Analisis Efisiesi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus Di Desa Kacarak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor
ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA KOMODITAS MANGGIS:
STUDI KASUS DI DESA KARACAK, KECAMATAN
LEUWILIANG, BOGOR
ABDUL AZIZ
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2013
Abdul Aziz
(3)
RINGKASAN
ABDUL AZIZ. Analisis Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor (dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT).
Buah-buahan merupakan hasil pertanian Indonesia di bidang hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sangat prospektif. Potensi serapan pasar dalam negeri dan internasional yang terus meningkat memberikan peluang bagi Indonesia menjadi salah satu produsen buah-buahan. Manggis (Garcinia mangostana Linn) merupakan salah satu komoditas buah ekspor yang menjadi andalan Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura, volume ekspor manggis tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 69.068 Kg dari 11.318.628 Kg menjadi 11.387.696 Kg, sementara nilai ekspornya naik sebesar US$ 1.556.243. Produksi manggis Jawa Barat merupakan produksi terbesar se Indonesia yaitu sebesar 27.983 ton (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011). Bogor adalah salah satu sentra wilayah pengembangan manggis di Jawa Barat yang memiliki potensi besar untuk ekspor. Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang memiliki hasil manggis dengan kualitas terbaik di wilayah Bogor. Hal ini memberikan peluang besar bagi daerah Bogor dalam perdagangan manggis, baik di pasar ekspor maupun pasar lokal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar dalam sistem tataniaga manggis, mengidentifikasi pola saluran tataniaga, perilaku pasar melalui fungsi tataniaga, serta menganalisis sebaran marjin tataniaga dan farmer’s share
pada setiap saluran tataniaga yang terbentuk di Desa Karacak. Data yang diperoleh merupakan data primer hasil wawancara kepada 29 responden petani dengan menggunakan metode non probability sampling dan lembaga tataniaga dengan menggunakan teknik snowball sampling. Responden lembaga tataniaga terdiri dari dua pedagang pengumpul kampung, tiga pedagang pengumpul desa, dua broker, satu koperasi, dua eksportir dan sisanya petani. Metode analisis yang digunakan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif berdasarkan pendekatan SCP (Structure, Conduct, and Performance). Analisis tersebut meliputi analisis struktur pasar, analisis fungsi tataniaga, analisis marjin tataniaga, analisis farmer’s share serta analisis rasio keuntungan dan biaya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Exel 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis Desa Karacak cenderung mengarah pada struktur pasar bersaing tidak sempurna. Hal ini dicirikan dari jumlah penjual (petani) lebih banyak daripada pembeli (lembaga tataniaga), komoditas yang diperdagangkan bersifat homogen, informasi pasar lebih dikuasai oleh lembaga tataniaga serta hambatan keluar masuk pasar yang cukup tinggi. Saluran tataniaga yang terbentuk terdiri dari dua kategori, yaitu saluran tataniaga dengan tujuan ekspor dan saluran tataniaga dengan tujuan tataniaga dalam negeri. Saluran tataniaga dengan tujuan ekspor terdapat tiga saluran dan saluran tataniaga tujuan dalam negeri terdapat dua saluran. Perilaku pasar dalam sistem tataniaga manggis dapat dilihat dari fungsi tataniaga masing-masing lembaga tiap saluran. Tiap lembaga tataniaga melakukan
(4)
fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan) dan fungsi fasilitas (penyortiran, pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar) yang berbeda-beda. Berdasarkan fungsi-fungsi tataniga dapat diidentifikasi praktek penjualan dan pembelian, pembentukan harga, dan kerja sama antar pelaku tataniaga. Praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan merupakan praktek pembelian dan penjualan berdasarkan kesepakatan antar pelaku tataniaga. Pembentukan harga yang terjadi berdasarkan tawar menawar dan cenderung ditetapkan oleh lembaga tataniaga yang lebih tinggi tingkatannya. Kerjasama yang terjalin antar lembaga merupakan kerjasama yang sudah terjalin lama serta terdapat ikatan kekeluargaan dan ikatan kontrak, sehingga terjalin suatu hubungan yang saling percaya. Hasil kerjasama tersebut selain dalam bentuk perdagangan juga terdapat bantuan yaitu pinjaman dana atau modal.
Berdasarkan analisis keragaan pasar untuk menentukan efisiensi tataniaga digunakan analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya didapat bahwa saluran yang efisien untuk tujuan ekspor terdapat pada saluran tiga dengan pola saluran: Petani Æ Koperasi Æ Eksportir Æ Konsumen Luar Negeri. Saluran tiga merupakan saluran terpendek diantara saluran lainnya. Total marjin yang diperoleh saluran tiga sebesar Rp 26.481 per Kg dan farmer’s share sebesar 13,12. Adanya manfaat dan share keuntungan tambahan yang diberikan koperasi terhadap anggota koperasi melalui pembagian SHU diakhir pembukuan. Saluran yang efisien untuk tujuan pemasaran dalam negeri terdapat pada saluran lima dengan pola saluran: Petani Æ Konsumen Dalam Negeri. Saluran lima memiliki total marjin terkecil dan nilai farmer’s share terbesar serta rasio keuntungan yang cukup besar dibandingkan saluran empat. Total marjin merupakan harga jual petani kepada konsumen, sehingga dapat dikatakan bahwa saluran lima tidak memiliki marjin. Penjualan yang langsung dari petani kepada konsumen menghasilkan farmer’s share sebesar 100 persen.
Kata Kunci : Tataniaga, Efisiensi Tataniaga, Marjin Tataniaga, SCP, Manggis,
(5)
ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA KOMODITAS MANGGIS : STUDI KASUS DI DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, BOGOR
MARKETING EFFICIENCY ANALYSIS OF MANGOSTEEN : A CASE STUDY IN KARACAK VILLAGE, SUB DISTRICT OF LEUWILIANG,
BOGOR
Aziz, Abdul 1), Yusman Syaukat 2)
1
) Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, H44080006 2
) Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Gelar Dr., Ir., M.Ec ABSTRACT
Mangosteen is a tropical fruit with high economic value. Its high potencial for trading require a good and efficient marketing. Bogor is placed in the second of the biggest mangosteen centers of West Java after Tasikmalaya. It has high potency in mangosteen production, especially in Karacak village, sub district of Leuwiliang. The weak of farmers' bargaining position made the selling price in farmer level become low. Unfair margin and share distribution made the bargaining position of the farmer became worsen. The high selling price both in the domestic and overseas supposed to increase the farmers profits, however the major benefit only gained by marketing institutions. Based on the research, the marketing of mangosteen in Karacak Village was inefficient.The market structure was formed into the structure that leads to imperfectly competitive markets. There were five marketing forms of mangosteen in Karacak village. Market conduct was shown by selling and purchasing practice with the deal between actors of marketing system, price formation from bargaining that tend to set into higher level by the marketing institutions. Based on the analysis of marketing margins, the farmer's share, and the ratio of benefits and costs shown that an efficient marketing mangosteen for export purposes can use the third marketing channels while domestic marketing can use the fifth channel.
Keywords : Trade system, Marketing, Efficiency, Mangosteen, Snowball Sampling, Puposive Sampling, SCP.
(6)
ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA KOMODITAS MANGGIS:
STUDI KASUS DI DESA KARACAK, KECAMATAN
LEUWILIANG, BOGOR
ABDUL AZIZ H44080006
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(7)
Judul Skripsi : Analisis Efisiesi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus Di Desa Kacarak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor
Nama : Abdul Aziz
NIM : H44080006
Disetujui Pembimbing
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc NIP. 19631227 198811 1 001
Diketahui Ketua Departemen
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
(8)
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen penguji utama dan Bapak Novindra, S.P, M.Si selaku penguji komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Ir. Bonar M Sinaga dan Ibu Hastuti, SP.M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan selama perkulihan di IPB.
4. Orang tua dan keluarga penulis Bapak Saefudin, Ibu Suparti, Teh Ika, Ade Irma dan Ade Azizah atas semua doa, dukungan dan kasih sayang yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis.
5. Herdiana Puspitasari atas bantuan, dukungan, motivasi, perhatian dan kasih sayang yang tak pernah putus diberikan kepada penulis dalam penyeleseian skripsi ini.
6. Seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan atas segala pengetahuan, bakti, bantuan dan kerjasamanya.
7. Bapak Bakri selaku ketua Gapoktan, narasumber dari lembaga tataniaga dan pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-teman satu bimbingan (Anggi, Nina, Fatim, Dini dan Icha) yang telah banyak memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Tri Budi Setiadi atas semua dukungan, motivasi dan bantuan dalam proses penelitian skripsi ini.
10. Teman-teman Kosan Pondok Perjuangan (Erwan, Henry, Aldo, Fachrudin, Hardi, dan Satriaji) atas kebersamaan, dukungan dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
(9)
viii
11. Seluruh keluarga ESL 45 terutama Imam, Sausan, Diani, Novrika, Dika, Yogi, atas kebersamaan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman satu KKP (Kuliah Kerja Profesi) Kecamatan Hamerang (Stevan, Ajeng, Indri, Sari dan Dyah) atas kebersamaan, dan motivasi selama penelitian skripsi ini.
13. Teman BEM FEM 2010 terutama Ka Lidya, Ka Kiki, Adnan, Sakinah, Ka Wika, Fadli, dan Herawati atas dukungan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
14. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas segala dukungan, bantuan dan kerjasama baik secara langsung maupun tidak langsung.
