Peran Hutan Rakyat dan Manfaatnya
hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di lahan milik, dikelola dan dikuasai sepenuhnya oleh pemiliknya atau rakyat Djuwadi, 2002. Berdasarkan SK
Menteri Kehutanan No.46kpts-II1997, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-
kayuan dan jenis lainnya lebih dari 50 dan pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman tiap hektar.
Pemerintah Indonesia telah menawarkan sistem hutan kemasyarakatan sejak tahun 1998, namun konsep tersebut belum mengedepankan rakyat sebagai
aktor utama dalam pengelolaan hutan. Rakyat hanya diajak, dan bukan rakyat yang menentukan sistem pengelolaan hutan. Kemudian di tahun 2003, dikeluarkan
kembali pencanangan social forestry oleh pemerintah, yang konsepnya tidak jauh beda dengan konsep hutan kemasyarakatan WALHI, 2004.
Selain itu, sangat banyak terdapat sistem pengelolaan hutan oleh rakyat yang ditawarkan. Misalnya Perhutani menawarkan konsep Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat, masyarakat diperbolehkan melakukan penanaman tanaman semusim di sela tanaman jati yang arealnya masih dikelola oleh Perhutani dan
masyarakat hanya ikut „menumpang‟ di lahan tersebut. Sistem Hutan Kerakyatan yang digagas WALHI memiliki dua kata kunci,
yaitu “sistem hutan” dan “kerakyatan”. Sistem hutan untuk menggambarkan bahwa hutan bukan sekedar tegakan kayu, melainkan suatu sistem pengelolaan
kawasan yang terdiri dari berbagai elemen, diantaranya hutan alam, hutan sekunder, sungai, danau, kebun, ladang, permukiman, hutan keramat, dan banyak
lagi yang tergantung komunitas dan sistem ekologinya. Kerakyatan menegaskan bahwa aktor utama dalam pengelolaan hutan adalah komunitas lokal.