Peran serta Masyarakat dan

1. Melaksanakan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Bogor terkait dengan izin operasional penggunaan TPA Galuga. 2. Memberikan layanan kesehatan secara berkala kepada masyarakat sekitar TPA Galuga, penyediaan air bersih dan melaksanakan fogging untuk meminimalkan penyebaran jentik latat di area pemukiman di sekitar lokasi TPA. 3. Melakukan pengelolaan Lingkungan di sekitar TPA Galuga dengan membuat dokumen lingkungan UPLUKL dan hasilnya disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor. 4. Pemeliharaan sarana yang ada dilaksanakan antara lain : a. Pemeliharaan Jl. Akses menuju TPA b. Penyediaan Jaringan Air Bersih Untuk Warga sekitar TPA c. Bangunan Tempat Kerja Kantor TPA d. Pemeliharaan PJU di Areal TPA e. Pemeliharaan Saluran Pembuangan Leacheate f. Pemeliharaan saluran drainase g. Pemeliharaan emplacement tempat pembuangan sampah h. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Leachate i. Pembangunan Garasi Alat Berat Hanggar j. Penutupan Zona Tidak Aktif dengan tanah dan rumput k. Pembuatan Ventilasi Gas Methane l. Penanaman Pohon Pelindung sebagai buffer zone m. Pemasangan papan informasi dan petunjuk Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah TPPAS Regional Dalam upaya penanggulangan sampah di Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Bogor karena mengingat kondisi usia pakai TPA yang selama ini digunakan sudah melampaui umur teknis TPA serta untuk menciptakan keterpaduan pembangunan antar kawasan dan mewujudkan efisiensi, efektifitas dan sinergitas penyediaan pelayanan umum, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, kualitas lingkungan dan menjadikan sampah sebagai sumber daya dan berdaya guna, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menandatangai Kesepakatan Bersama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Kota Depok tentang Kerjasama Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional yang berlokasi di Nambo, serta direncanakan pada awalnya TPPAS Regional Nambo pada tahun 2012 sudah dapat dioperasionalkan. Gambar 3.13 Gambar 3.14

3.3.5. Peran serta Masyarakat dan

Jender dalam Pengelolaan Sampah 1 Peran serta masyarakat sangat BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 63 Mendukung pembangunan TPPAS Regional Nambo dengan mempersipakan sarana dan prasarana untuk menunjang operasional TPA Regional yaitu : • Pembangunan sarana SPA termasuk sarana jalan, Buffer Zone, sarana pemilahan dan sarana lainnya. • Pengadaan sarana angkut dari SPA ke TPA Regional dengan alternatif alat angkut antara lain Compactor Truck. Buku Putih Sanitasi Kota Bogor diperlukan dalam pengelolaan sampah karena sampah yang dikelola suatu kota dihasilkan oleh aktivitas masyarakatnya. Bentuk peran serta masyarakat menurut Revisi SK SNI 03-3242-1994 dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Melakukan pemilahan sampah di sumber 2. Melakukan pengolahan sampah dengan konsep 3R 3. Berkewajiban membayar iuranretribusi sampah 4. Mematuhi aturan pembuangan sampah yang ditetapkan 5. Turut menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya 6. Berperan aktif dalam sosialisasi pengelolaan sampah lingkungan Faktor utama yang menjamin pencapaian tujuan kebersihan adalah faktor manusia, baik petugas maupun masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat membantu Pemerintah Daerah dalam mengelola kebersihan antara lain dengan cara membiasakan masyarakat bersikap dan bertingkah laku yang didasari oleh kesadaran akan lingkungan yang bersih, sehingga sikap dan perilaku terhadap kebersihan atau sampah tidak berdasarkan kewajiban, tetapi pada nilai kebutuhan Dirjen Cipta Karya, 1992. Penanganan persampahan Kota Bogor didukung peran serta atau partisipasi masyarakat melalui membuang sampah pada waktu dan tempat yang tepat dan pada beberapa lokasi sudah mencoba memulai pengurangan dari sumber, selain itu turut memelihara kebersihan lingkungan melalui kegiatan kekerja bakti yang berlangsung tiap hari jumat di seluruh wilayah Kota Bogor. Pengolahan Sampah Sistem pengolahan sampah yang dilaksanakan di Kota Bogor berdasarkan Pengelolaan Sampah Terpadu adalah dengan cara pemilahan sampah, daur ulang, pengomposan dan pembuangan akhir. Namun, kegiatan pemilahan dan penerapan 3R di Kota Bogor belum berjalan optimal, sampai saat ini sampah yang dibuang masyarakat masih tercampur antara organik dan anorganik. Kesadaran masyarakat untuk meyediakan dua buah wadah sampah di masing-masing rumah masih rendah. Fasilitas pemindahan yang dibangun oleh bidang Kebersihan DCKTR sebenarnya juga masih kurang mendukung disebabkan masih sedikinya wadah sampah yang menggunakan sistem pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Upaya Penanganan sampah mulai dari sumber dengan membuat pilot project telah dimulai dari tahun 2005 dan sekarang