS. Harga natrium lignosulfonat (NLS) teknis dipasaran dunia untuk kemasan @ 100 gram adalah $ 42,62 ; untuk kemasan @ 500 gram dengan harga $ 107,59 ; dan kemasan @ 2,5 kg dengan harga $ 267 (http://www.greatchem.com, 2005). Produsen dan kapasitas

produksi lignosulfonat di dunia disajikan pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Produsen dan kapasitas produksi lignosulfonat di dunia

Produsen Negara Kapasitas, ton/tahun Borregaard Ligno Tech

Ligno Tech Sweden Borregaard German Ligno Tech Iberica Ligno Tech Finland Ligno Tech USA Georgia Pacific Westvaco Flambeau Paper Tembec

Avebene Tolmezzo Sanyo Kokusaka Lainnya

Norwegia Swedia Jerman Spanyol Finlandia USA USA USA USA Canada Perancis Italia Jepang

160.000 60.000 50.000 30.000 20.000 60.000 200.000 35.000 60.000 20.000 40.000 30.000 50.000 155.000 Total 980.000

Berdasarkan analisis peluang dan permasalahan tersebut diatas, maka perlu dikaji perancangan proses produksi NLS melalui sintesis proses/penelitian skala laboratorium, serta pengembangan proses produksi NLS, sampai ke tingkat


(30)

4 kajian kelayakan secara teknis maupun finansial, sehingga diharapkan Indonesia dapat menjadi produsen NLS yang mandiri serta mengurangi ketergantungan akan garam lignosulfonat impor.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menghasilkan “rancangan proses sulfonasi lignin isolat TKKS menjadi natrium lignosulfonat (NLS)”, khususnya mendapatkan jalur proses pemasakan/pulping TKKS, dan teknik isolasi lignin yang tepat untuk memperoleh lignin isolat terbaik; mendapatkan kondisi optimum proses sulfonasi lignin; mendapatkan model kinetika reaksi dan model persamaan biaya produksi (tC) sebagai fungsi kapasitas produksi; integrasi dalam process engineering flow diagram (PEFD); serta mendapatkan kriteria kelayakan finansial pendirian industri NLS

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sintesis proses, meliputi

a) Pemilihan jalur proses pemasakan/pulping TKKS dan pemilihan teknik isolasi lignin yang tepat yang menghasilkan lignin isolat dengan rendemen dan kemurnian tinggi.

b) Optimasi kondisi proses sulfonasi lignin isolat menjadi natrium lignosulfonat (NLS) yang menghasilkan konversi (lignin bereaksi) dan kemurnian NLS tinggi.

c) Identifikasi, karakterisasi, serta evaluasi kinerja NLS sebagai bahan pendispersi.

2) Pengembangan proses melalui pendekatan sistematis empiris (pemodelan) meliputi:

a) Menentukan model kinetika reaksi dan model persamaan biaya produksi (tC) sebagai fungsi kapasitas.


(31)

5 b) Melakukan penyusunan neraca massa dan neraca energi untuk

mengetahui distribusi massa dan energi di setiap aliran proses, dan simulasi pada berbagai kapasitas produksi

c) Optimasi kapasitas produksi NLS pada biaya produksi total minimum d) Integrasi dalam process enginering flow diagram (PEFD)

e) Analisis kelayakan finansial dengan beberapa kriteria kelayakan yaitu net present value (NPV), internal rate of return (IRR), net benefit cost ratio (Net B/C), break event point (BEP) dan pay back period (PBP) f) Evaluasi tingkat sensitivitas kelayakan finansial pada kondisi bahan

baku naik dan harga jual NLS turun.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memperoleh beberapa manfaat yaitu:

1) Meningkatkan nilai tambah TKKS pada industri minyak sawit serta industri pulp dan kertas berbahan dasar TKKS

2) Diperolehnya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teknik dan teknologi proses sulfonasi lignin menjadi surfaktan natrium linosulfonat (NLS) berbahan dasar TKKS

3) Hasil evaluasi kelayakan finansial dapat dijadikan alat bantu dalam kajian pengembangan industri NLS skala komersial, serta sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan berinvestasi


(32)

6 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Pohon kelapa sawit (elaeis guneensis jacq.) termasuk jenis tumbuhan gramineae, kelas monocotyledonae, famili aracaceae ordo cocoideae (Tomlinson,1961). Bagian terpenting dari pohon kelapa sawit tersebut adalah tandan buah segar (TBS). Setiap tandan mengandung 62 – 70 % buah sawit sebagai sumber produksi minyak sawit sedang sisanya adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang mencapai 23-30 % . Dalam proses produksi minyak sawit, TKKS merupakan limbah padat dalam jumlah yang cukup besar. Komponen utama TKKS adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin sehingga TKKS disebut limbah lignoselulosa. Potensi limbah lignoselulosa cukup besar dan secara umum semua limbah lignoselulosa termasuk TKKS mempunyai sifat fisika dan kimia yang hampir sama, sehingga proses pengolahan dan pemanfaatannya juga sama, hanya saja kondisi optimum untuk bahan satu dan lainnya akan berbeda (Fauzi dkk, 2002).