Bogor, Juli 2013 Penulis
(10)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul
Analisis Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini untuk mengidentifikasi saluran tataniaga manggis di Desa Karacak, menganalisis struktur pasar, perilaku pasar dan efisiensi saluran tataniaga manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Pendekatan yang dilakukan untuk menganalisis efisiensi tataniaga melalui pendekatan sebaran marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
Bogor, Juli 2013
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Deskripsi Manggis ... 10
2.2 Penelitian Terdahulu ... 12
2.3 Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu ... 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18
3.1 Kerangka Teoritis ... 18
3.1.1 Definisi dan Konsep Tataniaga ... 28
3.1.2 Konsep Efisiensi Tataniaga ... 20
3.1.3 Konsep SCP (Structure, Conduct, dan Performance) ... 22
3.1.3.1 Market Structure (Struktur Pasar) ... 22
3.1.3.2 Market Conduct (Perilaku Pasar) ... 25
3.1.3.3 Market Performance (Keragaan Pasar) ... 28
3.2 Kerangka Operasional ... 30
IV. METODE PENELITIAN ... 33
4.1 Lokasi dan Waktu ... 33
4.2 Jenis dan Sumberdata ... 33
4.3 Penentuan Jumlah Responden ... 34
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 34
4.4.1 Analisis Struktur Pasar ... 34
4.4.2 Analisis Saluran Tataniaga ... 35
4.4.3 Analisis Perilaku Pasar ... 35
4.4.4 Analisis Keragaan Pasar ... 36
4.4.4.1 Analisis Marjin Tataniga ... 36
4.4.4.2 Analisis Farmer’s Share ... 37
4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ... 38
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 39
5.1 Kondisi Umum Daerah Bogor ... 39
(12)
5.3 Karakteristik Responden ... 41
5.3.1 Petani ... 41
5.3.2 Lembaga Tataniaga ... 44
5.4 Usahatani Manggis di Daerah Penelitian ... 45
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
6.1 Analisis Struktur Pasar ... 47
6.2 Analsis Saluran Tataniaga ... 49
6.3 Analisis Perilaku Pasar ... 55
6.3.1 Fungsi Tataniaga Saluran 1 dan saluran 2... 57
6.3.2 Fungsi Tataniaga Saluran 3 ... 63
6.3.3 Fungsi Tataniaga Saluran 4 ... 66
6.3.4 Fungsi Tataniaga Saluran 5 ... 69
6.4 Analisis Marjin Tataniaga, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan dan Biaya ... 70
6.4.1 Tataniaga Tujuan Ekspor ... 70
6.4.2 Tataniaga Tujuan Dalam negeri ... 78
VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 82
7.1 Simpulan ... 82
7.2 Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
LAMPIRAN ... 88
(13)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura Berdasarkan Harga
Konstan Menurut Kelompok Komoditas Tahun 2006-2010 ... 2
2. Perkembangan Volume Ekspor (Kg) dan Nilai Ekspor (US$) Buah Nasional 2007-2010 ... 2
3. Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun 2000-2010 (ton) ... 3
4. Produksi dan Luas Produksi Manggis Per Propinsi tahun 2010 ... 4
5. Produksi Sentra Manggis di Propinsi Jawa Barat Tahun 2010 ... 4
6. Jumlah Pohon Manggis Wilayah Agropolitan Kecamatan Leuwiliang ... 5
7. Kandungan Buah Manggis per 100 gram ... 10
8. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya. .... 17
9. Tipe-tipe Struktur Pasar ... 24
10. Hasil Tanaman dan Hutan Desa Karacak ... 41
11. Sebaran Usia Petani Responden ... 42
12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 42
13. Sebaran Petani responden Berdasarkan Luas Lahan dan Rata-rata Jumlah Pohon ... 43
14. Karakteristik Pedagang Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pengalaman ... 44
15. Fungsi Tataniaga pada Lembaga Tataniaga Manggis Desa Karacak ... 56
16. Sebaran Marjin Tataniaga dan Farmer’s Share Tiap Saluran Tataniaga Tujuan Ekspor ... 73
17. Sebaran Rasio Keuntungan dan Biaya Tiap Saluran Tataniaga Tujuan Ekspor ... 75
18. Sebaran Marjin Tataniaga, Farmer’s Share, Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Saluran Tataniaga Tujuan Tataniaga Dalam Negeri ... 79
(14)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Kerangka Operasional Penelitian ... 32
2. Skema Tataniaga Manggis Desa Karacak Tahun 2011 ... 51
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Kuisioner Daya Saing dan Efisiensi Tataniaga Manggis ... 88
2. Kuisioner untuk Lembaga Tataniaga ... 92 3. Biaya Tataniaga Persaluran Tataniaga Desa Karacak ... 96
(16)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai sumberdaya alam melimpah. Sebagai negara agraris, Indonesia kaya akan hasil pertanian, perikanan, hasil hutan, dan lainnya. Salah satu hasil pertaniannya adalah buah-buahan. Keragaman dan jenis buah-buahan membuat Indonesia kaya akan manfaat vitamin dan serat yang baik untuk kesehatan dan sistem pencernaan. Meningkatnya kesadaran masyarakat mengkonsumsi buah-buahan menjadikan komoditas ini sebagai salah satu komoditas yang diminati di seluruh dunia, sehingga buah-buahan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan perdagangan antar negara untuk memenuhi permintaan. Permintaan buah-buahan akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, pengetahuan gizi, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi buah-buahan untuk kesehatan (Rahadi et al., 2007).
Buah-buahan merupakan hasil pertanian di bidang hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sangat prospektif untuk dikembangkan. Hal ini karena potensi serapan pasar dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Kontribusi buah-buahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura pun sangat besar dan mengalami peningkatan yang mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan permintaan dari konsumen dan potensial untuk dikembangkan (Ditjen Hortikultura, 2008). Kontribusi buah-buahan terhadap PDB dapat dilihat dalam Tabel 1.
(17)
2
Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Menurut Kelompok Komoditas Tahun 2006-2010
Komoditas PDB Hortikultura (Rp Milyar)
2006 2007 2008 2009 2010 Sayuran 35.548 25.587 28.205 30.506 31.244 Buah-buahan 24.694 42.362 47.060 48.437 45.482 Tanaman Hias 3.762 4.741 5.085 5.494 6.174 Tanaman Obat 4.734 4.105 3.853 3.897 3.665 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011
Indonesia mempunyai peluang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen buah-buahan. Iklim yang dimiliki Indonesia menjadikan salah satu tempat tersedianya berbagai buah tropis. Salah satu buah-buahan tropis yang dihasilkan oleh petani Indonesia dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi adalah manggis (Garcinia mangostana Linn). Manggis merupakan salah satu komoditas buah ekspor yang menjadi andalan Indonesia untuk meningkatkan devisa negara. Perkembangan volume dan nilai ekspor buah nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Volume Ekspor (Kg) dan Nilai Ekspor (US$) Buah Nasional 2007-2010
No Komoditas Keterangan 2007 2008 2009 2010
1 Pisang Volume Ekspor (Kg) 2.378.460 1.969.871 700.700 13.578 Nilai Ekspor (US$) 856.127 988.914 314.037 48.305 2 Mangga Volume Ekspor (Kg) 1.198.213 1.908.001 1.615.788 998.545
Nilai Ekspor (US$) 1.004.186 1.645.948 1.334.694 1.065.259 3 Manggis Volume Ekspor (Kg) 9.093.245 9.465.665 11.318.628 11.387.696
Nilai Ekspor (US$) 4.951.442 5.832.534 7.198.184 8.754.427 4 Jeruk Volume Ekspor (Kg) 1.100.958 1.443.210 1.310.456 1.400.061
Nilai Ekspor (US$) 1.065.180 1.610.614 2.398.760 2.087.685 5 Durian Volume Ekspor (Kg) 2.161 32.615 21.375 24.865 Nilai Ekspor (US$) 6.455 84.130 16.239 14.849 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011
Pada Tabel 2 terlihat bahwa buah manggis merupakan buah yang memiliki volume ekspor paling tinggi dibandingkan buah lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa buah manggis menjadi produk unggulan dalam pasar ekspor. Permintaan
(18)
manggis di pasar dunia lebih tinggi dibandingkan buah lainnya dan meningkat setiap tahunnya. Selain itu, manggis memiliki volume ekspor yang tinggi sehingga nilai jual manggis pun ikut meningkat. Hal ini terlihat pada nilai ekspor manggis yang lebih tinggi daripada buah lainnya.
Buah manggis memiliki keunikan rasa tersendiri yaitu perpaduan dari asam dan manis yang tidak dimiliki oleh komoditas buah lainnya. Selain memiliki keunikan dari rasa dan warna kulit, manggis juga memiliki keunikan lain yaitu perbandingan produksi manggis dan nilai ekspor. Produksi manggis Indonesia memiliki angka yang kecil dibandingkan dengan komoditas buah-buahan lainnya seperti mangga, jeruk, pepaya, pisang, dan nanas (Tabel 3), tetapi dilihat dari nilai dan volume ekspornya, manggis memiliki angka yang paling tinggi (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa manggis memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dijadikan komoditas primadona ekspor Indonesia.
Tabel 3. Produksi buah-buahan di Indonesia Tahun 2000-2010 (ton) Tahun Mangga Jeruk Pepaya Pisang Manggis
2000 876.027 644.052 429.207 3.746.962 26.400 2001 923.294 691.433 500.571 4.300.422 25.812 2002 1.402.906 968.132 605.194 4.384.384 62.055 2003 1.526.474 1.529.824 626.745 4.177.155 79.073 2004 1.437.665 2.071.084 732.611 4.874.439 62.117 2005 1.412.884 2.214.019 548.657 5.177.607 64.711 2006 1.621.997 2.565.543 643.451 5.037.472 72.634 2007 1.818.619 2.625.884 621.524 5.454.226 112 722 2008 2.105.085 2.467.632 717.899 6.004.615 78.674 2009 2.243.440 2.131.768 772.844 6.373.533 105.558 2010 1.287.287 2.028.904 675.801 5.755.073 84.538
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
Manggis yang diekspor umumnya berasal dari daerah penghasil utama di sentra produksi manggis. Propinsi Jawa Barat memiliki jumlah produksi manggis
(19)
4
terbesar diantara provinsi lainnya yaitu sebesar 27.983 ton. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi dan Luas Panen Manggis Per Propinsi Tahun 2010
No. Propinsi Produksi (Ton) Luas Panen (Ha)
1 Sumatera Utara 7.751 607 2 Sumatera Barat 4.093 416
3 Bengkulu 4.442 722
4 Lampung 6.583 560
5 Bangka Belitung 2.377 480 6 Jawa Barat 27.983 3.089 7 Jawa Tengah 3.260 570 8 Jawa Timur 11.238 1.066
9 Baten 2.369 294
10 Bali 2.236 370
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011
Jawa Barat merupakan daerah sentra manggis terbanyak dan terluas diantara provinsi lainnya di Indonesia. Daerah penghasil utama manggis atau sentra manggis di Jawa Barat meliputi Tasikmalaya, Purwakarta, Bogor, Sukabumi, Subang dan lainnya. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 5 mengenai produksi manggis di daerah sentra manggis di Propinsi Jawa Barat.
