V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Objek
Suatu objek dipermukaan bumi pada citra satelit dapat dikenali secara visual melalui warna kompositnya. Untuk dapat menampilkan warna komposit ini
dibutuhkan kombinasi tiga band pada gun Red, Green, dan Blue. Selain warna komposit, untuk lebih membedakan masing-masing objek juga harus dikenali tekstur,
bentuk dan asosiasinya dengan objek lain. Berbeda dengan penginderaan jauh optik yang biasanya memiliki banyak
band misalnya SPOT 4 Vegetation yang mempunyai 4 band, citra satelit ALOS PALSAR hanya mempunyai dua band yaitu band HH Horizontal-Horizontal dan
HV Horizontal-Vertical. Oleh karena itu, identifikasi objek pada citra ALOS PALSAR dilakukan pada kombinasi band 1-2-1. Band HH pada citra tersebut
diletakan pada gun Red sedangkan band HV diletakan pada gun Green. Oleh karena untuk dapat menampilkan warna komposit pada suatu citra dibutuhkan kombinasi
tiga band maka pada gun Blue ditampilkan citra dengan band HH. Gelombang elektromagnetik yang digunakan sensor radar berupa pulsa
gelombang mikro bertegangan tinggi dan dipancarkan pada waktu sangat pendek 10
-6
detik. Pancaran pulsa ditujukan pada arah obyek dan dipantulkan kembali ke sensor radar. Sensor dapat mengukur dan mencatat waktu dari saat pemancaran
gelombang elektromagnetik hingga kembali ke sensor. Berdasarkan waktu perjalanan pulsa radar dapat diperhitungkan jarak obyek dan berdasarkan intensitas hamburan
baliknya dapat ditaksir jenis obyeknya Purwadhi, 2001. Terbatasnya jumlah band yang dimiliki oleh sensor radar PALSAR pada
satelit ALOS menyebabkan terbatasnya kemampuan citra ALOS PALSAR dalam membedakan kenampakan suatu objek dipermukaan bumi. Dengan besarnya nilai
Brightness Value BV yang mencapai 8 bits berarti citra ALOS PALSAR ini dapat
membedakan tingkat kecerahan suatu piksel mulai dari 0 sampai dengan 255. Berdasarkan ciri karakteristik objek secara spektral dan spasial tersebut, citra ALOS
PALSAR dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi tutupan lahan menjadi 6
kelas. Kartikasari 2004 dalam penelitiannya dengan menggunakan citra optis yaitu SPOT 4 Vegetation pada areal kerja yang sama mampu membedakan objek secara
visual ke dalam 8 kelas penutupan lahan yaitu : hutan dataran rendah, hutan rawa, hutan mangrove, areal penanaman, semak belukar, areal terbuka, badan air, dan
awan. Penelitian mengenai identifikasi penutupan lahan dengan menggunakan
ALOS PALSAR ini telah dilakukan oleh Samsul Arifin 2007. Dalam penelitiannya dengan menggunakan citra komposit HH+HV2-HV-HH resolusi spasial 5 m di
daerah Yogyakarta, peneliti tersebut mampu mengidentifikasi objek kedalam 8 kelas penutupan lahan. Delapan kelas penutupan lahan tersebut adalah: air, palawija, sawah
awal tanam, sawah vegetatif, sawah pasca panen, kebun, hutan dan pemukiman. Nurharyanti 2008 dalam penelitiannya dengan menggunakan citra ALOS
PALSAR resolusi spasial 12,5 m dengan menggunakan citra komposit HH-HV-HH di PT. Trisetia Intiga Kalimantan Tengah mampu mengidentifikasi secara visual
objek kedalam 5 kelas penutupan lahan. Kelas-kelas penutupan lahan tersebut adalah: lahan terbuka, semak belukar, perkebunan, hutan lahan kering rapat, dan hutan lahan
kering jarang. Sedangkan Hendrayani 2008 dengan menggunakan citra komposit yang sama yaitu HH-HV-HH tapi dengan resolusi spasial 200 m di Pulau Jawa
mampu mengidentifikasi objek kedalam 4 kelas penutupan lahan. Kelas-kelas penutupan lahan tersebut adalah: tubuh air, lahan pertanian, hutan atau vegetasi
biomassa rendah, dan hutan atau vegetasi biomassa tinggi.
Tabel 9. Kelas penutupan lahan dan ciri-ciri visual citra ALOS PALSAR pada kombinasi band 1-2-1 di Pulau Kalimantan.
No Kelas Penutupan Lahan
Ciri-ciri Visual
1 Badan air
Berwarna ungu kehitaman dengan rona gelap serta tekstur yang halus Gambar 11
2 Sawah
Berwarna ungu dengan tekstur agak kasar dan bentuk berpetak-petak Gambar 12
3 Semak
Berwarna hijau bercampur ungu dengan tekstur agak kasar serta pola yang menyebar
Gambar 13
4 Perkebunan Berwarna hijau bercampur ungu dengan tekstur
agak kasar serta bentuk yang beraturan Gambar 14
5 Lahan terbuka
Berwarna ungu
tua dengan tekstur halus dan mempunyai bentuk yang tidak beraturan
Gambar 15 6 Hutan
Berwarna hijau
bercampur ungu dan putih dengan tekstur kasar serta pola yang tidak teratur
Gambar 16
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa pada permukaan yang halus smooth seperti pada badan air dan lahan terbuka akan bertindak sebagai specular reflector
seperti cermin yang menyebabkan arah backscatter akan dipantulkan menjauhi sensor sehingga objek yang direkam tampak gelap Gambar 11 dan 15. Pada tutupan
lahan berupa semak dan perkebunan yang memiliki permukaan agak kasar mengakibatkan objek yang direkam memiliki tekstur yang agak kasar Gambar 13
dan 14. Pada tutupan lahan berupa hutan yang memiliki permukaan yang kasar akibat dari struktur kanopi tanaman secara keseluruhan mengakibatkan terjadinya
pantulan baur diffuse reflector. Pantulan baur ini menyebabkan objek yang direkam memiliki tekstur yang kasar. Tekstur yang kasar tersebut diakibatkan oleh rona yang
dihasilkan dari obyek yang mempunyai permukaan yang kasar memiliki beberapa tingkat kecerahan tergantung besarnya tenaga pantulan yang kembali kearah sensor
Gambar 16. Obyek yang termasuk pemantul baur ini diantaranya adalah beberapa jenis vegetasi Lillesand dan Kiefer, 1993.
Untuk penutupan lahan berupa hutan yang berada di daerah pegunungan, variasi geometri akan sangat mempengaruhi penampakan objek yang terekam. Oleh
karena Radar melakukan perekaman dengan arah menyamping maka medan yang diindera juga tidak selalu memiliki arah yang sama. Sehingga dalam mencitra
berbagai relieftopografi permukaan bumi, akan memberikan hasil yang berbeda. Hal ini timbul melalui variasi geometri sensor terhadap medan. Variasi lokal medan
mengakibatkan sudut datang sinyal radar berbeda-beda. Bila terjadi pada lereng, hasil balik tenaga radar bagi lereng yang menghadap ke arah sensor lereng depan akan
memantulkan tenaga yang lebih besar dibandingkan lereng sebaliknya yang membelakangi sensor. Kekuatan hasil balik pulsa radar mempengaruhi rona pada
citra radar. Citra radar pada bagian lereng depan akan lebih cerah dibandingkan dengan bagian lereng belakang Purwadhi, 2001.
Selain jumlah band yang sedikit serta adanya foreshortening, layover, dan bayangan pada citra Radar. Kendala lain yang dihadapi dalam mengidentifikasi objek
dipermukaan bumi pada penelitian ini adalah penggunaan data acuan yang merupakan data keluaran tahun 2003. Hal tersebut memungkinkan adanya kesalahan
interpretasi yang disebabkan oleh perubahan tutupan lahan yang mungkin terjadi selama kurun waktu tahun 2003 ~ 2007 tersebut. Oleh karena itu, pembuatan area
contoh dilakukan pada wilayah-wilayah yang diperkirakan antara tahun 2003 ~2007 tersebut tidak berubah.
Gambar 11. Objek penutupan lahan berupa badan air
Gambar 12. Objek penutupan lahan berupa sawah
Gambar 13. Ojek penutupan lahan berupa semak
Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB
Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB
Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB
Gambar 14. Objek penutupan lahan berupa perkebunan
Gambar 15. Objek penutupan lahan berupa lahan terbuka
Gambar 16. Objek penutupan lahan berupa hutan
Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB
Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB
Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB
B. Analisis Dijital