TKKS dapat dimanfaatkan melalui biokonversi yaitu dapat dijadikan substrat (bahan dasar) dalam pembuatan asam-asam organik, pelarut aseton, butanol, etanol, protein sel tunggal, dan zat antibiotika (Darnoko, 1992). Selain itu arah pengembangan TKKS juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk berbasis selulosa seperti pulp dan kertas, serta produk berbahan baku lignin seperti lignosulfonat. Untuk mendapatkan selulosa dan lignin isolat masing-masing dengan kemurnian tinggi diperlukan pelarut yang tepat dan selektif, alkali merupakan pelarut lignin disamping berfungsi sebagai agen penggembung (swelling agent) untuk selulosa. Pengolahan selulosa dengan cara hidrolisis dan fermentasi, sedang pengolahan lignin dengan cara hidrogenolisis, hidroalkilasi dan sulfonasi (Darnoko et al,1995 dan David et al, 1996)

Gambar visual tandan kosong kelapa sawit (TKKS), disajikan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Tandan kosong kelapa sawit (TKKS). 6


(33)

7 Hasil dari beberapa penelitian, komposisi kimia TKKS dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Komposisi kimia TKKS (% bobot kering)

Komposisi Azemi dkk.*)

1994

Darnoko dkk. 1995

Selulosa 40 38,76

Lignin 21 22,23

Hemiselulosa 24 32,42

Abu 15 6,59

*) diacu dalam Fauzy dkk, 2002.

2.2 Lignin

Lignin adalah zat organik polimer yang komplek, merupakan komponen kimia dan morfologi dari jaringan tumbuhan seperti kayu daun jarum (gimnosperm) , kayu daun lebar (dikotil angiosperm), dan rerumputan/gramineae (monokotil angiosperm) dimana ia terdapat dalam jaringan vaskuler yang khusus untuk pengangkutan cairan dan kekuatan mekanik. Monomer lignin adalah fenilpropana, sedangkan unit pembentuk lignin adalah p-koumaril alkohol, koniferil alkohol dan sinapsil alkohol merupakan senyawa induk (prekursor) primer lignin seperti disajikan pada Gambar 2.2

Menurut Fengel and Wegener (1995), lignin dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan unsur-unsur strukturnya yaitu: Lignin guaiasil : terdapat

CH

OH HC

CH

OH

OCH3 CH2OH HC

CH

OH

OCH3 CH3O

CH2OH HC

1 2 3

CH2OH

Gambar 2.2 Unit pembentukan lignin (1) p-koumaril alkohol, (2) koniferil alkohol, (3) sinapsil alkohol.


(34)

8 pada kayu daun jarum, sebagian besar merupakan produk polimerisasi dari koniferil alkohol; lignin guaiasil-siringil : terdapat khas kayu daun lebar, merupakan kopolimer dari koniferil alkohol dan sinapil alkohol. Jumlah kandungan lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi, kandungan lignin dalam spesies kayu berkisar antara 20 – 40%, sedangkan spesies non kayu kandungan ligninya lebih rendah.

Polimerisasi senyawa induk monomer dengan reaksi penggabungan acak tidak dapat dipelajari secara invivo, tetapi dari sejumlah percobaan secara invitro diketahui bahwa reaksi ini berlangsung tanpa kontrol enzimatik sebagai proses spontan. Polimer lignin merupakan gabungan unit-unit fenilpropana, dengan ikatan eter yaitu beta aril eter (β−0−4); alfa aril eter (α – 0 – 4); β – β, dan lain-lain. Namun jenis ikatan yang paling sering terdapat adalah β−0−4 (Glasser, 1980). Langkah pertama dalam polimerisasi adalah pembentukan struktur dimer. Polimerisasi selanjutnya disebut polimerisasi ujung, yang melibatkan penggabungan monolignol dengan gugus ujung fenolat di-atau oligolignol atau penggabungan dua radikal gugus ujung, menghasilkan polimer bercabang melalui tri, tetra, penta dan oligolignol (Adler, 1977). Dasar penggabungan non radikal, ionik dalam pembentukan lignin adalah penambahan kuinon metida transien pada air atau gugus-gugus fenolat, seperti disajikan pada Gambar 2.3

Gambar 2. 3 Penggabungan monomer fenilpropana membentuk polimer fenilpropana (Adler, 1977).

1+ 2 Penggabungan β−0−4

( kuinon metida)

1 + 2 + H2O Penggabungan β−0−4

(guaiasil gliserol-β−koniferil eter)

2 + 2 Penggabungan

β β−

(D.L-pinoresinol)

OH H3CO

OH OCH3 O

HC HC

H2C CH CH CH2 O OCH3 O HC HC H2COH

OCH3

HCOH HC H2COH

OH O

HC

OCH3 HC

H2COH

O

OCH3 HC

HC H2COH


(35)

9 Karena makro molekul lignin tidak dapat dilukiskan dengan penggabungan satu atau beberapa unit monomer fenilpropana, maka struktur lignin masih merupakan model-model. Model lignin pertama dikemukakan oleh Freudenberg (1968) diacu dalam Fengel dan Wegener (1995), didasarkan pada konsep polimerisasi dehidrogenatif dan dipenuhinya semua data analitik, dengan bagan lignin kayu daun jarum (spruce) meliputi 18 unit fenilpropana sebagai bagian molekul total yang terdiri atas lebih dari 100 unit dalam keadaan alami. Sementara Adler (1977) memberikan bagan struktur lignin spruce yang meliputi 16 unit-C9 yang penting, seperti pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Struktur lignin spruce (Adler, 1977). HCOH

CH

OCH3 OH 5 CH2OH

C=O HC HC

OH[O-C] 6 CH2OH

OCH3 H3CO

O 4 HC OCH3 O 3 HC CH2OH

HCO OCH3 O

13 H3CO CH

CH2OH HCOH

O 2

CH CH2OH CH

HC

O 1

HC =O[CH2OH]

H3CO

HC CH2OH

HCO OCH3 O

14 CH

CH2OH OH

OH 15 HC – O –

CH2OH

H3CO HCOH

O 16 H3CO

HC-O- CH2OH

HCO H3CO

O 7 HC H2COH

HCOH H3CO

O 8 CH CH2OH 9 OCH3 HO OCH3 10 O O

H CH2

H CH

CH H2C

O 11 OH OCH3 HCO O 12

CH2OH HC – O –

HOH2C– C – C H

O H H3CO


(36)