Tabel 5. Produksi Sentra Manggis di Propinsi Jawa Barat Tahun 2010
No. Kabupaten Produksi (ton) Kontribusi (%) 1 Tasikmalaya 13.487 48,20
2 Bogor 3.766 13,46
3 Subang 3.458 12,36
4 Purwakarta 3.210 11,47
5 Sukabumi 1.707 6,10
6 Lainnya 2.355 8,42
Total 27.983 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (Diolah), 2011
Bogor merupakan salah satu sentra wilayah pengembangan manggis di Jawa Barat yang menghasilkan produksi terbesar ke dua setelah Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan data pada Tabel 5, Kabupaten Bogor menghasilkan manggis sebesar 3.766 ton pada tahun 2010 dengan kontribusi terhadap total
(20)
produksi manggis Jawa Barat sebesar 13,46 persen. Potensi buah manggis Bogor yang cukup tinggi menjadikan icon Bogor selain talas dan jambu merah. Sejak tahun 2003, Departemen Pertanian telah menetapkan komoditas unggulan nasional di Kabupaten Bogor adalah manggis dan padi (Departemen Pertanian, 2007). Potensi manggis kabupaten Bogor sudah memasuki pasar ekspor, diantaranya Kecamatan Leuwiliang. Kecamatan leuwiliang merupakan salah satu sentra pengembangan manggis yang ditunjuk oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bogor.
Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang merupakan daerah penghasil manggis yang berpotensi besar dengan kualitas terbaik di wilayah Bogor1. Desa Karacak merupakan salah satu desa agropolitan di Kecamatan Leuwiliang yang memiliki potensi penghasil manggis terbesar. Potensi daerah penghasil manggis pada desa agropolitan Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Pohon Manggis Wilayah Agropolitan Kecamatan Leuwiliang Tahun 2010
Desa Pohon yang Belum Berbuah Pohon yang Sudah Berbuah Jumlah Pohon Manggis Produksi rata-rata (ton) Luas (Ha) Karacak 4.176 4.857 9.033 425 70 Karyasari 935 465 1.400 12 10 Cibeber II 937 2.100 9.037 120 20 Pabangbon 1.690 3.500 5.190 210 35 Barengkok 4.230 4.520 8.750 365 60 Sumber : Data Kecamatan Leuwiliang (2011)
Berdasarkan Tabel 6, Desa Karacak memiliki jumlah pohon dan produksi terbanyak diantara desa agropolitan lainnya. Desa Karacak memiliki 4.857 pohon
1
Ramadani. 2012. Buah Manggis Icon Baru Bogor dan Berkhasiat. http://bogorplus.com/kabupatenbogor/67-kabbogor/4073-buah-manggis-icon-baru-bogor-dan-berkhasiat.html [diakses tanggal 4 Februari 2012]
(21)
6
manggis yang sudah berbuah dengan rata-rata produksi sebanyak 425 ton. Pohon manggis yang belum berbuah hampir sama dengan yang sudah berbuah yaitu sebesar 4.176 pohon. Desa Karacak masih bisa menambah jumlah produksi dengan memaksimalkan penanganan dalam hal budidaya manggis terhadap pohon yang belum berbuah maupun yang sudah berbuah.
Menurut UPT hortikultura dan Kehutanan, manggis Desa Karacak telah memasuki pasar ekspor sejak tahun 2005. Tujuan ekspor manggis Desa Karacak paling banyak masuk ke pasar China dan mulai masuk pasar Australia sekitar tahun 2010. Berdasarkan informasi dari majalah trubus edisi XLIII 2012, tahun 2010 Desa Karacak telah mengekspor manggisnya sebesar 137 ton dengan harga yang diterima pekebun minimal Rp 4.000 per Kg. Hal ini menjadikan peluang besar bagi daerah Bogor dalam perdagangan manggis baik pasar ekspor maupun pasar lokal.
1.2 Perumusan Masalah
Potensi manggis yang cukup tinggi membutuhkan pemasaran yang baik dan efisien. Aspek pemasaran berjalan dengan peranan lembaga tataniaga. Lembaga pemasaran yang berperan di Desa Karacak diantaranya pedagang pengumpul kampung, pedagang pengumpul desa, koperasi, broker, dan eksportir. Lembaga tataniaga tersebut berperan sebagai penghubung mekanisme pasar dan membentuk pola jalur distribusi manggis atau saluran tataniaga manggis dari produsen (petani) sampai ke konsumen.
Permasalahan pemasaran umumnya terdapat pada penanganan pasca panen yang belum sepenuhnya dilaksanakan secara baik oleh produsen maupun lembaga tataniaga. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas buah yang dihasilkan menjadi
(22)
menurun, sehingga harga jual menjadi rendah. Hal ini biasanya banyak ditemukan pada tingkat petani, pada proses pemanenan dan kegiatan pasca panen yang kurang diperhatikan. Diantara lembaga pemasaran, petani memiliki posisi paling lemah dalam hal informasi pasar dan harga. Lemahnya posisi petani didorong pula oleh kebutuhan rumah tangga yang mendesak. Peran pedagang pengumpul atau tengkulak masih sangat besar di Desa Karacak. Petani masih sangat bergantung pada pedagang pengumpul dalam hal pinjaman dana. Manggis adalah buah musiman yang dipanen setahun sekali.
Kebutuhan akan rumah tangga dan lainnya membuat petani menjual manggis dengan sistem ijon. Petani sering meminjam modal kepada pedagang pengumpul dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan harga manggis yang diterima petani menjadi rendah. Harga yang diterima petani berkisar Rp 3.500-4.000 per Kg, sedangkan harga di pasar lokal mencapai Rp 8.000-15.000 per Kg dan harga di tingkat pengekspor sebesar sebesar Rp 30.841 per Kg. Seharusnya harga tersebut bisa berdampak pada petani, tetapi yang terjadi di lapangan harga tersebut lebih dinikmati oleh lembaga-lembaga tataniaga. Marjin yang tidak merata dan share yang diterima petani sangat rendah.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur pasar manggis yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis Desa Karacak?
2. Bagaimana pola saluran tataniaga manggis dari petani di Desa Karacak sampai konsumen akhir?
(23)
8
3. Bagaimana pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga serta perilaku pasar yang terjadi pada setiap lembaga tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga manggis Desa Karacak?
4. Bagaimana sebaran marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya tiap saluran pada tataniaga manggis Desa Karacak?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis Desa Karacak.
2. Mengidentifikasi pola saluran tataniaga manggis yang terbentuk di Desa Karacak.
3. Mengidentifikasi fungsi tataniaga pada perilaku pasar setiap lembaga pemasaran yang terbentuk dalam sistem tataniaga manggis Desa Karacak. 4. Menganalisis sebaran marjin tataniga farmer’s share dan rasio keuntungan
dan biaya tiap saluran pada tataniaga manggis Desa Karacak.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:
1. Bagi petani berguna sebagai informasi dan rekomendasi dalam upaya melakukan efisiensi saluran tataniaga manggis Desa Karacak, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
(24)
2. Bagi pemerintah daerah maupun instansi terkait, sebagai bahan rekomendasi dalam membuat kebijakan untuk mengefisiensikan sistem tataniaga manggis di Desa Karacak.
3. Bahan informasi dan rujukan bagi pembaca sebagai salah satu sumber informasi atau sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya.
4. Proses pembelajaran bagi penulis dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data yang ada dan mengimplementasikan berdasarkan ilmu dan teori yang telah dipelajari selama perkuliahan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkup wilayah Desa Karacak yang berfokus pada bidang pertanian manggis yaitu sekitar Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Petani yang dijadikan responden merupakan petani yang berfokus pada usahatani manggis yaitu petani yang tergabung dalam kelompok tani suka mekar. Penelusuran aliran manggis dilakukan sampai pada tingkat lembaga terakhir sebelum sampai ke tangan konsumen akhir berdasarkan aliran tataniaga utama. Penelitian ini dilakukan pada panen november 2011 sampai maret 2012. Perhitungan konversi harga fob pada harga jual eksportir menggunakan nilai tukar rata-rata tahun 2011 sebesar Rp 8.708, 85 per US$.
(25)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Manggis
Manggis yang memiliki nama latin Garcinia mangostana L merupakan buah tropis yang tergolong buah tahunan. Umur tanaman manggis dapat mencapai puluhan tahun. Tanaman manggis tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 800 m dpl dengan tipe iklim basah. Curah hujan yang dibutuhkan berkisar 1.500-2.500 mm/tahun dengan penyinaran matahari 40-70%. Suhu ideal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan manggis rata-rata 20-30 0C. Tanaman manggis memiliki beberapa nama, diantaranya manggu (Jawa Barat/Sunda), manggih
(Minangkabau), mangosteen (Inggris), dan manggistan (Belanda).
Saat ini manggis sangat popular dijadikan sebagai bahan untuk obat-obatan. Manggis yang kaya akan manfaatnya mulai dari buah sampai pada kulit buah. Secara tradisional, buah manggis digunakan untuk obat sariawan, wasir, dan luka. Kandungan dalam buah manggis terdapat banyak senyawa kimia yang bermanfaat diantaranya banyak mengandung berbagai vitamin. Adapun kandungan dalam buah manggis lebih lengkapnya bisa dilihat dalam Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan Buah Manggis per 100 gram
Kandungan Jumlah
Kalori 63 kal
Protein 0,6 g
Lemak 0,6 g
Karbohidrat 15,6 g
Kalsium 8,0 mg
Fosfor 12,0 mg
Zat Besi 0,8 mg
Vitamin B1 0,03 mg
Vitamin C 2,0 mg
Air 83 g
(26)
Pada kulitnya terdapat senyawa xanthone yang berfungsi sebagai antioksidan. Kulit buah manggis selain digunkan sebagai bahan obat dan kosmetik juga digunakan sebagai pewarna, sedangkan air rebusannya digunakan sebagai obat tradisonal karena bersifat antibiotik. Tumbukan kulit manggis mengandung zat kimia untuk merangsang cairan nira lebih banyak jika dioleskan pada tangkai mayang kelapa (manggar). Batang pohon manggis pun biasanya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan kerajinan. (Redaksi Agromedia, 2009).
