27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
a. Variabel bebas
Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis dekokta daun Sonchus arvensis
L. level rendah, menengah dan tinggi pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung penelitian ini adalah penurunan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida
setelah pemberian jangka panjang dekokta daun Sonchus arvensis L.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah hewan uji yang digunakan, yaitu tikus dengan galur Wistar, dengan jenis kelamin jantan,
berat badan 150-250 g, dan berumur 2-3 bulan, frekuensi pemberian dekokta daun Sonchus arvensis L., yaitu satu kali setiap hari selama 6 hari berturut-
turut secara per oral, cara pemberian hepatotoksin secara intraperitonial, bahan uji yang digunakan berupa daun Sonchus arvensis L., yang diperoleh dari
Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Januari 2015. b.
Variabel pengacau tak terkendali Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan
patologis tikus jantan galur Wistar yang digunakan sebagai hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Daun Sonchus arvensis L.
Daun Sonchus arvensis L. yang diambil dari herba Sonchus arvensis L. adalah yang berwarna hijau, segar dan disekitarnya terdapat kuncup bunga
dari herba tersebut. b.
Dekokta daun Sonchus arvensis L. Dekokta daun Sonchus arvensis L. didapatkan dengan cara
memanaskan 7,5 g serbuk kering daun Sonchus arvensis L. dalam 50 mL air pada suhu 90°C selama 30 menit sehingga diperoleh konsentrasi dekokta daun
Sonchus arvensis L. 15
b v
. c.
Efek hepatoprotektif Efek hepatoprotektif merupakan kemampuan dekokta daun Sonchus
arvensis L. dengan dosis tertentu yang diberikan selama 6 hari berturut-turut
secara jangka panjang yang melindungi hati dengan cara menurunkan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
d. Jangka panjang
Penelitian ini dilakukan dengan memberikan dekokta daun Sonchus arvensis
L. satu kali setiap hari selama 6 hari berturut-turut secara per oral.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus jantan galur Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 g yang
diperoleh dari daerah Condong Catur, Daerah Istimewa Yogyakarta. b.
Bahan uji Bahan uji yang digunakan adalah serbuk daun Sonchus arvensis L.
yang diperoleh dari Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Januari 2015.
2. Bahan kimia
a. Hepatotoksin
Karbon Tetraklorida Merck
®
yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Kontrol negatif
Olive oil Bertoli
®
yang diperoleh dari PT Brataco L4O126. c.
Pelarut untuk dekokta Aquadest
yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
d. Pelarut untuk hepatotoksin
Olive oil Bertoli
®
yang diperoleh dari PT Brataco L4O126.
e. Blanko
Aquabidestilata yang dipergunakan pengujian ini diperoleh dari
Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
f. Reagen ALT
Reagen yang digunakan untuk mengukur aktivitas serum ALT adalah reagen ALAT GPT FS produksi DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari
reagen ALT adalah sebagai berikut tabel III.
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT Komposisi
pH Konsentrasi
R1: TRIS
L-Alanine LDH lactate dehydrogenase
7,15 140 mmolL
700 mmolL ≥ 2300 UL
R2: 2-Oxoglutarate
NADH 85 mmolL
1 mmolL Pyridoxal-5 phospate FS
Good’s buffer Pyridoxal-5-phosphate
9,6 100 mmolL
13 mmolL
g.
Reagen AST
Reagen yang digunakan untuk mengukur aktivitas serum AST adalah reagen ASAT GOT FS produksi DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari
reagen AST adalah sebagai berikut tabel IV.
Tabel IV. Komposisi dan konsentrasi reagen AST Komposisi
pH Konsentrasi
R1 TRIS
L-Aspartate MDH malate dehydogenase
LDH lactate dehydrogenase 7,15
110 mmolL 320 mmolL
≥ 800 UL ≥ 1200 UL
R2 2-Oxoglutarate
NADH 65 mmolL
1 mmolL Pyridoxal-5 phospate FS
Good’s buffer Pyridoxal-5-phosphate
9,6 100 mmolL
13 mmolL
D. Alat Penelitian
1. Alat preparasi dan pembuatan dekokta daun Sonchus arvensis L.
Moisture balance , cawan porselen, panci enamel, termometer,
stopwatch , gelas Beaker, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, penangas air,
timbangan analitik, dan kain flannel.
