1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
definisi istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Program studi Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu program studi yang berada dilingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan FKIP. Program studi ini menghasilkan lulusan yang nantinya menjadi seorang guru Bimbingan dan Konseling. Menurut Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah, guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan S1 dalam bidang
Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.
Guru Bimbingan dan Konseling dituntut untuk memiliki kompetensi dibidang bimbingan dan konseling dalam bentuk standar Guru
BK yang diatur oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia ABKIN. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, kompetensi yang dimaksud ialah kompetensi
akademik dan kompetensi professional. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan
pelayanan profesional
Bimbingan dan
Konseling. Pembentukan
kompetensi akademik
konselor ini
merupakan prosespendidikan formal jenjang strata satu S-1 bidang Bimbingan dan
Konseling yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan S.Pd bidang Bimbingan dan Konseling.
Kompetensi profesional
merupakan penguasaan
kiat penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan, yang
ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik Pendidikan Profesi
Konselor yang berorientasi pada pengalaman dan kemampuan praktik lapangan, dan tamatannya memperoleh sertifikat profesi Bimbingan dan
Konseling dengan gelar profesi Konselor, yang disingkat Kons. Kompetensi akademik dan kompetensi professional dirumuskan ke
dalam kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional. Sesuai dengan Peraturan yang telah dibuat
oleh Pemerintah maka mahasiswa calon guru BK dituntut untuk memiliki semua kompetensi yang ada. Di dalam salah satu kompetensi yakni
kompetensi sosial disebutkan bahwa seorang guru BK harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang efektif.
Komunikasi terbagi menjadi dua yakni komunikasi secara verbal dan non verbal. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang
disampaikan secara lisan, tulisan berupa ucapan bahasa. Komunikasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
verbal terkait dengan pemakaian simbol-simbol bahasa yaitu kata atau rangkaian kata yang mengandung makna tertentu. Komunikasi non verbal
merupakan semua aspek komunikasi selain kata-kata, tidak hanya gerakan dan bahasa tubuh tetapi juga bagaimana seseorang mengucapkan kata-
kata: infleksi, jeda, nada, volume, dan aksen. Tanda-tanda non verbal terlihat dari tampilan wajah dan gerakan tangan. Maka dari itu, sebagai
calon guru Bimbingan dan Konseling diharapkan memiliki kemampuan komunikasi baik secara verbal maupun non verbal.
Komunikasi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari baik di masyarakat maupun di kampus karena dengan komunikasi, seseorang
dapat menjalin relasi yang baik dengan orang lain. Komunikasi juga menggambarkan bagaimana seseorang mendengarkan, memahami, melihat
dan berinteraksi dengan lingkungannya. Komunikasi ini dapat dilatih maupun diasah secara terus menerus selama masa perkuliahan sebagai
bekal ketika sudah menjadi guru nantinya. Komunikasi yang efektif dalam proses perkuliahan di kampus yakni adanya interaksi yang baik antara
dosen dan mahasiswa sehingga proses perkuliahan dapat berjalan lancar. Proses perkuliahan berkaitan erat dengan kemampuan mahasiswa
berbicara di depan umum diantaranya adanya interaksi antara dosen dan mahasiswa yang terjadi melalui metode pengajaran yang digunakan oleh
dosen seperti ceramah, tanya jawab, presentasi, diskusi kelompok, dan lain-lain. Melalui metode mengajar ini, dosen melatih mahasiswa untuk
lebih aktif dalam proses perkuliahan. Salah satu caranya ialah mahasiswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ditugaskan untuk melakukan diskusi kelompok mengenai suatu tema dan melaporkan hasil diskusi itu melalui presentasi. Diskusi kelompok
membantu mahasiswa untuk mengeksplor kemampuan mereka dalam memahami tema yang didapatkan dan dapat menjadi sarana tutor sebaya,
dimana sesama anggota kelompok bisa saling melengkapi dan membantu jika ada anggota kelompok yang kurang memahami tema yang didapatkan.
Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum yang dimaksud ialah mahasiswa aktif didalam kelompok seperti menyampaikan masukan
atau ide ketika berdiskusi di dalam kelompok, mengajukan pertanyaan kepada dosen jika merasa materi yang disampaikan dosen belum jelas,
aktif menyampaikan ide ketika perkuliahan sedang berlangsung, menjawab pertanyaan yang diberikan dosen, mempresentasikan tugas
dengan baik, berani menjawab pertanyaan yang diberikan teman ketika presentasi di depan kelas.
