Tinjauan Umum Kurikulum Tinjauan Teoritik
11
dengan usaha untuk memperoleh ijazah. Ijazah sendiri berisi pada dasarnya menggambarkan kemampuan. Artinya, apabila siswa
telah berhasil mendaparkan ijazah berarti ia telah menguasai pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar, salah satu pendukung dari pendangan ini adalah Romine 1945 yang berpendapat bahwa
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupil have under direction of the
school, whether in classroom or not ”. Pengertian ini menunjukkan,
bahwa kegiatan- kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar
kelas. Pergeseran makna kurikulum dari sejumlah mata pelajaran kepada pengalaman, selain disebabkan meluasnya fungsi dan
tanggung jawab sekolah, juga dipengaruhi oleh penemuan- penemuan dalam bidang psikologi menganggap bahwa belajar itu
bukan mengumpulkan sejumlah pengetahuan, akan tetapi proses perubahan perilaku siswa. Oleh karena itu dalam proses belajar,
pengalaman dianggap lebih penting dari pada hanya sekedar menumpuk sejumlah pengetahuan Sanjaya, 2009: 7.
Pendapat kurikulum sebagai perencanaan belajar di kemukakan oleh Hilda Taba 1962 dalam Sanjaya, 2009 : 8
mengatakan “A curriculum is a plan for learning: therefore, what
12
is known about the learning process and the development of the individual has bearing on the shaping of a curriculum
”. Kurikulum sebagai suatu rencana tampaknya juga sejalan dengan
rumusan kurikulum menurut undang- undang pendidikan yang dijadikan acuan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan.
Menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional dikatakan
bahwa kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta
cara yang
digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Dari berbagai konsep kurikulum, maka dalam bahasan kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan
yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara
yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta
implementasi dari dokuman yang dirancang dalam bentuk nyata. Dengan demikian, pengembangan kurikulum meliputi penyusunan
dokumen, implementasi dokumen serta evaluasi dokumen yang telan disusun Sanjaya, 2009 : 9-10.
13
b. Komponen Kurikulum Arifin 2011:82-94 mengembangkan komponen kurikulum
menjadi komponen tujuan, komponen isi materi, komponen proses, dan komponen evaluasi.
Tujuan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis, karena akan mengarahkan dan memengaruhi komponen-komponen
kurikulum lainnya. Dalam penyusunan suatu kurikulum, perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan
komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau
falsafah negara, karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara. Tujuan pendidikan nasional dirumuskan langsung
oleh pemerintah sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan- tujuan pendidikan yang lebih khusus. Tujuan institusional adalah
tujuan yang ingin dicapai oleh setiap lembaga pendidikan, baik pendidikan formal TKRA, SDMI, SMPMTs, SMAMA
maupun pendidikan nonformal lembaga kursus, pesantren. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap
bidang studi atau mata pelajaran, seperti bidang studi Pendidikan Agama Islam, IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, dan
sebagainya. Tujuan pembelajaran umum adalah tujuan yang ingin dicapai pada setiap pokok bahasan, sedangkan tujuan pembelajaran
14
khusus instructional objective adalah tujuan dari setiap sub pokok bahasan.
Isimateri kurikulum pada hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan. Secara umum, isi kurikulum dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: 1 logika, yaitu
pengetahuan tentang benar-salah, berdasarkan prosedur keilmuan, 2 etika, yaitu pengetahuan tentang baik-buruk, nilai, dan moral,
dan 3 estetika, yaitu pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seni. Berdasarkan pengelompokan isi kurikulum tersebut,
maka pengembangan isi kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1 mengandung bahan kajian atau
topik-topik yang dapat dipelajari peserta didik dalam proses pembelajaran, dan 2 berorientasi pada standar kompetensi
lulusan, standar kompetensi mata pelajaran, dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Pemilihan isi kurikulum dapat juga
mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: 1 sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, 2 sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik, 3 bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan negara, baik untuk masa sekarang maupun masa
yang akan datang, dan 4 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
15
Proses pelaksanaan kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk membelajarkan
peserta didik, baik di sekolah melalui kegiatan tatap muka, maupun di luar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri.
Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode mengajar, media pembelajaran, dan
sumber-sumber belajar. Pemilihan strategi pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum SKKD, karakteristik
materi pelajaran, dan tingkat perkembangan yang dapat digunakan guru dalam menyampaikan isi kurikulum, antara lain: 1 startegi
ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan materi yang sebelumnya telah diolah sendiri, sementara siswa lebih
banyak menerima materi yang telah jadi, 2 strategi pembelajaran heuristik
discovery dan inquiry, 3 strategi pembelajaran kelompok kecil: kerja kelompok dan diskusi kelompok, dan 4
strategi pembelajaran individual. Untuk mengetahui efektivitas kurikulum dan dalam upaya
memperbaiki serta menyempurnakan kurikulum, maka diperlukan evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum merupakan usaha yang
sulit dan kompleks, karena banyak aspek yang harus dievaluasi, banyak orang yang terlibat, dan luasnya kurikulum yang harus
diperhatikan. Evaluasi kurikulum dan luasnya kurikulum yang
16
harus diperhatikan. Evaluasi kurikulum memerlukan ahli-ahli yang mengembangkannya menjadi suatu disiplin ilmu. Evaluasi
kurikulum juga erat hubungannya dengan definisi kurikulum itu sendiri, apakah sebagai kumpulan mata pelajaran atau meliputi
semua kegiatan dan pengalaman anak di dalam maupun di luar sekolah.