sudah ada di beberapa lokasi dengan target setiap tahunnya dua 2 Rukun Warga RW. Selain penanganan sampah yang dilakukan di sumber pada beberapa lokasi, pengurangan timbulan sampah dilaksanakan juga melalui cara 3 R Reduse, Reuse, Recycle atau mengurangi produksi sampah, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang sampah, yang dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat baik dimulai oleh beberapa kelompok lapak daur ulang yang berada di kota maupun yang berada di TPA Galuga. Pada tahun 2008 telah dibuat pengelolaan sampah dengan sistem 3R di Depo Idraprasta dan Perumahan Yasmin Sektor V. Untuk sampah-sampah yang masih memiliki nilai ekonomi seperti karduskertas dan botol-botol plastik masih BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 64 Buku Putih Sanitasi Kota Bogor belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang menghasilkan sampah selain pemulung. Pengolahan sampah di Kota Bogor dilakukan juga melalui kegiatan pengomposan. Pengomposan ini dilakukan di beberapa perumahan, transfer depo dan TPA. Hasil pengomposan yang dilakukan di perumahan oleh masyarakat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sedangkan kompos yang dibuat di tranfer depo dan rumah kompos di TPA galuga digunakan untuk memupuk pohon-pohon di pinggir jalan maupun dijual kepada pihak-pihak yang yang memerlukan. Sampai dengan tahun 2010 ini sudah terdapat beberapa lokasi pengomposan yang secara konsisten telah melaksanakan pengelolaan sampah melalui kegiatan composting yaitu : Perumahan Griya Melati, Indra Prasta, Bantar Kemang, Gunung Batu, Yasmin dan Mulya Harja. Gambar 3.15 Pada tahun 2010 ini juga Bidang Kebersihan membuat suatu terobosan baru yaitu mengadakan Kerjasama dengan Kelompok Usaha MITTRAN dalam bentuk uji coba system pengolahan sampah perkotaan. Harapan dengan adanyakerjasama dalam uji coba ini agar memberikan keyakinan dan membentuk cara pandang baru dalam penanganan sampah di Kota Bogor. Gambar. 3.16 PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN POLA 3R KERJA SAMA DENGAN KELOMPOK USAHA MITRAN LOKASI JL. PALEDANG 3.3.6. Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah Kendala–kendala yang masih harus dihadapi dalam pengelolaan sampah adalah 1 Masih rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat Kota Bogor dalam menjaga kebersihan, misalnya: a Membuang sampah tidak pada tempatnya; ke kali, selokan, jalan, dsb, seperti di Kelurahan Kebon Pedes dan Kebon Kopi terdapat sebagian masyarakatnya yang masih membuang sampah ke Sungai Cibalok, Ciliwung, dan Cisadane. b Tidak tersedianya tempat sampah di dalam fasilitas umum, kendaraan umum,kendaraan pribadi, dsb. 2 Masih rendahnya peran masyarakat dalam mengelola sampah, misalnya: a Masih tingginya pembakaran sampah. b Masih rendahnya upaya pemilahan sampah. c Masih rendahnya pengawasan masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah. d Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan sampah untuk kepentingan ekonomi. BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 65 Buku Putih Sanitasi Kota Bogor e Masih terdapat pemanfaatan lahan kosong sebagai tempat pembuangan sampah di daerah perumahan, sebagaimana di temukan di Jalan Baru dekat persimpangan Yasmin. f Pemakaianpenggunaan plastik yang tidak terkendali serba plastik, seperti halnya yang terdapat di pasar tradisional dan modern Supermarket dan Hypermart di Kota Bogor. 3 Penolakan masyarakat terhadap pembukaan lahan baru untuk TPSTPA 4 Dampak TPA terhadap kesehatan dan lingkungan penurunan harga jual tanahrumah, bau, asap, partikel, gas-gas beracun, tempat berbiak lalat, tikus, pencemaran air, tanah. 5 Pengelolaan TPA, kendala yang ditemukan untuk pengoperasian secara sanitary landfill adalah: • Kurangnya alat berat yang dimiliki. • Sulitmahal tanah untuk penutup sampah. • Kolam pengolah lindi tidak sering terhambat. • Sumber daya manusia tidak memadai. 6 Berhubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaan persampahan, di Kota Bogor yang disurvai menyatakan keterbatasan dana sebagai salah satu kendala peningkatan pelayanan pengelolaan persampahan. Keterbatasan dana tersebut dapat berakibat kepada: • Ketidakmampuan melakukan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang ada. • Ketidakmampuan melakukan penggantian terhadap sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang telah rusak. • Ketidakmampuan melakukan pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang baru untuk mencapai target pelayanan yang lebih baik. • Ketidakmampuan melakukan pengelolaan persampahan sesuai dengan standar operasional yang seharusnya misal: rencana TPA = sanitary landfill, namun yang dilaksanakan hanya open dumping atau maksimal control landfill. 