10 2.2.1 Karakteristik Lignin dan Turunan Lignin

2.2.1.1 Komposisi Kimia dan Bobot Molekul Lignin

Karakterisasi kimia pertama lignin yaitu penentuan gugus metoksil, sedang karakterisasi analitik lebih lanjut adalah penentuan kandungan gugus fungsional lain meliputi gugus fenolat dan hidroksil alifatik, gugus karbonil dan karboksil, yang menunjukkan perubahan-perubahan unsur lignin yang disebabkan oleh prosedur isolasi atau perlakuan kimia. Degradasi lignin dan reaksi kondensasi dapat juga dibuktikan dengan menentukan bobot molekul rata-rata atau disebut distribusi bobot molekul (Goring 1971). Nilai analitik lignin menunjukkan bahwa kandungan karbon lignin kayu daun jarum adalah 60 – 65 %, pada umumnya lebih tinggi dari kayu daun lebar yaitu 56 – 60 %. Hal ini disebabkan oleh kandungan oksigen lignin kayu daun lebar yang lebih tinggi, yang disebabkan oleh kandungan metoksil yang lebih tinggi yaitu 18 – 22 % bila dibandingkan dengan kandungan metoksil pada kayu daun jarum yaitu berkisar antara 12 – 16 %. Sedangkan sampel lignin gramineae mempunyai kandungan metoksil dengan kisaran diantara lignin kayu daun jarum dan kayu daun lebar. Lignin asam keduanya menunjukkan kandungan metoksil yang rendah, kemungkinan karena pengaruh kimia yang keras selama proses isolasi.

Degradasi lignin dan reaksi kondensasi akibat prosedur isolasi atau perlakuan kimia dapat juga mempengaruhi distribusi bobot molekul rata-rata. Hal ini menyebabkan distribusi bobot molekul lignin merupakan salah satu kriteria yang dapat dipakai sebagai parameter untuk pengontrolan kualitas lignin tersebut. Bobot molekul merupakan salah satu sifat dasar suatu polimer lignin seperti sifat alir, sifat optik, sifat listrik dan sifat mekanik. Suatu polimer pada umumnya memiliki panjang rantai yang berbeda-beda sehingga pengukuran bobot molekul hanya menghasilkan bobot molekul rata-rata. Ada beberapa jenis bobot molekul rata-rata diantaranya adalah:

: w

M bobot molekul rata-rata berat (weight –average molecular weight) :

n

M bobot molekul rata-rata jumlah (number-average molecular weight) :

v


(37)

11

w

M atau bobot molekul rata-rata berat dapat ditentukan dengan cara sedimentasi dengan ultra sentrifugal dan penghamburan cahaya oleh larutan polimer. Mnatau bobot molekul rata-rata jumlah dapat ditentukan dengan cara penentuan jumlah gugus ujung kimia dan penentuan tekanan osmotik. Mv atau bobot molekul rata-rata viskositas dapat ditentukan dengan beberapa cara antara lain dengan pengukuran viskositas larutan, penentuan tekanan osmotik dan penghamburan cahaya oleh larutan polimer. Hubungan bobot molekul dengan viskositas untuk polimer yang berstruktur linier maka berlaku hubungan empiris berikut ini yang dikenal dengan persamaan Mark-Houwink.

[ ]

a

v M k = η Keterangan: [η] : viskositas

k dan a : adalah tetapan. Kedua tetapan ini tergantung pada sistem polimer, pelarut dan temperatur.

v

M : bobot molekul rata-rata viskositas

Hubungan nilai k dengan viskositas suatu bahan polimer akan mempengaruhi viskositas larutan tersebut, dimana bahan polimer yang memiliki nilai k tinggi dalam sistem pengenceran larutan akan menghasilkan viskositas tinggi pula, dan bahan polimer yang memiliki nilai k rendah dalam sistem pengenceran larutan akan menghasilkan viskositas rendah. Nilai k suatu bahan polimer dapat ditentukan dengan cara pengukuran viskositas larutannya dan dihitung dengan menggunakan

persamaan “ Fikentcher” yang ditulis secara empiris sebagai berikut: C ) (k x10 x10 k.C 1,5 1 x10 k 75 η

log 3 3

6 2 r ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = − − − Keterangan: r

η : viskositas relatif

C : konsentrasi dinyatakan dalam gram per desiliter (gr/dl, gram/100 ml)

2.2.1.2 Derajat Polidispersitas

Polidispersitas merupakan sifat yang dimiliki semua lignin isolat apakah diperoleh dengan prosedur analitik maupun teknik. Untuk melihat besaran


(38)

12 polidispersitas memerlukan nilai bobot molekul rata-rata jumlah (Mn ) dan nilai bobot molekul rata-rata berat (Mw). Derajat polidispersitas dinyatakan sebagai nisbah dari nilai bobot molekul rata berat terhadap nilai bobot molekul rata-rata jumlah (Mw/Mn) (Vollmert B., 1973). Metode yang sering digunakan meliputi osmometri, teknik hamburan sinar dan ultrasentrifugasi serta yang lebih mutakhir adalah kromatografi permeasi gel (GPC) dam kromatografi cair bertekanan tinggi (HPLC) yang digabung dengan kalibrasi kolom dengan standar yang cocok atau dengan pengukuran ultrasentrifugasi fraksi-fraksi yang terpisah. Derajat polidispersitas untuk lignin kayu spruce yang digiling sebesar (Mw/Mn = 3,1), sedangkan untuk kayu pinus (Mw/Mn = 3,4)