Balai penelitian pohon buah-buahan Solok dalam buku Agromedia merekomendasikan tiga klon manggis, yaitu kelompok besar, kelompok sedang, dan kelompok kecil. Kelompok besar memiliki ciri-ciri antara lain panjang daun lebih besar dari 20 cm, lebar daun lebih besar dari 10 cm, ketebalan kulit buah lebih besar dari 9 mm, diameter buah lebih besar dari 6.5 cm, berat buah mencapai lebih dari 140 gram, dan dalam satu tandan terdapat satu buah. Kelompok sedang memiliki ciri-ciri antaralain panjang daun 17-20 cm, lebar daun 8,5-10 cm, ketebalan kulit buah 6-9 mm, diameter buah 5,5-6,5 cm, berat buah 70-140 gram, dan setiap tandan terdapat 1-2 buah. Ciri-ciri kelompok kecil antara lain: panjang daun lebih kecil dari 17 cm, lebar daun lebih kecil dari 8,5 cm, ketebalan kulit buah lebih kecil 6 mm, diameter buah lebih kecil 5,5 cm, berat buah lebih kecil 70 gram, dan satu tandan terdapat lebih dari dua buah.
Penanganan panen dan pascapanen sangat penting, hal ini menentukan kualitas penjualan. Beberapa peralatan yang digunakan untuk memanen diantaranya keranjang bambu, gerobak dorong untuk memindahkan buah manggis dari kebun ke gudang penyimpanan timbangan untuk menentukan berat buah manggis sesuai kelasnya, selang air dan air bersih untuk mencuci buah manggis
(27)
12
yang kotor, lap kering untuk mengeringkan buah manggis, dan keranjang plastik untuk menyimpan buah manggis untuk keperluan distribusi. Buah manggis yang dipanen adalah buah yang telah berumur 104-110 hari setelah berbunga. Pemanenan buah di satu pohon dapat dipanen bisa dilakukan dua sampai tiga kali. Adapun penanganan pascapanen dilakukan beberapa tahap diantaranya pengumpulan buah di gudang, sortasi, grading untuk memisahkan sesuai kelasnya, pencucian, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan topik tataniaga baik yang membahas komoditas manggis maupun lainnya telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Rahmawati (1999) melakukan penelitian mengenai analisis saluran pemasaran manggis di Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian tersebut terbentuk delapan pola saluran pemasaran. Pemasaran manggis kedelapan saluran tersebut berakhir di konsumen dalam negeri dan konsumen luar negeri. Petani menyalurkan manggis ke bandar pengumpul kampung atau langsung melalui pengumpul yang akan disalurkan kembali ke pedagang pengecer lokal. Melalui pengumpul ini manggis disalurkan ke pedagang grosir di Bandung, kemudian dipasarkan kembali oleh pedagang pengecer lokal maupun luar Bandung. Manggis yang dipasarkan ke luar negeri melalui eksportir yang bekerjasama dengan pedagang pengumpul. Struktur pasar yang terbentuk di tingkat petani dan bandar kampung merupakan struktur pasar oligopsoni. Hal ini karena jumlah pembeli lebih sedikit dibandingkan penjual. Struktur pasar pada pengumpul dan eksportir termasuk struktur pasar persaingan monopolistik. Struktur pasar pada tingkat pedagang grosir dan pengecer pasar merupakan
(28)
struktur pasar oligopoli. Berdasarkan hasil analisis keragaan pasar, saluran pemasaran yang efisien terdapat pada saluran yang pendek yaitu saluran lima. Pada saluaran lima, petani menyalurkan manggisnya ke pengumpul yang kemudian dijual kembali ke pengecer lokal. Farmer’s share yang diterima petani di saluran lima merupakan yang terbesar dari saluran lainnya, yaitu 44,37 persen dengan total marjin terkecil diantara saluran lainnya sebesar Rp 1.201 per Kg. Total biaya pemasaran di saluran ini merupakan paling kecil diantara saluran yang lain yaitu sebesar Rp 490 per Kg dengan total keuntunganya sebesar Rp 711 per Kg.
Pakpahan (2006) meneliti tentang analisis sistem pemasaran manggis di dua lokasi penelitian yaitu di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta dan Desa Karacak, Kecamatan Leuwilang, Kabupaten Bogor. Sistem pemasaran manggis di Desa Babakan dan Desa Karacak terdapat enam pola saluran. Tujuan akhir pada sistem tataniaga di kedua lokasi tersebut adalah konsumen lokal dan konsumen luar negeri. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem pemasaran di kedua lokasi meliputi petani sebagai produsen, pedagang pengumpul antar desa, pedagang pengumpul antar kota, pedagang pengecer, supermarket dan eksportir. Pola saluran tataniaga yang terbentuk di kedua lokasi penelitian terdapat enam pola saluran. Adapun pola saluran yang terbentuk diantaranya, pola saluran pertama terdiri dari tiga lembaga pemasaran yaitu petani ke pedagang pengumpul antar desa ke pedagang pengumpul antar kota lalu ke konsumen luar negeri, saluran dua terdiri dari petani ke pedagang pengumpul antar kota ke supermarket lalu ke konsumen lokal, pola saluran tiga terdiri dari petani ke pedagang pengumpul antar desa ke pengumpul antar kota ke pengecer
(29)
14
lalu ke konsumen lokal, saluran empat terdiri dari petani ke pedagang pengumpul antar kota ke eksportir lalu ke konsumen luar negeri, saluran lima terdiri dari petani ke pengumpul antar kota ke supermarket lalu ke konsumen lokal, dan saluran enam terdiri dari petani ke pedagang pegumpul antar kota ke pedagang pengecer lalu ke konsumen lokal.
Berasarkan analisis keragaan pasar, pola pemasaran yang efisien di Desa Babakan adalah terdapat pada saluaran enam dengan memiliki total marjin yang kecil dan farmer’s share terbesar. Total marjin dan farmer’s share saluran enam masing-masing sebesar Rp 3.500 per Kg dan 25 persen. Total marjin dan farmer’s share terbesar di Desa Babakan terdapat pada pola saluran satu yaitu sebesar Rp 26.400 per Kg dan 4 persen. Hal ini karena pada saluran satu merupakan saluran terpanjang diantara saluran lainnya. Rasio keuntungan biaya terbesar terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 3,21 yang artinya setiap Rp 100 per Kg biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 321 per Kg. Saluran pemasaran yang efisien di Desa Karacak terdapat pada saluran enam dengan total marjin yang kecil sebesar Rp 3.000 per Kg dengan farmer’s share
sebesar 21,73 persen. Saluran yang memiliki total marjin terbesar dan farmer’s share terkecil terdapat pada saluran pertama yaitu sebesar Rp 26.000 per Kg dan 3,64 persen, sedangkan rasio keuntungan dan biaya yang terbesar terdapat pada pola saluran dua yaitu sebesar 5,99.
Herawati (2012) meneliti tentang analisis tataniaga nenas palembang di Desa Paya Besar, Kecamatan Payarman, Kabupaten Ogan Ilir. Pola saluran pada sistem tataniaga nanas di lokasi penelitian terdapat tiga pola saluran yang tujuan akhirnya ke konsumen dalam negeri. Pola aluran tersebut meliputi pola saluran
(30)
satu: Petani ke pedagang pengumpul desa ke pedagang besar lokal ke pedagang pengecer lalu terakhir ke konsumen lokal, pola saluran dua: petani ke pedagang pengumpul desa ke pedagang pengecer lokal lalu terakhir ke konsumen lokal, dan saluran tiga: petani ke pedagang pengumpul desa ke pedagang pengumpul besar non lokal ke pedagang pengecer non lokal lalu terakhir ke konsumen non lokal. Hasil analisis keragaan pasar menunjukkan bahwa pola saluran yang efisien terdapat pada saluran tiga. Saluran tiga memiliki farmer’s share terbesar yaitu 41,71 persen meskipun total marjinya bukan merupakan terkecil diantara saluran lainnya. Rasio keuntungan dan biaya pada saluran tiga cukup merata diantara lembaga tataniaga yang terlibat. Pola saluran satu dan dua memiliki total marjin sebesar Rp 3.500 per Kg dan Rp 2.090 per Kg dengan farmer’s share masing-masing sebesar 35,35 persen dan 36,36 persen.
Penelitian Hukama (2003) mengenai analisis tataniaga jambu mete di Kabupaten Buton dan Muna menggunakan pendekatan SCP (Structure, Conduct, and Performance). Sistem tataniaga jambu mete dibagi menjadi dua saluran yaitu saluran tataniaga gelondong (mete yang belum diolah) dan saluran tataniaga kacang mete. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa saluran tataniaga yang ada belum efisien. Hal ini disebabkan oleh saluran yang ada masih panjang dan banyaknya pelaku tataniaga yang terlibat. Struktur pasar yang terbentuk mengarah kepada struktur pasar bersaing tidak sempurna. Hal ini ditinjau dari jumlah penjual dan pembeli yang cenderung mengarah kepada oligopsoni, penentuan harga dan informasi pasar cenderung ditentukan oleh lembaga tataniaga, dan hambatan masuk pasar yang tinggi. Perilaku pasar ditunjukkan oleh fungsi-fungsi tataniaga tiap masing-masing lembaga tataniaga. Informasi pasar mengenai harga
(31)
16
banyak dikuasai oleh lembaga pemasaran, sehingga dapat menentukan harga. Adanya praktek-praktek ketidakjujuran yang dilakukan pelaku tataniaga diantaranya mencampurkan kacang mete kualitas super dengan bukan super. Keragaan pasar ditinjau dari besarnya marjin tataniaga dan farmer’s share. Marjin tataniaga yang besar terdapat pada saluran tataniaga kacang mete, karena banyaknya perlakuan terhadap jambu mete dan banyaknya pihak yang terlibat dalam penyaluran produk. Hal ini mengakibatkan biaya tataniaga menjadi lebih tinggi dan keuntungan yang diambil oleh masing-masing para pelaku pasar menjadi kecil. Keuntungan tataniaga sebagian besar lebih dinikmati oleh lembaga tataniaga. Farmer’s share yang belum adil dilihat dari perbandingan harga di tingkat petani dan konsumen serta ditinjau dari aspek risiko. Risiko yang paling besar ditanggung oleh petani dan share yang diterima pun cenderung kecil dibandingkan lembaga tataniaga lainnya.
