II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioregion
Bioregion merupakan suatu konsep sekaligus praktik dalam mengelola wilayah yang termasuk didalamnya tanah dan air yang menghubungkan antara
masyarakat, pemerintah, dan lingkungan hidup, sehingga dalam aplikasinya penentuan batas tidak berdasar faktor politis dan batas artifisial seperti
administratif, juridiksi, maupun kepemilikan, tetapi berdasarkan batas geografis komunitas manusia dan sistem ekologinya. Berdasarkan etimologi Thayer 2003,
mendefinisikan bioregion berasal dari -bio yang berarti hidup, region yang berarti wilayah, dan territorial yang berarti sebagai tempat hidup life place. Hal ini
berarti bioregion merupakan “ruang kehidupan” yaitu secara bervariasi terdiri dari geografi daerah aliran sungai, ekosistem tumbuhan dan hewan, landform serta
budaya manusia yang khas yang tumbuh dari potensi alam. Bioregion memadukan ekosistem darat, pesisir dan laut, termasuk
ekosistem pulau kecil dengan masyarakat dan kebudayaannya dalam konteks ruang. Bioregion juga merupakan wilayah geografis yang memiliki kesamaan cirri
iklim, tanah, flora, fauna asli dan pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan serta kondisi kesadaran
untuk hidup di wilayah tersebut WALHI 2010. Berdasarkan WRI-IOCN- UNEP,1991 dalam Kartodiharjo, 2001 kakteristik bioregion adalah sebagai
berikut: 1.
Mempunyai keberagaman ekosistem dan memiliki ketergantungan satusama lain
2. Menyatukan ekosistem alam dengan masyarakat sehingga dapat menjamin
integritas, resiliensi, dan produktivitas. 3.
Tidak dibatasi oleh administrasi atau etnis 4.
Memerlukan riset, ilmu pengetahuan, dan pengetahuan lokal. 5.
Pendekatan koopertif dan adaptif Oleh sebab itu mengacu pada definisi dan karakteristik diatas, bioregion dapat
digunakan sebagai: 1.
Batasan ekosistem dan sosial budaya
2. Pendekatan dalam merencanakan suatu kawasan
3. Proses untuk merencanakan suatu kawasan.
2.2 Ruang Bioregional
Bioregional terdiri dari empat unit ruang antara lain bioregion, subregion, unit lanskap, dan unit tempat. Pendekatan bioregional menawarkan kerangka kerja
berbasis ruang untuk perencanaan, konservasi dan pembangunan. Pendekatan ini membagi lanskap ke dalam bagian-bagian atau unit lanskap berdasarkan kondisi
geologi dan hidrologinya bukan dengan metode politik. Setiap unit ruang bisa dinamakan berdasarkan sumber daya intrinsik, arkeologi, budaya, rekreasi,
keindahan, pendidikan, dan kebutuhan lokal yang dimilikinya Jones, G., I. Jones,
S. Durrant, S.K. Lee, A.K. Hardy, M.S. Atkinson dan K.G Kim, 1998.
Berdasarkan Thayer 2003, Bioregion juga diistilahkan sebagai ruang kehidupan. Studi mengenai ruang hidup menghubungkan ruang alam, ruang
spiritual, identitas, seni lokal, makanan, dan kearifan kedalam pengetahuan yang holistik. Pendekatan Bioregion menemukan pola dari suatu tempat dan dapat
membangun kesadaran yang sangat bernilai dalam perencanaan, desain serta konservasi di skala regional. Pola bioregional unik secara regional dan sesuai
dengan geomorfi, iklim, biotik dan budaya yang mempengaruhi suatu tempat. Pola Bioregional bisa memberikan jalan untuk:
a. menghubungkan simbol-simbol dalam peta ke dalam data lingkungan; b. menghubungkan urutan dari simbol dan pola kedalam ruang dan waktu;
c. memberikan bentuk ruang melalui desain ke lanskap masa depan; d. mencapai keberlanjutan dalam kombinasi ekologi dan budaya.
Pengidentifikasian pola biokultural suatu kawasan ini, akan menyediakan solusi untuk mengetahui mana tempat yang dapat dibangun dan tidak boleh dibangun
Lewis, 1996.
2.3 Manggis
Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang tumbuh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia
atau Indonesia. Manggis berasal dari Asia Tenggara dan menyebar ke daerah Amerika Tengah serta daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia,
Hawai, dan Australia Utara. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai
macam nama lokal seperti Manggu Jawa Barat, Manggus Lampung, Manggusto Sulawesi Utara dan Manggista Sumatra Barat.
Masyarakat dunia mengenal manggis sebagai ”Queen of Fruits” karena rasanya yang eksotik yaitu manis, asam berpadu dengan sedikit sepat. Prospek
pengembangan agribisnis manggis sangat cerah mengingat peminat buah ini di luar negeri banyak dan harganya relatif mahal.Selama tahun 1994, Taiwan
merupakan pasar terbesar manggis Indonesia. Taiwan mengimpor manggis Indonesia sebayak 2.235.177 kg atau 83 dari total ekspor buah Indonesia.
