2.6 Bank Syariah
2.6.1 Pengertian Bank Syariah
Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Syariah Andri Soemitra, 2009:61. Defenisi ini
menunjukkan bahwa bank syariah dalam menjalankan operasinya tidak menggunakan sistem bunga melainkan atas dasar prinsip syariah sebagaimana
yang telah ditetapkan atau digariskan dalam hukum syariah islam. Menurut Dahlan Siamat 2005:407 defenisi bank syariah adalah sistem
perbankan yang dalam usahanya didasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah islam yang mengacu kepada Al Qur’an dan Al Hadist. Dalam hal ini
maka bank syariah diharapkan dapat menghindari kegiatan-kegiatan usaha bank yang mengandung unsur-unsur riba dan bertentangan dengan syariah islam.
2.6.2 Produk-Produk Bank Syariah
Berikut ini jenis-jenis produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut Dahlan Siamat, 2005:420:
1. Produk Penghimpun Dana
Produk penghimpun dana disebut juga dengan istilah funding yaitu merupakan kegiatan yang dilakukan pihak bank untuk menarik dan menghimpun
dana dari masyarakat baik dalam bentuk simpanan, modal untuk investasi yang hukumnya berdasarkan prinsip syariah islam. Dimana produk penghimpun dana
pada bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan juga deposito.
Prinsip syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana dari masyarakat menggunakan dua cara yaitu Wadi’ah dan Mudharabah. Yang pertama Wadi’ah
adalah titipan yang dimiliki oleh nasabah bank yang sudah menanamkan dananya. Contohnya di BRI. Dimana dana tersebut dititipkan kepada pihak bank dan harus
dijaga dengan sebaik-baiknya agar tidak terdapat kerusakan apapun yang merugikan pemilik dana.
Apabila terjadi kerusakan yang merugikan pemilik dana, maka pihak bank harus bertanggungjawab sepenuhnya terhadap titipan tersebut. Dan titipan
tersebut juga tidak boleh seenaknya saja dimanfaatkan dan digunakan oleh pihak bank, karena titipan tersebut dititipkan kepada pihak bank tujuannya hanya untuk
dijaga dengan aman oleh pihak bank serta tidak merugikan pemilik dana. Sementara yang kedua adalah Mudharabah yaitu usaha yang dilakukan
antara dua belah pihak yang sudah mempunyai kesepakatan dalam melakukan kerja sama. Dimana pihak pertama bertugas sebagai penyedia modal, kalau
dalam bank syariah disebut dengan shahibul maal sedangkan pihak kedua bertanggungjawab sebagai pengelola usaha. Hasil dan keuntungan yang diperoleh
dari kerjasama antara dua belah pihak harus dibagi sesuai dengan perjanjian yang sudah ditentukan oleh kedua pihak.
Mudharabah memiliki dua prinsip yaitu Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah. Prinsip yang pertama Mudharabah Muthlaqah adalah
kerjasama yang dilakukan oleh pemilik dana dengan pihak bank, dimana dalam kerjasama dua pihak ini tidak ditentukan batasan waktunya bagi pihak bank dalam
memanfaatkan dan menggunakan dana yang disimpan oleh nasabah. Begitu juga
nasabah tidak menetapkan syarat apapun kepada bank. Prinsip yang kedua Mudharabah Muqayyadah adalah tujuannya sama dengan Mudharabah
Muthlaqah hanya saja dana yang disimpan oleh nasabah sifatnya khusus. Dan dalam Mudharabah Muqayyadah nasabah bank menetapkan syarat-syarat tertentu
yang harus diikuti serta wajib dipatuhi dan dijalankan oleh pihak bank.
2. Produk Penyalur Dana
Produk penyalur dana kegiatan yang dilakukan pihak bank yaitu dengan menghimpun dana dari masyarakat yang akan menjadi nasabah bank misalnya di
Bank BRI. Dan dana yang sudah berhasil dihimpun tersebut disalurkan lagi kepada masyarakat sesuai dengan ketetapan syariah islam. Kegiatan yang
dilakukan dalam menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan dalam penggunaannya, yaitu: a.
Prinsip Jual Beli Ba’i Prinsip jual beli ini dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
hak milik suatu barang yang telah dititipkan kepada pemilik baru. Hasil dan keuntungan yang diperoleh oleh pihak bank merupakan bagian dari harga barang
yang dijual tersebut. Dalam penerapan prinsip syariah terdapat tiga jenis prinsip jual beli ba’i, yaitu:
• Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah adalah perjanjian atau kesepakatan jual beli suatu
barang yang dilakukan oleh pihak perbankan. Dimana nasabah berperan sebagai pembeli dalam kegiatan ini dan kegiatan murabahah ini dapat
dijalankan setelah ada kesepakatan antara pihak nasabah dengan penjual setelah itu baru bisa dilakukan yang namanya pemesanan barang.