c. Perkembangan Kurikulum di Indonesia Hidayat 2013:1-18 menjabarkan bahwa semenjak Indonesia
merdeka sejak tahun 1945 telah mengalami perubahan kurikulum, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,2004,
dan 2006. Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka
adalah merupakan rencana pelajaran atau dalam bahasa Belanda disebut leer plan. Zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan
spirit merebut kemerdekaan dan pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter. Setelah rencana pelajaran 1947.
Rencana Pelajaran 1947 merupakan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dengan mengurangi pendidikan kecerdasan
intelektual. Kurikulum 1947 dilandasi semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan
maka pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter
17
manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain, kesadaran bernegara dan masyarakat.
Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini,
pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku Pedoman Kurikulum SD yang
lebih merinci setiap mata pelajaran kemudian diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru
dalam kegiatan mengajar di Sekolah Dasar. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang menjadi
ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran sehari- hari, silabus mata pelajarannya jelas, seorang guru mengajar satu
mata pelajaran. Menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964 atau kurikulum 1964. Pokok-pokok
pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran
dipusatkan pada
program Pancawardhana yaitu; daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral.
18
Kurikulum 1964 masih mengalami perubahan yaitu menjadi kurikulum 1968, hal ini dipengaruhi oleh perubahan sistem politik
dari pemerintahan rezim Orde Lama ke rezim pemerintahan Orde Baru. Kurikulum ini menjadi citra sebagai produk Orde Lama.
Kurikulum 1968 menekankan pada pendekatan organisasi materi pelajaran
menjadi kelompok
pembinaan jiwa
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah jam
pelajarannya 9 mata pelajaran. Titik berat kurikulum ini terletak pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Pembaruan kelima terjadi dengan diterbitkannya Kurikulum
19751976. Kurikulum 1975 untuk SD SMP dan SMA sedangkan Kurikulum 1976 untuk Sekolah Keguruan yaitu SPG dan Sekolah
Menengah Kejuruan STM, SMEA. Komponen yang terkandung dalam Kurikulum 1975 memuat: 1 tujuan institusional baik SD,
SMP, dan SMA SPG SMEA STM, yaitu tujuan yang hendak dicapai lembaga pendidikan dalam melaksanakan program
pendidikannya, 2 struktur program kurikulum, yaitu kerangka
19
umum program pengajaran yang akan diberikan pada tiap sekolah, 3 garis-garis besar program pengajaran, yang didalamnya terdapat
hal-hal yang berhubungan dengan program pengajaran. Dalam perkembangannya Kurikulum 1975 dianggap sudah
tidak relevan lagi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum 1984 lahir
sebagai perbaikan atau revisi terhadap Kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri sebagai berikut: 1 berorientasi
kepada tujuan pembelajaran instruksional, 2 pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar
siswa aktif CBSA, 3 materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral, 4 menanamkan pengertian
terlebih dahulu sebelum diberikan latihan, 5 materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa, 6
menggunakan pendekatan keterampilan proses.\ Pada kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 1984, proses
pembelajaran menekankan pada pola pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan
muatan isi pelajaran. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan Kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dalam Kurikulum 1994,
20
antara lain sebagai berikut: 1 pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan, 2 pembelajaran di sekolah
lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat berorientasi kepada materi pelajaran isi, 3 Kurikulum 1994 bersifat populis,
yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia, 4 dalam pelaksanaan kegiatan, guru
hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial, 5
dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep pokok bahasan dan perkembangan
berpikir siswa, 6 pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang
sederhana ke hal yang kompleks, dan 7 pengulangan- pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman siswa. Usaha pihak pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus-menerus
dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan
lagi menjadi Kurikulum 2002 sebagai respon terhadap perubahan struktural
dalam pemerintahan
dari sentralistik
menjadi
21
desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 23 dan 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kurikulum saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi,
yang menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan kompetensi tugas-tugas tertentu sesuai dengan
standar kinerja yang telah ditetapkan. Kurikulum Berbasi Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1 menekankan
pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, 2 berorientasi pada hasil belajar learning
outcomes dan keberagaman, 3 penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, 4 sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif, dan 5 penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi. Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah
telah mendorong
penyelenggara pendidikan
untuk
22
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan masih bercirikan tercapainya paket- paket kompetensi.
d. Peranan Kurikulum Prof. Dr. Soedijarto, M.A. mengatakan bahwa sekolah
merupakan lembaga sosial yang keberadaannya merupakan bagian dari sistem sosial negara bangsa. Ia bertujuan untuk mencetak
manusia susila yang cakap, demokratis, bertanggung jawab, beriman, bertakwa, sehat jasmani dan rohani, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian yang mantap dan mandiri. Soedijarto lebih jauh mengatakan bahwa pencapaian itu
akan bisa diraih ketika ada suatu proses yang terencana dengan efisien, efektif, dan relevan. Agar tujuan tersebut tercapai maka
dibutuhkan kurikulum yang kuat, baik secara infrastruktur maupun superstruktur Yamin, 2012:36.