Negara lain yang mengimpor manggis adalah Jepang, Brunci, Hongkong, Arab Saudi, Kuwait, Oman, Belanda, Perancis, Swiss, dan Amerika Serikat. Peluang
pasar luar negeri diperkirakan terus meningkat dengan penambahan volume 10,7 per tahun. Harga manggis di pasar tradisional relatif murah karena manggis
yang dipasarkan di dalam negeri adalah sisa ekspor, jadi mutunya sudah tidak baik. Jika produsen dapat menghasilkan buah manggis dengan mutu yang merata
dan konstan, sudah pasti harga tersebut akan jauh lebih tinggi. Sistem penanaman yang dilakukan pada komoditas manggis sebagian
besar menggunakan sistem polikultur atau monokultur. Namun, ada beberapa petani yang menggunakan sistem penanaman monoluktur. Sebagian besar petani
melakukan polikultur manggis dengan tanaman durian, melinjo dan dukuh. Sedangkan jenis tanaman lain yang biasa dipolikulturkan dengan manggis adalah
cengkeh, kayu, petai, rambutan, kuweni, nangka, dan pisang Pusat kajian Buah Tropis Institut pertanian Bogor, 2004.
Kawasan perencanaan sentra manggis di Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Jasinga. Pada kawasan perencanan
mengingat lahan yang relatif luas, beberapa kegiatan budidaya seperti penanaman, penyiangan, dan panen dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja di luar
rumah tangga. Sedangkan untuk aktivitas pemeliharaan yang ringan banyak dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Istri dan anak lelaki merupakan tenaga kerja
keluarga yang paling dominan membantu petani dalam pekerjaan Bappeda, 2005.
Berdasarkan Direktorat
Tanaman Buah 2003, untuk meningkatkan mutu
dan produktivitas manggis di sentra produksi, diperlukan adanya norma-norma
khususnya mengenai pemilihan lokasi, agar dapat menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik dan berdaya saing khususnya di pasar luar negeri. Pemilihan
lokasi yang dilakukan pada saat pra-panen dalam upaya penerapan sistem jaringan mutu pada tanaman manggis, berdasar pada
a. studi kelayakan lahan dan agrokilimat tipe iklim A, tanpa bulan kering
sampai dengan tipe iklim C bulan kering 4-6 bulan, dengan curah hujan antara 1.250-2.500 mm tahun atau rata-rata 1500-1700 mm tahun dengan
suhu udara 22-32°C, menurut Smith ferguson; b.
kemiringan lahan 20 dengan ketinggian tempat 800 meter dpl; c.
menerapkan teknik konservasi pada lahan miring dan sistem surjan pada lahan sawah;
d. jenis tanah yang sesuai adalah Latosol, Podzolik Merah Kuning dan Andosol
dengan syarat gembur, memiliki zat hara yang cukup dan drainasi yang baik dan tidak bercadas, keasaman tanah pH 5-7;
e. kedalaman air tanah dangkal 50-200 cm dan dekat sumber air;
f. letak lahan bebas residu pestisida, bahan beracun dan berbahaya seperti
limbah B. Dalam menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik dan berdaya saing
khusunya dipasar luar negeri juga diperhatikan kriteria kesesuaian lahan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria Kesesuai Lahan Komoditas Manggis
Persaratan Penggunaan Karakteristik lahan
Kelas Kesesuaian Lahan S1 S2 S3 N
Ketersedian Oksigen Drainase Baik,
Sedang Agak
Terhambat Terhambat,
Agak Cepat Sangat
Terhambat, Cepat
Media Perakaran Tekstur Halus,
Agak Halus,
Sedang - Agak
Kasar Kasar
Kedalaman tanah cm 100
75-100 50-75
50
Bahaya Erosi Lereng
8 8-16
16-30 30
Bahaya Erosi Sangat
Rendah Rendah –
Sedang Berat Sangat
berat
Penyiapan Lahan Batuan di permukaan
5 5-15
15-40 40
Singkapan batuan 5
5-15 15-25
25
Sumber: Djaenudin, et al., 2003.
Keterangan a.
kelas S1 sangat sesuai: lahan tidak mempunyai kriteria pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau kriteria
pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata;
b. kelas S2 cukup sesuai: lahan mempunyai kriteria pembatas, dan kriteria
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan input. Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh
petani sendiri; c.
kelas S3 sesuai marginal: lahan mempunyai kriteria pembatas yang berat, dan kriteria pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi kriteria pembatas pada S3 memerlukan modal
tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan interval pemerintah atau pihak swasta;
d. kelas N tidak sesuai: lahan yang karena mempunyai kriteria pembatas yang
sangat berat dan atau sulit diatasi Ritung et al, 2007.
2.4 Agroforestri