2.2.1.3 Sifat-sifat Spektroskopi Infrared (IR) dan Ultraviolet (UV) Lignin. Spektroskopi infra merah (IR) lignin dan turunan lignin dilakukan untuk karakterisasi secara kualitatif dan mengevaluasi pita-pita serapan khusus secara kuantitatif. Penentuan lignin secara kuantitatif dengan menentukan pita vibrasi cincin aromatis pada bilangan gelombang 1505 dan 1600 cm-1 yang dilakukan terhadap senyawa model lignin kayu yang digiling. Spektra IR lignin menunjukkan sejumlah pita serapan utama yang dapat diperuntukkan secara empiris bagi gugus-gugus struktural baik dari senyawa model maupun lignin. Pita-pita IR khas lignin yang paling mungkin tercantum dalam Tabel 2.2

Tabel 2.2 Pita serapan penting infra merah lignin menurut Hergert, 1971

Bilangan gelombang, cm-1 Pita serapan asal

3450 – 3400 Rentangan OH

2940 – 2820 Rentangan OH pada gugus metil dan metilena 1715 - 1710 Rentangan C=O tak terkonjugasi dengan cincin

aromatik

1675 – 1660 Rentangan C=O terkonjugasi dengan cincin aromatik

1605 – 1600 Vibrasi cincin aromatik 1515 – 1505 Vibrasi cincin aromatik 1470 – 1460 Deformasi C-H (asimetri) 1430 – 1425 Vibrasi cincin aromatik 1370 – 1365 Deformasi C-H (simetri) 1330 – 1325 Vibrasi cincin siringil 1270 – 1275 Vibrasi cincin guaiasil 1085 – 1030 Deformasi C-H, C-O


(39)

13 Peruntukan suatu pita serapan tidak dapat dideduksi dari spektrum tunggal, tetapi harus dikaji dengan pengukuran turunan senyawa model lignin dan sampel lignin, jadi dengan menggeser kedudukan pita serapan unsur struktural atau eliminasi pita-pita serapannya. Pita serapan inframerah lignin yang paling karakteristik terdapat pada sekitar 1510 dan 1600 cm-1(vibrasi cincin aromatik) dan antara 1470 dan 1460 cm-1 (deformasi C-H dan vibrasi cincin aromatik). Metoda-metoda derivatisasi yang cocok adalah metilasi, asetilasi, reduksi, sulfonasi atau pengubahan menjadi garam, yang memungkinkan penentuan gugus fungsional, misal gugus hidroksil atau karbonil (Hergert, 1971)

Sementara serapan (absorpsi) ultraviolet (UV) merupakan alat yang digunakan secara luas untuk identifikasi lignin dan turunannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta karakterisasi perubahan struktur dan sifat-sifat lignin dan turunannya. Serapan lignin yang nyata dalam kisaran ultra violet didasarkan pada sifat aromatiknya, yaitu jumlah unit fenilpropana, dan pada sejumlah unsur-unsur struktur kromofor seperti gugus hidroksil fenolat, gugus karbonil dan sebagainya. Spektra khas lignin meliputi maksimum 280 nm diikuti dengan lereng ke arah panjang gelombang yang rendah dengan pundak yang jelas pada daerah 230 nm. Perubahan-perubahan kecil namun terukur dalam perilaku spektroskopi UV disebabkan oleh berbagai jumlah gugus kromofor. Karakterisasi lignin kebanyakan terbatas pada perbandingan lignin-lignin yang berbeda, evaluasi sejumlah gugus fungsional khusus, serta penentuan perubahan struktur akibat perlakuan reaksi kimia.

2.2.2 Penggunaan Lignin Teknis

Penggunaan lignin pada saat sekarang dan masa mendatang merupakan bidang yang sangat luas dan semakin meningkat kepentingannya, suatu alasan untuk pengembangan lignin karena sifat-sifat dan jumlah yang cukup besar barasal dari proses pembuatan pulp seluruh dunia (sekitar lebih dari 50 juta ton pertahun) serta dapat dilihat dari pengetahuan tentang bahan mentah yang dapat diperbaharui. Lignin sebagai bahan mentah masih perlu dilakukan proses lanjut untuk meningkatkan penggunaan yang lebih intensif. Bidang-bidang kegunaan lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelompok umum yaitu:


(40)

14

¾ Lignin sebagai bahan bakar

¾ Lignin sebagai produk polimer

¾ Lignin sebagai sumber bahan kimia berbobot molekul rendah.

Penggunaan utama lignin saat ini masih sebagai sumber energi. Kebanyakan lignin kraft digunakan untuk tujuan energi karena pemilihan bahan-bahan kimia proses didasarkan pada pembakaran dari lindi hitam bekas pakai. Nilai kalori dari lindi bekas pakai adalah 23,4 MJ/kg merupakan harga ekonomi yang penting dikaitkan dengan tingginya kenaikan harga gas dan minyak. Penggunaan lignin sebagai bahan polimer dengan sifat-sifat yang cocok untuk banyak tujuan teknis, namun pasaran lignin atau produk-produk lignin masih sangat kecil, jika dikaitkan dengan besarnya potensi. Diantara sebab sebab yang membatasinya jika dibandingkan dengan produk-produk sintesis dari minyak bumi dan gas bumi adalah sebagai berikut:

¾ Struktur kimia lignin dan turunan lignin yang kompleks

¾ Ketidak seragaman polidispersitas lignin

¾ Kandungan sulfonat yang cukup besar dalam lignin kraft dan lignin sulfonat, namun untuk lignin organosolv bebas sulfur (S)

¾ Biaya yang tinggi untuk isolasi dan pemurnian lignin.