2.3 Perbedaan dan Peramaan dengan Penelitian terdahulu
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada metode dalam menganalisis efisiensi tataniaga. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Pakpahan (2006) memiliki persamaan tempat dan komoditas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya khususnya yang dilakukan Pakpahan (2006) adalah terletak pada pola saluran dan lembaga tataniaga yang sudah berubah di tahun 2011 yaitu adanya lembaga tataniaga koperasi KBU Al-ihsan sebagai perantara langsung antara petani dengan eksportir. Hal ini menjadi alasan peneliti ingin melihat apakah dengan pola saluran yang sekarang, koperasi menjadi salah satu saluran yang efisien dan meningkatkan share petani. Perbedaan
(32)
lainnya dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati (1999) adalah lokasi peneitian dan Herawati (2012) jenis komoditas yang diteliti. Persamaan penelitian Hukama (2001) adalah melakukan penelitian dengan pendekatan SCP. Penjelasan lebih rinci mengenai persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu bisa dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya.
Penelitian
Sebelumnya Persamaaan Perbedaan Rahmawati
(1999)
Komoditas yang diteliti dan metode pengolahan data
Pemilihan lokasi penelitian Pakpahan
(2006)
Komoditas yang diteliti, metode pengolahan data, pemilihan lokasi penelitian
Pola saluran dan lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga manggis Herawati
(2012)
Metode pengolahan data Komoditas yang dteliti dan Pemilihan lokasi penelitian Hukama
(2003)
Metode pengolahan data dan pnedakatan metode SCP
Komoditas yang diteliti dan pemilihan lokasi
(33)
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis merupakan kerangka penelitian yang dilandasi teori-teori mengenai konsep yang berhubungan dengan penelitian. Kerangka teoritis dalam penelitian ini terdiri dari konsep tataniaga, konsep pengertian efisiensi tataniaga, konsep fungsi tataniaga, konsep struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar, konsep marjin tataniaga, dan farmer’s share
3.1.1 Definisi dan Konsep Tataniaga
Tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1987) merupakan serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditunjukan untuk menyalurkan barang atau jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen. Tataniaga sering disebut juga pemasaran atau marketing. Menurut Kotler (1997) tataniaga adalah suatu proses manajerial yang didalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan menawarkan, dan mempertemukan yang bernilai dengan pihak lain. Tataniaga pertanian merupakan kegiatan atau proses pengaliran komoditas pertanian dari produsen sampai ke konsumen atau pendagang perantara (tengkulak, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer) berdasarkan pada sistem tataniaga, kegunaan tataniaga, dan fungsi-fungsi tataniaga (Rahim dan Hastuti, 2008). Menurut Sudiyono (2001) dalam
Rahim dan Hastuti (2008) bahwa tataniaga pertanian merupakan proses aliran komoditas yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan salah satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran.
(34)
Pendekatan yang dilakukan dalam sistem tataniaga komoditas pertanian diantaranya pendekatan serba barang, serba fungsi, serba lembaga dan serba manajemen (Rahim dan Hastuti, 2008). Pendekatan serba barang yaitu suatu pendekatan tataniaga yang melibatkan studi tentang bagaimana barang-barang tertentu berpindah dari titik produsen ke konsumen akhir atau konsumen industri. Pendekatan fungsi yaitu penggolongan kegiatan atau fungsi-fungsi yang meliputi fungsi pertukaran, fungsi penyediaan, dan fungsi penunjang. Pendekatan serba lembaga yaitu mempelajari tataniaga komoditas pertanian dari segi organisasi atau lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga seperti produsen, tengkulak, pedagang besar, pengecer dan beberapa agen penunjang. Pendekatan manajemen yaitu mempelajari tataniaga komoditas pertanian dengan menitikberatkan pada pendapat manajer serta keputusan yang diambil.
Lembaga tataniaga merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau lainnya2. Lembaga tataniaga timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen (Rahim dan Hastuti, 2008). Lembaga tataniaga berfungsi sebagai penghubung yang akan menentukan mekanisme pasar dan membentuk pola saluran tataniaga. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam tataniaga akan semakin banyak perlakuan yang diberikan dan semakin banyak pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga tataniaga (Soekartawi, 2002).
2
(35)
20
Setiap pelaku tataniaga akan memperoleh keuntungan yang berbeda dalam setiap proses tataniaga. Terdapatnya jarak diantara produsen dan konsumen maka aktivitas penyaluran dan distribusi suatu produk dari produsen ke konsumen sering melibatkan lembaga tataniaga. Proses penyaluran produk sampai ke tangan konsumen akhir dapat menggunakan saluran tataniaga yang panjang ataupun pendek sesuai dengan kebijakan saluran tataniaga yang akan dilaksanakan perusahaan atau lembaga tersebut. Rantai tataniaga atau distribusi menurut bentuknya dibagi menjadi dua, yaitu saluran distribusi langsung dan distribusi tidak langsung. Saluran distribusi langsung yaitu penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen dengan tidak melalui perantara, seperti penjualan di tempat produksi, penjualan dari pintu ke pintu, penjualan melalui surat. Saluran distribusi tidak langsung yang menggunakan jasa perantara dan agen untuk menyalurkan barang atau jasa kepada para konsumen. Biasanya pada saluaran seperti ini bergerak di bidang pedagang besar dan pengecer. Menurut Rahim dan Hastuti (2008) panjang-pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil komoditas pertanian bergantung pada beberapa faktor, diantaranya jarak antara produsen dan konsumen, ketahanan produk mudah rusak atau tidak, skala produksi, posisi keuangan pengusaha.
3.1.2 Konsep Efisiensi Tataniaga
Menurut Downy dan Steven (1992) dalam Rahim dan Hastuti (2008) efisiensi tataniaga merupakan tolak ukur atas produktivitas proses tataniaga dengan membandingkan sumberdaya yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama berlangsunganya proses tataniaga. Menurut Soekartawi (1989), efisiensi tataniaga diukur dengan membandingkan nilai output dan input dan
(36)
efisiensi tataniaga akan terjadi jika: (1) Biaya tataniaga bisa ditekan sehingga adanya keuntungan, (2) Adanya kompetisi pasar yang sehat, (3) Persentasi pembedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (4) Tersedianya fasilitas fisik tataniaga. Maka diharapkan dengan pola saluran tataniaga yang efisien dapat diketahui saluran tataniaga yang dapat mendatangkan manfaat bagi lembaga tataniaga yang terlibat dari saluran tataniaga yang efisien tersebut.
Menurut Rahim dan Hastuti (2008) efisiensi pemasaran dapat didefinisikan sebagai peningkatan rasio output-input yang dapat dicapai dengan beberapa cara, yaitu: (1) output tetap konstan sedangkan input mengecil, (2) output meningkat sedangkan input konstan, (3) Peningkatan output lebih tinggi dari peningkatan input, dan (4) Penurunan output tidak melebihi penurunan pada input. Asmarantaka (2009) mengukur efisiensi tataniaga melalui indakator efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input tataniaga. Rasio efisiensi operasional dapat dilihat dari peningkatan dalam dua cara, yaitu :
1. Perubahan sistem tataniaga dengan mengurangi biaya pada fungsi-fungsi tataniaga tanpa mengubah manfaat atas kepuasan konsumen.
2. Meningkatkan kegunaan output dari proses tataniaga tanpa meningkatkan biaya tataniaga
Fokus dalam analisis operasional adalah kajian biaya-biaya tataniaga dan aktivitas kegiatan tataniaga mulai dari produsen sampai ke konsumen akhir. Hal ini biasanya banyak peneliti yang menggunakan marjin tataniaga dan sebaran
(37)
22
harga ditingkat produden dengan harga di tingkat eceran untk mengetahui besaran indikator efisiensi operasional. Efisiensi harga lebih menekankan kepada kemampuan dari sistem tataniaga yang sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga dapat dianalisis melalui ada atau tidaknya keterpaduan pasar antara pasar acuan dengan pasar pengikutnya.
3.1.3 Konsep SCP (Structure, Conduct, dan Performance)
Philips dalam Asmarantaka (2009) mengemukakan konsep SCP merupakan konsep yang dinamis, adanya keterkaitan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan endogenous diantara variabel-variabel SCP serta memperhitungkan waktu. Pendekatannya menunjukan bahwa Structure (S),
Conduct (C), dan Performance (P) dalam suatu waktu berada pada sistem dimana S dan C adalah faktor penentu P, dilain waktu S dan C ditentukan P. Oleh sebab itu, hubungan ini menjukkan suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan.
3.1.3.1Market Structure (Struktur Pasar)
Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan antara pembeli dan penjual yang secara startegi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) Struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan (firm) dalam suatu pasar, distribusi perusahaan (firm) menurut berbagai ukuran seperti size dan konsentrasi, deskripsi produk (homogen atau diferensiasi), syarat-syarat keluar
(38)
masuknya pasar dan sebagainya. Struktur pasar digolongkan kedalam dua golongan yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna.
Struktur pasar bersaing sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak penjual dan pembeli dan barang yang diperdagangkan bersifat homogen. Setiap penjual dan pembeli hanya menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang ada di pasar, sehingga penjual atau pembeli tidak dapat mempengaruhi harga. Informasi pasar yang didapat relatif sempurna dan tidak adanya hambatan keluar masuk pasar. Struktur pasar tidak bersaing sempurna terdiri atas struktur pasar persaingan monopolistik, strukutr pasar oligopoli, dan struktur pasar monopoli.
Struktur pasar persaingan monopolistik dicirikan dengan banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai macam harga dan bukan atas satu harga. Hal ini karena penjual dapat melakukan penawaran yang berbeda kepada pembeli dengan tingkat harga berbeda. Perbedaan harga tersebut dapat dibedakan menurut kualitas, ciri atau gayanya, service yang berbeda, kemasan yang menarik dan lainnya. Perusahaan ini sering menggunakan iklan untuk meyakinkan konsumen bahwa produk mereka lebih menarik dari perusahaan heterogen atau diferensiasi.
Struktur pasar oligopoli merupakan struktur pasar yang terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka terhadap strategi tataniaga dan penetapan harga dari perusahaan lainnya yang menjadi leader. Artiya, segala bentuk tindakan perusahan pemimpin akan menjadi perhatian bagi perusahaan yang menjadi pengikut. Produk yang dipasarkan di pasar oligopoli merupakan produk homogen dan heterogen. Hambatan masuk pasar cukup tinggi karena butuh modal yang besar, adanya paten, pengendalian bahan baku, dan lainnya.
(39)
24
Struktur pasar monopoli merupakan struktur pasar yang dicirikan dengan satu orang penjual yang memiliki pengaruh atas penawaran produk tertentu sehingga dapat menetapkan atau mempengaruhi harga. Hambatan keluar masuk pasar tinggi karena dipengaruhi oleh adanya lisensi dari pemeritah, adanya paten, menguasai startegi bahan baku, menguasai teknik produksi tertentu, dan lainnya. Sifat barang yang diperdagangkan bersifat unik.
Adapun pembagian struktur pasar menurut Kohls dan Uhl (2002) dapat dikategorikan sebagai struktur pasar persaingan sempurna dan persaingan tidak sempurna dengan indikator yang dilihat berdasarkan jumlah penjual, tipe produk, kemudana masuk pasar, dan kekuatan dalam mempengaruhi harga. Adapun untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Tipe-tipe Struktur Pasar
Tipe Pasar Jumlah Penjual Tipe Produk Kemudahan masuk pasar Perusahaan Mempengaruhi Harga 1. Persaingan Sempurna Banyak Homogen Mudah Tidak 2. Persaingan Tidak
Sempurna a. Persaingan
Monopolistik
Banyak Diferensiasi Relatif Mudah
Beberapa
b. Olgopoli Sedikit Diferensiasi Sulit Ya c. Monopoli Satu Diferensiasi Sangat
Sulit
Ya Sumber : Kohls dan Uhl, 2002
Produk yang diferensiasi merupakan produk yang telah diubah atau dikembangkan untuk meningkatkan minat pembeli. Usaha yang dilakukan dalam produk diferinsiasi dilakukan dengan cara:
1. Advetising, yaitu promosi-promosi sehingga menggugah konsumen untuk membeli
(40)
2. Packaging, yaitu usaha pengemaan sehingga menggugah konsumen untuk membeli dikarenakan bentuk kemasanya menarik.
3. Perubahan bentuk produk itu sendiri.
3.1.3.2Market Conduct (Perilaku Pasar)
Perilaku pasar merupakan seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik penjual mapun pembeli untuk mencapai tujuan masing-masing. Menurut Dahl dan Hamond (1977) dalam Rosiana (2012) Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu, meliputi kegiatan pembelian-penjualan, penentuan harga, kerjasama dan parktek fungsi tataniaga. Hubungan yang terjadi pada SCP merupakan pengaruh struktur terhadap perilaku dimana perusahaan yang memiliki kekuatan pasar akan memanfaatkan kemampuan tersebut dengan meningkatkan harga atas harga kompetitif. Salah satu pola perilaku pasar dapat dilihat pada fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pelaku pasar.
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi tataniaga merupakan proses penyampaian dari tingkat produsen ke tingkat konsumen dengan berbagai kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Fungsi tataniaga tersebut dikelompokan atas tiga fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.
1. Fungsi Pertukaran
Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan fungi penjualan. Fungsi pembelian ini dapat dimaksudkan untuk persediaan barang dan jasa yang kemudian diolah atau dijual kembali,
(41)
26
serta dapat juga untuk memenuhi keperluannya sendiri. Fungsi penjualan merupakan kegiatan yang bertujuan mencari atau mengusahakan agar ada pembeli atau ada permintaan pasar yang cukup baik atau banyak terhadap barang dan jasa yang dipasarkan pada tingkat harga yang menguntungkan. 2. Fungsi Fisik
Fungsi fisik merupakan semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa, sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi fisik terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan.
a. Fungsi Penyimpanan
Fungsi penyimpanan merupakan proses penundaan barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu sejak barang diproduksi atau diterima sampai proses penjualan. Fungsi ini diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah atau menunggu untuk diolah sampai proses penjualan tiba. Fungsi penyimpanan sangat penting bagi hasil pertanian yang bersifat musiman tetapi dikonsumsi setiap tahun. b. Fungsi Pengangkutan
Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan konsumen baik menurut waktu, jumlah, dan mutunya. Fungsi pengangkutan mempunyai kegiatan perencanaan jenis alat angkut yang digunakan, volume yang diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis barang yang diangkut. Hal ini karena produksi hasil pertanian yang mudah rusak, sehingga dalam penangann pengangkutan harus memerlukan penanganan yang lebih khusus.
(42)
c. Fungsi Pengolahan
Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang maupun dalam rangka meningkatkan nilainya. Pengolahan juga ditunjukan untuk memenuhi keinginan konsumen. Adanya pengolahan membuat nilai barang bertambah dan menambah lapisan konsumen dalam tataniaganya.
3. Fungsi Fasilitas
Fungsi fasilitas merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi.
a. Fungsi Standarisasi dan Grading
Standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, ukuran bentuk, kekuatan atau ketahanan, kadar air, tingkat kematangan, rasa, dan lain-lain. Grading merupakan tindakan menggolongkan atau mengklasifikasi hasil pertanian menurut suatu standarisasi yang diinginkan, sehingga kelompok tersebut sudah menurut ukuran standar masing-masing dengan nama tertentu. Adanya pelaksanaan standarisasi dan grading akan memberikan mafaat bagi konsumen dan produsen. Konsumen dapat memperoleh grade barang sesuai dengan keinginan dan tingkat pendapatanya. Produsen dapat menawarkan harga barang yang dipasarkanya sesuai mutu dan hasil produksinya.
(43)
28
b. Fungsi Penanggungan Risiko
Proses tataniaga dalam menyalurkan barang dari tingkat ke produsen sampai ke tingkat konsumen akan bannyak menghadapi risiko baik oleh produsen aupun lembaga tataniaga. Risiko-risiko tersebut diantaranya risiko kepemilikan, risiko keuangan, risiko kerugian akibat kecelakaan, risiko kerugian akibat perikatan, risiko kerugian karena tata kerja, dan risiko kerugian akibat pengaruh cuaca.
c. Fungsi Pembiayaan
Fungsi pembiayaan meliputi penyediaan dana untuk membiayai proses produksi dan tataniaga suatu barang dan jasa serta penyediaan kredit bagi bagi para langganan.
d. Fungsi Informasi Pasar
Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut. Data informasi pasar tidak hanya perkembangan harga tetapi meliputi jenis dan kualitas barang yang diinginkan pembeli atau konsumen, sumber suplai, lokasi dan konsumen, merk yang diinginkan konsumen, penyebaran lokasi asal suplai, serta berbagai informasi yang dapat memperlancar penyaluran barang mulai dari produsen sampai ke konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987).
3.1.3.3Market Performance (Keragaan Pasar)
Kinerja pasar merupakan keadaan sebagai akibat dari struktur pasar dan perilaku pasar yang ditunjukan dengan harga, biaya, volume produksi. Kinerja pasar tersebut akan memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977 dalam Rosiana, 2012). Elemen kinerja pasar
(44)
dapat diukur melalui marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya
a. Marjin Pemasaran
Menurut Limbong dan Sitorus (1987) marjin tataniaga didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima konsumen. Konsep marjin tataniaga terbentuk akibat dari perbedaan kegiatan dari setiap lembaga yang menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan lembaga lainnya. Pada pengertian tataniaga yang telah dijelaskan bahwa segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik atas produk dari produsen sampai konsumen yang didalamnya terdapat fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Pengertian tersebut memperlihatkan adanya kegiatan-kegiatan yang membutuhkan pengeluaran (biaya) untuk memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Biaya-biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga dalam proses kegiatan tataniaga dinamakan sebagai biaya tataniaga.
Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam suatu sistem tataniaga pada dasarnya memiliki motivasi dan tujuan untuk mencari atau memperoleh keuntungan atas pengrobanan yang dilakukan dalam kegiatan tataniaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran barang, maka akan semakin besar perbedaan harga barang di tingkat produsen dengan yang dibayarkan konsumen. Maka dapat diartikan bahwa marjin tataniaga merupakan perbedaan harga suatu barang di tingkat produsen dengan di tingkat konsumen, atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga tataniaga yang lainnya dalam saluran tataniaga yang sama.
(45)
30
b. Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan bagian yang diterima petani dari suatu kegiatan tataniaga dengan membandingkan harga yang diterima petani tehadap harga yang dibayarkan konsemen akhir. Farmer’s share dipengaruhi oleh tingkat pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah produk, dan biaya produksi (Rahim dan Hastuti, 2008). Hubungan farmer’s share dengan marjin tataniaga bersifat negatif. Semakin tinggi nilai marjin tataniaga maka semakin rendah
farmer’s share yang diterima dalam melaksanakan suatu kegiatan tataniaga (Herawati, 2012).
3.2 Kerangka Operasional
Manggis merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan dan diperdagangkan. Saat ini manggis memiliki nilai jual yang tinggi dan sudah masuk pasar ekspor. Bogor merupakan salah satu sentra manggis di Jawa Barat diantarannya Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang yang sudah menembus pasar ekspor. Komoditas yang potensial tersebut dibutuhkan kegiatan budidaya dan tataniaga yang baik dan efisien. Hal ini agar tercapainya suatu pembagian yang adil bagi produsen (petani) dan lembaga-lembaga tataniaga dari keselurhan harga yang dibayarkan konsumen.
Adanya keterbatasan modal dan sarana dalam tataniaga bagi petani juga menghambat dalam peningkatan produksi dan nilai jual manggis. Selain itu, beberapa petani yang masih ketergantungan kepada pedagang pengumpul dalam hal dana. Petani meminjam sejumlah dana kepada pedagang pengumpul dengan syarat petani menjual manggis kepada pedagang pengumpul tersebut. Hal ini meyebabkan harga jual manggis petani bisa ditekan. Oleh karena itu, petani tidak
(46)
memiliki posisi tawar yang kuat dan cenderung sebagai penerima harga (price taker).
Posisi tawar petani yang rendah membuat harga yang diterima petani menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan marjin yang cukup besar antara harga yang diperoleh petani dengan harga yang dibayarkan konsumen akhir. Sebaran marjin yang tidak merata dan marjin tataniaga yang relatif tinggi di tingkat petani dengan tingkat konsumen membuat share yang didapat petani relatif rendah. Hal ini dibutuhkan adanya efisiensi tataniaga sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat. Analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis sistem tataniaga manggis melalui pendekatan SCP. Market structure
(struktur pasar) digunakan untuk menganalisis pendekatan struktur yang terbentuk dalam sistem tataniaga manggis di Desa Karacak. Market conduct (perilaku pasar) digunakan untuk menganalisis perilaku-perilaku pasar yang terbentuk dalam sistem tataniaga manggis melalui fungsi-fungsi tataniaga. Market performance
(keragaan pasar) dilakukan untuk menganalisis efisiensi dalam saluran tataniaga yang terentuk pada sistem tataniaga manggis. Kergaan pasar dilakukan melalui pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya.