2. Alat pengujian hepatoprotektif
Gelas Beaker, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, tabung reaksi, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass
®
, timbangan analitik Mettler Toledo
®
, vortex Genie Wilten
®
, spuit injeksi per oral untuk tikus, spuit injeksi intraperitonial, pipa kapiler, tabung Eppendorf, centrifuge, Vitalab
mikro 200 Merck
®
, blue tip,dan yellow tip.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi herba Sonchus arvensis L.
Determinasi tumbuhan dilakukan dengan mencocokkan herbarium dari herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari Wonosari, Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan buku acuan karangan van Steenis, Bloembergen, dan Eyma 1981. Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen
Program Studi Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, hingga tingkat spesies lampiran 4.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk daun Sonchus arvensis
L. Sebelum diserbuk, terlebih dahulu dikumpulkan daun Sonchus arvensis
L. yang masih berwarna hijau, terhindar dari penyakit di
daerah daunnya, serta bukan merupakan daun Sonchus arvensis L. yang telah jatuh di tanah ataupun layu. Daun Sonchus arvensis L. dipanen dari daerah
Wonosari, Daerah Istimewa Jogjakarta pada bulan Januari 2015.
3. Pembuatan serbuk daun Sonchus arvensis L.
Daun Sonchus arvensis L. dicuci di bawah air mengalir hingga bersih dan diangin-anginkan. Selanjutnya, pengeringan dilakukan dengan oven pada
suhu 50°C selama 48 jam. Setelah benar-benar kering, daun kemudian diserbuk dengan alat penyerbuk dan diayak dengan ayakan mesh 40 untuk mendapatkan
serbuk daun Sonchus arvensis L. yang lebih halus.
4. Penetapan kadar air serbuk kering daun Sonchus arvensis L.
Serbuk kering daun Sonchus arvensis L. yang telah diayak melewati mesh
nomor 40 ditimbang secara saksama sebanyak 5 g dalam wadah yang telah ditara kemudian dimasukkan ke dalam alat moisture balance kemudian
diratakan Depkes RI, 1995. Bobot serbuk kering daun tersebut ditimbang sebagai bobot sebelum pemanasan bobot A, setelah itu dipanaskan pada suhu
105 °C selama 15 menit Depkes RI, 1995. Serbuk kering daun Sonchus arvensis
L. yang telah dipanaskan kemudian ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan bobot B. Kemudian dilakukan perhitungan
terhadap selisih bobot A dan bobot B yang merupakan kadar air serbuk daun Sonchus arvensis
L.
5. Pembuatan dekokta daun Sonchus arvensis L.
Serbuk kering daun Sonchus arvensis L. ditimbang secara saksama sebanyak 7,5 g serbuk dalam wadah. Serbuk kering tersebut kemudian dibasahi
aquadest dengan 2 kali bobot serbuk, yakni 15,0 mL. Kemudian serbuk basah tersebut ditambahkan 50,0 mL pelarut aquadest, sehingga aquadest yang
digunakan adalah 65,0 mL pada suhu 90 °C dan dijaga tetap dalam suhu tersebut selama 30 menit. Larutan kemudian disaring melewati kain flannel ke
dalam gelas Beaker dan dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL. Bila volume yang diinginkan masih belum tercapai, maka ditambahkan 10-20 mL aquades
panas ke dalam panci untuk menyari kembali serbuk hasil penyaringan dan juga yang tersisa di panci enamel. Larutan disaring kembali ke dalam gelas
Beaker dan dimasukkan hingga tanda batas pada labu ukur 50 mL.