Proses isolasi lignin, setelah melalui pelarutan dengan garam dan pengendapan ulang dengan asam sulfat encer maka lignin yang dihasilkan menjadi larut hanya dalam larutan alkali dan tidak larut dalam air. Sifat larut lignin yang dimiliki disebabkan karena kekuatan ikatan hidrogen dan kerapatan energi kohesifnya, menyebabkan lignin tidak larut dalam air, namun larut dalam dimetil formamida (DMF) dan tetrahidrofuran (THF). Pelarut lignin yang bagus lainnya adalah asetil bromida dalam asam asetat serta hexachloropropanol (Fengel and Wegener, 1995). Sifat tersebut merupakan hambatan yang berat untuk penggunaan lignin secara teknis. Untuk menghindari kerugian karena ketidak larutannya dalam air, maka lignin-lignin alkali dapat dimodifikasi menjadi sulfonat-sulfonat yang larut dalam air dengan proses sulfonasi. Modifikasi lignin umumnya bertujuan membentuk lignin sulfonat atau lignosulfonat melalui proses sulfonasi dan garamnya, menjadi garam lignosulfonat yang memiliki kemampuan sebagai surfaktan


(41)

15 2.3 Modifikasi Lignin Isolat Menjadi Garam Lignosulfonat

Modifikasi lignin isolat biasanya melalui proses sulfonasi dan garamnya menjadi garam lignosulfonat. Sebagai agen penyulfonasi dapat digunakan asam sulfat, oleum, natrium bisulfit maupun natrium thiosulfat. Sulfonasi dimaksudkan untuk mengubah sifat hidrofilisitas lignin yang kurang polar (tidak larut air) menjadi garam ligosulfonat yang memiliki sifat hidrofilisitas yang lebih polar (larut air), dengan cara memasukkan gugus sulfonat (SO3-) dan garamnya ke dalam gugus hidroksil (OH-) lignin. Prinsip inilah yang menggambarkan garam lignosulfonat berperan sebagai surface active agent atau surfaktan. Selain proses sulfonasi, lignin dapat dimodifikasi melalui proses hidrogenolisis, hidroalkilasi, metilasi, asetilasi, reduksi, atau pengubahan menjadi garam lignosulfonat (David et al, 1996). Modifikasi lignin dilakukan untuk mengubah karaktertistik yang dikehendaki, melalui beberapa proses tergantung dari fungsi yang akan dicapai dalam aplikasinya. Sebagai contoh modifikasi sulfonasi lignin menjadi surfaktan natrium lignosulfonat (NLS) mempunyai beberapa fungsi yaitu :

1) Sebagai “bahan pendispersi” pada berbagai sistem dispersi partikel, yaitu membantu memperluas penyebaran pada pasta gipsum akibat turunnya viskositas dan sedimentasi pasta gipsum, juga berfungsi sebagai aditif jenis water reducing admixtures (WRA) pada pasta semen.

2) Sebagai “bahan perekat” yaitu membantu memperbesar sifat kepaduan (cohesiveness) dalam industri keramik.

3) Sebagai “ bahan pengemulsi” yaitu penstabil emulsi dua zat yang tidak saling larut seperti emulsi aspal, pelumas, pigmen dan cat.

4) Sebagai pelarut warna pada industri tekstil.

Pada beberapa penggunaan lainnya, lignosulfonat juga dapat dimodifikasi dengan mengubah gugus hidroksil (-OH) yang terdapat dalam lignin dengan garamnya seperti kalsium, natrium, ammonium maupun seng membentuk garam lignosulfonat. Garam lignosulfonat tersebut termasuk produk garam lignosulfonat komersial yakni ammonium lignosulfonat; kalsium lignosulfonat; natrium lignosulfonat dan seng lignosulfonat (Wesco Technology,1995). Produk tersebut


(42)

16 dijual dalam bentuk bubuk maupun cair. Karakteristik garam lignosulfonat disajikan pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Karakteristik garam lignosulfonat komersial

Jenis garam lignosulfonat Karakteristik Ammonium Lignosulfonat Kalsium lignosulfonat Natrium lignosulfonat Seng lignosulfonat

Lignosulfonat, % 57 80 80 42

Gula pereduksi, % 24 7 7 -

Sulfur, % 6,8 6,6 6,6 -

Kalsium , % 0,4 5,0 0,5 0,2

Natrium, % 0,2 0,2 7 4,3

Nitrogen, % 4,7 0,1 0,1 -

Abu, % 1,0 20 22 -

Kadar air, % 52 5 < 6 52

pH (10 % larutan) 4 – 5 4,5 7,5 4 – 5

Viskositas, (20 % larutan), cps

800 900 1000 100

Bobot jenis, kg/m3 368,42 368,42 368,42 173

Sedangkan struktur garam lignosulfonat pada umumnya disajikan pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Struktur garam lignosulfonat (Gargulak dan Lebo, 2000). O

CH2OH

CH2 SO3M

O

CH-SO3M CH CH2OH

OCH3 CH CH-SO3M MSO3CH2

O

O CH3O

OH CH-SO3M

CH

O MSO3CH2

MSO3CH HC

CH2 SO3M

CH2OH

CH3O CH CH-SO3M HC

CH CH2OH CH

MSO3CH2 O

MSO3CH

CH2SO3M

O

CH-SO3M CH2 CH2 SO3M

CH2SO3M HC

OCH3 H2COH

CH Sumber: Wesco Technology (1995)


(43)

17 Beberapa penelitian modifikasi lignin yang telah dilakukan antara lain:

1) Dilling, 1989 (US patent 5,043,435) melakukan sulfonasi lignin menggunakan oleum (xH20 ySO3) menjadi lignosulfonat. Lignin disulfonasi dengan oleum, pada suhu dibawah 40 oC selama 4 jam pada tekanan atmosfir, dan proses berlangsung pada pH 6,3 – 7.