Bagi mahasiswa, berbicara di depan umum tidaklah mudah, terlebih pada mahasiswa di semester awal karena mereka masih
beradaptasi dengan lingkungan barunya yakni proses perkuliahan. Proses perkuliahan sangat berbeda jauh dengan keadaan ketika mereka masih
berada di Sekolah MenengahKejuruan dulu karena perkuliahan menuntut mahasiswa untuk lebih mandiri. Ketidakmampuan mahasiswa untuk
berbicara di depan umum dikarenakan adanya perasaan cemas dalam dirinya.
Menurut Sigmund Freud Boeree, 2013 Ego berdiri ditengah- tengah kekuatan yang dahsyat: realitas, masyarakat, sebagaimana yang
direpresentasikan oleh Id. Ketika terjadi konflik diantara kekuatan- kekuatan ini untuk menguasai Ego, maka sangat bisa dipahami kalau Ego
merasa terjepit dan terancam, serta merasa seolah-olah akan lenyap digilas kekuatan-kekuatan tersebut. Perasaan terjepit dan terancam ini disebut
kecemasan anxiety. Penelitian yang dilakukan oleh Ririn, dkk pada tahun 2013 kepada
Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang Angkatan 2011 mengenai hubungan antara
keterampilan komunikasi dengan kecemasan berbicara di depan umum didapatkan hasil bahwa keterampilan komunikasi mahasiswa berada pada
kategori rendah 48,53 dan kecemasan berbicara di depan umum mahasiswa berada pada kategori tinggi 42,65. Maka terdapat hubungan
yang signifikan antara keterampilan komunikasi dengan kecemasan berbicara di depan umum. Pearson Correlation sebesar -0,785 p 0,001
dengan tingkat hubungan kuat. Tanda korelasi menunjukkan arah negatif, artinya semakin tinggi keterampilan komunikasi mahasiswa maka semakin
rendah kecemasannya berbicara di depan umum. Sebaliknya semakin rendah keterampilan komunikasi mahasiswa maka semakin tinggi
kecemasannya berbicara di depan umum. Peneliti pernah menjadi cofas menggantikan dosen mata kulaih
yang berhalangan hadir ketika perkuliahan angkatan 2016. Saat itu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
beberapa kelompok mempresentasikan tugasnya di depan kelas. Proses diskusi berjalan kurang baik karena mahasiswa yang menjadi pembahas
kurang aktif dalam bertanya karena merasa apa yang dijelaskan sudah lengkap. Peneliti juga melihat anggota kelompok yang hanya diam saja
dan mengandalkan teman lain untuk menjelaskan ketika apa yang dijelaskan tidak dimengerti oleh pembahas.
Tidak hanya terjadi pada angkatan 2016 saja, pengalaman peneliti ketika masa perkuliahan, mahasiswa kurang aktif ketika perkuliahan
maupun presentasi. Mahasiswa hanya mengangguk-anggukkan kepala sebagai tanda bahwa sudah mengerti terhadap materi yang telah dijelaskan
dosen maupun teman-teman ketika persentasi, namun setelah perkuliahan selesai mahasiswa menjadi bingung kembali mengenai materi yang telah
dibahas. Pengalaman pribadi peneliti, sering juga terjadi saat mendapatkan
tugas untuk dipresentasikan, peneliti terlebih dahulu menyiapkan diri dengan baik dan mendalami materi yang akan dipresentasikan. Namun
sesampainya dikampus dan akan memulai presentasi, peneliti terkadang merasa cemas dan takut salah sehingga membuat peneliti menjadi deg-
degan dan bingung mengenai apa yang akan dijelaskan nantinya. Hal ini sering membuat peneliti terbata-bata dalam berbicara.
Kecemasan ini muncul karena berbagai macam alasan yang dilontarkan ketika presentasi di depan kelas diantaranya gugup, malu
dengan teman-teman di kelas, takut diolok-olok oleh teman dan merasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak didengarkan. Dengan berbagai macam alasan ini membuat mahasiswa kurang aktif dalam perkuliahan sehingga mereka lebih memilih
diam dan mendengarkan saja. Dampak dari kecemasan berbicara di depan umum ialah mahasiswa akan lebih banyak diam saat perkuliahan maupun
presentasi, mengandalkan kemampuan satu orang saja ketika berdiskusi di dalam kelompok, menjadi semakin takut untuk mempresentasikan tugas di
depan kelas. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka peneliti tertarik untuk
mengangkat judul “Tingkat Kecemasan Mahasiswa Berbicara Di Depan Umum dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Program Bimbingan
Peningkatan Kepercayaan Diri Berbicara Di Depan Kelas Studi Deskriptif pada Mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma.
B. Identifikasi Masalah