Keuntungan yang diperoleh dalam jual beli ini harus diberitahukan juga kepada pemilik dana. Tetapi nasabah dalam jual beli murabahah ini lebih
sering memilih dengan melakukan metode mencicil disebabkan karena kurangnya dana yang dimiliki oleh nasabah. Dimana nasabah berusaha
bagaimana agar barang yang diinginkannya tersebut dapat diperolehnya. Dan cicilan tersebut harus dilunasi juga sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan oleh pihak perbankan, contohnya: Tuan Rudi menginginkan sebuah mobil dengan harga Rp. 30.000.000,-. Apabila bank syariah yang
membiayai pembelian mobil yang diinginkan oleh Tuan Rudi, maka bank syariah memperoleh keuntungan sebesar Rp. 6.000.000,- selama waktu 3
tahun, jadi harga yang akan diperoleh oleh Tuan Rudi adalah sebesar Rp. 36.000.000,- tetapi jika Tuan Rudi setuju dengan kesepakatan tersebut,
maka Tuan Rudi sudah dapat mencicil mobil tersebut dengan angsuran sebesar Rp. 1.000.000 per bulanya. Rp. 1.000.000 tersebut diperoleh dari
Rp. 36.000.000:36 bulan hasilnya itulah yang diterima oleh bank syariah setiap bulannya.
• Pembiayaan Salam Pembiayaan salam ini adalah merupakan pembelian suatu barang, dimana
barang tersebut penyerahannya dilakukan dikemudian hari. Sementara pembayarannya harus tunai tidak boleh dicicil sesuai dengan kesepakatan
yang telah ada dan ini tidak boleh berubah selama perjanjian yang sudah
disepakati tersebut berlaku. Dalam kegiatan transaksi ini juga barang yang ditawarkan kepada nasabah harus jelas bagaimana jenisnya, bentuknya,
kegunaanya, ukurannya, dan jumlah barangnya yang pembiayaannya diaplikasikan pada pembiayaan jangka pendek. Apabila sewaktu-waktu
barang yang telah diproduksi oleh nasabah terdapat kerusakan misalnya tidak sesuai dengan yang diminta oleh nasabah pada saat melakukan
perjanjian antara dua pihak, maka pihak yang bertanggungjawab dalam menangani penjualan tersebut dan harus mengganti barang yang diminta
oleh nasabah sesuai dengan yang dipesannya. Pembiayaan salam ini juga tidak memproduksi persediaan barang baik yang akan dibeli dan dipesan
oleh nasabah, maka dari itulah pihak bank terlebih dahulu harus melakukan perjanjian yaitu dengan melakukan pembiayaan salam dengan pihak lain.
Misalnya bulog, pasar induk, dan lain-lain. Pembiayaan salam ini juga banyak ditemukan di desa-desa misalnya, sama dengan transaksi ijon yaitu
barang yang sudah dibeli oleh nasabah tidak dihitung dimana harganya dapat ditetapkan setelah hasil panen diperoleh. Begitu juga sebaliknya
dalam pembiayaan salam perjanjian antara pembeli dan penjual harus meliputi harga, kualitas dan kuantitas barangnya juga.
• Pembiayaan Istishna Pembiayaan istishna adalah dimana pembayarannya dilakukan berkali-kali,
maksudnya bisa dibayar dengan cara dicicil, tunai, dan lain-lain. Tetapi harus ada juga kesepakatan yang telah dibuat antara kedua belah pihak
tentang harga dan cara-cara pembayarannya. Pembiayaan istishna ini tidak
jauh beda dengan pembiayaan salam, hanya saja dalam pembiayaan istishna pembayaran barang yang dibeli dapat dilakukan dimuka sedangkan dalam
pembiayaan salam pembayarannya harus dibayar dengan tunai tidak boleh dicicil. Jenis-jenis barangnya juga harus lengkap seperti halnya dengan
pembiayaan salam, harga jualnya tidak boleh berubah sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak selama transaksi berlaku, apabila tiba-
tiba terjadi perubahan harga setelah perjanjian ditandatangani oleh penjual maka semua biaya tambahan yang telah ditetapkan itu semuanya merupakan
tanggungjawab nasabah bank. b.
Prinsip Sewa ijarah Transaksi ijarah ini dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat. Dimana
prinsip sewa dalam ijarah ini sama seperti dengan prinsip jual beli, hanya saja bedanya terdapat pada objek transaksi. Kalau dalam jual beli
transaksinya yaitu barang sedangkan pada prinsip sewa transaksinya adalah jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwasanya prinsip sewa ijarah adalah
pemindahan hak guna suatu barang atau jasa yang dilakukan berdasarkan upah sewa sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan tanpa harus diikuti
dengan pemindahan hak milik dari barang tersebut. c.