Hasil dari analisis tersebut adalah rekomendasi saluran tataniaga yang efisien yang bisa dipilih oleh petani untuk memasarkan manggisnya. Selain itu menjadi rekomndasi buat pemerintah penetapan saluran tataniaga yang efisien. Skema kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
(47)
32
Keterangan : :Alur Pemikiran : Saling Mempengaruhi
: Peubah yang diteliti
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
1. Adanya ketergantungan petani kepada pedagang pengumpul dalam hal modal sehnggaposisi tawar petani menjadi rendah (price taker)
2. Adanya marjin yang relatif tinggi di tingkat petani dengan tingkat konsumen 3. Share yang diperoleh petani relatif rendah dalam sistem tataniaga yang ada
1. Bagaimana struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis di Desa Karacak
2. Bagaimana pola saluran tataniaga di Desa Karacak
3. Bagiamana perilaku pasar pada sistem tataniaga manggis di Desa Karacak 4. Bagaimana sebaran marjin, farmer’s share, dan rasio keuntungan tiap saluran
tataniaga
Analisis Efisiensi Tataniaga
Market Sructure
(Struktur Pasar)
1. Pangsa Pasar (Jumlah Penjual dan Pembeli
2. Jenis Produk yang Diperdagangkan 3. Hambatan Masuk Pasar
4. Konsentrasi Pasar
Market Conduct (Perilaku Pasar) Fungsi Tataniaga
‐ Fungsi Pertukaran ‐ Fungsi Fisik ‐ Fungsi Fasilitas
Rekomendasi alternatif saluran tataniaga yang efisien SCP
Market Performance (Keragaan Pasar) 1. Marjin Tataniaga 2. Farmer’s Share
(48)
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi di Desa Karacak Bogor dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa Bogor merupakan salah satu sentra produksi manggis terbesar ke dua di Jawa Barat, Kecamatan Leuwiliang merupakan daerah utama sentra manggis di Kabupaten Bogor yang telah memasuki pasar ekspor, dan Desa Karacak merupakan salah satu desa di Kecamatan Leuwiliang yang memiliki produksi manggis terbesar dan sudah memasuki pasar ekspor. Penelitian dilaksanakan mulai April 2012 sampai Juni 2013 yang meliputi survey lokasi penelitian, penyusunan proposal, pengambilan data, pengolahan data, dan penyusunan skripsi.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang akan diambil terdiri dari dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan petani manggis yang ada di Desa Karacak dan lembaga-lembaga tataniaga yang meliputi pedagang pengumpul, broker, koperasi, dan eksportir. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Nasional, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Direktorat Jenderal Horikultura, Jurnal, Artikel majalah, dan Studi penelitian terdahulu.
(49)
34
4.3 Penentuan Jumlah Responden
Penentuan jumlah responden dalam penelitian ini berdasarkan purposive sampling dan populasi yaitu responden yang terdiri atas petani manggis di Desa Karacak yaitu pada kelompok tani Suka Mekar yang berjumlah 28 orang. Penentuan responden lembaga-lembaga tataniaga manggis dilakukan dengan menggunakan teknik snowball sampling yaitu dengan melakukan penelusuran saluran tataniaga mulai dari tingkat petani sampai konsumen akhir. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya sehingga jalur tataniaga tidak terputus. Responden lembaga tataniaga berjumlah 10 orang yang terdiri dari dua pedagang pengumpul kampung, tiga pedagang pengepul desa, dua suplier, satu koperasi, dan dua eksportir.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang akan digunakan untuk menganalisis tataniaga digunakan metode SCP (Structure, Conduct and Performance). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program Microsoft Exel 2007.
4.4.1 Analisis Struktur Pasar
Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan antara pembeli dan penjual yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) Struktur pasar merupakan suatu deminsi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan (firm) dalam suatu pasar, distribusi perusahaan (firm) menurut berbagai ukuran seperi size dan konsentrasi, deskripsi produk (homogen atau diferensiasi), syarat-syarat keluar
(50)
masuknya pasar dan sebagainya. Limbong dan Sitorus (1987) menggolongkan struktur pasar kedalam dua golongan yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna.
4.4.2 Analisis Saluran Tataniaga
Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses penyampaian produk dari produsen kepada konsumen. Analisis saluran tataniaga dapat dilakukan dengan mengamati lembaga-lembaga tataniaga yang membentuk saluran tataniaga tersebut. Perbedaan saluran tataniaga yang dilalui oleh jenis barang tersebut akan berpengaruh pada pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing setiap lembaga tataniaganya. Semakin panjang lembaga tataniaga dalam rantai salurannya, maka saluran tersebut akan tidak efisien karena marjin yang akan diperoleh dari produsen sampai ke konsumen akan semakin besar.
4.4.3 Analisis Perilaku Pasar
Menurut Hammond and Dahl (1977) dalam Herawati (2012) perilaku pasar merupakan suatu pola atau tingkh laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil daam menghadapi struktur pasar tersebut. Analisis perilaku pasar dilakukan melalui identifikasi fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan pelaku pasar atau lembaga tataniaga yang terdiri fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Pada fungsi tataniaga juga dijelaskan perilaku pasar yang meliputi
(51)
36
praktek penjualan dan pembelian dalam menentukan harga, pembayaran harga dan sistem kerjasama yang terjalin diantara lembaga-lembaga tataniaga.
4.4.4 Analisis Keragaan Pasar
Analisis keragaan pasar dilakukan untuk menentukan efisiensi tataniaga. Efisiensi tataniaga didefinsikan bahwa produk yang samapai ke tangan konsumen dengan harga murah dan adanya pembagian yang adil bagi produsen dan lembaga tataniaga dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen (Mubyarto, 1985). Pembagian adil merupakan pembagaian share keuntungan sesuai dengan pengorbanan biaya dan fungsi tataniaga yang dilakukan setiap lembaga yang terlibat dalam tataniaga manggis. Pendekatan unuk menentukan efisiensi tataniaga meliputi pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya.
4.4.4.1Analisis Marjin Tataniaga
Salah satu pengukuran tingkat efisiensi suatu tataniaga dapat diukur dari penyebaran marjin tataniga. Marjin tataniga dapat diketahui besarnya biaya dan keuntungan dalam tataniaga tersebut. Perhitungan marjin tataniaga diperoleh dari selisih harga di satu titik rantai tataniaga dengan harga di titik lainnya. Marjin tataniaga juga dapat diperoleh melalui penjumlahan biaya dan keuntungan pada masing-masing lembaga tataniaga. Menurut Limbong dan Sitorus (1978), perhitungan marjin tataniaga secara matematik akan diperoleh sebagai berikut : Mi= Pji – Pbi ... (1) atau
(52)
Maka total marjin dapat diperoleh berdasarkan jumlah komulatif dari marjin tiap lembaga pada saluran tataniaga, adalah :
mi =∑ Mi ... (3) Berdasarkan pada persamaan (1) dan (2) dapat diperoleh rumus untuk mencari keuntungan tataniaga tiap lembaga yaitu sebagai berikut :
Pji – Pbi = Bi + πi
Dengan demikian keuntungan lembaga tataniaga pada tingkat ke-I adalah :
πi = Pji – Pbi + Bi Keterangan :
Mi : Marjin pada lembaga tataniaga ke-i
Pji : Harga penjualan pada lembaga tataniaga ke-i
Pbi : Harga penjualan pada lembaga tataniaga ke-i atau harga pembelian pada lembaga tataniaga sebelumnya
πi : Keuntungan yang diperoleh pada lembaga tataniaga ke-i mi : Total marjin tataniaga.
Bi : Biaya tataniaga yang dikeluarkan lembaga tataniaga ke-i i : 1,2, 3, .... (n)
4.4.4.2Farmer’s Share
Indikator lain untuk mengukur tingkat efisiensi tataniaga dapat dilakukan melalui perhitungan farmer’s share. Farmer’s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan oleh konsumen (Pr). Adapun rumusan perhitunganya farmer’s share adalah sebagai berikut:
SPf Pr Pf %
Keterangan :
SPf : Share harga di tingkat petani Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat konsumen
(53)
38
4.4.4.3Analisis Rasio Kentungan dan Biaya
Tingkat efisiensi tataniaga dapat diukur juga melalui rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Semakin meratanya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, maka sistem tataniaga tersebut semakin efisien. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga dapat diketahui melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut:
Rasio Keuntungan dan Biaya = π
C
Keterangan :
πi = Keuntungan lembaga tataniaga lembaga tataniaga ke-i Ci = Biaya tataniaga lembaga tataniaga ke-i
(54)
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Kondisi Umum Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan dengan ibukota RI yaitu Jakarta. Luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 2.301,95 Km2. Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6.19o – 6.47o Lintang selatan dan 106o1’ – 107o103’ bujur timur. Secara administratif Kabupaten Bogor mempunyai batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Depok Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tanggerang Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2011, Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 428 desa/kelurahan, 3.781 RW dan 15.044 RT. Berdasarkan jumlah tersebut, 235 desa berada pada ketinggian sekitar kurang dari 500 meter terhadap permukaan laut, sedangkan 144 desa berada diantara 500-700 meter dari permukaan laut, dan sisanya 49 desa berada di atas ketinggian lebih dari 700 meter dari permukaan laut. Sektor pertanian Kabupaten Bogor mencakup tanaman pangan, perikanan, perkebunan, peternakan dan kehutanan. Sektor pertanian ini memegang peranan yang penting, mengingat luasnya lahan pertanian yang dimiliki dan juga sebagian besar desa di Kabupaten Bogor merupakan tergolong pedesaan yang menitikberatkan pada sektor pertanian.