2) Gargulak, 2001 (US Patent No. 6,238,475), memodifikasi lignin menjadi ammonium lignosulfonat melalui reaksi oksidasi dengan ammonium hidroksida, serta sulfonasi. Ammonium lignosulfonat berfungsi sebagai bahan pendispersi, dengan efek memperlambat ikatan pada beton dan mengatur gelembung udara dalam beton (set retarding and air entraining).

3) Syahmani (2001) melakukan sulfonasi dan asetilasi lignin dari TKKS pada suhu 100 OC dan pH 5, yang berfungsi sebagai bahan perekat partikel urea untuk memperbaiki sifat anti-craking dan anti-dusting.

4) Yasuda dan Matsushita (2004) melakukan sulfonasi lignin dengan asam sulfat dan phenol (proses hidrolisis) membentuk lignosulfonat dan mengevaluasi lignosulfonat sebagai bahan pendispersi pada pasta gipsum

2.4 Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NLS)

Surfaktan merupakan senyawa organik yang didalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air), merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air), merupakan bagian non polar. Kepala dapat berupa anionik, kationik, nonionik dan amphoterik sedangkan ekor berupa rantai linier hidrokarbon atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang lebih luas dan beragam di dalam industri (Hui, 1996 ; Hasenhuiellt, 1997). Beberapa contoh struktur molekul surfaktan yaitu surfaktan anionik seperti: sulfat (-OSO2O-), sulfonat (-SO2O-), dan karboksilat (-COO-); surfaktan kationik seperti: ammonium (-NH3+), pyridinium (–NC6H5+); surfaktan nonionik seperti: digliserida {-CH2CH(O-)CH2OH}, dietanolamida {-N(CH2CH2OH)2} dan surfaktan amphoter seperti: amin oksida (-N+-O-), sulfobetain


(44)

{-18 N+(CH2)xCH2SO3-}. Gambaran struktur molekul surfaktan pada peristiwa penurunan tegangan permukaan dan antar muka disajikan pada Gambar 2.6 (Rosen dan Dahanayake, 2000).

Karakteristik dan kinerja surfaktan dapat digolongkan dalam beberapa jenis yaitu sebagai wetting dan waterproofing yang bekerjanya karena terjadinya penurunan tegangan permukaan dan antar muka; foaming yang menimbulkan pembusaan pada detergen; emulsifikasi yang bekerja pada cairan yang saling tidak larut sehingga menjadi saling larut; dispersi yang bekerja sebagai penyebar pada sistem dispersi partikel seperti pada pasta gipsum dan pasta semen. Aplikasi surfaktan sebagai bahan aditif yang penting untuk beberapa industri seperti industri sabun dan deterjen, industri tekstil, industri karet dan plastik, industri kosmetik, industri pangan, bahan perekat untuk papan gipsum, sebagai bahan pendispersi pada industri bahan konstruksi, dan lain-lain (Rosen dan Dahanayake, 2000). Dengan banyaknya kebutuhan dan penggunaan surfaktan untuk berbagai keperluan industri sehingga surfaktan memiliki nilai jual yang tinggi. Persentase pasar surfaktan untuk berbagai aplikasi didunia adalah sebagai produk pembersih sebesar 52,9 %, tekstil dan kulit 8,4 %, konstruksi 5,5 %, perminyakan 5,1 % , polimerisasi emulsi 3,4 %, pangan 2,3 %, peptisida 2,3 %, industri cat 1,9 %,

Gambar 2.6 a) Orientasi dari molekul surfaktan teradsorpsi pada antar muka (air dan udara). b) Orientasi dari molekul surfaktan teradsorpsi antara larutan nonpolar dan


(45)

19 industri kertas 1,4 %, industri plastik 0,5 % , bahan peledak 0,1 % serta lainnya 6,2 % (sumber: www.chemsoc.org)

Natrium lignosulfonat (NLS) termasuk surfaktan anionik karena memiliki gugus sulfonat dan garamnya (-NaSO3-) yang merupakan anion (kepala) dan gugus hidrokarbon merupakan ekor. Struktur inilah yang menyebabkan meningkanya sifat hidrofilitas NLS sehingga mudah larut dalam air. Menurut ASTM Standard C 494-79 ( spec for water reducing admixtures for concrete), natrium lignosulfonat (NLS) adalah bahan tambahan kimia termasuk jenis water reducing admixture (WRA) atau plasticizer. Prinsip dari komponen aktif bahan tambahan kimia jenis WRA adalah sebagai surfaktan anionik yang memiliki kemampuan sebagai bahan pendispersi (dispersant) pada berbagai sistem dispersi partikel (pasta semen dan gipsum). Pemberian NLS dalam sistem partikel akan menghasilkan pembatas elektrik yang mencegah bersatunya partikel-partikel (pasta semen dan gipsum) tersebut, sehingga sistem dispersi berlangsung sempurna. Pengurangan atau penghilangan pambatas elektrik menyebabkan terjadinya flokulasi (Rosen dan Dahanayake, 2000). Penambahan NLS sebagai bahan pendispersi (dispersant) pada pasta gipsum maupun pasta semen tersebut menyebabkan penurunan viskositas, sehingga luas permukaan menjadi besar (terdispersi) dan meningkatkan kelecakan/slam (slump) tanpa penambahan air sehingga mempercepat pengerjaan (setting time) dan kuat tekan (strength) akan lebih tinggi (Neville, 1981). Neville menggambarkan pasta gipsum terflokulasi (tanpa NLS) dan pasta gipsum terdispersi (dengan NLS) disajikan pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8

Gambar 2.8 Pasta gipsum terdispersi (dengan NLS).

Gambar 2.7 Pasta gipsum terflokulasi (tanpa NLS).