Prinsip Bagi Hasil Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah terdiri dari empat jenis
perjanjian, yaitu, mudharabah, musyarakah, muzara’ah, dan musaqah. Dari keempat jenis perjanjian tersebut yang paling banyak diimplementasikan
dalam kegiatan perbankan syariah adalah prinsip mudaharabah dan prinsip
musyarakah, sedangkan muzara’ah dan musaqah umumnya digunakan dalam rangka kegiatan flantation financing. Maka dari itu dilihat dari
urgensinya, yang akan dibahas dalam bab ini hanyalah prinsip mudharabah dan dan prinsip musyarakah sebagai berikut:
• Mudaharabah Mudharabah perjanjian yang dilakukan antara dua pihak atau bisa juga
lebih dimana pihak pertama bertugas sebagai penyedia modal sedangkan pihak yang lainnya berperan sebagai penyedia tenaga atau keahlian.
Antonio Syafi’I mendefenisikan bahwa mudharabah itu adalah perjanjian yang dilakukan antara dua pihak, pihak pertama berperan
sebagai penyedia modal shahibul maal, dan pihak kedua berperan sebagai pengelola dana mudharib. Dan keuntungannya juga harus
dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan oleh dua pihak, tetapi apabila terjadi kerugian disebabkan karena kelalaian yang
dilakukan oleh pihak mudharib maka itu semuanya harus ditanggungjawabi oleh pihak penyedia modal shahibul maal.
• Musyarakah Musyarakah ini fungsi perjanjiannya sama dengan mudharabah, hanya
saja apabila terjadi kerugian dalam perjanjian ini maka harus ditanggung bersama-sama oleh kedua pihak. Sedangkan keuntungan yang diperoleh
dalam musyarakah ini dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
d. Prinsip berdasarkan Akad Al-Qardh
Prinsip berdasarkan akad al-qardh ini adalah transaksi yang dilakukan nasabah atau orang-orang yang sangat memerlukan dana, termasuk
didalamnya nasabah yang kurang mampu dan nasabah yang mempunyai usaha kecil. Setelah dana tersebut dipinjam oleh nasabah, pihak bank tidak
memberikan biaya tambahan apapun kepada nasabah hanya saja pihak bank meminta berupa jaminan dan uang administrasi yang nilainya lebih kecil.
Dan dana tersebut nantinya harus dikembalikan lagi oleh nasabah sesuai dengan jumlah yang dipinjamnya kepada pihak bank.
Transaksi al-qardh ini merupakan transaksi yang sifatnya khusus dan dananya juga sudah dialokasikan khusus oleh pihak bank yang berasal dari
sadaqah, zakat, dan infak. Hal semacam ini dibuat untuk membantu pihak nasabah yang kehidupan ekonominya cukup minim, tetapi mempunyai
keinginan yang cukup besar dalam menjalankan suatu usaha. Apalagi saat sekarang ini perbankan syariah sudah banyak menyediakan jenis-jenis
transaksi yang sifatnya khusus tujuannya untuk membantu pengusaha- pengusaha kecil dalam menjalankan usahanya dan dana pinjaman yang
diperoleh nasabah tersebut harus dikembalikan sesuai dengan kemampuan nasabah baik itu secara harian atau mingguan. Adapun transaksi
berdasarkan al-qardh sebagai berikut: • Wakalah
Transaksi wakalah ini adalah perjanjian yang dilakukan untuk memberikan kuasa kepada seseorang, dimana orang tersebut benar-
benar dipercayai oleh pemilik dana tujuannya mewakili pemilik dana
dalam rangka menjalankan tugas yang sebelumnya sudah disepakati bersama oleh kedua pihak. Misalnya mewakili pemilik dana dalam
pembukaan LC, insako, dan juga melakukan transfer uang. Apabila dalam transaksi ini sewaktu-waktu terjadi kelalaian yang tidak disengaja
oleh pemilik dana maka itu semuanya merupakan tanggungjawab oleh pihak bank. Dimana pihak bank tidak boleh bertindak sesuai dengan
keinginannya karena sebelumnya sudah ada kesepakatan antara keduanya, oleh sebab itulah sangat diperlukan sekali musyawarah dalam
melakukan transaksi wakalah ini agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Begitu juga segala sesuatu yang berhubungan dengan
transaksi ini harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pemilik dana. • Hawalah
Hawalah adalah kegiatan pengalihan suatu barang dari orang yang berutang kepada orang yang akan menanggung utang tersebut. Maksud
pengertian di atas pemindahan utang yang dilakukan dari pihak pertama kepada pihak kedua, dimana pihak kedua yang sepenuhnya
bertanggungjawab penuh dalam kegiatan pembayaran utang tersebut. Dan kegiatan transaksi ini dalam kegiatan perbankan sering juga disebut
dengan istilah anjak piutang factoring. • Kafalah
Kafalah adalah jaminan, atau sering juga disebut dengan tanggungan yang diberikan kepada pihak ketiga untuk menjalankan kewajiban pihak
kedua. Artinya mengalihkan tanggungjawab sendiri kepada orang lain
yang mampu menanganinya, tetapi harus ada imbalan yang diberikan sesuai dengan kesepakatan antara kedua pihak. Adapun jaminan yang
diberika kepada pihak yang ditunjuk dalam menjalankan kewajiban tersebut yaitu berupa garansi untuk membuka suatu usahaproyek. Hasil
dan keuntungan yang diperoleh dari usahaproyek tersebut harus disetorkan kepada pihak bank dengan menggunakan prinsip wadi’ah.