(55)
40
5.2 Kondisi umum Desa Karacak
Desa Karacak merupakan bagian dari salah satu desa di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor yang terdiri dari 5 dusun, 10 RW dan 43 RT. Desa Karacak mempunyai luas wilayah sekitar 710.023 Ha dengan pemanfaatan lahannya antara lain perkebunan seluas 270.510 Ha, kehutanan seluas 139.510 Ha, pertanian seluas 210.714 Ha, permukiman seluas 36.236 Ha, dan sisanya digunakan keperluan lainnya seluas 53.053 Ha. Secara administratif Desa Karacak mempunyai batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Barengkok Sebelah Selatan : Desa Karyasari
Sebelah Barat : Desa Pabangbon dan Cibeber II Sebelah Timur : Desa Situ Udik Kec. Cibungbulang
Jumlah penduduk Desa Karacak yang tercatat tahun 2011 sebanyak 10.862 orang dengan rincian laki-laki berjumlah 5.549 orang dan perempuan berjumlah 5.313 orang dengan kepala keluarga (KK) sebanyak 2.855 KK. Mata pencaharian penduduk Desa Karacak meliputi Petani, Pengusaha, Buruh, Pedagang, Pengrajin/UKM, PNS, TNI/POLRI. Desa Karacak merupakan salah satu kawasan agropolitan dan minapolitan sejak tahun 2005. Potensi yang dihasilkan sebagai kawasan agropolitan adalah potensi manggis yang cukup tinggi. Desa Karacak merupakan wilayah penghasil manggis terbesar di Kecamatan leuwiliang. Produksi manggis yang dihasilkan Desa Karacak sebesar 425 ton. Potensi minapolitan yang dihasilkan Desa Karacak adalah budidaya ikan meliputi budidaya ikan dalam kolam tradisonal, semi intensif, air deras, intensif, perikanan sawah dan keramba. Produksi ikan yang dihasilkan dari seluruh budidaya sebesar 310.835 ton dengan total luas kolam sebesar 1.551,04 ha.
(56)
Pertanian di Desa Karacak terbagi atas pertanian padi dan non padi. Pertanian non padi merupakan kebun campuran yang meliputi berbagai tanaman, diantaranya pohon penghasil kayu, durian, manggis, cengkeh, umbi-umbian, kacang tanah dan lainnya. Adapun potensi hasil tanaman dan hutan Desa Karacak lainnya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Tanaman dan Hutan Desa Karacak
Komoditas Luas Area (Ha) Produksi (Ton) Keterangan
Padi 1.792 20.971
Hutan Rakyat 2.038 - Bambu, Mahoni, Albasia
Cengkeh 55 61
Durian 65 3
Ubi Kayu 225 4.373 Ubi Jalar 109 1.600 Kacang Tanah 33 45 Sumber: Data Desa Karacak (2011)
5.3 Karakteristik Responden
Sub bab ini menjelaskan mengenai karakteristik responden baik petani maupun lembaga tataniaga yang tergabung dalam sistem tataniaga manggis Desa Karacak. Karakteristik responden petani diklasifikasikan menurut usia, pendidikan, luas lahan yang diusahakan dan jumlah pohon yang dimiliki petani. Karakteristik responden lembaga tataniaga diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikan dan pengalaman dalam berdagang manggis.
5.3.1 Petani
Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Karya Mekar. Karakeristik responden yang dilihat, meliputi usia responden, tingkat pendidikan, luas lahan, dan jumlah pohon yang ada di kebun. Karakteristik ini dianggap penting karena mempengaruhi pelaksanaan usahatani manggis di lokasi penelitian. Aspek usia responden pada
(1)
Jika Ya, sebutkan ...
III. Kegiatan Penjualan
1. Apakah Anda melakukan kegiatan penjualan?
Nama Lembaga Tataniaga
Volume (Kg)
Harga Jual (Rp/ Kg)
Sistem Pembayaran
Pasar yang Dituju
2. Apakah Anda menjual jenis komoditi lain?
Jika Ya, sebutkan ...
3. Tatacara penjualan
No Uaraian Kegiatan pembelian
1 2 3 4
1 Cara penjualan
c. Bebas
d. Kontrak
2* Cara Pembayaran (%)
d. Tunai
e. Dibayar dimuka
f. Dibayar sebagaian
3. Cara Penyerahan barang
c. Di tempat pembeli
d. Di tempat penjual
4 Cara Penentuan harga
d. Ditentukan petani
e. Ditentukan pedagang
f. Ditentukan
pemerintah
5* Alasan menjual
6* Cara perolehan
informasi harga Keterangan *):
No. 5 : a. Harga lebih murah c. Lokasi mudah dijangkau
b. Barang lebih bagus d. Langganan
e. Lainnya
No.6: a.Sesama Pedagang c. Kelompok tani
b. Media Massa d. Langganan
4. Berapa waktu yang dibutuhkan sampai produksi terjual habis?
5. Apakah Anda melakukan kegiatan penyimpan ?
Jika disimpan : a. Jumlah komoditi yang disimpan...Kg b. Lokasi Penyimpanan ...
(2)
6. Apakah Anda menerapkan suatu standarisasi?
Jika Ya, sebutkan ...
7. Apakah Anda menanggung risiko dari kegiatan penjualan?
Sebutkan : ...
8. Bagaimanakan menentukan harga jual?
9. Bagaimana Informasi mengenai harga diperoleh?
10.Apakah Ada hambatan masuk pasar?
11.Apakah Anda memberikan bantuan kredit kepada petani/pedagang lain?
Jika Ya, dalam bentuk ... dengan jangka waktu ……….. tahun.
12.Sumber modal : Modal Sendiri/ Mendapat bantuan *
a. Besarnya modal = Rp ...
b. Jika mendapat bantuan dalm bentuk ...
dengan jangka waktu ……… tahun.
IV. Biaya Tataniaga lainnya
No. Jenis Kegiatan Biaya (Rp/Kg)
1. Tenaga Kerja
2. Pengangkutan/ transportasi
3. Pengemasan 4. Retribusi 5. Penyimpanan 6. Penyusutan
7. Bongkar muat
8. Sortasi
9. ...
10. ...
11. ...
(3)
Lampiran 3. Biaya Tataniaga Persaluran Tataniaga Desa Karacak Saluran 1
Lembaga Tataniaga Komponen Biaya
Biaya Tataniaga
(Rp/Kg)
Petani Biaya Produksi 1.678
Jumlah 1.678
Pedagang Pengumpul Kampung
Biaya Pengangkutan + Bongkar Muat
206
Jumlah 206
Pedagang Pengumpul Desa
Biaya Pengangkutan + Bongkar Muat
35
Biaya Transportasi 457
Biaya Sortasi 7
Biaya Keranjang 180
Jumlah 679
Suplier Bongkar Muat 35
Biaya Transportasi 165
Biaya Sortasi 23
Biaya Keranjang 5
Jumlah 228
Eksportir Biaya Bongkar Muat dan
Penanganan Manggis
140
Biaya Tenaga Kerja Staff 200
Biaya Transportasi 402
Baya Sortasi 200
Biaya Pengemasan 563
Biaya Pengapalan dan Handling 9.944
Jumlah 11.449 Total Biaya Tataniaga 12.334
(4)
Saluran 2
Lembaga Tataniaga Komponen Biaya
Biaya Tataniaga
(Rp/Kg)
Petani Biaya Produksi 2.044
Jumlah 2.044
Pedagang Pengumpul Desa
Biaya Pengangkutan + Bongkar Muat
35
Biaya Transportasi 457
Biaya Sortasi 7
Biaya Keranjang 180
Jumlah 679
Suplier Bongkar Muat 35
Biaya Transportasi 165
Biaya Sortasi 23
Biaya Kernjang 5
Jumlah 228
Eksportir Biaya Bongkar Muat dan
Penanganan Manggis
140
Biaya Tenaga Kerja Staff 200
Biaya Transportasi 402
Baya Sortasi 200
Biaya Pengemasan 563
Biaya Pengapalan dan Handling 9.944
Jumlah 11.449 Total Biaya Tataniaga 12.128 Saluran 3
Lembaga Tataniaga Komponen Biaya
Biaya Tataniaga
(Rp/Kg)
Petani - -
Jumlah -
Koperasi Biaya Pengangkutan + Bongkar
Muat
75
Biaya Transportasi 115
Biaya Sortasi 200
Jumlah 389
Eksportir Biaya Tenaga Kerja 141
Biaya Bongkar Muat dan Penanganan manggis
(5)
Saluran 4
Lembaga Tataniaga Komponen Biaya
Biaya Tataniaga
(Rp/Kg)
Petani Biaya Produksi 2.044
Jumlah 2.044
Pedagang Pengumpul Desa
Biaya Pengangkutan + Bongkar Muat
35
Biaya Transportasi 632
Biaya Sortasi 7
Biaya Keranjang 216
Jumlah 890
STA Rancamaya Bongkar Muat 223
Biaya Transportasi 100
Biaya Sortasi 37
Biaya Pengemasan 41
Jumlah 401 Total Biaya Tataniaga 1.292
Saluran 5
Lembaga Tataniaga Komponen Biaya
Biaya Tataniaga
(Rp/Kg)
Petani Biaya Produksi 2.044
Biaya sortasi dan pengemasan 200
Total Biaya Tataniaga 2.244
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Abdul Aziz lahir pada tanggal 3 Juni 1990 di Bekasi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Saefudin dan Ibu Suparti. Penulis memulai pendidikan dasar pada tahun 1996 di SD Negeri Kertasari 04 dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Pebayuran yang lulus pada tahun 2005 dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Karawang dan lulus pada tahun 2008.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB dengan mayor Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dan mengambil minorArsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan selama menjadi mahasiswa. Penulis aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) sebagai staf Departemen Pengabdian Masyarakat dan
juga tergabung dalam Center of Entrepreneurship Development for Youth
(Century Partner), Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis aktif dalam
Resource and Environmental Economic Student Association (REESA),
Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen sebagai staf Study and Research Development dan Organisasi
Mahasiswa Daerah Asal (OMDA) Panantayuda Karawang sebagai ketua tahun 2010-2011.
Kepanitiaan yang pernah diikuti oleh penulis antara lain ketua divisi PDD dalam kegiatan GREENATION III BEM FEM tahun 2010, ketua divisi humas dalam kegiatan bina desa BEM FEM tahun 2010, ketua pelaksana dalam kegiatan sekolah BALISTIS BEM FEM tahun 2010, panitia kajian INSERT (Informasi Seputar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Terkini) REESA 2011 dan