Tingkat pemahaman yang kurang dari pihak pasien/keluarganya.

1. Tingkat pemahaman yang kurang dari pihak pasien/keluarganya.

Biasanya sangat terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan pasien/ keluarganya. Kurangnya pemahaman dari pasien ini bisa disebabkan karena:

a. Faktor bahasa Bahasa seringkali menjadi masalah dalam penyampaian informasi sebab banyak

pasien yang masih awam dengan bahasa kedokteran dan tidak semua istilah- istilah kedokteran dapat diterima dan diterjemahkan dengan mudah ke dalam bahasa orang awam. Kesenjangan pengetahuan antara pasien selaku penerima jasa layanan kesehatan dengan dokter selaku pemberi jasa layanan kesehatan dapat dikatakan relatif cukup besar dan hal ini dapat menyebabkan informasi yang disampaikan kurang efektif dimengerti oleh pihak pasien.

b. Faktor penyampaian informasi

Informasi yang diberikan menyangkut segala sesuatu mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terkadang membuat pasien merasa bingung dan takut akan risiko maupun komplikasi yang mungkin terjadi. Namun dalam hal ini dokter harus memberikan informasi yang jelas, lengkap, dan jujur menyangkut hal tersebut. Terkadang dokter sebenarnya telah memberikan informasi dengan cara penyampaian yang mudah dimengerti dan dipahami oleh pasien/keluarganya tapi pasien/keluarga menganggapnya sebagai angin lalu dan langsung mengambil keputusan tanpa mengerti betul maksud dari tindakan medis yang akan dilakukan.

Permasalahan kurangnya pemahaman dari pasien karena faktor bahasa dan faktor penyampaian informasi ini juga pernah dialami oleh Bapak Lukminto salah satu pasien rawat jalan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri yang sedang menderita diabetes, bahwa memang pasien mengalami kendala pada waktu komunikasi dengan dokter karena tingkat pemahaman yang kurang mengenai bidang kedokteran, namun sebenarnya sebagai pasien haruslah bersikap kritis dan selalu bertanya karena jika pasien tidak mencoba bertanya maka tentunya dokter akan menganggap bahwa pasien telah mengerti.

Adanya kedua faktor tersebut membuat pasien terkadang terpaksa untuk mengatakan bahwa mereka telah mengerti akan tindakan medis yang dilakukan

beserta segala risiko yang mungkin bisa timbul maupun dengan tingkat kesembuhan yang bisa dicapai, walaupun sebenarnya penjelasan yang telah diberikan masih dirasa belum begitu dimengerti. Dalam hal ini ada 2 (dua) contoh permasalahan yang pernah terjadi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri terkait dengan permasalahan tersebut, yaitu:

1) Kasus kurangnya pemahaman pasien mengenai risiko yang mungkin terjadi dalam setiap tindakan medis yang dilakukan dapat dilihat dari contoh berikut: Nyonya S usia 45 tahun penderita tumor jinak rahim, untuk menyembuhkan timor jinak tersebut tindakan medis yang harus dilakukan adalah tindakan operasi pengangkatan tumor jinak. Dokter yang merawat telah memberikan penjelasan mengenai tindakan medis

yang harus dilakukan, tatacara tindakan medis, maupun risiko yang mungkin terjadi. Pasien/keluarga saat itu mengaku telah memahami segala konsekuensi dan risiko dari tindakan medis yang akan dilakukan dan telah sepakat untuk melakukan operasi pengangkatan tumor dengan menandatangani formulir persetujuan tindakan medik. Namun ternyata setelah tindakan operasi dilakukan, pihak pasien merasa tidak puas terhadap tindakan medis yang telah dilakukan dan pihak keluarga pasien mengadu kepada dokter yang merawat bahwa memang setelah dilakukan tindakan medis tidak dirasakan rasa sakit/nyeri pada perut paska operasi tapi setelah itu pasien mengaku merasa sakit dan nyeri yang berkepanjangan pada bagian perut. Pihak pasien/keluarga mengaku kalau penjelasan yang telah diberikan tidak menerangkan efeknya bisa sebesar ini dan hanya menjelaskan kalau kemungkinan bisa timbul rasa nyeri sewaktu-waktu dan itupun bila diminumkan obat maka efek nyeri akan segera reda tapi ternyata efek sakit dan nyeri itu masih dirasakan oleh pasien yang membuat pasien merasa tersiksa.

