Asas, Tujuan, Fungsi, dan Perencanaan Perkebunan

b. Asas, Tujuan, Fungsi, dan Perencanaan Perkebunan

Pembangunan perkebunan berpijak pada landasan atau asas yang mendasar dari penyelenggaraan perkebunan yang berintikan pada asas manfaat dan asas keterpaduan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa perkebunan diseleggarakan berdasarkan atas asas:

1) manfaat dan berkelanjutan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan harus dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi sosial budaya;

2) keterpaduan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan harus dilakukan dengan memadukan subsistem produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil perkebunan;

3) kebersamaan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan menerapkan kemitraan secara terbuka, sehingga terjalin keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antar pelaku usaha perkebunan;

4) keterbukaan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat; dan

5) keadilan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional kepada semua warga negara sesuai dengan kemampuannya serta harus memperhatikan kepentingan nasional, antar daerah, antar wilayah, antar sektor, dan antar pelaku usaha.

commit to user

diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa perkebunan diselenggarakan dengan tujuan:

1) meningkatkan pendapatan masyarakat;

2) meningkatkan penerimaan negara;

3) meningkatkan penerimaan devisa negara:

4) menyediakan lapangan kerja;

5) meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;

6) memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam

negeri; dan

7) mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara

berkelanjutan. Selain tujuan tersebut, penyelenggaraan perkebunan memiliki

peranan dan fungsi yang sangat penting karena berkaitan dengan fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa perkebunan mempunyai fungsi:

1) ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional;

2) ekologi, yaitu peningkatan konversi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan

3) sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa (melalui penerapan kemitraan usaha perkebunan serta kesamaan budaya agraris yang mampu menciptakan kondisi saling ketergantungan dan keterkaitan secara sinergis antar pelaku usaha maupun antar wilayah). Sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 tersebut,

perkebunan merupakan komoditas utama dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan pemasukan devisa negara. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya membuat perencanaan yang matang

commit to user

datang. Pasal 6 UU Nomor 18 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan perkebunan dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Perencanaan perkebunan merupakan suatu tindakan perencanaan makro baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota dan bukan merupakan perencanaan usaha/perancangan mikro yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan. Perencanaan perkebunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.

“Sementara itu, perencanaan perkebunan merupakan perencanaan yang dilakukan dengan pendekatan yang multi kompleks karena didalamnya melibatkan segala yang berkaitan dengan pembangunan perkebunan tersebut, misalnya rencana yang dikaitkan dengan pendekatan tata ruang dan sebagainya” (Supriadi, 2010:548).

Pasal 7 UU Nomor 18 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan berdasarkan:

1) rencana pembangunan nasional;

2) rencana tata ruang wilayah;

3) kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha

perkebunan;

4) kinerja pembangunan perkebunan;

5) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

6) sosial budaya;

7) lingkungan hidup;

8) kepentingan masyarakat:

9) pasar; dan

commit to user

dan negara. Perencanaan perkebunan tersebut mencakup:

1) wilayah, mencakup: ketersediaan hamparan lahan yang menurut agroklimat sesuai untuk usaha perkebunan, perlindungan wilayah geografis bagi komoditas perkebunan, spesifik lokasi, dan kawasan pengembangan industri masyarakat perkebunan;

2) tanaman perkebunan, mencakup: pemilihan tanaman yang disesuaikan dengan kontur tanah, wilayah tanam, serta nilai jual dalam jangka panjang;

3) sumber daya manusia, mencakup: pelaku usaha perkebunan, tenaga kerja, serta aparat pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota yang terkait di bidang perkebunan;

4) kelembagaan, mencakup: kelembagaan pelaku usaha perkebunan

dan

kelembagaan

layanan pemerintah, provinsi, dan

kabupaten/kota;

5) keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir, merupakan seluruh kegiatan perencanaan yang dilakukan dengan memperhatikan pendekatan sistem dan usaha agribisnis untuk membangun sinergi; dan

6) sarana prasaran; dan

7) pembiayaan. Dengan demikian maka pelaksanaan perencanaan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 harus terukur, dapat dilaksanakan, realistis, dan bermanfaat serta dilakukan secara partisipatif, terpadu, terbuka, dan akuntabel.