7 Dalam upaya mengurangi jumlah sampah baik pemerintah maupun masyarakat melakukan kegiatan pembuatan kompos. Namun untuk memanfaatkan sampah sebagai industri kompos mereka menemukan kendala dan tantangan yaitu : • Kendala Kualitas • Kendala Pemasaran • Kendala kuantitas dan kontinuitas • Kendala pendanaan 8 Dari perda atau Surat Keputusan Walikota yang ada, belum mengatur tentang : • Kewajiban penghasil sampah untuk meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan • Kewajiban penghasil sampah untuk memilah sampah berdasarkan sifatnya. BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 66 Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 9 Perda pengelolaan persampahan belum mengatur tentang pengelolaan persampahan yang bersifat lintas admnistrasi kabupatenkotapropinsi Berdasarkan para pelaku pengelola, kendala yang harus hadapi adalah : A. Pemerintah 1 Pertumbuhan jumlah sampah berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah penduduk. 2 Masih rendahnya tingkat pelayanan terhadap masyarakat, baik luas wilayah pelayanan, jumlah pelanggan, maupun jumlah sampah yang dapat ditangani, dari hasil survey lapangan sebagian masyarakat Kebon Kopi dan Cimanggu ada yang belum mendapatkan pelayanan kebersihan dari DLHK. 3 Keterbatasan sarana dan prasarana pengelolaan sampah serta kurang terawatnya sarana dan prasarana yang ada. 4 Keterbatasan SDM yang ahli di bidang persampahan. 5 Anggaran pengelolaan sampah yang rendah serta tidak transparannya konsep retribusi sampah. 6 Masih rendahnya upaya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah, baik itu dalam bentuk kontrak kerja sama, dukungan pembiayaan, teknis dan manajemen, maupun bentuk kerja sama lainnya. 7 Masih kurangnya dukungan terhadap upaya komunitas masyarakat yang telah berhasil dalam pengelolaan sampah, baik itu penghargaan, dukungan pendanaan, teknis, dan manajemen, maupun bentuk dukungan lainnya. 8 Masih kurangnya peraturan-peraturan teknis di bidang pengelolaan persampahan ini, serta masih lemahnya penegakan hukum yang ada. 9 Sampah di sungai tidak ada yang bertanggungjawab dan bukan pula tanggung jawab DLHK. 10 Belum adanya sistem insentif dan disentif yang terkait dengan pengelolaan sampah ini bagi Pelaku Usaha. 11 Standar TPA berwawasan lingkungan kurang dimanfaatkan dan dikesampingkan, karena membutuhkan biaya yang tinggi. 12 Sampah masih dianggap tanggung jawab pemerintah, sedangkan tanggung masyarakat adalah membayar sampah yang dibuang. 13 Belum adanya peraturan dan sistem pelabelan terhadap teknologi produksi, produk, dan kemasan ramah lingkungan yang di produksi di Kota Bogor B. Pelaku Usaha 1 Masih rendahnya jumlah industri yang menerapkan konsep teknologi bersih dan konsep nir limbah. 2 Masih rendahnya jumlah industri yang memanfaatkan sistem dan teknologi daur ulang 3 Masih rendahnya kepedulian pelaku usaha dalam memproduksi produk dan kemasan ramah lingkungan, yaitu: a. Biodegradable b. Recyclable 4 Masih rendahnya jumlah perusahaan yang memanfaatkan sampah untuk: BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 67 Buku Putih Sanitasi Kota Bogor a. menghasilkan produk sampah sebagai bahan baku b. menghasilkan energi 3.4. Pengelolaan Drainase 3.4.1. Landasan HukumLegal Operasional Landasan hukum mengenai sistem drainase terbagi atas : 1. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Pusat a. Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air b. Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang c. Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. d. Keputusan Presiden No. 114 tahun 1999 tentang Kawasan Bopuncur e. Peraturan Pemerintah No 35 tahun 1991 tentang Sungai. f. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi g. Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air h. Peraturan Menteri PU No 39PRT1989 tentang Pembagian Wilayah Sungai i. Peraturan Menteri PU No 48PRT1990 tentang Pengelolaan Atas dan Sumber Air j. Peraturan Menteri PU No 49PRT1990 tentang Tata cara dan Persyaratan Ijin Penggunaan Air dan atau Sumber Air k. Pedoman Penetapan dan Pengelolaan Sempadan Sungai, Peraturan Menteri PU No.63PRT1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan sungai dan Bekas Sungai. l. Tata cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan, SK SNI T-07- 1990-F m. Tata cara Teknik Pembuatan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan, SK SNI T-06-1990-F n. Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan,SK SNI S-14-1990-F o. Kebijakan Pendayagunaan Danau dan Situ, Lokakarya Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air, Deputi Bidang Sumber Daya Air, Dept Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2000 2. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Propinsi Terdiri dari : a. Peraturan Daerah No. 10 tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi b. Peraturan Daerah No. 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 68 Buku Putih Sanitasi Kota Bogor