1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu sistem pendidikan, terjadi proses pembelajaran dalam suatu kondisi tertentu. Pembelajaran menurut Wikipedia merupakan proses
interaksi antara peserta didik dengan guru dan sumber belajar, pada suatu lingkungan belajar http:id.wikipedia.Org yang diunduh Selasa, 6 Maret
2012. Interaksi ini dapat terjadi pada lingkungan yang formal, maupun non formal. Pada lingkungan formal, interaksi terjadi dalam kondisi yang formal,
yaitu dalam suatu sekolah formal dan ruang kelas untuk belajar. Sedangkan untuk lingkungan yang non formal, interaksi banyak dilakukan dalam konteks
lingkungan sekitar, yang mana peserta didik sendiri mengalami suatu gejala cara bergaul, bekerja sama, dll yang langsung dialami peserta didik di
lingkungan atau kaitannya dengan relasi mereka untuk mengenal lingkungan. Dari uraian tersebut, proses pembelajaran yang baik tentunya diharapkan
dapat terjadi dalam suatu lingkungan belajar, agar dapat membantu peserta didik siswa untuk belajar dengan lebih baik.
Siswa dalam perspektif UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4 diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dalam proses ini, mereka memerlukan bimbingan
dan pengarahan dari seseorang atau beberapa orang, untuk membantu mereka mengoptimalkan
perkembangan diri
mereka UNESA
dalam http:elearning.unesa.ac.id yang diunduh hari Selasa, 6 Maret 2012.
Elemen lain yang merupakan elemen penting dalam proses
pembelajaran adalah guru. Dalam http:id.wikipedia.orgwikiGuru, terdapat definisi tentang guru, yaitu guru adalah seorang pengajar, yang mengajarkan
suatu ilmu. Dalam arti yang lebih luas, guru adalah seseorang, yang dapat mengajarkan hal yang baru. Peran guru sangatlah penting untuk mendukung
dan membantu siswa dalam proses pembelajarannya. Guru sebagai seorang pendidik tentunya merupakan salah satu subyek yang turut bertanggung
jawab terhadap keberhasilan siswa. Namun dalam kenyataannya, guru sering lupa menyadari bahwa setiap
siswa memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda terhadap suatu materi tertentu yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar. Tingkat
pemahaman siswa yang berbeda-beda ini, menghasilkan tiga kelompok siswa, yaitu kelompok siswa yang sangat berhasil memahami materi yang
disampaikan, kelompok siswa yang cukup, dan kelompok siswa dengan variasi kesulitan belajar yang dialami, untuk memahami materi tersebut.
Kelompok siswa dengan variasi kesulitan belajar ini, dapat disebabkan karena beberapa hal; siswa kurang termotivasi pada materi yang disampaikan,
siswa kurang berusaha untuk memahami materi tersebut, siswa mendapat kesulitan dalam memantapkan penguasaan bagian-bagian yang sukar dari
seluruh bahan yang harus dipelajarinya. Penyebab lain yang dapat menjadi kesulitan belajar siswa adalah ada konsep dasar yang belum dikuasai siswa,
proses belajar yang dialami oleh siswa tidak cukup menarik atau tidak cocok dengan karakter siswa yang bersangkutan. Hal-hal tersebut dapat menjadi
faktor yang memunculkan adanya variasi kesulitan siswa dalam proses belajar. Dalam pelajaran fisika, kesulitan belajar siswa tidak hanya disebabkan
oleh faktor-faktor seperti yang sudah disebutkan di atas, tetapi juga bisa disebabkan karena kemampuan analisis siswa ketika menyelesaikan soal-soal
yang diberikan oleh guru, dirasa kurang. Kurangnya kemampuan siswa dalam menganalisis soal, dapat terjadi karena siswa merasa evaluasi dan pengayaan
bisa berupa latihan soal, ulangan, tugas, dll terhadap materi tersebut kurang. Faktor lain yang menyebabkan kesulitan tersebut juga dapat terjadi apabila
konsep-konsep dasar yang seharusnya diketahui siswa, tidak diketahui olehnya.