6. Penetapan dosis dekokta daun Sonchus arvensis L.
Dasar penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus, yakni 250 g dan pemberian cairan secara peroral separuhnya, yaitu 2,5 ml. Penetapan
dosis tertinggi dekokta dan infusa daun Sonchus arvensisL. adalah :
⁄ ⁄
⁄ ⁄
Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 2 kalinya dari dosis tertinggi. Dengan demikian, dosis dekokta yang digunakan dalam penelitian ini adalah
0,375; 0,75; dan 1,5 gkgBB.
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50
v v
Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie 2002, larutan karbon tetraklorida dibuat dengan konsentrasi 50
v v
dengan perbandingan volume karbon tetraklorida dan pelarut, yakni 1:1. Larutan karbon tetraklorida dibuat
dengan melarutkan cairan karbon tetraklorida p.a ke dalam olive oil dengan volume yang sama.
8. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatotoksin dilakukan melalui studi literatur yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie 2002 yang menyebutkan bahwa dosis
hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati tikus jantan galur Wistar adalah 2 mLkgBB. Volume larutan CCl
4
p.a sebanding volume olive oil 1:1 dalam proses pembuatan larutan hepatotoksin.
Pemilihan dosis hepatotoksin ini karena pada dosis tersebut, terjadi kerusakan sel-sel hati dari tikus jantan galur Wistar yang terdeteksi dari kenaikan serum
ALT dan AST, namun tidak sampai menyebabkan kematian pada tikus jantan sebagai subjek penelitian tersebutJanakat, Al-Merie, 2002.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Waktu pencuplikan darah diperoleh dengan cara melakukan orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yakni pada waktu ke- 0, 24, dan 48
jam. Kemudian diukur kenaikan aktivitas ALT dan AST. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie 2002 telah
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas ALT pada tikus yang
terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan 1:1, yakni dengan dosis 2 mLkgBB. Peningkatan aktivitas
maksimal terjadi pada jam ke-18 dan jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida secara injeksi dan kemudian berangsur menurun pada jam ke-48
dan terjadi perbaikan sel hati setelah 3 hari pemberian hepatotoksin Janakat, Al-Merie, 2002.
9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Tikus jantan galur Wistar yang diperlukan sebagai hewan uji adalah sebanyak 30 ekor yang kemudian akan dibagi kedalam 6 kelompok secara acak
sama banyak. Kelompok I kelompok kontrol hepatotoksin diberi larutan karbon tetraklorida dalam olive oil 1:1 dengan dosis 2 mLkgBB secara
intraperitonial. Kelompok II kelompok kontrol olive oil kontrol negatif diberi olive oil dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitonial. Kelompok III
kelompok kontrol dekokta, yakni diberi dekokta daun Sonchus arvensis L. dengan dosis 1,5 gkgBB secara peroral. Kelompok IV-VI kelompok
perlakuan uji yang diberikan dekokta daun Sonchus arvensis L. dengan dosis bertingkat, yakni 0,375; 0,75; dan 1,5 gkgBB satu kali sehari selama 6 hari
berturut-turut, selanjutnya pada hari ke-7 diinduksi dengan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB Alkreathy, Khan, Khan, dan Sahreen, 2014.
Dilakukan pengambilan darah pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST pada jam ke-24 setelah pemberian karbon
tetraklorida.
10. Pembuatan serum
Darah yang diambil dari sinus orbitalis mata tikus kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf dan didiamkan selama 5 menit,
selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3.500 rpm selama 15 menit lalu diambil supernatannya menggunakan mikro pipet dan kemudian
ditampung kedalam tabung Eppendorf berbeda untuk kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit. Selanjutnya dapat
dilakukan pengukuran terhadap aktivitas ALT-AST-nya.