(1)

Lampiran 49

Proyeksi arus kas industri natrium lignosulfonat (NLS), pada kondisi bahan baku naik 20,70 %

Uraian

TAHUN KE- (rupiah)

0

1 2 3 4 5 6 7

A Arus Kas

1. Laba bersih -

2.385.703.519

3.576.301.110

4.766.898.701

4.915.159.858

5.063.421.014

5.211.682.171

5.211.682.171

4. Penyusutan -

359.823.214

359.823.214

359.823.214

359.823.214

359.823.214

359.823.214

359.823.214

5. Modal sendiri

2.647.520.655 - - - -

6. Modal pinjaman

6.177.548.194 - - - -

Total kas masuk

8.825.068.849

2.745.526.733

3.936.124.324

5.126.721.915

5.274.983.072

5.423.244.228

5.571.505.385

5.571.505.385

B. Kas keluar

1. modal tetap

3.713.250.000 - - - -

2. modal kerja

5.111.818.849 - - - -

3. Angsuran

pinjaman -

1.235.509.639

1.235.509.639

1.235.509.639

1.235.509.639

1.235.509.639 - -

Total kas keluar

8.825.068.849

1.235.509.639

1.235.509.639

1.235.509.639

1.235.509.639

1.235.509.639 - -

Aliran kas bersih -

1.510.017.095

2.700.614.685

3.891.212.276

4.039.473.433

4.187.734.590

5.571.505.385

5.571.505.385 Arus kas awal tahun -

1.510.017.095

2.700.614.685

3.891.212.276

4.039.473.433

4.187.734.590

5.571.505.385

5.571.505.385

Arus kas akhir tahun 0

1.510.017.095

4.210.631.780

8.101.844.056 12.141.317.489 16.329.052.079

21.900.557.464


(2)

Lampiran 50 Perhitungan NPV, IRR, Net B/C, BEP dan PBP industri natrium lignosulfonat (NLS),

pada kondisi bahan baku naik 20,70%

Tahun

Bt- Ct Akumulasi 0,10 NPV 0,14 NPV

ke

Rp Rp DF Rp DF Rp

0

(8.825.068.849)

(8.825.068.849) 1

(8.825.068.849) 1 (8.825.068.849)

1

1.510.017.095

(7.315.051.754) 0,909090909

(6.650.047.049) 0,877192982 (6.416.712.065)

2

2.700.614.685

(4.614.437.069) 0,826446281

(3.813.584.354) 0,769467528 (3.550.659.487)

3

3.891.212.276

(723.224.793) 0,751314801

(543.369.491) 0,674971516 (488.156.135)

4

4.039.473.433

3.316.248.640 0,683013455

2.265.042.443 0,592080277

1.963.485.415

5

4.187.734.590

7.503.983.230 0,620921323

4.659.383.195 0,519368664

3.897.333.748

6

5.571.505.385

13.075.488.615 0,56447393

7.380.772.446 0,455586548

5.957.016.717

7

5.571.505.385

18.646.994.000 0,513158118

9.568.856.352 0,399637323

7.452.034.756

Total 4.041.984.692 (10.725.901)

Kriteria Nilai

Satuan

NPV

(10.725.901)

rupiah

IRR

13,99

persen

Net B/C

1,00

-

BEP

-

%, kapasitas

PBP

-

tahun


(3)

C. Analisis sensitivitas: Kondisi harga jual turun

Lampiran 51

Proyeksi laporan laba rugi industi natrium lignosulfonat (NLS) pada kondisi harga jual turun 8 %

Uraian

TAHUN KE- (Rupiah)

1

2

3

4

5

6

7

A Penerimaan

Produksi pertahun (kemasan a 100 gram)

140.550 187.400 234.250 234.250 234.250 234.250 234.250

Penjualan produk Rp 59.800,- per kemasan 8.404.890.000 11.206.520.000 14.008.150.000 14.008.150.000 14.008.150.000 14.008.150.000 14.008.150.000 Total pendapatan 8.404.890.000 11.206.520.000 14.008.150.000 14.008.150.000 14.008.150.000 14.008.150.000 14.008.150.000 B Pengeluaran

1. Biaya tetap

580.260.579 773.680.771 967.100.964 967.100.964 967.100.964 967.100.964 967.100.964

2. Biaya variabel

3.903.276.858 5.204.369.143 6.505.461.429 6.505.461.429 6.505.461.429 6.505.461.429 6.505.461.429 Total pengeluaran 4.483.537.436 5.978.049.915 7.472.562.394 7.472.562.394 7.472.562.394 7.472.562.394 7.472.562.394 Laba operasi 3.921.352.564 5.228.470.085 6.535.587.606 6.535.587.606 6.535.587.606 6.535.587.606 6.535.587.606

C Pembayaran bunga

1. Bunga pinjaman

934.326.626 747.461.301 560.595.976 373.730.651

186.865.325 - -

Total pembayaran bunga

934.326.626 747.461.301 560.595.976 373.730.651

186.865.325 - -

Laba sebelum pajak

2.987.025.937 4.481.008.784 5.974.991.631 6.161.856.956 6.348.722.281 6.535.587.606 6.535.587.606 Pajak penghasilan 746.756.484 1.120.252.196 1.493.747.908 1.540.464.239 1.587.180.570 1.633.896.902 1.633.896.902 Laba bersih 2.240.269.453 3.360.756.588 4.481.243.723 4.621.392.717 4.761.541.711 4.901.690.705 4.901.690.705


(4)

Lampiran 52

Proyeksi arus kas industri natrium lignosulfonat (NLS), pada kondisi harga jual turun 8 %

Uraian

TAHUN KE- (rupiah)

0

1 2 3 4 5 6 7

A Arus Kas

1. Laba bersih

-

2.240.269.453

3.360.756.588

4.481.243.723

4.621.392.717

4.761.541.711

4.901.690.705

4.901.690.705

4. Penyusutan

-

359.823.214

359.823.214

359.823.214

359.823.214

359.823.214

359.823.214

359.823.214

5. Modal sendiri

2.502.660.607 - - - -

6. Modal pinjaman

5.839.541.415 - - - -

Total kas masuk

8.342.202.022

2.600.092.667

3.720.579.802

4.841.066.937

4.981.215.931

5.121.364.925

5.261.513.919

5.261.513.919

B. Kas keluar

1. modal tetap

3.713.250.000 - - - -

2. modal kerja

4.628.952.022 - - - -

3. Angsuran pinjaman -

1.167.908.283

1.167.908.283

1.167.908.283

1.167.908.283

1.167.908.283 - -

Total kas keluar

8.342.202.022

1.167.908.283

1.167.908.283

1.167.908.283

1.167.908.283

1.167.908.283 - -

Aliran kas bersih -

1.432.184.384

2.552.671.519

3.673.158.654

3.813.307.648

3.953.456.642

5.261.513.919

5.261.513.919 Arus kas awal tahun -

1.432.184.384

2.552.671.519

3.673.158.654

3.813.307.648

3.953.456.642

5.261.513.919

5.261.513.919

Arus kas akhir tahun 0

1.432.184.384

3.984.855.904

7.658.014.558 11.471.322.206 15.424.778.848

20.686.292.767


(5)

Lampiran 53 Perhitungan NPV, IRR, net B/C, BEP dan PBP industri natrium lignosulfonat (NLS),

pada kondisi harga jual turun 8 %

Tahun

Bt- Ct Akumulasi 0,10 NPV 0,14 NPV

ke

Rp Rp DF Rp DF Rp

0

(8.342.202.022)

(8.342.202.022) 1 (8.342.202.022) 1 (8.342.202.022)

1

1.432.184.384

(6.910.017.637) 0,909090909 (6.281.834.216) 0,877192982 (6.061.418.980)

2

2.552.671.519

(4.357.346.118) 0,826446281 (3.601.112.494) 0,769467528 (3.352.836.348)

3

3.673.158.654

(684.187.464) 0,751314801 (514.040.168) 0,674971516 (461.807.050)

4

3.813.307.648

3.129.120.184 0,683013455 2.137.231.189 0,592080277 1.852.690.347

5

3.953.456.642

7.082.576.826 0,620921323 4.397.722.974 0,519368664 3.678.468.466

6

5.261.513.919

12.344.090.745 0,56447393 6.967.917.416 0,455586548 5.623.801.687

7

5.261.513.919

17.605.604.665 0,513158118 9.034.458.960 0,399637323 7.035.856.710

Total 3.798.141.638 (27.447.191)

Kriteria Nilai

Satuan

NPV

(27.447.191)

rupiah

IRR

13,97

persen

Net B/C

1,00

-

BEP

-

%, kapasitas

PBP

-

tahun


(6)

iii

ABSTRACT

ISMIYATI. Process Design of Sulphonation of Isolated Empty Fruit Bunch (EFB)

Lignin to Produce Sodium Lignosulphonat (SLS) Surfactant. Under the direction

of ANI SURYANI, DJUMALI MANGUNWIDJAYA, MACHFUD and ERLIZA

HAMBALI.

Process design of sulphonation of isolated empty fruit bunch (EFB) lignin

to produce sodium lignosulphonat (SLS) surfactant was conducted by process

synthesis, then process development by empiric systematic approach (modelling).

The results were integrated into process engineering flow diagram (PEFD), and

analyzed feasibility of SLS industry.

The objective of this research was to obtain “the process design”

especially to identify the best pulping process and the best isolating lignin path to

obtain the best isolated lignin; to find the optimum process condition in

production of the SLS; to determine the reaction kinetic modelling, total cost

equation as a function of production capacity and optimum production capacity

were also developed and to obtain the financially feasible criteria in setting up

SLS industry.

The best influence of NaOH addition in organosolv pulping process was

obtained at 10% of concentration, and of H

2

SO

4

addition in lignin isolation using

Kim method was obtained at 20% concentration. The yield of isolated lignin was

19,945% (w/w) with 88,93% of purity. The optimum process conditions was

obtained ie: reactant ratio (NaHSO

3

to lignin) of 60,32 % (w/w); pH of 6,03;

reaction temperature of 90,28

O

C; conversion of 72,20%; validation of conversion

of 70,04 %. Identification of SLS by using spectrophotometer FTIR, LC-MS and

UV showed that SLS product of sulphonation, was similar to SLS standard from

Aldrich (SLS-Aldrich). In addition, the properties of SLS and performance test of

SLS were adequate to be a dispersant agent because the purity of SLS was high

( more than 80 %)

The sulphonation of lignin to form SLS is considered as second reaction

order. The reaction rate constant (k) is 1,35703832 e

-2558,89354/T

mol

-1

hr

-1,

Mathematic modelling for total production cost (t

c

) as a function of SLS

production capacity (P) is :

P

921

2.593.011.

P

10

P

0,001

P

25,67

137

.

8

4

t

2 8 3

C

=

+

+

The Optimum production capacity of LSL is 23.425 kg/year using selling price on

Rp 65 000,- perpackage of SLS @ 100 gram.

The financially feasible criteria showed that NPV was Rp 8 971 273

997,-; IRR was 27,22% over the interest rate (14%); Net B/C was 1,56; BEP was

11,09% capacity and PBP was 2,67 year. In conclusion, the SLS industry was

feasible. The sensitivity analysis showed that the critical point will happen when

the two condition appear: the raw material price was increased 20.71%, and the

selling price of SLS was decreased 8%. Corresponding to both condition, the SLS

industry was more sensitive to the decreasing of the product price rather than to

the increasing of the raw material price.

Keyword: process design, sulphonation, isolated empty fruit bunch (EFB) lignin ,

SLS surfactant, dispersant