Upaya penyelesaian terhadap permasalahan tersebut adalah dari pihak Rumah Sakit berupaya mempertemukan dokter yang merawat

dengan paisen/keluarga agar bisa terjalin komunikasi yang baik mengenai tingkat risiko yang timbul dari tindakan medis yang telah

dilakukan. Dokter yang merawat berusaha melakukan pendekatan persuasif dengan memberikan penjelasan-penjelasan yang lebih komprehensif secara detail dari awal tentang dampak/risiko yang akan timbul. Mengenai keluhan perasaan nyeri pada perut yang dialami oleh Nyonya S pasca operasi ini dapat diatasi oleh dokter yang merawat dengan selalu melakukan observasi secara intensif terhadap pasien selama 1 jam berturut-turut secara rutin dengan terus memperhatikan asupan obat-obatan yang wajib dikonsumsi. Setelah upaya penyelesaian itu dilakukan, pihak pasien/keluarga sudah merasa puas dan lebih mengerti akan risiko tindakan medis yang diambil. Dengan penanganan dilakukan. Dokter yang merawat berusaha melakukan pendekatan persuasif dengan memberikan penjelasan-penjelasan yang lebih komprehensif secara detail dari awal tentang dampak/risiko yang akan timbul. Mengenai keluhan perasaan nyeri pada perut yang dialami oleh Nyonya S pasca operasi ini dapat diatasi oleh dokter yang merawat dengan selalu melakukan observasi secara intensif terhadap pasien selama 1 jam berturut-turut secara rutin dengan terus memperhatikan asupan obat-obatan yang wajib dikonsumsi. Setelah upaya penyelesaian itu dilakukan, pihak pasien/keluarga sudah merasa puas dan lebih mengerti akan risiko tindakan medis yang diambil. Dengan penanganan

2) Kasus kurangnya pemahaman pasien mengenai tingkat kesembuhan yang bisa dicapai dapat dilihat dari contoh berikut : Tuan R adalah korban kecelakaan yang mengalami patah kaki kiri. Saat itu pasien/keluarga telah sepakat untuk melakukan tindakan operasi pada bagian kaki guna memperbaiki kondisi tulang yang sempat patah tersebut. Setelah mengalami perawatan selama 2 bulan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri kondisi Tuan R sudah membaik dan sudah bisa berjalan. Namun yang menjadi kendala dalam hal ini adalah pasien/keluarga merasa bahwa kondisinya itu masih belum bisa dikatakan sembuh total sebab kondisi kakinya tidak seperti semula dan pada waktu berjalan pun masih terasa pincang. Hal inilah yang membuat ketika pihak dokter menyatakan kalau kondisi pasien sudah bisa dinyatakan sembuh namun dari pasien/keluarga masih mengharapkan tindakan medis kembali dari dokter agar memulihkan kondisi kaki kiri pasien seperti semula. Pihak dokter tidak bisa melakukan upaya penyembuhan lagi karena kondisi kakinya sudah membaik dan bila dilakukan tindakan medis lagi dikawatirkan menyebabkan kelumpuhan.

Upaya penyelesaian terhadap permasalahan tersebut adalah dari pihak dokter harus mengkomunikasikan mengenai kriteria sembuh yang maksimal dalam kondisi sebelum dilakukan tindakan dan setelah dilakukan tindakan dengan segala risiko yang akan terjadi, termasuk juga mempertimbangkan berbagai faktor dalam mengembalikan fungsi tulang, seperti faktor usia, kelenturan tulang, maupun asupan nutrisinya. Dokter perlu menjelaskan bahwa kondisi kaki tuan R tersebut yang mungkin menurutnya masih belum dikatakan sembuh tapi melihat dari perkembangan kondisi tulangnya sudah dirasa membaik dan kondisi yang menurut Tuan R dirasa tidak seperti semula adalah suatu proses

penyembuhan yang maksimal mengingat faktor-faktor diluar dari penyembuhan yang maksimal mengingat faktor-faktor diluar dari