48 Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan usahatani salak pondoh
petani integrasi lebih rendah dari rata-rata penerimaan petani non integrasi. Total penerimaan per hektar per tahun petani integrasi sebesar Rp 38.482.454
sedangkan total penerimaan petani non integrasi sebesar Rp 39.434.622. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan dalam hal produktivitas antara petani integrasi
dan non integrasi. Harga jual buah salak pondoh pada masing-masing usahatani juga dipengaruhi oleh kualitas dari buah salak pondoh yang dihasilkan. Oleh
karena itu, harga jual yang diterima pun akan berbeda antara petani yang satu dengan petani yang lain. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil
penelitian, harga jual buah salak pada musim panen raya berada pada kisaran Rp 3.000kg hingga Rp 4.000kg sedangkan pada musim panen kecil harga buah
salak berkisar antara Rp 5.000kg hingga Rp 9.000kg. Pada umumnya, setelah pemetikan buah salak, petani akan melakukan proses pembersihan dari kotoran
yang menempel pada buah salak sebelum menjualnya pada tengkulak. Para tengkulak biasanya akan melakukan proses grading penggolongan buah setelah
memperoleh buah salak pondoh dari petani.
6.2.1.3 Biaya Usahatani Salak Pondoh
Biaya merupakan bentuk pengeluaran yang harus dibayarkan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan ketika akan melakukan suatu kegiatan. Biaya
usahatani salak pondoh merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan untuk menghasilkan buah salak pondoh. Biaya usahatani salak pondoh dalam penelitian
ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dibayarkan dan biaya non tunai tidak dibayarkan. Biaya tunai ini merupakan biaya yang langsung dikeluarkan
petani dalam kegiatan produksi usahatani salak pondoh. Sementara itu, biaya non tunai yaitu biaya yang secara nyata tidak dikeluarkan sebagai biaya namun pada
kenyataannya biaya tersebut harus dikeluarkan oleh petani untuk mendukung proses produksi usahatani salak pondoh.
Komponen biaya tunai usahatani salak pondoh terdiri atas biaya pembelian pupuk, bunga jantan, iuran anggota, pajak lahan, keranjang, botol infus dan tenaga
kerja luar keluarga. Sementara itu, yang tergolong sebagai biaya non tunai usahatani salak pondoh adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat
dan bunga jantan yang diperoleh dari kebun sendiri. Data mengenai perbandingan
49 biaya usahatani salak pondoh antara petani integrasi dan non integrasi dapat
dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Biaya usahatani salak pondoh petani integrasi dan non integrasi
Uraian Petani Integrasi
Petani Non Integrasi
Biaya Tunai
Pupuk Kandang 1.616.048
Pupuk Organik 2.650.002
Compound Pupuk Majemuk 3.010.000
1.333.320 Keranjang
55.636 108.500
Botol Infus 727.818
1.142.000 Bunga Jantan
576.000 645.000
Iuran Wajib Anggota 54.000
45.600 PBB
688.596 660.261
Tenaga Kerja Luar Keluarga 2.941.626
4.529.097
Sub Total 8.053.676
12.729.828 Biaya Non Tunai
Tenaga Kerja Dalam Keluarga 22.012.900
22.422.400 Penyusutan Alat
213.334 255.868
Bunga Jantan 1.206.000
1.041.000
Sub Total 23.432.234
23.719.268 Total Biaya Rphatahun
31.485.910 36.449.096
Sumber: Data Primer, diolah 2013
Tabel 20 menunjukkan bahwa biaya usahatani petani non integrasi lebih besar daripada petani integrasi. Biaya total yang dikeluarkan petani integrasi
sebesar Rp 31.485.910 per hektar per tahun sedangkan untuk petani non integrasi
sebesar Rp 36.449.096 per hektar per tahun. Hasil perhitungan biaya tunai dan non tunai usahatani salak pondoh antara petani integrasi dan non integrasi
disajikan dalam Lampiran 4. Biaya non tunai yang dikeluarkan memiliki proporsi yang lebih besar daripada biaya tunai. Hal ini dikarenakan usahatani salak pondoh
tidak membutuhkan input yang banyak melainkan memerlukan perawatan yang rutin sehingga faktor tenaga kerja yang memiliki komponen biaya terbesar dalam
usahatani salak pondoh. Penggunaan tenaga kerja untuk usahatani salak pondoh umumnya dilakukan sendiri oleh petani integrasi maupun non integrasi.
Adanya pemanfaatan pupuk kandang di kebun salak oleh petani integrasi dapat menghemat pembelian pupuk. Adapun pupuk yang dibeli oleh petani
50 integrasi berupa compound pupuk majemuk dengan biaya sebesar Rp 3.010.000.
Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan petani non integrasi yang harus mengeluarkan biaya pembelian pupuk berupa pupuk kandang, pupuk organik dan
compound dengan total biaya senilai Rp 5.559.370. Pada umumnya, petani non integrasi menggunakan pupuk kandang yang
dibeli dari peternak. Para peternak menjual pupuk kandang dengan harga Rp 15.000 hingga Rp 22.000 per karung dimana berat rata-rata mencapai 40 kg dalam
satu karung. Selain itu, ada juga petani yang menggunakan pupuk organik untuk kebun salak miliknya. Harga rata-rata pupuk organik yang ada di Desa Girikerto
sebesar Rp 600kg. Berdasarkan pengamatan di lapangan, petani integrasi maupun non integrasi sudah mulai mengurangi penggunaan pupuk kimia untuk kebun
salaknya. Pupuk kimia yang biasanya digunakan petani adalah pupuk compound. Harsoyo 1999 menyatakan bahwa pupuk compound merupakan perpaduan
antara Urea, TSP, KCL dan kapur yang diberikan petani ketika pohon salak berbunga. Selain itu, rata-rata petani responden baik petani integrasi maupun non
integrasi memiliki rumpun salak jantan di kebun miliknya sehingga dalam proses penyerbukan petani lebih banyak menggunakan bunga jantan yang ada di kebun
sendiri. Pembelian bunga jantan dilakukan petani ketika bunga jantan di kebun milik sendiri tidak mencukupi untuk melakukan penyerbukan.
6.2.2 Usahaternak Kambing Peranakan Etawa 6.2.2.1 Output Usahaternak Kambing Peranakan Etawa