Sarana dan Sistem Produksi

35

5.3. Sarana dan Sistem Produksi

Sarana adalah faktor utama yang harus dimiliki untuk menjalankan suatu usaha. Sarana yang dimiliki P4S Nusa Indah untuk berproduksi terdiri dari lahan seluas 200 m². Kemiringan lahan landai, bahkan cenderung datar. Status penggunaan lahan adalah milik sendiri. Dalam lahan ini terdapat bangunan tempat pencampuran dan pengomposan, ruang sterilisasi, ruang inokulasi, dan ruang inkubasi kumbung. Tempat pencampuran dan pengomposan seluas 50 m² berupa ruangan terbuka, berlantai semen dan beratap. Tempat ini berfungsi sebagai tempat pencampuran, pengomposan dan pembuatan media tanam yang dikemas dalam plastik polypropilen baglog. Ruang sterilisasi seluas 13 m² semi tertutup yaitu terdapat celah untuk sirkulasi udara dan pembuangan asap. Tempat ini berfungsi sebagai tempat untuk sterilisasi media melalui pengukusan. Ruang inokulasi merupakan ruangan yang benar-benar tertutup rapat sebagai ruang pembibitan. Ruang inkubasi atau kumbung merupakan tempat penyimpanan bibit. Pada kumbung ini terdapat rak-rak bertingkat. Prasarana merupakan faktor pendukung kegiatan produksi. Prasarana yang digunakan terdiri dari rak penyimpan bibit, drum, ayakan serbuk, sekop, cangkul, timbangan, selang, ember, kursi, keranjang, spatula, handsprayer, pasak pemadat, botol, dan terpal. Ayakan serbuk digunakan untuk memisahkan serbuk kayu dari potongan-potongan kayu, serat-serat kasar kayu, dan dari sampah atau material lain yang dapat mengganggu pertumbuhan miselium jamur. Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi bibit siap panen sama dengan bahan yang digunakan untuk memproduksi jamur tiram putih. Bahan- bahan ini terdiri dari serbuk kayu, bibit, dedak, kapur, gips, plastik, cincin bambu, karet, kertas, alkohol dan spirtus. Serbuk kayu digunakan sebagai media tanam jamur. Serbuk ini berasal dari limbah usaha perkayuan di sekitar P4S Nusa Indah. Serbuk kayu yang digunakan albasia dan mahoni, yaitu jenis kayu yang tidak bergetah, karena zat ekstraktifnya zat pengawet alami dapat menghambat pertumbuhan jamur. 36 Serbuk kayu ini mengandung selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati yang merupakan bahan makanan bagi jamur. Bibit jamur yang digunakan untuk menghasilkan bibit siap panen dan jamur tiram putih ini berupa jenis bibit serbuk yang dikemas dalam plastik polypropilen. Dedak merupakan sumber karbohidrat, karbon, nitrogen, dan vitamin B komplek yang bisa mempercepat pertumbuhan miselium dan mendorong perkembangan tubuh buah jamur. Dedak yang diguanakan harus masih baru, tidak berbau apek dan strukturnya tidak rusak. Dedak ini diperoleh dari petani sekitar P4S Nusa Indah. Kapur berfungsi untuk mengontrol pH media tanam dan sebagai sumber kalsium. Kapur yang digunakan yaitu kapur pertanian kalsium karbonat CaCO 3 . Gipsum atau gips berguna untuk memperkokoh struktur campuran serbuk kayu dengan bahan lainnya, sehingga tidak mudah pecah. Kapur dan gipsum ini diperoleh dari toko panca kimia Bogor. 5.4.Proses Produksi Proses produksi mulai dari pembibitan hingga budidaya jamur tiram putih terdiri dari beberapa tahap. Untuk pembibitan prosesnya dimulai dari pembuatan media tanam, pembibitan inokulasi, dan inkubasi. Budidaya jamur tiram putih adalah kelanjutan dari pembibitan. Budidaya jamur tiram ini adalah pemeliharaan setelah bibit diinkubasikan selama satu bulan.

5.4.1 Pembuatan Media Tanam

Untuk satu paket pembibitan terdiri dari tiga log bibit jamur, tujuh karung serbuk kayu 100 kg, 15 kg dedak, dua kg kapur, satu kg gipsum, dan air secukupnya. Satu paket pembibitan ini mampu menghasilkan 150 log bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm. Untuk bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm atau 20 x 30 cm hanya dihasilkan sebanyak 125 log. Serbuk kayu diayak terlebih dahulu, kemudian dicampurkan dengan dengan bahan sesuai komposisinya secara merata. Campuran media ini sesuai jika ketika digenggam tidak meneteskan air, tetapi juga tidak mudah hancur 37 kembali. Media tanam ini kemudian dikomposkan selama 24 jam dengan tujuan untuk menguraikan senyawa kompleks yang terdapat di dalam media dengan bantuan mikroba, sehingga menjadi lebih sederhana dan mudah diserap oleh jamur. Campuran media tanam dikemas dengan plastik polypropilen dan dipadatkan dengan menggunakan botol serta diberi lubang tanam di tengah dengan menggunakan pasak pemadat. Pengisian media ini harus padat agar media tanam tidak cepat rusak dan tidak mengganggu pertumbuhan miselium. Sterilisasi media tanam dilakukan dengan mengukus bibit siap panen menggunakan drum yang disekat dibagian tengah bawahnya selama delapan jam. Bahan bakar yang digunakan pun berasal dari serbuk kayu dengan kompor yang terbuat dari drum. Pengukusan ini bertujuan untuk mensterilkan media tanam dari mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan jamur tiram putih. Media tanam ini sebelum ditanami bibit jamur, didinginkan terlebih dahulu selama 24 jam.