11. Pengukuran aktivitas ALT dan AST
Tahap analisis ALT serum dilakukan dengan mencampurkan 100 μL
serum dengan 1000 μL reagen I kemudian divortex selama 5 detik dan didiamkan selama 5 menit. Campuran tersebut selanjutnya dicampur dengan
250 μL reagen II dan divortex selama 5 detik. Pembacaan serapannya dilakukan setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II. Tahap analisis
AST serum dilakukan dengan cara yang sama, yakni dengan mencampurkan 100 μL serum dengan 1000 μL reagen I kemudian divortex selama 5 detik dan
didiamkan selama 5 menit. Campuran tersebut selanjutnya dicampur dengan 250 μL reagen II dan divortex selama 5 detik. Pembacaan serapannya
dilakukan setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST menggunakan Vitalab
mikro Mikrolab 200 di Laboratorium Biokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Aktivitas serum yang terjadi diukur pada panjang
gelombang 340 nm pada suhu 37 °C dan hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan unit per liter UL.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas dari ALT dan AST serum yang diperoleh, selanjutnya dianalisis dengan Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi dan
Levene’s test untuk mengetahui varian data tiap kelompok yang menunjukkan homogenitas
antar kelompok sebagai syarat parametrik. Kelompok kontrol hepatotoksin termasuk kelompok komparatif
numerik berpasangan. Bila distribusi normal maka set data dianalisis dengan uji repeated ANOVA dilanjutkan dengan uji Bonferroni untuk melihat
kebermaknaan perbedaan data antara masing-masing kelompok. Bila distribusi tidak normal, maka set data dianalisis dengan uji Friedman dilanjutkan dengan
uji Wilcoxon untuk melihat kebermaknaan perbedaan data antara masing- masing kelompok. Perbedaan dikatakan bermakna signifikan apabila
memiliki nilai p0,05, sedangkan tidak bermakna tidak signifikan bila p0,05.
Kelompok kontrol negatif olive oil termasuk kelompok komparatif numerik berpasangan. Bila distribusi normal maka set data dianalisis dengan
uji t berpasangan. Bila distribusi tidak normal, maka pengujian dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Perbedaan dikatakan bermakna signifikan apabila
memiliki nilai p0,05, sedangkan tidak bermakna tidak signifikan bila p0,05.
Kelompok kontrol hepatotoksin, kontrol negatif olive oil, kontrol dekokta, dan ketiga praperlakuan dekokta daun Sonchus arvensis L. termasuk
kelompok komparatif numerik tidak berpasangan. Bila data distribusi normal varian sama maka set data dianalisis dengan uji one way ANOVA dan
dilanjutkan dengan uji Bonferroni. Apabila data berdistribusi normal varian berbeda maka set data dianalisis dengan uji one way ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji LSD . Bila data berdistribusi tidak normal, maka pengujian set data dianalisis dengan uji Krauskal-Wallis dan dilanjutkan Mann-Whitney.
Perbedaan dikatakan bermakna signifikan apabila memiliki nilai p0,05, sedangkan tidak bermakna tidak signifikan bila p0,05.
Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: CCl
4
= Karbon Tetraklorida
39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dekokta daun Sonchus arvensis L. jangka panjang terhadap penurunan aktivitas
ALT dan AST serum tikus jantan galur Wistar yang diinduksi dengan karbon tetraklorida CCl
4
serta hubungan kekerabatan antara peningkatan dosis dekokta daun Sonchus arvensis L. dengan penurunan aktivitas ALT dan AST
serum pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida. Adapun pengukuran terhadap aktivitas ALT dan AST dijadikan sebagai
parameter kuantitatif dari efek hepatoprotektif yang dihasilkan dalam penelitian ini.
A. Penyiapan Bahan
1. Determinasi tanaman
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari tepi aliran sungai daerah Wonosari. Determinasi bertujuan untuk menjamin
kebenaran tanaman yang digunakan. Langkah determinasi dilakukan dengan membandingkan ciri morfologis tanaman dengan buku determinasi tanaman
karangan van Steenis, Bloembergen, dan Eyma 1981 hingga menunjukkan tingkat spesies. Bagian tanaman yang dilakukan determinasi, yakni
keseluruhan tanaman, dari akar hingga bunga. Hasil determinasi lampiran 4 menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah
benar tanaman Sonchus arvensis L.