Menurut Hamalik 2007: 11- 13, terdapat tiga peranan kurikulum yang sangat penting jika dianalisis sifat dari masyarakat
dan kebudayaan, dengan sekolah sebagai institusi sosial dalam melaksanakan operasinya, yaitu:
23
1 Peranan Konservatif Salah satu tanggung jawab
kurikulum adalah
mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu
lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah- laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial dalam
masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial.
2 Peranan Kritis atau Evaluatif Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah.
Sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan memilih berbagai unsur
kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum turut aktif berpatisipasi dalam kontrol sosial dan
memberi penekanan pada unsur berpikir kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dihilangkan, serta dimodifikasi
dan perbaikan. Dengan demikian, kurikulum harus merupakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
3 Peranan Kreatif Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai
kegiatan kreatif dan kontruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang baru sesuai dengan
24
kebutuhan masyarakat di masa sekarang dan masa mendatang. Untuk membantu setiap individu dalam
mengembangkan semua potensi yang ada padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara
berpikir, kemampuan, dan keterampilan yang baru, yang memberikan manfaat bagi masyarakat.
Ketiga peran kurikulum tersebut harus berjalan secara seimbang, atau dengan kata lain terdapat keharmonisan diantara
ketiganya. Dengan demikian, kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan dalam membawa siswa menuju kebudayaan
masa depan. e. Fungsi Kurikulum
Dilihat dari sisi pengembang kurikulum guru, kurikulum mempunyai fungsi sebagai berikut: 1 fungsi preventif, yaitu
mencegah kesalahan para pengembang kurikulum terutama dalam melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana kurikulum, 2
fungsi korektif, yaitu mengoreksi dan membetulkan kesalahan- kesalahan yang dilakukan oleh pengembang kurikulum dalam
melaksanakan kurikulum, dan 3 fungsi konstruktif, yaitu memberikan arah yang jelas bagi para pelaksana dan pengembang
kurikulum untuk membangun kurikulum yang lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Sementara, Hilda Taba 1962
25
mengemukakan terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu 1 sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, 2 sebagai
transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekonstruksi sosial, dan 3 sebagai pengembangan individu Arifin, 2011:12.
Menurut Alexander Inglis dalam Hamalik 2009: 13-14 kurikulum memiliki berbagai fungsi sebagai berikut:
1 Fungsi Penyesuaian The Adjustive of Adaptive Function Individu hidup dalam lingkungan. Setiap individu harus
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara menyeluruh. Karena lingkungan sendiri senantiasa berubah
dan dinamis, maka masing-masing individu pun harus mampu menyesuaikan diri secara dinamis pula. Di balik
itu, lingkungan pun harus disesuaikan dengan kondisi peorangan. Di sinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat
pendidikan, sehingga bersifat well-adjusted. 2 Fungsi Integrasi The Integrating Function
Kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh karena itu individu sendiri merupakan
bagian dari masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam pembentukan atau
pengintegrasian masyarakat. 3 Fungsi Diferensiasi The Differentiating Function
26
Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan antara setiap orang dalam masyarakat. Pada
dasarnya, diferensiasi akan mendorong orang berpikir kritis dan kreatif, sehingga akan mendorong kemajuan sosial
dalam masyarakat. Akan tetapi, adanya diferensiasi tidak berarti mengabaikan solidaritas sosial dan integrasi, karena
diferensiasi juga dapat menghindarkan terjadinya stagnasi sosial.
4 Fungsi Persiapan The Propaedeutic Function Kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar
mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, misal melanjutkan studi ke
sekolah yang lebih tinggi atau persiapan belajar dalam masyarakat. Persiapan kemampuan belajar lebih lanjut ini
sangat diperlukan, mengingat sekolah tidak mungkin memberikan semua yang diperlukan siswa atau apa pun
yang menarik perhatian mereka. 5 Fungsi Pemilihan The Selective Function
Perbedaan dan pemilihan adalah dua hal yang saling berkaitan. Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan
kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkan dan menarik minatnya. Untuk mengembangkan
27
berbagai kemampuan tersebut kurikulum perlu disusun secara luas dan bersifat flaksibel.
6 Fungsi Diagnostik The Diagnostik Function Salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu
dan mengarahkan siswa untuk mampu memahami dan menerima dirinya, sehingga dapat mengembangkan seluruh
potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika siswa menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang
dimilikinya melalui proses eksplorasi. Selanjutnya siswa sendiri yang memperbaiki kelemahan tersebut dan
mengembangkan fungsi diagnostik kurikulum dan akan membimbing siswa untuk dapat berkembang secara
optimal. Berbagai fungsi kurikulum tadi dilaksanakan olah kurikulum
secara keseluruhan. Fungsi- fungsi tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa, sejalan dengan
arah filsafat pendidikan dan tujuan pendidikan.