Setelah diketahui pendapatan kotor hutan rakyat dan biaya pengusahaan hutan rakyat, maka dapat dilakukan perhitungan analisis finansial pada masing-
masing strata.
5.4.1 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Pada Periode Pembenahan
Pada periode pembenahan ini dihitung hingga tahun 2023 dikarenakan tegakan jati yang baru ditanam pada tahun 2005 sudah mencapai umur 18 tahun
dan sudah siap panen pada tahun tersebut. Pada periode ini masyarakat Konawe lebih memfokuskan pada kegiatan penanaman dan diharapkan pada tahun 2023
tanaman yang mereka tanam sudah dapat mereka panen. Sedangkan pemungutan hasil selama periode ini merupakan pemanfaatan tanaman sisa hasil penanaman
waktu yang lalu. Berdasarkan lampiran 7 untuk strata 1 dapat dijelaskan bahwa sumber
yang masuk dalam aliran kas ini berasal dari penjualan log. Pada strata 1 biaya penjualan log sebesar Rp. 2.543.828,00 per tahunnya hingga tahun 2022 dan pada
tahun 2023 sudah memanfaatkan tanaman jati baru yang di tanam tahun 2005 sebesar Rp. 14.115.000,00. Nilai ini didapat dari penjualan rata-rata kayu jati
rakyat per tahunnya. Untuk arus kas keluar pada dasarnya merupakan proyeksi biaya-biaya yang akan dan atau yang telah dikeluarkan selama periode analisis
investasi yang ditetapkan. Pada strata ini kas yang keluar pada tahun ke-0 adalah perkiraan nilai tegakan sisa pada tahun 2008 yang besarnya Rp. 10.305.313,00.
Biaya operasional pada tahun ke-1 2009 sampai tahun ke-14 2022 besarnya sama yaitu sebesar Rp. 693.107,00 dan pada tahun ke-15 2023 besarnya Rp.
2.089.326,00. Setelah semuanya dihitung, didapat bahwa kas keluar pada tahun 2008 sebesar Rp. 10.305.313,00. Pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 kas
keluarnya jumlahnya sama yaitu Rp. 693,107,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp. 2.089.326,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount
rate, di dapat NPV sebesar -Rp. 27.501,00; BCR sebesar 1,00; dan IRR sebesar 17,94.
Pada lampiran 8 strata II kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-13 sebesar Rp. 2.994.436,00 sedangkan tahun ke-14 besarnya Rp. 2.940.000,00 dan
tahun ke-15 sebesar Rp. 28.800.000,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun 2008. Volume tegakan sisa pada tahun
2008 sebesar 37,45m
3
. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp. 16.384.256,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 2009 sampai tahun ke-13
2021 besarnya sama yaitu sebesar Rp. 1.124.995,00. Pada tahun ke-14 nilainya Rp. 1.117.209,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp. 4.455.493,00. Setelah di hitung
cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar -Rp. 4.231.546,00; BCR sebesar 0,78; dan IRR sebesar 12,37.
Pada lampiran 9 strata III kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 sebesar Rp. 3.791.160,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp. 42.195.000,00. Kas yang
keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun 2008. Volume tegakan sisa pada tahun 2008 sebesar 58,36m
3
. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp. 25.531.159,00. Biaya operasional pada tahun ke-1
2009 sampai tahun ke-14 2022 besarnya sama yaitu sebesar Rp. 1.467.460,00 sedangkan pada tahun ke-15 besarnya Rp. 6.577.538,00. Setelah di hitung cash
balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar -Rp. 9.254.448,00; BCR sebesar 0,67; dan IRR sebesar 10.
Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga yang dipakai di daerah penelitian, yaitu sebesar 18 2008. Dari hasil perhitungan analisis finansial
dalam satu periode pembangunan hutan rakyat pada masing-masing strata maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 9. Analisis Finansial pada Periode Pembenahan
Strata Analisis Finansial
Status NPV
BCR IRR
I -27.501
1,00 17,94
Impas II
-4.231.546 0,78
12,37 Tidak Layak
III -9.254.448
0,67 10,00
Tidak Layak
Dari tabel 8 di atas, terlihat bahwa pengusahaan hutan rakyat pada strata II dan III tidak layak secara finansial untuk diusahakan di desa Lambakara. Pada
penilaian finansial pengusahaan hutan rakyat di Desa Lambakara strata I didapatkan hasil NPV negatif sebesar Rp. 27.501,00. Hal ini menunjukkan bahwa
pengusahaan hutan rakyat di strata I impas karena nilai negatif Rp. 27.501,00 jika dibandingkan dengan nilai pendapatan dari hutannya tidak terlalu berpengaruh.
Nilai NPV negatif di dapat pada strata II dan strata III dengan masing-masing nilai NPV sebesar
–Rp. 4.231.546,00 dan -Rp. 9.254.448,00. BCR pada strata II dan III
nilainya kurang dari satu. Berarti hutan tersebut tidak layak untuk di usahakan. IRR strata II dan III lebih kecil dari discount rate 18 maka usaha hutan rakyat
tersebut tidak layak.
5.4.2 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Selama Daur Pertama