Penangannan Tiram Pasca Operasi

dimuntahkan. Tiram yang akan diperiksa ditahan dengan baji lalu diletakkan pada shell holder dan diperiksa. Apabila inti masih berada didalam, maka bagian tersebut akan kelihatan sedikit menonjol. Pemeriksaan inti mutiara yang dilakukan oleh perusahan-perusahan yang berskala besar dilakukan dengan cara menggunakan alat rontgen. Pemeriksaan dengan alat ini dilakukan sekitar 45 hari setelah masa tento terakhir atau kurang lebih 3 bulan setelah pemasangan inti. Tiram yang masih terdapat inti didalam cangkangnya dalam posisi semula dipelihara kembali hingga waktu panen tiba. Tiram yang memuntahkan intinya dan kondisi tubuhnya masih baik dapat diulangi pemasangan inti mutiara bulat atau setengah bulat blister.

d. Panen

Setelah masa pemeliharaan 1½ - 2 tahun sejak operasi pemasangan inti maka tiram dapat dipanen dengan kecermatan dan ketepatan yang benar agar hasil mutiara dapat berkualitas baik. Panen akan lebih baik menguntungkan apabila dilakukan pada saat musim hujan, karena untuk mengurangi mortalitas pada waktu pemasangan inti mutiara bulat kedua. Tekanan tinggi, suhu rendah dan relatif konstan serta suasana remang-remang dapat menyebabkan sel penghasil nacre lebih aktif mensekresikan nacre, sehingga kilau dan warnanya lebih baik walaupun pelapisan nacrenya berlangsung lebih lambat. Cara pemanenan dapat dilakukan sebagai berikut : tiram yang sudah dipanen diletakkan di atas meja operasi. Kemudian bagian mantel dan insang yang menutupi gonad disisihkan sehingga mutiara akan kelihatan dan tampak menonjol dengan sedikit bercahaya. Kemudian dibuat sayatan pada organ tersebut seperti pada saat pemasangan inti mutiara bulat, maka mutiara dengan mudah dapat dikeluarkan dari gonad tiram. Analisa Aspek Ekonomi Budidaya Tiram Mutiara Sejak tahun 2005 Indonesia tercatat sebagai produsen SSP terbesar di dunia yakni sekitar 43 dari kebutuhan mutiara dunia dengan nilai ekspor mencapai 29.431.625 USD atau sekitar 2,07 dengan negara tujuan ekspor yakni Hongkong, Jepang, Australia, Korea Selatan, Thailand, Swiss, India, Selandia Baru dan Prancis. SSP Indonesia mempunyai keunikan berupa warna maupun kilaunya yang mempesona dan abadi sepanjang masa, sehingga sangat digemari di pasar Internasional, dan biasanya diperdagangkan dalam bentuk loose dan jewelery Perhiasan. Sentral Pengembangan Pinctada maxima di Indonesia tersebar dibeberapa daerah yaitu Lampung, bali, NTB, NTT, SULUT, SULTENG, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat. Pelaku usaha budidaya mutiara SPP di Indonesia pada tahun 2013 tercatat sebanyak 23 perusahaan yang terdiri dari perusahaan swasta nasional sebanyak 17 perusahaan dan perusahaan Modal asing sebanyak 6 perusahaan,dimana 21 perusahaan diantaranya telah tergabung dalam ASBUMI. Dengan terjadinya fluktuasi nilai mata uang Rupiah terhadap nilai tukar mata uang Dollar Amerika yang mengalami perubahan yang tidak menentu, dapat memicu kestabilan nilai jual ekspor mutiara Indonesia yang berada pada kisaran harga pasar antara 45-200 USD per-gram. Harga mutiara yang tinggi disebabkan karena proses produksi dari biji mutiara sangat lama dan sulit serta memiliki keahlian khusus yang belum dikuasai penuh oleh karyawan yang bekerja pada PT. Dafin Mutiara. Produksi mutiara dari PT. Dafin Mutiara yang menurun dipengaruhi oleh faktor alam yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penanganan secara alami hal ini disebebkan karena ketersediaan tiram mutiara yang dihasilkan secara alamiah makin berkurang serta ketersediaan tiram mutiara yang ada tidak memenuhi syarat untuk dilakukan proses implantasi atau penyuntikan nucleus. Sehingga pada tahun 2012 PT. Dafin melakukan kegiatan budidaya dengan kegiatan penyediaan benih spat melalui pembenihan secara buatan di hatchery. Adapun dampak dari kegiatan penyediaan benih ini adalah merupakan resiko produk yaitu berupa kegagalan dalam mempersiapkan benih yang akan dibudidayakan dan penyuntikan nucleus, tidak semua dari tiram mutira yang melalui pembenihan secara buatan di hatchery mengalami keberhasilan pada saat panen. Tabel 5 Harga jual biji mutiara Tahun Produksi Biji Mutiara kg Harga Kurs Harga rp Nilai Produksi Jutaan rupiah 2009 149.65 6,764 9,447 63,900 9,562 2010 191.63 5,865 9,036 53,000 10,156 2011 259.11 6,370 9,113 58,050 15,041 2012 66.85 6,483 9,718 63,000 4,211 Dari Tabel 5 di atas, dapat dijelaskan bahwa produksi biji mutiara yang dihasilkan oleh PT. Dafin Mutiara pada tahun 2009 sebanyak 149,65 kg dengan kurs mata uang yang berlaku pada saat itu sebesar Rp 9.447 sehingga harga per kg adalah Rp 63.900.000 dan penjualan biji mutiara per kg sebesar Rp 9.562.635.000, disini terdapat selisih penjualan sebesar Rp 13.191.300 yang diperoleh dari hasil penjualan tiram mutiara, jadi total penjualan Tahun 2009 sebesar Rp 9.575.826.300. Tahun 2010 produksi biji mutiara yang dihasilkan sebanyak 191,63 kg namun yang terjual sebesar 181,63 kg sehingga terdapat 10 kg biji mutiara yang tidak terjual. Kurs yang berlaku sebesar Rp 9.036 jadi harga per kg adalah Rp 53.000.000 serta penjualan biji mutiara per kg sebesar Rp 9.626.390.000. Tahun 2010 terdapat selisih penjualan sebesar Rp 57.928.250 yang merupakan hasil penjualan tiram mutiara, jadi total penjualan tahun 2010 sebesar Rp 9.684.318.250. Produksi biji mutiara tahun 2011 adalah 259,11 kg dan ditambahkan dengan sisa 10 kg hasil produksi tahun 2010, jadi total biji mutiara di tahun 2011 sebanyak 269,11 kg dan yang terjual sebanyak 186,11 dengan demikian terdapat sisa biji mutiara sebanyak 83 kg yang belum terjual, nilai tukar rupiah yang berlaku Rp 9.113 dengan harga per kg Rp 58.050.000, jadi total penjualan tahun 2011 sebesar Rp 10.803.685.500, disini terdapat selisih penjualan sebesar Rp 38.390.600 yang diperoleh dari hasil penjulan tiram mutiara, jadi total penjualan tahun 2011 sebesar Rp 10.842.076.100 dan pada tahun 2012 produksi biji mutiara yang dihasilkan menurun yakni sebanyak 66,85 kg, hasil ini ditambahkan dengan sisa biji mutiara yang tidak terjual di tahun 2011 sebanyak 83 kg, jadi total biji mutiara di tahun 2012 sebanyak 149,85 kg dengan tingkat kurs yang berlaku Rp 9.718 dan harga produksi sebesar Rp 63.000.000kg dan