2.1.6 Analisis Framing
Analisis framing dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagai mana realitas peristiwa, actor, kelompok, atau apa saja dibingkai oleh
media.pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Disini realitas sosial dimaknai dandikonstruksi dengan makana tertentu. Eriyanto, 2002:3. Jadi,
dalam penelitian framing yang terjadi titik persoalan adalah bagaimana realitas atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Lebih spesifik, bagaiman media
membingkai peristiwa dalam rekonstruksi tertentu. Sehingga yang terjadi titik perhatian bukan apakah media memberikan negative atau positif, meliankan
bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media. Eriyanto, 2002:7 Menurut pan dan kosicky dalam Eriyanto 2002:251 analiss framing ini
dapat menjadi salah satu alternative dalam menganalisis teks media disamping analisis isi kuantitatif. Konsep framing selalu berkaitan dengan proses seleksi isu
dan bagaimana menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut kedalam berita. Framing dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang
khas sehingga isu tertentu tersebut mendapat alokasi yang besar dari pada alokasi lain. Dalam membuat berita wartaawan memutuskan apa yang akan ia berikan,
apa yang akan diliput dan apa yang harus dibuang. Wartawan juga akan menentukan apa yang akan ditonjolkannya dan apa yang akan disembunyikannaya
kepada khalayak.
2.1.7 Model Analisis Framing
Penelitian ini akan menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicky dalam menganalisis bagaimana surat kabar Jawa Pos membingkai
berita pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI. Bagi Pan dan Kosicky, Analisis framing dapat menjadi salah satu
alternative dalam menganalisis media. Mereka menilai dalam analisis framing, teks berita dilihat dari symbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang akan
dipakai dan yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Jadi, tidak ada pesan atau stimuli yang bersifat objektif, sebaliknya teks brita merupakan seperangkat
kode yang membutuhkan interpretasi. Oleh karena itu maka tidak dimaknai sebagai sesuatu yang dpat diidentifikasi dengan menggunakan ukuran yang
objektif, sebaliknya ai merupakan hasil dari proses konstruksi dan penafsiran khalayak. Masih menurut Pan dan Kosicky, analisis framing ini tidak melihat teks
berita sebagai suatu pesan yang hadir begitu saja, tetapi sebagai teks yang dibentuk lewat stuktur dan formasi tertentu yang melihat proses produksi dan
konsumsi dari suatu teks barita. Pan dan Kosicky juga menilai bahwa validitas dari analisis framing tidakkalah diukur dari objektifitas dari pembacaan penelitian
atas teks berita. Tetapi dilihat dari bagaiman teks menyimpan kode-kode yang dapat ditafsirkan dengan jalan tertentu oleh peneliti. Jadi dalam analisis framing
tidak ada ukuran valid, karena tergantung bagaiman seseorang menafsirkan pesan dari teks berita tersebut. Eriyanto, 2002:251-252
Menurut Pan dan Kosicky, ada dua konsepsi framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih
menekankan pada nagaimana sesorsng memproter informasi dalam dirinya. Hal ini berkaitan dengan stuktur dan proses kognitif, yaitu bagai mana seseorang
mengelola sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing disini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik atau
khusus dan menempatkan elemen tertentu dalam suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang, sehingga elemen-elemen yang diseleksi
dari suatu isu atau peristiwa itu menjadi penting dalam mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi
sosiologis. Pada pandangan sosiologis ini lebih melihat pada bagaiman konstruksi sosial atas realitas. Framing disini dipahami sebagai bagaimana seseorang
mengklasifikasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas diluar dirinya, sehingga fram disini berfungsi untuk membuat
suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu. Eriyanto, 2002:252-253
Konsep psikologi dan sosiologo dapat dibangun dalam satu model dapat dilihat bagaimana suatu berita diproduksi dan peristiwa dikonstruksi oleh
wartawan. Wartawan bukanlah agen tunggal yang menafsirkan peristiwa, sebab setidaknya ada tiga pihak yang saling berhubungan yaitu wartawan, sumberdan
khalayak.
2.1.8 Perangakat Framing