5.4.2 Pembibitan

Ruang tempat pembibitan, peralatan, dan tangan pekerja disemprotkan alkohol 70 persen untuk sterilisasi. Bibit jamur ditaburkan diatas media tanam, kemudian kemasan media tanam ditutup kembali dengan menggunakan cincin dan kertas yang diikat karet. Kertas yang digunakan dipanaskan diatas api terlebih dahulu untuk sterilisasi.

5.4.3 Inkubasi

Media tanam yang sudah ditanami bibit jamur dibawa ke kumbung pembibitan dan disimpan diatas rak. Media tanam ini menjadi bibit siap panen setelah miselium jamur tumbuh merata. Waktu yang dibutuhkan untuk proses inkubasi adalah 30 hari. Jika miselium sudah tumbuh merata, maka bibit siap panen ini dapat dijual, atau dilanjutkan ke proses selanjutnya yaitu budidaya jamur tiram putih. 38

5.4.4. Budidaya Jamur Tiram

Budidaya jamur tiram putih dilakukan setelah miselium bibit siap panen tumbuh merata. Bibit siap panen dipindahkan ke kumbung budidaya. Pemeliharaan dilakukan dengan cara menjaga suhu dan kelembapan kumbung. Hal ini dapat dilakukan dengan penyiraman maupun pengabutan. Pada musim hujan suhu udara dan kelembapan normal, sehingga pengabutan cukup satu kali pada pagi hari. Pada musim kemarau penyiraman dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali sehari. Jamur tiram putih dapat dipanen setelah bibit siap panen berusia 45 hari dan terus dipanen satu minggu sekali hingga umurnya mencapai 120 hari. Panen dilakukan secara manual dengan memotong jamur dari media tanam dengan menggunakan pisau. Akar jamur dipotong agar jamur tiram putih ini tidak cepat busuk. Pada saat ini P4S Nusa Indah hanya memproduksi dan menjual bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm sebanyak 5.000 log. Untuk bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm tidak diproduksi. Bibit ini diproduksi jika langsung dibudidayakan menjadi jamur tiram putih. P4S Nusa Indah tidak memproduksi jamur tiram putih karena dinilai lebih menguntungkan memproduksi bibit siap panen daripada memproduksi jamur tiram putih. Bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm diproduksi setiap dua bulan sekali hal ini sesuai dengan permintaan minimum yang ada yaitu 4.000 log. Permintaan maksimum bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm adalah 7.000 log. 5.5.Pemasaran P4S Nusa Indah memasarkan jamur tiram putihnya ke Pasar Bogor. Permintaan untuk jamur tiram putih itu sendiri masih sangat tinggi. Hal ini terlihat dari pasar yang mampu menerima berapa pun jamur yang dihasilkan oleh P4S Nusa Indah. Permintaan maksimum jamur tiram putih yang ada adalah 12.000 kg per bulan. Namun permintaan jamur tiram putih ini sama sekali tidak dipenuhi oleh P4S Nusa Indah. 39 Semakin tingginya permintaan jamur tiram putih, membuat usaha jamur tiram putih ini menjadi sebuah usaha yang memiliki prospek yang sangat baik. Hal ini mendorong para petani untuk mengusahakan jamur tiram putih. Namun tingginya risiko kegagalan yang dihadapi dalam tahap pembibitan membuat para petani hanya bergerak dalam budidaya jamur tiram putih, sehingga permintaan bibit jamur tiram putih P4S Nusa Indah semakin meningkat. Penjualan bibit dengan kemasan 17 x 35 cm setiap bulannya 5.000 log. Untuk bibit ukuran 20 x 30 cm setiap dua bulan sekali permintaannya antara 4.000 hingga 7.000 log per bulannya. Bibit 17 x 35 cm dipasarkan ke petani di Sukaraja, SBJ, Kota Batu, dan Ciomas sebanyak 5.000 log per bulan dengan harga satuannya Rp 1.800 per log. Bibit ukuran 18 x 35 cm tidak dihasilkan, dan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm dipasarkan ke daerah Lampung setiap dua bulan sekali dengan harga per log nya sebesar Rp 2.000 sebanyak 4.000 log. 40

VI. PERUMUSAN MODEL OPTIMALISASI

Perumusan model optimalisasi yang dilakukan sebanyak dua kali. Hal ini disesuaikan dengan pola produksi di P4S Nusa Indah, yaitu pada saat produksi bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm saja sebanyak 5.000 log dan pada saat produksi bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm saja sebanyak 4.000 log. Karena jangka waktu antara pembibitan hanya satu bulan, sedangkan budidaya jamur tiram putih empat bulan, maka untuk budidaya diambil jangka waktu satu bulan saja. Hasil budidaya jamur tiram putih dihitung rata-rata untuk satu kali proses produksi budidaya jamur tiram putih. Kendala yang digunakan dalam perumusan model dalam penelitian ini antara pola produksi pertama dan kedua adalah sama, kecuali kendala penjualan. Pada pola pertama kendala penjualan minimum bibit siap panen saja sebanyak 5.000 log. untuk bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm dan 20 x 30 cm tidak ada permintaan sehingga kendala penjualan sama dengan nol. Pola kedua, kendala penjualan minimum bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm sebanyak 4.000 log dan untuk bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm dan 18 x 35 cm adalah nol.

6.1. Perumusan Fungsi Tujuan Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih