SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI STIE MUHAMMA

(1)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) MUHAMMADIYAH JAMBI Dibina oleh : Majelis Pendidikan Tinggi Muhammadiyah

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH :

YEYEN MONIKA NPM.1210061570159

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

STIE Muhammadiyah Jambi 2016


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang. Dimana tingkat produktivitas rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal ini disebabkan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, sedangkan disisi lain kesempatan kerja sangat sedikit sekali. Jumlah penduduk yang meningkat mengakibatkan penawaran tenaga kerja meningkat pula, tanpa diikuti dengan peningkatan kesempatan kerja.

Perkembangan penduduk yang pesat menghambat pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja menurun. Apabila tingkat pertumbuhan penduduk lebih besar dari tingkat pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan perkapita menurun. Hal tersebut mengakibatkan tingkat pendapatan perkapita dari waktu ke waktu akan terus menurun sampai tingkat keseimbangan yang rendah, dimana pendapatan hanya cukup untuk konsumsi.

Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim usaha yang dapat menggairahkan investasi. Pada umumnya yang dijadikan sasaran bukan hanya masyarakat atau kalangan usaha swasta dalam negeri, tetapi juga dari kalangan dunia usaha dari luar negeri (Investor asing).

Harrod-Domard mengatakan bahwa investasi memainkan peranan ganda. Di suatu sisi investasi akan meningkatkan kemampuan produktif (productive


(3)

capacity) dalam perekonomian, sementara disisi lain investasi juga akan menciptakan permintaan (demand creating) didalam perekonomian. Oleh karena itu, H-D menyatakan bahwa investasi merupakan faktor penentuan yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi (Haryadi, 2005).

Bila hanya mengandalkan perekonomian yang ditopang oleh tingkat konsumsi yang tinggi tanpa diimbangi oleh tingkat investasi yang tinggi pula, maka hanya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Sedangkan pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh investasi akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan demikian jelas bahwa investasi sangat diperlukan dalam mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia.

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dapat meningkatkan pendapatan per kapita suatu masyarakat yang terus meningkat dalam jangka panjang. Sedangkan laju pembangunan ekonomi sering diukur dari pendapatan nasional atau dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk membangun pertumbuhan perekonomian yang maju didalam suatu negara melalui investasi, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan faktor yang mempengaruhi investasi asing di Indonesia. Bahwa tingkat pendapatan yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut dan akan memperbesar permintaan terhadap barang dan jasa. Maka keuntungan perusahaan akan


(4)

bertambah tinggi dan ini akan mendorong di lakukannya investasi, Boediono (1992).

Menurut haryadi (2007), kurs atau nilai tukar yang merupakan harga mata uang suatu negara terhdap mata uang negara lain atau dapat diartikan sebgai jumlah suatu mata uang lain. Kurs memainkan peranan sentral dalam perdagangan internasional karena kurs merupakan alat untuk membandingkan nilai atau harga seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara. Kurs rupiah sebagai faktor utama ekonomi dalam negeri mengacu terhadap pergerakan dolar AS. Nilai tukar rupiah sejatinya terus bergerak setiap hari hampir fluktuatif dan sama hal nya dengan mata uang lainnya di dunia.

Menurut Teori Klasik tingkat suku bunga yang merupakan alat pengukur nilai dalam melakukan transaksi, sebagai alat pertukaran untuk memperlancar transaksi barang dan jasa, maupun sebagai alat penyelesaian hubungan hutang-piutang yang menyangkut masa depan.

Pada era sebelum krisis ekonomi, perkembangan Investasi mengalami pertumbuhan yang relatif sangat pesat. Indonesia bahkan telah menjadi salah satu negara tujuan utama Penanaman Modal Asing (PMA) di dunia. Kondisi ini jauh berbeda dengan perkembangan investasi setelah krisis ekonomi.

Walaupun satu atau dua tahun setelah krisis 1998, ekonomi Indonesia sudah kembali menunjukan pertumbuhan ekonomi yang positif. Namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata pertahun relative masih lambat. Sebelum Indonesia di landa krisis ekonomi, rata-rata pertumbuhan penanaman modal asing


(5)

(PMA) di Indonesia adalah 41,66%. Sedangkan setelah krisis ekonomi, rata-rata pertumbuhan penanaman modal asing (PMA) yang ditunjukan adalah 20,46%.

Pada tahun 1990, investasi dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) di Indonesia menunjukan angka sebesar 29,956,2 Juta US$, di tahun 1991 sampai dengan tahun 1993 angka yang ditunjukan mengalami penurunan 8,141,8 Juta US$. Memasuki tahun 1994 penanaman modal asing (PMA) mengalami kenaikan 23,724,3 Juta US$. Angka penanaman modal asing (PMA) terus mengalami kenaikan sampai dengan tahun 1995 dengan angka yang ditunjukan yaitu 39,914,7 Juta US$. Pada tahun 1996, nilai investasi mengalami penurunan hingga mencapai angka 29,931,4 Juta US$. Dan nilai investasi mengalami fluktuasi kenaikan dengan angka yang di tunjukan 33,832,5 Juta US$ di tahun 1997.

Pada era krisis ekonomi di tahun 1998, nilai investasi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia mengalami penurunan yang sangat tajam hingga mencapai angka nilai 13,563,1 dan di susul di tahun 1999 dengan angka 10,890,6 Juta US$. Dua tahun setelah krisi ekonomi, Investasi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia sudah kembali menunjukan pertumbuhan ekonomi yang positif. Namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata pertahun relative masih lambat.

Memasuki tahun 2000, angka penanaman modal asing (PMA) menunjukan nilai 15,413,1 Juta US$. Di tahun 2001, angka pertumbuhan investasi mengalami sedikit penurunan dengan nilai 15,043,9 Juta US$. Pada tahun 2002, nilai menanaman modal asing (PMA) di Indonesia mengalam penurunan yang sangat


(6)

tajam dari tahun-tahun sebelumnya. Penurunan nilai mencapai angka 9,744,1 Juta US$.

Terjadi kenaikan angka pada nilai penanaman modal asing (PMA) di Indonesia pada tahun 2003 sebesar 14,300,8 Juta US$. Dan di tahun 2004 angka menunjukan penerunan dengan nilai 10,470,1 Juta US$. Pada tahun 2006 dan 2007 angka yang di tunjukan mencapai nilai 15,223,9 Juta US$. Terjadi fluktuasi angka yang di tunjukan pada tahun 2008 sampai dengan 2011, dengan nilai 14,871,4 Juta US$ di tahun 2008. Dan mengalami penurunan pertumbuhan investasi hingga 49,92%, dan di tahun 2011 dengan kenaikan angka yang di tunjukan pada nilai 19,474,5 Juta US$.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa tingkat pertumbuhan investasi sebelum krisis ekonomi adalah 41.66% pertahun, sedangkan setelah krisis menunjukan rata-rata hanya sebesar 20.46% pertahun. Ini menunjukan bahwa investasi di Indonesia sebelum krisis mengalami peningkatan rata-rata sebesar 41.66% pertahun. Selanjutnya jika kita lihat pertumbuhan ekonomi setelah krisis terjadi penurunan rata-rata yaitu 20.46% pertahun.

Karena itu ingin diteliti apakah pertumbuhan ekonomi di dindonesia di pengerahui oleh investasi terutama Penanaman Modal Asing (PMA), karena investasi memiliki peran yang sangat besar bagi pemulihan dan pertumbuhan perekonomian di Indonesia, maka penulis mengangkat Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi bahan penelitian dengan judul: “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA.”


(7)

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian yang tersaji dalam latar belakang diatas maka disini penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan di ulas selanjutnya yaitu :

1. Sektor apa saja yang paling diminati Penanaman Modal Asing (PMA) dalam Investasi di Indonesia?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia?

1.3. Tujuan

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor apa saja yang paling diminati Penanaman Modal Asing (PMA) dalam Investasi di Indonesia.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor apa saja yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

a) Secara Akademis

Diharapkan dapat bermanfaat bagi bahan masukan informasi penelitian berikutnya, terutama yang berkaitan dengan analisis fator-faktor penanaman modal asing (PMA) di Indonesia.


(8)

b) Secara Praktis

Dapat dijadikan bahan masukan dan informasi untuk keperluan perumusan kebijakan yang terkait dengan analisis penanaman modal asing (PMA) di Indonesia.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Investasi

Investasi menurut Hendra Esmara (1998) merupakan motor pengembangan kehidupan ekonomi yang di dalamanya membawa juga perubahan system ekonomi yang bersangkutan, sehingga investasi disebut juga sebagai agent of changes. Dalam arti sempit adalah pertambahan modal (capital) yang mengakibatkan pertambahan kekayaan suatu negara baik berupa bangunan, mesin-mesin, jembatan, irigasi dan sebagainya. Sedang secara luas adalah segala usaha yang bersifat non fisik seperti investasi sumberdaya manusia (human investment), penelitian dan berbagai kegiatan sejenis.

Menurut Sadono (1994) investasi adalah sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang- barang modal perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Investasi merupakan suatu variabel yang sangat penting dalam perekonomian dunia dimana investasi merupakan penanaman modal untuk satu atau lebih aktivitas yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapat keuntungan di masa yang akan datang.

Tersedianya investasi yang besar di harapkan menjadi langkah awal dari kegiatan pembangunan ekonomi. Salah satu komponen PDB yang paling mudah


(10)

berubah ialah investasi. Jika pengeluaran terhadap barang dan jasa turun selama resesi maka penurunannya biasanya berkenaan dengan jatuhnya pengeluaran untuk investasi. Terdapat faktor-faktor penentu investasi menurut Herlambang (2000):

1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan di peroleh

2. Tingkat bunga

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan

4. Kemajuan teknologi

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan

Menurut Herlambang (2000) terdapat beberapa macam kriteria investasi, diantaranya adalah :

1. Produktivitas Marjinal Sosial; menurut kriteria ini investasi harus dilakukan pada berbagai bidang dan arah yang mempunyai produktivitas marjinal social ekonomi yang tinggi. Beberapa asas menurut kriteria ini adalah :

a) Investasi harus di arahkan pada penggunaan yang paling produktif sehingga rasio output (current output) terhadap investasi menjadi maksimum atau sebaliknya.

b) Investasi harus dilakukan terehadap proyek yang akan dimanfaatkan secara optimum (Ratio Invesment Maximum).


(11)

c) Proyek investasi harus diseleksi sehingga menghasilkan barang-barang yang diperlukan oleh masyarakat dan meningkatkan ekonomi eksternal lebih luas.

d) Proyek investasi adalah proyek yang di rancang paling banyak menggunakan bahan baku didalam negeri dan berbagai supply lainnya.

e) Industri harus diarahkan pada industri yang hemat devisa, megurangi neraca pembayaran dan memaksimumkan barang-barang ekspor terhadap investasi.

2. Over head ekonomi dan social pertimbangan pokok dalam memilih industri pada saat pengambilan keputusan investasi adalah prospek-prospek ekonomi eksternal.

3. Pertumbuhan berimbang investasi digunakan untuk perkembangan yang menyeluruh dan serentak di berbagai sector ekonomi.

4. Pilihan dilakukan pada proyek yang padat modal atau padat karya tergantung pada tujuan ekonomi Negara yang bersangkutan.

5. Rasio modal output investasi harus dibatasi pada proyek-proyek yang memperkecil rasio modal output karena semakin rendah rasio modal output maka semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi.

Iklim investasi yang sehat dapat terwujud apabila masalah-masalah yang dihadapi dapat diselesaikan, adapun masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah investasi menurut Cornelis (1995) pada uraian ialah :


(12)

1. Masalah perijinan dan pungutan-pungutan; Panjangnya rantai birokrasi dan banyaknya biaya-biaya pungutan menimbulkan masalah ketidak pastian usaha. Oleh karena itu masalah birokrasi dan banyak pungutan harus di hilangkan.

2. Masalah infrastruktur; Masalah ini merupakan salah satu problematik besar dalam menarik minat investasi karena mereka menganggap infrastruktur fasilitas jalan-jalan di Indonesia yang buruk, listrik yang sering kali padam dan tidak mencukupi kebutuhan industri menjadi faktor utama dalam investasi. Sehingga banyak perusahaan yang terpaksa mencukupi kebutuhan listrik sendiri.

3. Masalah perburuhan, karena adanya masalah perburuhan maka perlu dibuat undang-undang yang adil bagi pihak buruh maupun pengusaha, sehingga pihak buruh dan pengusaha tidak merasa dirugikan.

4. Masalah kepastian hukum dan keamanan atau stabilitas social politik; Iklim investasi yang sehat tentu saja akan membawa dampak adanya peningkatan modal asing maupun modal dalam negeri.

Teori investasi menurut John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas konsep efisiensi marjinal capital (Marginal efficiency of capital atau MEC) dan hubungan antara permintaan investasi dan tingkat bunga. Melalui pendekatan MEC keputusan melakukan investasi atau tidak itu berdasarkan perbandingan antara besarnya keuntungan yang diharapkan dan biaya penggunaan dana atau tingkat bunga.


(13)

Tingkat keuntungan yang diharapkan ini disebut dengan istilah Marginal efficiency of capital (MEC). Bila keuntungan yang diharapkan lebih besar dari tingkat bunga maka investasi boleh dilakukan. Namun apabila MEC sama dengan tingkat bunga maka investasi tidak boleh dilakukan.

Teori investasi menurut Akselerator memusatkan perhatiannya pada hubungan antara permintaan akan barang modal (capital goods) dan permintaan akan produk akhir (final product) dimana permintaan akan barang modal dilihat sebagai peremintaan turunan (derived demand) dari permintaan akan barang atau produk akhir.

Teori Neoklasik tentang investasi ini merupakan teori tentang akumulasi capital optimal. Menurut teori ini, stok capital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga dari jasa capital relative terhadap harga output. Berbeda dengan teori Akselerator, teori Neoklasik ini mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan faktor penentu dari stok capital yang diinginkan. Jadi, kebijakan moneter melalui efek atau pengaruhnya atas tingkat suku bunga dapat mempengaruhi stok capital dan investasi yang diinginkan.

Harrod-Domard mengatakan bahwa investasi memainkan peranan ganda. Di suatu sisi investasi akan meningkatkan kemampuan produktif (productive capacity) dalam perekonomian, sementara disisi lain investasi juga akan menciptakan permintaan (deman creating) didalam perekonomian. Oleh karena itu, H-D menyatakan bahwa investasi merupakan faktor penentuan yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi, Haryadi (2005).


(14)

Teori pertumbuhan Solow, model ini merupakan Solow memperlihatkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu Negara secara keseluruhan. Model Solow menganggap bahwa penawaran dan permintaan terhadap barang-barang memainkan peranan penting dalam suatu perekonomian. Secara teoritis, penawaran barang didasarkan pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa persediaan output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja.

Modal dalam bentuk investasi akan diperoleh dari tabungan. Tabungan yang tinggi bukanlah suatu hal yang bagus jika tidak diinvestasikan. Artinya, Solow juga memandang bahwa investasi sebagai suatu hal yang penting. Tugas pembuatan kebijakan adalah menetapkan tingkat tabungan yang ideal atau tingkat kondisi mapan dalam perekonomian. Seorang pembuat kebijakan yang jeli akan memilih kondisi mapan dengan tingkat konsumsi tertinggi. Nilai kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi inilah yang disebut modal kaidah emas (Golden Rule Of Capital), Saptopo (2003).

Menurut Herlambang (2000), Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal yang menyangkut penggunaan sumber-sumber seperti peralatan, gedung, peralatan produksi danmesin-mesin baru lainnya atau persediaan yang diharapkan akan memberikan keuntungan dari investasi tersebut.

Investasi merupakan penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu. Selain itu


(15)

investasi dapat juga diartikan sebagai pengeluaran oleh sektor produsen swasta untuk pembelian barang-barang atau jasa-jasa guna penambahan stok barang dan peralatan perusahaan, Dumairy (1997).

Menurut Bank Dunia menyatakan bahwa untuk menciptakan suatu iklim investasi, diperlukansuatu kebijakan investasi yang mampu menangani paling tidak tiga hal, yaitu: biaya, resiko dan pembatasan bagai persaingan. Jika pemerintah tidak mampu menekan biaya, meminimalkan resiko, dan membatasi persaingan, maka investasi baik domestic maupun asing akan sulit untuk ditingkatkan.

Pemerintah dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung biaya investasi, mulai dari korupsi, besarnya tariff, system perpajakan yang tidak konduktif, jasa-jasa public, besarnya bea masuk impor, birokrasi dalam pengurusan izin, tingginya suku bunga dan inflasi, hingga pengeluaran pemerintah untuk pembangunan atau perbaikan infrastruktur.

Tujuan dari berinvestasi adalah mencari laba dimasa depan. Laba atau keuntungan yang akan diperoleh merupakan alas an atau faktor utama dari para investor dalam menentukan investasi. Dengan kata lain pertimbangan paling utama dari penanaman investasi adalah berupa nilai sekarang (present value) dari uang yang akan kita peroleh dimasa datang, atau berupa nilai uang masa mendatang (future value) dari jumlah yang kita investasikan saat ini, Rahardja (2004).


(16)

Tipe pengeluaran investasi menurut Herlambang (2000) :

1. Investasi dalam barang tetap (Business field investment/BFI)

Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis produksi dan perusahaan. Model ini mengasumsikan di dalam perekinomian hanya ada dua jenis perusahaan dalam perekonomian, yaitu production firms dan rental firms. Investasi ini meliputi peralatan dan struktur (equipment and structure) dimana dunia usaha membelinya untuk digunakan dalam produksi.

2. Investasi Perumahan (residential investment)

Perbelanjaan untuk pembangunan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya. Investasi dalam perumahan mencakup pembelian rumah baru baik untuk ditempati atau untuk disewakan kembali. Untuk menyederhanakan diasumsikan seluruh rumah yang dimiliki akan menjadi tempat tinggal.

3. Investasi inventory (Inventory investement)

Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional. Investasi ini seringkali diabaikan karena merupakan komponen terkecil dari pengeluaran yakni sekitar 1% dari GNP. Perubahan inventory ini sering digunakan untuk mengetahui fluktuasi ekonomi.


(17)

Jenis – Jenis Investasi menurut Rahardja (2004):

a) Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Modal dalam negeri adalah bentuk kekayaan yang dapat digunakan langsung dan tidak langsung, dapat dikatakan bahwa capital atau modal terdiri dari barang yang dibuat untuk digunakan produksi di masa yang akan datang. Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi, dengan posisi semacam itu investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.

b) Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan salah satu bentuk investasi. Investasi sendiri lazim disebut penanaman modal atau pembentukan modal. Menurut Todaro (1995) penanaman modal asing merupakan sesuatu yang sangat positif, karena hal tersebut mengisi kekurangan tabungan yang dapat dihimpun dari dalam negeri, menambah cadangan devisa, memperbesar penerimaan pemerintah dan mengembangkan keaahlian manajerial bagi perekonomiaan di negara penerimanya. Seandainya negara tersebut dapat mengisi kekurangan tersebut dengan sumber-sumber fonansial luar negri maka negara tersebut akan lebih berpeluang dalam mencapai sasaran pertumbuhan itu.


(18)

Jenis-jenis Penanaman Modal Asing (PMA) menurut Ganianto (2005):

a. ) Investasi langsunag ( Direct Investment )

Yakni melalui para investor berpartisipasi dalam manajemen perusahaan untuk meperoleh imbalan manajemen perusahaan dan untuk memperoleh imbalan dari modal yang mereka tanamkan.

b. I nvestasi por tofolio (Portofolio Investment)

Yakni pembelian saham dan obligasi yang semata-mata tujuannya untuk meregug hasil dari dana yang ditanamkan. Investasi langsung yang melalui para investor berpartisipasi dalam manajemen perusahaan untuk memperoleh imbalan dari modal yang mereka tanamkan, Salvatore (1997).

Menurut Sukirno (2000), faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah:

1. Tingkat Keuntungan Investasi Di Masa Yang Akan datang

Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh ramalan keuntungan di mana pada masa depan akan memberikam gambaran kepada pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang kelihatannya memiliki prospek yang baik dan dapat dilaksanakan dan besarnya investasi yang harus di lakukan untuk mewujudkan tambahan barang modal yang dibutuhkan. Hal ini berkaitan dengan pengembalian tingkat modal dalam beberapa tahun. Kegiatan investasi dikatakan memperoleh keuntungan apabila pendapatan di masa yang akan dating lebih besar dari yang di investasikan sekarang.


(19)

2. Tingkat Bunga

Tingkat investasi sangat dipengaruhii oleh tingkat bunga dimana jika tingkat bunga mengalami peningkatan maka tingkat investasi akan mengalami penurunan, karena pada saat tingkat suku bunga tinggi akan lebih menguntungkan untuk menanamakan modalnya dalam bentuk tabungan atau deposito.

3. Tingkat Pendapatan Nasional (PDB)

Bahwa tingkat pendapatan yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut dan akan memperbesar permintaan terhadap barang danjasa. Maka keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong di lakukannya investasi.

4. Ramalan Perekonomian Di Masa Yang Akan Datang

Mengingat investasi untuk dapat menghasilkan produksi barang dan jasa dan kembalinya modal akan memakana waktu beberapa tahun. Oleh sebab itu dalam menentukan apakah kegiatan yang dikembangkan akan memperoleh keuntungan atau kerugian, para pengusaha haruslah membuat ramalan-ramalan mengenai keadaan masa depan.

5. Kemajuan Teknologi

Kegiatan pengusaha untuk menggunakan teknologi yang baru dikembangkan dalam kegiatan produksi atau manajemen dinamakan mengadakan pembaharuan-pembaharuan para pengusaha harus membeli barang-barang yang baru dan adakalanya juga harus mendirikan bangunan pabrik atau industry baru


(20)

maka makin banyak pembaharuan yang dilakukan makin tinggi investasi yang harus dicapai.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi di dalam negeri, antara lain menurut Gilarso (2004) ialah :

a) Kestabilan Politik, stabilitas politik dan perekonomian yang sudah menunjukan kestabilan yang mantap selama ini.

b) Kebijakan ekonomi pemerintah, kebijakan dan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang secara terus menerus telah diambil oleh pemerintah dalam rangka menggairahkan iklim investasi.

c) Diberiakannya fasilitas perpajakan khusus untuk daerah tertentu.

d) Tersedianya SDA yang melimpah seperti, minyak bumi, gas, bahan tambang dan hasil hutan maupun iklim dan letak geografis serta kebudayaan dan keindahan alam Indonesia.

e) Tersedianya SDM dengan upah yang kompetitif memberikan pengaruh terhadap peningkatan minat investor pada proyek-proyek yang bersifat padat karya, seperti industry tekstil, industry sepatu dan mainan anak-anak.


(21)

2.2. Kurs Rupiah

Menurut haryadi (2007), kurs atau nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain atau bisa diartikan sebagai jumlah suatu mata uang lain. Kurs dapat berubah dengan cepat tergantung kepada permintaan dan penawaran dimasing-masing negara. Kurs tengah atau kurs beli merupakan kurs rata-rata gabungan dari kurs valuta asing yang berasal dari berbagai sumber seperti bank. Kurs ini memainkan peranan sentral dalam perdagangan internasional karena kurs merupakan untuk membandingkan nilai atau harga seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara.

Kurs rupiah merupakan nilai mata uang rupiah saat ini yang dibandingkan dengan mata uang negara lain, misal nilai tukar rupiah sebesar Rp.9000 atas US Dollar, artinya setiap US$ 1 sama nilainya dengan Rp.9.000. Nilai tukar kurs yang dulu pernah jatuh sangat tinggi kini sudah berhasil memasuki nilai di bawah Rp.10.000 atas kurs dollar. Faktor penggerak kurs rupiah :

Kurs rupiah sebagai faktor utama ekonomi dalam negeri mengacu terhadap pergerakan dolar AS. Nilai tukar rupiah sejatinya terus bergerak setiap hari hampir fluktuatif dan sama hal nya dengan mata uang lainnya di dunia. Kurs rupiah di bank terhadap Dollar terus berubah-ubah, menurut Ganianto (2005) dalam hal ini pergerakan kurs rupiah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti berikut ini :


(22)

Faktor Dalam Negeri

a) Kecenderungan pengaruh Inflasi yang meningkat perbulan atau pertahun. b) Timbulnya dampak negatif pada neraca perdagangan terutama

perdagangan migas dalam hal ini harga minyak dunia.

c) Adanya keresahan pada masyarakat terhadap kelangkaan Bahan Bakar Minyak.

d) Timbul respon negatif dari kenaikan harga minyak secara signifikan.

e) Nilai rupiah sudah terlampau dibawah sehingga akan muncul aspek positif terhadap penguatan kedepannya.

Faktor Luar Negeri

a) Mata uang di dunia melemah terhadap dolar AS. b) Perekonomian Amerika yang cenderung membaik.

c) Amerika memiliki tingkat suku bunga yang terus naik.

Faktor ekonomi yang sangat penting dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi antar negara adalah fluktuasi nilai tukar mata uang (kurs) suatu negara terhadap nilai mata uang negara lain di samping faktor-faktor ekonomi lainnya. Fluktuasi kurs berpengaruh terhadap kinerja neraca pembayaran internasional suatu perekonomian disamping pengaruhnya terhadap variabel-variabel makro ekonomi lainnya.


(23)

Fluktuasi kurs berpengaruh terhadap kinerja neraca pembayaran internasional suatu perekonomian disamping pengaruhnya terhadap variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Fluktuasi nilai kurs akan mempengaruhi intensitas dan volume perdagangan antar negara karena perubahan nilai mata uang secara otomatis akan berpengaruh terhadap harga dan pada gilirannya pada daya saing produk negara tersebut di pasar internasional.

Fluktuasi nilai kurs dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental ekonomi, sentimen dan risiko pasar, dan kebijakan di bidang nilai tukar. Pergerakan nilai kurs dipengaruhi oleh posisi neraca pembayaran internasaional (balance of paymentng) yang juga ditentukan oleh keadaan pada neraca modal (capital account) dan neraca transaksi berjalan (current account), Mishkin (2001).

Fluktuasi kurs rupiah dipengaruhi baik oleh kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal. Sejalan dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Sentral mengenai efektifitas kebijakan moneter pada sistem nilai tukar mengambang otoritas moneter telah mengubah sistemoperasi kebijakan moneter dari system operasi berdasarkan intermediate targeting yang diterapkan selama penerapan system nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistem operasi berdasarkan inflation targeting.

Menurut Sukirno (2004), kurs mata uang asing menunjukan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestic yang


(24)

dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit asing.

Menurut Gilarso (2004), kurs valuta asing adalah harga pada transaksi mata uang atau harga dari suatu mata uang lain serta menunjukan jumalah satuan valuta asing yang dipersiapkan oleh para pembeli dan penjual untuk dipertukarkan dengan mata unag domestic atau satu unit valuta asing lainnya.

Terdapat tiga jenis sistem nilai tukar menurut Gilarso (2004) yaitu :

1. Standar emas. Berdasarkan Berdasarkan sejarah, salah satu nilai tukar yang paling penting adalah standar emas. Pada system ini setiap negara menetapkan mata uangnya dalam satuan emas tertentu, kemudian membentuk nilai tukar secara tetap dengan negara-negara lainnya pada standar emas.

2. Kurs mengambang bebas adalah kurs yang ditentukan semata-mata oleh penawaran dan permintaan tanpa adanya intervensi pemerintah, atau dengan kata lain harga akan ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.

3. Kurs mengambang terkendalai adalah jiika oemerintah mengintervensi pasar valuta asing dengan tujuan mempengaruhi kursnya. Dalam system kurs mengambang yang bebas, pemerintah bersikap pasif. Pemerintah membiarkan saja valuta asing menetapkan sendiri nilai mata uangnya.


(25)

Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika terhadap investasi bagi perusahaan PMA, krisis ekonomi justru memberi dampak positif dalam hal penurunan nilai tukar mata uang negara dimana penerima membuat ongkos produksi dan nilai asset perusahaan menjadi berkurang. Hal itu karena tak lain secara teoritis PMA menjadi lebih kaya yakni memiliki daya beli didalam negeri yang lebih besar dengan begitu maka nilai investasi bertambah.Sehingga bila nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika naik maka investasi turun. Dan bila nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika turun maka investasi akan naik. Gilarso (2004).

2.3. Produk Domestik Bruto (PDB)

Pertumbuhan Ekonomi menurut Amir (2007) merupakan salah satu indicator yang amat penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu Negara atau suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi menunjukan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu.

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam satuan peridode tertentu ditunjukan oleh data Produk Domestik Bruto, baik atas haraga berlaku maupun atas harga dasar konstan. Menurut


(26)

Partadireja, PDB diartikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

Teori Schumpeter menekankan pentingnya peranan pengusaha di dalam menciptakan Pertumbuhan Ekonomi. Dalam teori ini ditunjukan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus menerus membuat pembaruan dan inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi sepeti memperkenalkan barang-barang baru, memperluas suatu barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi perusahaan dengan tujuan mempertinggi efisiensinya.

PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan haraga pada setiap tahun, sedangkan PDB atas harga konstan menunjukan nilai tambah pada barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDB atas harga berlaku dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Produk Domestik Bruto adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan dalam perekonomian suatu negara di dalam masa satu tahun. PDB didalamnya merupakan pendapatan faktor produksi milik bangsa Indonesia yang berada di dalam negeri ditambah milik bangsa asing di dalam negeri. PDB dihitung biasanya dengan menggunakan dua keterangan menurut patokan harga yang dipakai yaitu, Boediono (1981) :


(27)

a. Harga KonstanPDB

PDB hkx = 1000*PDB hkx IHKx

b. Harga Berlaku

PDB HBX = PDB HKX * IHK X 1000

Dimana :

HK x : Harga Konstan

HB x : Harga Berlaku

IHK : Indeks Harga Konstan

1000 : Indeks Harga Konstan Tahun Dasar

X : Tahun Tertentu

PDB menurut harga berlaku, nilai barang dan jasa dihitung berdasarkan pada tahun yang bersangkutan, yang berarti termasuk kenaikan harga-harga. Sedangkan menurut harga konstan, nilai barang dan jasa yang dihasilkan dihitung berdasarkan pada tahun dasar tertentu, cara perhitungan atas dasar harga konstan ini menghilangkan pengaruh inflasi yang dikatakan menunjukkan nilai riil (nyata).

Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi yang teguh merupakan tujuan jangka panjang suatu negara secara makro. Dari suatu periode ke periode lainnya.


(28)

Faktor-faktor produksi mengalami pertambahan dalam kualitas dan kuantitasnya. Pertambahan penduduk pada akhirnya akan menambah keterampilan dan kemampuan tenaga kerja. Penawaran modal, menambah barang-barang modal dan meningkatkan penggunaan teknologi yang lebih modern. Keahlian usaha akan semakin berkembang. Berbagai perkembangan dan perbaikan ini akan menambah kemampuan suatu negara untuk memproduksi barang dan jasa. Sukirno (2000).

Teori Harrod-Domar melihat persoalan pertumbuhan itu dari segi permintaan. Pertumbuhan ekonomi hanya berlaku apabila pengeluaran agregat melalui kenaikan investasi dan pertambahan secara terus menerus pada tingkat pertumbuhan yang ditentukan oleh tingkat pertumbuhan itu dinamakan tingkat pertumbuhan yang perlu diijamin atau warranted rate of growth.

Menurut teori pertumbuhan neo klasik yang dipandang dari sudut pandang yang berbeda yaitu dari segi penawaran. Teori ini dikembangkan oleh Abramovist dan slowo seorang akademis yang menurutnya, Pertumbuhan Ekonomi tergantung kepada perkembangan faktor-faktor produksi dalam persamaan, seperti Pertumbuhan Ekonomi tergantung pada penanaman modal dan produktivitas modal marginal, penambahan tenaga kerja dan perkembangan teknologi. Sukirno (2000).

Secara umum pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa. Dengan perkataan lain arah dari pertumbuhan ekonomi lebih kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya dihitung dengan


(29)

menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang akhir dan jasa (final goods and service) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu dan biasanya satu tahun.

Secara singkat Pertumbuhan Ekonomi adalah proses kenaikan produksi (output) perkapita dalam jangka panjang, Boediono (1992). Dengan demikian, ada tiga aspek yang terkait dalam Pertumbuhan Ekonomi tersebut yaitu :

1. Proses, dalam arti bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.

2. Aspek output perkapita yaitu output total dibagi dengan jumlah penduduk.

3. Aspek perspektif waktu jangka panjang yakni, adanya kecenderungan kenaikan keluaran (output) perkapita dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Pengaruh produk domestik bruto (PDB) terhadap investasi. Konsep produk domestik bruto adalah salah satu konsep perhitungan akan pendapatan nasional yang paling penting dibandingkan dengan konsep perhitungan pendapatan naional lainnya. Produk domestik bruto dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksian di dalam negara dalam satu tahun tertentu Sukirno (2004). Ada 3 pendekatan dalam menghitung produk domestik bruto suatu negara, yaitu dengan pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran dan pendekatan produksi.


(30)

Produk domestik bruto dapat menggambarkan pendapatan nasional suatu negara. Sadono Sukirno (2004) dalam bukunya menyatakan bahwa dengan tingkat pendapatan nasional yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan masyarakat, dana selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadapa barang-barang dan jasa-jasa. Maka keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi.

PDB merupakan salah satu indikator penting dalam menggambarkan kondisi ekonomi dalam periode tertentu. PDB adalah nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi didalam suatu daerah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

Hubungan antara PDB dengan investasi adalah positif yang berarti bila PBD naik maka investasi juga akan naik. Menurunnya tingkat pendapatan mempunyai arti turunnya permintaan barang dan jasa lebih sedikit sehingga tidak diperlukan adanya tambahan modal lagi.

2.4. Suku Bunga

Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).


(31)

Faktor –faktor yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga (pinjaman) menurut Mankiw (2007) adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan dana

Apabila bank kekurangan dana, sementara pemohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkat kan suku bunga simpanan. Peningkatan bunga simpanan secara atomatis akan meninkat pula bunga pinjaman.

2. Persaingan

Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memerhatikan pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, maka jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan diatas bunga pesaing misalnya 16%. Namun sebliknya untuk bunga pinjaman kita harus berada dibawa bunga pesaing.

3. Kebijakan pemerintah

Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

4. Harga laba yang di inginkan

Sesuai dengan target yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar, maka bunga ikut besar dan sebaliknya.

5. Jangka waktu

Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besar kemungkinan resiko dimasa akan datang.


(32)

6. Kualitas jaminan

Semakin likuid jaminan yang diberikan, semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya.

7. Reputasi perusahaan

Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungknan risik macet kredit dimasa mendatang relatif kecil dan sebaliknya.

8. Produk yang kompetitif

Produk yang dibiayai tersebut laku dipasaran. 9. Hubungan baik.

Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan keaktifan dan loyaritas nasabah yang bersangkutan dengan pihak bank. Nasabah utama biasanya mempunya hubungan yang baik denga pihak bank sehingga dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.

10. Jaminan pihak ketiga

Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada penerima kredit.biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafid, baik dari segi kemampuan membayar , nama baik maupun loyaritasnya terhadap bank, maka bunga yang dibebankanpun berbeda.


(33)

Adapun beberapa fungsi dari suku bunga :

a) Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.

b) Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.

c) Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.

Menurut Teori Klasik, teori tingkat suku bunga merupakan teori permintaan penawaran terhadap tabungan. Teori ini membahas tingkat suku bunga sebagai suatu faktor pengimbang antara permintaan dan penawaran daripada investable fund yang bersumber dari tabungan. Fungsinya yang menonjol dari uang dalam teori ekonomi klasik, adalah sebagai alat pengukur nilai dalam melakukan transaksi, sebagai alat pertukaran untuk memperlancar transaksi barang dan jasa, maupun sebagai alat penyelesaian hubungan hutang-piutang yang menyangkut masa depan.


(34)

Teori penentuan tingkat suku bunga menurut Keynes dikenal dengan teori liquidity prefence. Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga semata-mata merupakan fenomena moneter yang mana pembentukannya terjadi di pasar uang. Artinya tingkat suku bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang. Dalam Konsep Keynes, alternatif penyimpangan kekayaan terdiri dari surat berharga (bonds) dan uang tunai. Asumsi Teori Keynes adalah dasar pemilikan bentuk penyimpangan kekayaan adalah perilaku masyarakat yang selalu menghindari resiko dan ingin memaksimumkan keuntungan.

2.4.1. Teori klasik pengaruhnya tingkat bunga terhadap investasi

Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk investasi guna menambah tabungan. Investasi juga tergantung atau merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga semakin kecil. Alasan seseorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasi, apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayar untuk dana investasi. Yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana (cost of Capital). Makin rendah tingkat bunga pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana yang juga makin kecil. Tingkat bunga dan keadaan keseimbangan (artinya tidak ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan pengusaha untuk melakukan investasi.


(35)

2.4.2. Teori Keynes pengaruhnya tingkat bunga terhadap investasi

Keynes mempunyai pandangan yang berbeda tingkat, tingkatbunga, katanya merupakan suatu fenomena moneter artinya tingkat bunga di tentukan oleh penawaran dan permintaan uang. (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan mengadakan investasi dan dengan demikianakan mempengaruhi GNP, Nopirin (1996). Menurut Keynes, uang adalah salah satu bentuk yang dimiliki oleh seseorang (portofolio). Seperti halnya kekayaan dalam bentuk tabungan, saham atau surat berharga lainnya, keputusan masyarakat mengenai bentuk susunan atau komponen dari pada kekayaan mereka besar dari kekayaan masyarakat akan di wujudkan dalam bentuk uang kas, tabungan atau surat berharga yang akan menentukan tinginya tingkat bunga. Tingkat bunga disini adalah tingkat bunga rata-rata dari segala macam surat berharga yang beredar dalam masyarakat.

Menurut Nopirin (1996) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan pada pemberi pinjaman atas investasi. Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati di pasar. Sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat suku bunga dan investasi dapat menggunakan konsep efisiensi investasi marjinal atau dengn kurva MEI dimana menjelaskan bahwa investasi akan dilakukan oleh investor jika tingkat


(36)

pengembalian modal lebih besar atau sama dengan tingkat suku bunga. Apabila tingkat suku bunga lebih besar dari pada tingkat pengembalian modal maka investasi tidak akan dilakukan oleh investor.

2.5. Penelitian Terdahulu

Ganiato (2005), telah melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia. Dalam penelitiannya menghasilkan hasil variabel PDB harga konstan berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMA di Indonesia, sedangkan variabel nilai kurs Rupiah terhadap dollar Amerika berpengaruh negative dan signifikan terhadap PMA di Indonesia.

Menurut Sarwedi (2000) dengan mengambil judul Investasi Asing Lansung di Indonesia dan Faktor yang Mempengaruhinya . Dalam penelitiannya tersebut Sarwedi menganalisis bahwa variabel (PDB) berpengaruh secara nyata terhadap investasi asing langsung di Indonesia. Sedangkan tingkat suku bunga dalam negeri berpengaruh secara negatif dan elastis terhadap investasi asing langsung tanah air.

Menurut Muwarni (2007), menganalisis pengaruh dari suku bunga domestik, produk domestik bruto, dan nilai tukar terhadap penanaman modal asing (PMA) di Indonesia. Diketahui bahwa produk domestik bruto dan suku bunga domestik berpengaruh signifikan dan positif terhadap penanaman modal


(37)

asing di Indonesia. Sedangkan nilai tukar tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap penanaman modal asing di Indonesia.

Tri Rahayu (2010) dalam penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing di Indonesia, memberikan kesimpulan bahwa variabel PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap penanaman modal asing di Indonesia.

2.6. Kerangka Pemikiran :

2.7. Hipotesis :

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah di uraikan di atas, maka di ajukan hipotesis sebagai berikut : di duga bahwa Suku Bunga Domestik dan Kurs Rupiah terhadap Dollar berpengaruh negatif terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia. Sedangkan Produk Domestik Bruto (PDB) di duga berpengaruh positif terhadap Penamanamn Modal Asing (PMA) di Indonesia.

Penanaman Modal Asing

(PMA)

Produk Domestik Bruto (PDB) Kurs

Rupiah

Suku Bunga Domestik


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitianm ini merupakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, biasanya dalam bentuk publikasi. Juga di lakukan studi kepustakaan dengan mempelajari referensi-referensi yang ada relevansinya dengan penelitian yang dilakukan.

3.2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Investasi dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia selama periode 2000-2011 (Dalam Juta Rupiah)

2. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Periode 2000-2011 3. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Periode 2000-2011 4. Suku Bunga Domestik selama periode 2000-2011

Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari : 1. Badan Pusat statistik (BPS)

2. Bank Indonesia


(39)

3.3. Metode Analisis Data

1. Deskriptif Kualitatif, merupakan analisis yang dilakukan untuk membuat deskriptif suatu gambaran mengenai perkembangan variabel yang digunakan dalam penelitian. Analisis ini hanya merumuskan dan mengumpulkan data tabulasi yang ada dan menganalisanya, sehingga memberikan suatu keterangan atau gambaran yang ada. Masalah-masalah tersebut dianalisis dengan menggunakan teori-teori yang ada. Besarnya perkembangan diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Xt - Xt-1

G = X 100 % Xt–1

Dimana :

G : Perkembangan Variabel X : Nilai tahun yang bersangkutan Xt-1 : Nilai tahun lalu

2. Deskriptif Kuantitatif, merupakan analisis yang digunakan untuk melihat secara empiris sejauh mana pengaruh variabel bebas/independent (X) terhadap variabel terikat/dependent (Y) yang terpilih. Analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode analisis square atau metode kuadrat terkecil. Dengan menggunakan alat uji eviews Persamaan regresi yang telah diestimasi dapat kita tulis sebagai berikut :


(40)

Keterangan :

Y = Penanaman Modal Asing (PMA)

X1 = Kurs

X2 = PDB

X3 = Suku Bunga

e1 = Variabel penganggu

βo = Konstanta

Metode fungsi di atas Dispesifikasi menggunakan pendekatan linear berganda semi log menjadi :

LogYt = βo + β1 X1t + β2 X2t + β3 X3t + e

Dimana :

LogYt = Nilai Penanaman Modal Asing (PMA) X1 = Suku Bunga Domestik

X2 = Nilai tukar kurs rupiah terhadap dollar Amerika

X3 = PDB harga konstan

βo = Konstanta

β1 β2 β3 X3 = Koefisiensi Regresi


(41)

3.4. Uji Statistik

a. Uji F Statistik (Uji Koefisien Regresi secara keseluruhan)

Uji F digunakan agar terlihat tingkat signifikan pengaruh variabel independen secara bersama - sama terhadap variabel dependen. Nilai F hitung didapat dengan menggunakan rumus :

Fh = R2/(K-1)

(1-R2)/(n-K)

Dimana :

Fh : F hitung

R2 : Koefisien determinasi

K : Jumlah variabel N : Jumlah sampel

Dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho : β1, β2, β3 = 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikat antara variabel

independen dan variabel dependen.

Ho : β1, β2, β3 ≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikat antara variabel independen

dan variabel dependen.

Kriteria pengujian :


(42)

Artinya secara statistik dapat dibuktikan bahwa semua variabel independen tidak berpengaruh secara signifikasi terhadap perubahan nilai variabel dependen (Y).

b. F hitung > F table, maka keputusan adalah menerima hipotesis alternative (Ho), artinya secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap nilai variabel dependen (Y).

b. Uji T Statistik

Uji ini dilakukan agar mengetahui secara parisal seberapa besar pengaruh tingkat signifikan variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk menguji keberartian koefisien regresi digunakan uji t yang kemudian dibandungkan dengan t tabel.

Nilai t hitung diperoleh dari rumus :

Th = βx

Se (βx)

Dimana :

βx : Koefisienregresi

Se : Standar Error

Dengan Hipotesis sebagai berikut :

H0 : βx = 0 Artinya variable-variabel independen tidak berpengaruh secara


(43)

H1 : β1 ≠ 0 Artinya variable independen berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap variable dependen.

Penilaian dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel pada derajat kebebasan (df) dan tingkat keyakinan tertentu dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan hipotesis alternatif ditolak berarti

variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

b. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan hipotesis alternatif diterima berarti

variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian ini berguna untuk mengetahui seberapa besar proporsi sumbangan seluruh variabel independen terhadap variasi naik turunnya variabel dependen. Nilai R2 didapat dengan menggunakan rumus :

R2 = β1Ʃ X1 Yt + β2Ʃ X2 Yt + β3 XƩ 3 Yt

YƩ 2 t

Dimana :

R2 : Koefisien Determinasi

Y1 : Penanaman Modal Asing (PMA) Β1 β2 β3 : Koefisien Regresi


(44)

X2 : PDB

X3 : Suku Bunga

Dengan Syarat 0 ≤ R2 ≥1

3.5. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang tersedia layak digunakan dalam proses pengujian hipotesa melalui model analisis regresi berganda atau tidak. Suatu model regresi dikatakan akurat apabila estimator – estimator dari koefisien regresi memenuhi asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), asumsi tersebut meliputi :

1. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji adanya korelasi antara variabel independen pada model regresi ditentukan. Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Uji multikolinearitas muncul jika terdapat hubungan yang sempurna atau pasti diantara beberapa variabel atau semua variabel independen dalam model. Pada kasus multikolinearitas yang serius, koefisien regresi tidak lagi menunjukan pengaruh murni dari variabel independen dalam model. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dapat dilakukan dengan patokan jika nilai korelasi anatara variabel bebas < 0,85 berarti model lolos dari adanya multikolinearitas, sebaliknya jika lebih besar maka model tidak lolos dari adanya multikolinearitas.


(45)

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu penelitian ke penelitian lain. Jika varians dari residual satu penelitian ke penelitian yang lain tetap, maka disebut Homokedastisitas atau tidak mengandung situasi Heteroskedastisitas. Dasar analisis yang digunakan untuk mendeteksi Heteroskedastisitas adalah jika Obs*R-Squared < X2 tabel berarti tidak ada masalah Heteroskedastisitas, atau bias

dilihat jika probabilita > 0,05 maka data tidak terdapat masalah Heteroskedastisitas.

Untuk mendeteksi adanya Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji white. Uji ini menggunakan residual kuadrat sebagai variabel dependen sedangkan variabel independennya terdiri atas variabel dependen yang sudah ada, ditambah dengan kuadrat variabel independen ditambah lagi dengan perkalian dua variabel independen.

3. Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dimaksudkan agar mengetahui apakah terjadi korelasi antara anggota serangkaian observasi dari rangkaian waktu. Hal ini mempunyai arti bahwa komponen pengganggu dari suatu observasi terhadap observasi selanjutnya yang berurutan tidak berpengaruh atau tidak terjadi korelasi. Terjadinya korelasi menyebabkan model regresi dan test signifikansi menjadi tidak signifikat lagi. Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Lagrange Multiplier (uji LM), dan untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan


(46)

dengan patokan Obs*R-squared hitung < X2 tabel berarti model lolos dari adanya

autokorelasi, atau bisa dilihat jika probabilita > 0,05 maka data lolos dari autokorelasi.

4. Linearitas

Tujuan dari uji ini agar mengetahui apakah model linear yang dispesifikasikan dan di diestimasikan sesuai atau tidak. Sesuai tidaknya bentuk fungsi persamaan regresi dapat diuji dengan menggunakan uji Ramsey Reset. Apabila F statistik < F tabel maka model lolos dari ketidak linearan yang berarti model bersifat linear, atau bisa dilihat jika probabilita > 0,05 maka data bersifat linear.

5. Normalitas

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat penyimpangan terhadap asumsi klasik mengenai variabel kesalahan pengganggu berdistribusi normal. Uji normalitas metode OLS secara formal dapat dideteksi dengan metode yang dikembangkan oleh Jarque Bera. Untuk mengetahui apakah model berdistribusi normal adalah apabila probabilita J-B > 0,05 maka model lolos dari ketidaknormalan.


(47)

3.6. Oprasional Variabel

1. Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman Modal Asing (PMA) dalam penelitian ini adalah nilai Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia tahunanan dalam Juta Rupiah periode tahun 2000– 2011.

2. Kurs rupiah terhadap Dollar AS

Kurs rupiah dalam penelitian ini adalah Nilai Tukar Rupiah terhadap 1 Dollar AS tahunan periode tahun 2000-2011.

3. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) dalam penelitian ini adalah nilai Produk Domestik Bruto harga konstan (PDBHK) periode tahun 2000-2011.

4. Suku Bunga Domestik

Suku Bunga Domestik dalam penelitian ini adalah nilai nilai suku bunga di Indonesia tahunanan periode tahun 2000– 2011.


(48)

BAB IV

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

4.1 Investasi PMA di Indonesia

Peranan PMA di dalam pembangunan perekonomian kita sangatlah besar. Hal itu terlihat dari sumber pembiayaan berbagai sektor kita masih mengandalkan dari PMA. Sedangkan aliran modal asing yang masuk ke Indonesia itu umumnya merupakan pinjaman yang diseratai dengan adanya bunga yang juga harus dikembalikan. Hal ini menunjukan betapa rendahnya daya saing bengsa negara kita di tingkat Internasional. Rendahnya daya saing bangsa kita di tingkat Internasional itu tidak terlepas dari adanya faktor ketergantungan bangsa kita terhadap Amerika Serikat.

Hal itu bisa terjadi karena negara kita memiliki banyak hutang kepada negara tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Hutang yang diberikan oleh Amerika lewat lembaga keuangan internasional seperti IMF, World Bank dan lembaga keuangan lainnya itu digunakan untuk menekan pemerintah Indonesia dalam merumuskan berbagai kebijakan.

Akibatnya berbagai kebijakan pemerintah itu hanya akan menguntungkan pemerintah Amerika dan negara barat lainnya. Ketergantungan Indonesia terhadap negara lain jika tidak mulai di kurangi dari sekarang hanya akan membuat bangsa ini semakin tertinggal dari negara asing yang sudah maju. Ketergantungan negara ini semakin di perparah dengan adanya fakta yang terjadi dimasyarakat yaitu tingginya tingkat konsumsi. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk menabung di


(49)

Indonesia juga membuat tingkat kebutuhan akan investasi di Indonesia bisa terpenuhi dengan adanya peningkatan PMA yang semakin tinggi.

Tabel 4.1. Perkembangan Investasi PMA di Indonesia (Dalam Juta Rupiah) 2000-2011.

Tahun PMA Pertumbuhan (%)

2000 147.888.6 10,748

2001 156.456.5 14,632

2002 87.112.2 15,558

2003 121.056.2 8,590

2004 97.267.2 12,008

2005 134.039.9 9,592

2006 141.245.0 13,262

2007 143.393.9 14,195

2008 162.841.8 14,176

2009 101.661.0 16,182

2010 145.787.2 10,020

2011 169.428.1 14,409

Rata-rata 120.3217 13,942,90

Sumber : (Badan Pusat Statistik) BPS 2011

Investasi Indonesia selama periode 2000 sampai dengan 2011 dengan menggunakan data dalam bentuk Juta Rupiah. Hal ini dapat dilihat pada tabel di atas yang menggambarkan gerak maju investasi PMA di Indonesia. Hasil rata-rata dari investasi PMA dari tahun 2000-2011 adalah 120,3217 Juta Rupiah dengan rata-rata pertumbuhan investasi sebesar 13,942 persen. Investasi merupakan penanaman modal, investasi yang tertnggi terjadi pada tahun 2011 dengan nilai investasi sebesar 169.428.1Juta Rupiah, dengan angka pertumbuhan rata-rata investasi sebesar 13,942 . Hal itu menunjukan pada tahun tersebut investasi Indonesia mengalami peningkatan.


(50)

Sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar 87.112.2 Juta Rupiah, dengan rata-rata pertumbuhan investasi sebesar 15,558, hal tersebut menunjukan pada tahun 2002 investasi mengalami penurunan.

4.2 Kurs Rupiah Terhadap Dollar AS

Amerika serikat dengan mata uang dollarnya menunjukan hubungan kekuatan mata uang dan kekuatan perekonomian negara – negara. Kurs rupiah sebagai faktor utama ekonomi dalam negeri mengacu terhadap pergerakan dolar AS. Nilai tukar rupiah sejatinya terus bergerak setiap hari hampir fluktuatif.

Pergerakan nilai rupiah mengalami fluktuasi yang selalu berubah – ubah setiap tahunnya. Ketika nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap mata uang Dollar AS, maka harga dalam negeri relatif lebih murah di banding harga negara lain, sehingga secara umum akan menimbulkan spekulasi investasi (PMA) yang meningkat di dalam negeri. Hal ini menarik para investor melihat peluang yang baik untuk melakukan penanaman modal di Indonesia.


(51)

Tabel 4.2. Perkembangan Kurs Rupiah Terhadap Dollar AS 2000 – 2011

Tahun (Rp / US$)Kurs Perkembangan (%)

2000 9.595 7,38768634

2001 10.400 8,389786347

2002 8.940 -14,0384615

2003 8.465 -5,31319911

2004 9.290 9,746012995

2005 9.830 5,81270183

2006 9.020 -8,24008138

2007 9.419 4,423503326

2008 10.950 16,25437945

2009 9.400 -14,1552511

2010 8.991 -4,35106383

2011 8.700 -3,2365699

Rata-rata 9416.666667 -0,42802209

Sumber : World Bank, (Diolah)

Dari tabel diatas terlihat pergerakan nilai tukar Rupiah selama tahun 2000 – 2011, dimana pada tahun 2001 nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 8,38% atau turun dari Rp. 9.595 per Dollar AS menjadi Rp. 10.400 per Dollar AS. Kemudian di tahun 2002 dan 2003 Nilai Rupiah terhadap Dollar AS mengalami perubahan yang cukup baik dibanding tahun 2001 yakni di tahun 2002 nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS menjadi Rp. 8.940 per Dollar AS dan kembali terapresiasi ditahun berikutnya yakni 2003 sebesar 51,31% atau mengalami penguatan nilai tukar sebesar Rp. 8.465 per Dollar AS. Di tahun 2004 dan 2005 nilai tukar Rupiah kembali menunjukkan penurunan yakni di tahun 2004 terdepriasi sebesar 9,74% atau mengalami penurunan dimana sebelumnya sebesar Rp. 8.46 per Dollar AS menjadi Rp. 9.290 per Dollar AS dan di tahun 2005 terdepresiasi kembali sebesar 5,81% atau menjadi Rp. 9.830 per Dollar AS.


(52)

Pada tahun 2006 nilai tukar Rupiah kembali mengalami penguatan sebesar 8,24% atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni Rp. 9.830 per Dollar AS menjadi 9.020 per Dollar AS. Namun ditahun 2007 dan 2008 nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS kembali mengalami penurunan dimana ditahun 2007 nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 4,42% dengan nilai tukar rupiah sebelumnya berada di angka Rp. 9.020 per Dollar AS menjadi Rp. 9.419 per Dollar AS ditahun 2008 terdepresiasi sebesar 16,25% atau menjadi Rp. 10.950 per Dollar AS. Namun pada tahun 2009 – 2011 nilai Rupiah mengalami penguatan kembali. Tercatat di tahun 2009 nilai tukar Rupiah terapresiasi sebesar 14,15% atau naik menjadi Rp. 9.400 per Dollar AS, di tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 4,35% menjadi Rp. 8.991 per Dollar AS, dan disusul ditahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 3,23% menjadi Rp. 8.700 per Dollar AS.

4.3 Produk Domestik Bruto (PDB)

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi menunjuk sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukan peningkatan, maka itu menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik.


(53)

Tingkat pertumbuhan ekonomi juga merupakan salah satu indikator bagi penyususnan kebijakan pembangunan dalam ekonomi makro, karena indikator tersebut mengukur hasil-hasil pembangunan secara kuantitas untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dari suatu negara adalah Produk Domestik Bruto (PDB), selain itu data PDB juga digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang bermanfaat bagi pembangunan kearah yang lebih baik pada waktu yang akan datang.

Tabel 4.3. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia 2000-2011

Tahun (Miliyar Rupiah)PDBHK 2000 Ekonomi ( % )Pertumbuhan

2000 1.389.769,9 2,96

2001 1.440.405,7 3,64

2002 1.505.216,4 4,49

2003 1.577.171,3 4,78

2004 1.656.516,8 5,03

2005 1.750.815,2 5,69

2006 1.847.126,7 5,50

2007 1.964.327,3 6,35

2008 2.082.315,9 6,01

2009 2.176.975,5 4,55

2010 2.313.838,0 6,20

2011 2.463.242,0 6,46

Rata-rata 1.579.480,5 5,34

Sumber : www.bps.bps.go.id

Berdasarkan pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan harga konstan dari tahun 2000-2011 mengalami kenaikan dan penurunan yang fluktuasi. Dimana dapat dilihat bawha pada tahun


(54)

2001 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,64%. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi dan juga sebagai motor penggerak utama sebesar dari investasi dan ekspor. Selanjutnya mengalami kenaikan pada tahun 2003 menjadi sebesar 4,78% yang disebabkan tercapainya kondisi ekonomi makro yang stabil dan cenderung membaik. Pada tahun 2008 persentase pertumbuhan ekonomi Indonesia terus bergerak naik sebesar 6,01%. Hal ini merupakan hasil yang baik untuk Indonesia dan menandakan bahwa sedikit demi sedikit sistem ekono mi Indonesia mengalami perubahan yang akan membawa nama baik Indonesia untuk dunia internasional.

Akan tetapi, pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan menjadi sebesar 4,55% dan hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pandangan dunia, karena pada saat itu juga nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga mengalami penurunan yang disebabkan adanya krisis ekonomi yang terjadi pada negara Amerika Serikat.

Pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2010 dan 2011 Indonesia mampu menunjukkan bahwa Indonesia mampu kembali bangkit meningkatkan pertumbuhan ekonominya dengan persentase pertumbuhan pada tahun 2010 sebesar 6,20% yang ditandai dengan semakin tingginya peranan investasi yang sifatnya menambah kapasitas ekonomi.

Pada tahun 2011 tumbuh kembali menjadi 6,46% yang ditandai dengan perbaikan investasi di Indonesia. Sehingga hasil rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 2000 hingga 2011 sebesar 5,34%.


(55)

4.4. Suku Bunga di Indonesia

Perkembangan suku bunga yang tidak wajar secara langsung dapat mengganggu perkembangan perekonomian. Karena disatu sisi, suku bunga yang tinggi akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat. Sementara itu, di sisi lain suku bunga yang tinggi akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh dunia usaha sehingga mengakibatkan penurunan kegiatan produksi di dalam negeri. Menurunnya produksi pada gilirannya akan menurunkan pula kebutuhan dana oleh dunia usaha.

Disisi perbankan, dengan bunga yang tinggi maka bank mampu menghimpun dana untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada dunia usaha. Namun disisi lain dunia usaha, kendati dana kredit perbankan tersedia, beban bunga yang harus mereka tanggung lebih tinggi sehingga dunia usaha cenderung mencari alternatif pendanaan yang lebih murah. Dalam keadaan seperti ini, yang menjadi persoalan bagi perbankan adalah mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dana dunia usaha. Dapat ditambahkan, kecepatan dan ketepatan pelayanan juga merupakan faktor penting yang menentukan permintaan akan kredit. Oleh karena itu, pada saat sekarang ini peran pemerintah juga sangat diperlukan untuk menstabilkan tingkat suku bunga, agar hasrat masyarakat untuk menabung tidak bekurang dan dunia usaha tetap bisa mendapatkan penambahan modal dengan beban bunga yang kecil.


(56)

Tabel 4.4. Perkembangan Suku Bunga di Indonesia 2000 – 2011

Sumber : Bank Indonesia

Pada tahun 2000, suku bunga Bank Indonesia sebesar 14.53 persen dan pada tahun 2001 naik menjadi 17.62. Di tahun 2002 sampai dengan 2014 suku bunga mengalami flkutuasi penurunan menjadi 7.43 persen sehingga para investor sangat terbantu dengan penurunan suku bunga ini. Pada tahun-tahun berikutnya suku bunga mengalami fluktuasi karena keadaan perekonomian Indonesia yang tidak stabil.

Pada tahun 2007, suku bunga Bank Indonesia menurun drastis menjadi sebesar 8 persen sehingga banyak para investor menambah investasinya. Dan pada tahun berikutnya suku bunga mengalami kenaikan dan penurunan yang diakibatkan oleh gejolak-gejolak yang dihadapi dalam negeri maupun luar negeri. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan suku bunga sebesar 10.83 persen.

Tahun Suku Bunga (%) Perkembangan (%)

2000 14.53 81,9

2001 17.62 21.27

2002 12.93 -26.62

2003 8.31 -35.73

2004 7.43 -10.59

2005 12.75 71.6

2006 9.75 -23.53

2007 8 -17.95

2008 10.83 35.38

2009 6.45 -40.44

2010 6.64 2.95

2011 5.04 -24.1


(57)

perekonomian Indonesia mendapatkan ujian yang cukup besar lagi, karena terjadinya krisis ekonomi global yang melanda Amerika Serikat, sahingga berdampak kepada negara-negara sedang berkembang seperti di Indonesia. Dengan terjadinya krisis finansial di Amerika Serikat berdampak kepada anjloknya nilai sekuritas yang ada di pasar modal dan banyak perusahaan besar yang ada di pasar modal mengalami kebangkrutan dan menyebabkan banyaknya terjadi pemberhentian perkerjaan (PHK) bagi para tenaga kerja sehingga meningkatnya angka pengangguran. Hingga di tahun berikutnya suku bunga di Indonesia mengalami fluktuasi penurunan hingga sebesar 5.04 persen di tahun 2011.


(58)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia

Investasi Indonesia selama periode 2000 sampai dengan 2011 dengan menggunakan data dalam bentuk Juta Dollar. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut yang menggambarkan sektor-sektor yang diminati investor asing di Indonesia. Adapun sektor yang paling diminati Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia 2000-2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1. Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia

No Sektor

Nilai Investasi

Rata-rata Tahun

2000-2011 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

329,7 596,1 963,5 147,62 154,2 129,9 813 126,23 506

2 Pertambangan dan Penggalian

66.3 776.3 325.7 817.6 181.3 332.7 222.9 360.8 775

3 Industri 6.334.3 6.093.7 8.312.0 27.225.5 4.515.3 3.831.1 3.357.1 6.779.5 299

4 Transportasi Angkutan

5.865,5 3.107,3 296,0 4.806,5 8.530,0 4.170,3 5.046,2 3.865,6 65.35

5 Listrik, Perdagangan

dan Jasa 1.079,7 22,5 1.180,1 1.447,2 27 349,2 1.428,4 1.864,7 37,53 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sektor yang paling diminati Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia adalah sektor pertambangan dan penggalian, dengan nilai 775 Juta US $. Untuk sektor selanjutnya ialah di bidang sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dengan nilai 506 Juta US $. Selanjutnya sektor yang diminati ialah Industri dengan nilai 299 Juta US $. Sektor


(59)

yang keempat yang di mintai PMA di Indonesia adalah sektor Transportasi Angkutan dengan nilai 65.35 Juta US $. Sektor terakhir ialah Listrik, Perdaganagan dan Jasa, dengan nilai 37.53 Juta US $. Terlihat bahwa sektor yang paling diminati Penanaman Modal Asing (PMA) dalam Investasi di Indonesia periode 2000 sampai dengan 2011 adalah sektor Pertambangan dan Penggalian.

5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi PMA di Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisi faktor-faktor yang mempengaruhi investasi asing atau PMA di Indonesia. Dengan menggunakan variabel dependen Penanaman Modal Asing atau PMA dan variabel independen Kurs, PDB, dan Suku Bunga atau SKB, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5.2. Pengaruh Kurs, PDB, Suku Bunga terhadap PMA di Indonesia Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2855.919 3051.846 0.935800

0.3768

KURS 5.889361 4.988380 1.180616

0.2717

PDB 1763.646 582.6126 3.027133

0.0164

SKB -15.58541 33.80386 -0.461054

0.6570 R2 0.574584

Adjusted R2 0.415054

Durbin-Watson stat 2.053496 F-statistic 3.601714

Dari tabel diatas dapat dibentuk persamaan regresi berganda sebagai berikut :


(60)

R2 = 0.574584

Fhitung = 3.601714

Pada hasil regresi ini dapat dijelaskan bahwa konstanta ( C ) sebesar 2855.919 artinya jika KURS, PDB dan SKB sama dengan nol atau tidak berubah maka PMA secara rata-rata menunjukkan sebesar 2855.919. Untuk melihat nilai koefisian dari masing-masing variabel maka dapat dilihat dibawah ini :

a) Variabel KURS Rupiah Terhadap Dollar As

Nilai koefisien regresi dari nilai Kurs Dollar AS diperoleh koefisien regresi sebesar 5.889361 yang menunjukkan pengaruh yang positif terhadap nilai PMA di Indonesia. Jika nilai Kurs Rupiah meningkat maka nilai PMA di Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini berarti apabila nilai Kurs mengalami apresiasi 1 Rp/$, maka nilai PMA di Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 5.889361 dengan anggapan PDB dan SKB tidak berubah, sebaliknya jika Kurs Rupiah terhadap Dollar AS menurun maka PMA di Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 0.5383230292. Artinya, nilai Kurs Rupiah terhadap Dollar AS memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai PMA di Indonesia sebesar 5.889361.

b) Variabel PDB

Nilai koefisien regresi dari nilai PDB diperoleh koefisien regresi sebesar 1763.646 yang menunjukkan pengaruh yang positif terhadap nilai PMA di Indonesia. Jika nilai PDB meningkat maka nilai PMA di Indonesia akan mengalami peningkatan. Hal ini berarti apabila nilai PDB mengalami peningkatan


(61)

1 Milyar, maka nilai PMA di Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 1763.646 dengan anggapan KURS dan SKB tidak berubah, sebaliknya jika nilai PDB menurun maka nilai PMA di Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 1763.646. Artinya, nilai PDB memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai PMA di Indonesia sebesar 1763.646.

c) Variabel Suku Bunga ( SKB )

Nilai koefisien regresi dari nilai SKB diperoleh koefisien regresi sebesar -15.58541 yang menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap nilai PMA di Indonesia. Jika nilai SKB meningkat maka nilai PMA di Indonesia akan mengalami penurunan. Hal ini berarti apabila nilai SKB mengalami penurunan sebesar 1 %, maka nilai PMA di Indonesia akan mengalami penurunan sebesar -15.58541 dengan anggapan KURS dan PDB tidak berubah, sebaliknya jika nilai SKB menurun maka nilai PMA di Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar -15.58541. Artinya, nilai SKB memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai PMA di Indonesia sebesar -15.58541.

Uji F

Hasil regresi menunjukkan nilai Fhitung sebesar 3.601714 dengan tingkat

kepercayaan 95 %, α = 5 % diperoleh niali Ftabel sebesar 3,49. Hasil regresi

menunjukkan Fhitung > Ftabel maka (Ho) ditolak dan (Ha) diterima yang artinya


(62)

Uji t

a) Untuk Kurs

Hasil regresi menunjukkan nilai thitung sebesar 1.180616 dengan tingkat

kepercayaan 95 %, α = 5 % diperoleh niali ttabel sebesar 1.796. Hasil regresi

menunjukkan thitung > ttabel maka (Ho) ditolak dan (Ha) diterima yang artinya

memiliki pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

b) Untuk PDB

Hasil regresi menunjukkan nilai thitung sebesar 3.027133 dengan tingkat

kepercayaan 95 %, α = 5 % diperoleh niali ttabel sebesar 1.796. Hasil regresi

menunjukkan thitung > ttabel maka (Ho) ditolak dan (Ha) diterima yang artinya

memiliki pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

c) Untuk SKB

Hasil regresi menunjukkan nilai thitung sebesar -15.58541 dengan tingkat

kepercayaan 95 %, α = 5 % diperoleh niali ttabel sebesar 1.796. Hasil regresi

menunjukkan thitung < ttabel maka (Ho) diterima dan (Ha) ditolak yang artinya tidak

memiliki pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Koefisien determinasi

Nilai R2 menunjukkan seberapa besar proporsi variabel bebas terhadap

variabel terikat. Hasil regresi dapat dilihat nilai R2 sebesar 0.574584 ( 57.45

persen ). Artinya proporsi variabel bebas yakni PDB, Kurs dan SKB terhadap variabel terikat PMA di Indonesia sebesar 57.45 persen sedangkan sisanya sebesar


(63)

persen 42.55 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Berdasarkan hasil perhitungan uji J-B diketahui besarnya nilai J-B hitung sebesar 0,755498 nilai ini dibandingkan dengan nilai Chi-Square tabel dengan tingkat keyakinan 95 % ( α = 0.05 ). Nilai J-B hitung > nilai tabel Chi-Square, maka data berdistribusi normal.

2) Uji Autokorelasi

Dari hasil pengujian LM diketahui besarnya nilai X2 hitung sebesar

1.964397 dipeoleh dari Obs*R-square. Sedangkan nilai X2 tabel pada α = 0.05

sebesar 21.03. Karena nilai X2 hitung < X2 tabel, maka dapat disimpulakn bahwa

model lolos dari adanya autokorelasi.

3) Uji Heterokedastisitas

Nilai Chi-Square hitung sebesar 9.277758 yang diperoleh dari informasi Obs*R-square. Sedangkan nilai Chi-Square tabel pada α = 0.05 sebesar 21.03. Karena nilai Chi-Square hitung < Chi-Square tabel maka tidak terdapat masalah heterokedastisitas.

4) Uji Linieritas

Berdasarkan hasil uji statistic Ramsey Reset nilai F statistic sebesar 2.950352 sedangkan F tabel pada tingkat kepercayaan 95 % sebesar 4.07. Karena


(64)

F statistic < F tabel maka tidak terdapat masalah ketidak linieritas ( model bersifat linier )

5) Uji Multikolinieritas

KURS PDB SKB

KURS 1.000000 -0.085437 -0.371875

PDB -0.085437 1.000000 0.036107

SKB -0.371875 0.036107 1.000000

Korelasi antara Kurs dan PDB sebesar -0.085437, korelasi antara Kurs dan SKB sebesar -0.371875 , korelasi antara PDB dan SKB adalah 0.036107. Melihat dari hasil koefisien korelasi antar variabel kurang dari 0.85 artinya tidak terdapat masalah multikolinieritas.


(1)

persen 42.55 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Berdasarkan hasil perhitungan uji J-B diketahui besarnya nilai J-B hitung sebesar 0,755498 nilai ini dibandingkan dengan nilai Chi-Square tabel dengan tingkat keyakinan 95 % ( α = 0.05 ). Nilai J-B hitung > nilai tabel Chi-Square, maka data berdistribusi normal.

2) Uji Autokorelasi

Dari hasil pengujian LM diketahui besarnya nilai X2 hitung sebesar 1.964397 dipeoleh dari Obs*R-square. Sedangkan nilai X2 tabel pada α = 0.05 sebesar 21.03. Karena nilai X2 hitung < X2 tabel, maka dapat disimpulakn bahwa model lolos dari adanya autokorelasi.

3) Uji Heterokedastisitas

Nilai Chi-Square hitung sebesar 9.277758 yang diperoleh dari informasi Obs*R-square. Sedangkan nilai Chi-Square tabel pada α = 0.05 sebesar 21.03. Karena nilai Chi-Square hitung < Chi-Square tabel maka tidak terdapat masalah heterokedastisitas.

4) Uji Linieritas

Berdasarkan hasil uji statistic Ramsey Reset nilai F statistic sebesar 2.950352 sedangkan F tabel pada tingkat kepercayaan 95 % sebesar 4.07. Karena


(2)

F statistic < F tabel maka tidak terdapat masalah ketidak linieritas ( model bersifat linier )

5) Uji Multikolinieritas

KURS PDB SKB

KURS 1.000000 -0.085437 -0.371875

PDB -0.085437 1.000000 0.036107

SKB -0.371875 0.036107 1.000000

Korelasi antara Kurs dan PDB sebesar -0.085437, korelasi antara Kurs dan SKB sebesar -0.371875 , korelasi antara PDB dan SKB adalah 0.036107. Melihat dari hasil koefisien korelasi antar variabel kurang dari 0.85 artinya tidak terdapat masalah multikolinieritas.


(3)

VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukan pada bab sebelumnya, maka ditarik beberap kesimpulan sebagai berikut :

1. Sektor yang paling diminati Investasi PMA di Indonesia periode 2000 sampai dengan 2011 adalah sektor Pertambangan dan Penggalian.

2. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel PDB berpengaruh secara signifikan terhadap PMA di Indonesia. Sedangkan variabel Kurs dan Suku Bunga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PMA di Indonesia.

6.2 Saran

Saran yang ingin dikemukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Akan lebih baik bila pemerintah lebih mempermudah proses maupun kebijakan bagi investor asing yang ingin menanamkan modalnya dalam sektor Pertambangan dan Penggalian di Indonesia.

2. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia maka yang harus dilakukan baik pemerintah ataupun pihak swasta adalah meningkatkan penggunaan teknologi modern dan menimngkatkan produksi barang dan jasa agar dapat menghasilkan tambahan pendapatan negara Indonesia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Amri. 2007. Perekonomian Indonesia. Biografika. Bogor.

Anonim. 2011. Laporan Penanaman Modal Asing (PMA) Indonesia, BPS Provinsi Jambi.

Boediono.1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE. Yogyakarta.

Carles. 2009. Pengaruh PMDN Sektor Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi.

Cornelis, 1995, Perekonomian Indonesia, Edisi Pertama, Yogyakarta.

Dumairy.1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Jakarta.

Esmara, Hendra. 1998. Perencanaan Pembangunan. PAU-EK-UI. Konsep Investasi. Jakarta.

Ganianto. 2005. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia 1982 – 2002. SKRIPSI STIEKER. Yogyakarta. Gilarso. 2004. Pengantar Ekonomi Makro. penerbit kanisius. Yogyakarta.

Haryadi. 2007. Ekonomi Internasional. Fakultas Ekonomi. Universitas Jambi.

Herlambang. 2002. Ekonomi Makro ”Teori Analisis dan Kebijakan.” Gramedia. Jakarta.

Ikodar dan Saptopo. 2003. Daya Saing Indonesia Dalam Menarik Masuk Penanaman Modal Asing Langsung


(5)

Mankiw. 2007. Makro Ekonomi Edisi Keenam. PT. Gelora Aksara Pratama Erlangga. Jakarta.

Mishkin, Frederich. 2001. The Economic of Money, Banking and

Financial Markets. 6th edition. Yogyakarta.

Muwarni. 2007. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Indonesia. Jakarta.

Nopirin. 1996. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro dan Kebijakan. Edisi pertama. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Rahardja. 2004. Teori Ekonomi Makro. Edisi Kedua. FE-UI. Jakarta.

Sarwedi. 2000. Investasi Asing Lansung di Indonesia dan Faktor yang Mempengaruhinya. FE-Jaya Baya. Jakarta.

Salvatore. 1997. Internasional Economics (Fifth Edition). Erlangga. Jakarta.

Sukirno, Sadono.1994. Pengantar Ekonomi Makro. BPFE. Yogyakarta.

Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonomi Modern. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2004. Teori Pengantar Makro Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tri Rahayu. 2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Indonesia.FE-UNY. Yogyakarta.

Todaro. 1995. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Yuliadi, Imamudin. 2009. Perekonomian Indonesia (Masalah dan Implementasi kebijakan). Unit Penerbitan Fakultas Ekonomi (UPFE-UMY). Yogyakarta.


(6)