Salah satu materi fisika untuk kelas X adalah materi tentang vektor. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa materi tersebut masih
tergolong sulit untuk siswa. Misalnya saja, dalam http:repository.upi.edu operatoruploads_fis_0704140 yang diunduh tanggal 2 Januari 2013, peneliti
menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada materi vektor hanya sebesar 46,6 dengan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 26. Penelitian
lain dilakukan oleh M. Jazuri dalam http:library.walisongo.ac.id yang diunduh pada hari selasa, 5 juni 2012 pada siswa kelas X MA Ya Falah
Grobogan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami
siswa kelas X di sekolah itu berupa kesulitan menggambar sebesar 52,3 dan kesulitan dalam perhitungan sebesar 62,1. Hasil dari kedua penelitian
tersebut tentunya merupakan contoh penelitian yang menunjukkan bahwa siswa masih merasa kesulitan untuk memahami materi vektor. Oleh karena itu,
perlu adanya tindakan penanggulangan untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut Caroll dalam Enthang, 1984: 3, dikatakan bahwa bilamana
siswa diberi kesempatan mempergunakan waktu yang dibutuhkan untuk belajar, dan ia mempergunakan dengan sebaik-baiknya, maka ia akan
mencapai tingkatan hasil belajar, seperti yang diharapkan. Ini berarti, setiap siswa ‘sebenarnya’ dapat memperkecil tingkat kesulitannya sendiri dalam
memahami suatu materi tertentu, asal ia mendapat waktu yang cukup untuk belajar dan mencoba memahami materi tersebut.
Dari pandangan tersebut pula, muncul suatu gagasan perlunya mengetahui kesulitan siswa terhadap materi yang diajarkan guru. Hal yang
mungkin diupayakan oleh guru, misalnya dengan mencoba menganalisis letak kesulitan siswa ketika siswa tersebut memahami dan menyelesaikan soal yang
diberikan. Cara ini dapat dilakukan dengan melihat sejauh mana siswa dapat menyelesaikan soal yang diberikan guru, serta tepat atau tidaknya jawaban
yang diberikan siswa ketika menyelesaikan soal tersebut. Namun, cukup tahu kesulitan siswa saja pastinya tidak cukup. Perlu
ada tindak lanjuk sebagai upaya untuk membantu siswa mengatasi kesulitan yang mereka alami. Kelanjutan dari upaya tersebut salah satunya adalah
melalui pengadaan program remedi.
Dari pengalaman yang diperoleh di beberapa sekolah, program remedi yang diadakan biasanya bersifat umum dan mencakup keseluruhan materi
selama satu semester. Remedi yang diadakan pun dilakukan di akhir semester, setelah ulangan akhir semester, yang mana program tersebut dilakukan jika
siswa di sekolah tersebut, banyak yang tidak mencapai ketuntasan belajar seperti yang telah ditetapkan sekolah. Cara tersebut tentunya kurang sesuai
dengan tujuan dari program remedi, karena jika program remedi diadakan di akhir semester, tentunya guru tidak dapat mengetahui secara detail kesulitan
yang dialami siswa pada materi tertentu. Remedi menurut Enthang 1984: 11, adalah upaya yang dilakukan
pendidik dalam membantu siswa yang mendapat kesulitan dalam belajar dengan jalan mengulang atau mencari alternatif kegiatan lain, sehingga siswa
yang bersangkutan dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Tujuan dari pengadaan program remedi ini adalah peningkatan penguasaan bahan
sehingga sekurang-kurangnya, siswa dapat memenuhi kriteria tingkat keberhasilan minimal yang diharapkan. Dari tujuan tersebut, diharapkan siswa
dapat lebih menguasai bahan yang diajarkan, sehingga modal ilmu yang diperoleh siswa dapat lebih maksimal. Pada akhirnya, dengan semakin banyak
siswa yang memahami materi yang diajarkan, akan semakin banyak pula siswa yang memperoleh nilai yang baik pada materi tersebut, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan jumlah siswa yang memenuhi kriteria ketuntansan minimum KKM yang ditetapkan sekolah.
B. Rumusan Masalah