• Rahn Rahn adalah harta atau asset yang harus diserahkan oleh pihak peminjam
sebagai jaminan atas barang barang yang dipinjamnya dari pihak perbankan. Tujuan dari rahn ini adalah membantu pihak peminjam yang
kekurangan dana dalam menjalankan usahanya. Dan rahn ini juga bisa disebut dengan kegiatan menahanmenggadaikan salah satu harta yang
dimiliki oleh pihak peminjam sebagai jaminannya kepada pihak perbankan.
• Qard Qard ini adalah pinjaman yang diberikan oleh pihak bank kepada
nasabahnya yang melakukan peminjaman dari bank. Dan penarikan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu kredit syariah dan pinjaman
ini dapat dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati bersama antara pihak peminjam dengan pihak bank. Pinjaman seperti
ini sering juga digunakan oleh karyawan bank, tetapi pinjaman tersebut pengembaliannya beda dengan nasabah bank dimana karyawan bank
dilakukan dengan cara memotong gaji bulanan mereka sendiri untuk melunsi pinjamannya tersebut.
3. Produk Jasa
Adapun produk dan jasa dalam perbankan syariah adalah sebagai berikut Irsyad Lubis, 2010:127:
a. Ijarah sewa
Ijarah ini adalah salah satu jenis produk yang diberikan oleh perbankan syariah kepada nasabah bank, seperti penyewaan kotak penyimpanan safe
deposit box yang fungsinya sebagai tempat penyimpanan barang-barang yang dibilang cukup berharga bagi nasabah bank. Misalnya, perhiasan,
dokumen-dokumen penting, dan lain-lain. Dengan adanya tempat penyimpanan seperti ini jadi nasabah dapat merasa aman, dan safe deposit
box ini juga tahan dari sengatan sijago merah dan tahan juga dari ledakan. Kotak penyimpanan ini hanya bisa dibuka oleh sipenyewa dan pihak bank
karena kunci kotak simpanan tersebut kuncinya satu untuk penyewa dan satunya lagi dipegang oleh phak bank.
b. Sharf
Sharf adalah kegiatan jual beli valuta asing yang tergolong sebagai hard currency maupun weak currency. Maksudnya disini kegiatan pertukaran
mata uang asing, misalnya mata uang Negara Amerika Serikat dengan Negara Indonesia yang dilaksanakan pada waktu yang sama. Tetapi produk
jasa seperti ini hanya ada pada bank-bank yang tergolong sebagai bank devisa.
2.6.3 Perbedaan Bunga dengan Bagi Hasil
Sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional dan prinsip syariah dalam perbankan syariah dalam kegiatan pemberian pinjaman atau pembiayaan
kepada masing-masing nasabahnya memiliki beberapa perbedaan, antara lain:
Tabel 2.1 Perbedaan Sistem Bunga dengan Prinsip Syariah
Sistem BungaKonvensional Prinsip Syariah Islam
Tidak berdasarkan keuntungankerugian Berdasarkan keuntungankerugian
Besarnya persentase berdasarkan dari jumlah uang modal yang dipinjamkan
Nisbah atau besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh a.
Tetap harus dibayar walaupun usaha nasabah sedang mengalami kerugian
b. Besarnya pembayaran bunga tetap
a. Imbalan akan dibayar apabila
usaha nasabah untung. Tetapi apabila mengalami kerugian, maka
kedua belah pihak harus sama- sama dalam menanggungnya
b. Besarnya imbalan ditentukan dan
ditetapkan dengan keuntungan
Eksistensi bunga diragukan kalau tidak dikecam oleh semua agama termasuk
Islam atau pengenaan bunga sifatnya haram.
Pembayaran imbalan berdasarkan bagi hasil adalah halal.
Sumber: Dahlan Siamat, 2005.
2.6.4 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional