25 2
4 6
8 10
12
1 2
3 4
5
p ro
te in
Hari Ke
hari ke-0 sampai hari pertama mengalami kenaikan sampai kadar 25,536, disusul dengan penurunannya sampai hari ke tiga. Bahkan saat fermentasi suhu 50
o
C, kadar karbohidrat pada biji semakin lama semakin menurun. Ini diakibatkan oleh kurang mampunya bakteri dalam memecah
karbohidrat menjadi gula sederhana pada suhu 50
o
C. Perubahan kadar karbohidrat dalam berbagai perlakuan suhu fermentasi disebabkan oleh
adanya perubahan polisakarida menjadi gula-gula yang lebih sederhana. Klasifikasi karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Bahan-bahan yang mengandung monosakarida
langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati ataupun karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen sederhana, yaitu monosakarida baru setelah itu bisa
difermentasi. Selanjutnya, dari gula sederhana akan dihasilkan asam lemak mudah menguap volatile fatty acid yang terdiri dari asetat, propionat, butirat, isobutirat, valerat, dan isovalerat Preston dan
Leng, 1987.
4. Analisis Protein Biji Kopi
Analisis protein juga dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan yang terjadi sebagai efek dari penambahan bakteri xilanolitik selama proses fermentasi. Pada suhu 30
o
C, terjadi penurunan kadar protein sampai hari ketiga dengan kadar protein sebesar 9,74. Pada suhu
fermentasi 40
o
C, kadar protein terendah terdapat pada hari kelima dengan nilai sebesar 8,95. Pada suhu fermentasi 50
o
C, kadar protein terendah terdapat pada hari kedua dengan kadar protein mencapai 8,59. Perubahan kadar protein terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Perubahan kadar protein pada biji kopi selama fermentasi Berkurangnya kadar protein saat fermentasi xilanase mengindikasikan dikonsumsinya protein
sebagai sumber nitrogen. Bakteri memerlukan protein sebagai salah satu nitrogen organik dalam pertumbuhannya Rachman, 1989. Diperkirakan bakteri xilanolitik ini mampu memfermentasi biji
kopi dengan N sehingga asam dan alkohol yang dihasilkan mampu merangsang terbentuknya senyawa volatile aromatic pada biji kopi. Ketika dikeluarkan dalam bentuk feses oleh luwak, biji kopi tersebut
akan memiliki aroma yang khas dan berbeda dari kopi biasa pada umumnya. Proses fermentasi memecah protein menjadi asam-asam amino sehingga dapat menghasilkan rasa yang unik pada kopi.
Menurut Said 1987, dalam proses fermentasi akan diperoleh hasil ikutan seperti gliserol, asam laktat, asam asetat asetaldehida, dan 2,3 butilen glikol. Protein pada substrat akan diubah oleh
26 enzim lipase menjadi asam lemak, dan asam lemak ini akan bereaksi dengan alkohol menjadi ester,
dimana ester inilah yang menjadi aroma dan flavor. Berdasarkan hasil tersebut, maka biji kopi yang dipilih untuk uji lebih lanjut adalah biji kopi
untuk suhu fermentasi 30
o
C pada hari ke dua 2A dan tiga 3A, dan biji kopi untuk suhu 40
o
C pada hari ke dua 2B dan tiga 3B. Pada kedua hari tersebut, kadar karbohidrat pada biji mengalami
penurunan dan kadar proteinnya mengalami kenaikan. Ini disebabkan oleh kemampuan bakteri xilanolitik mendegradasi karbohidrat secara optimal pada hari dan suhu tersebut. Hal ini juga
didukung oleh suhu fermentasi di dalam perut luwak yaitu sekitar 37
o
C, berada diantara 30
o
C dan 40
o
C.
5. Pengujian Asam Organik menggunakan HPLC