Wawancara dengan Psikolog Aspek Emosional

55 lega karena kepala sekolah mengatakan di sekolah dia punya banyak teman dan ada satu temannya yang biasa bermain dengan dia. Saya belum siap jika anak saya bermain dengan teman di dekat rumah. Hal ini berbeda dengan KA, sebaliknya orang tua KA mengatakan kalau di rumah anak mereka memiliki banyak teman. Orang tua KA mengakui kalau mereka terlalu mengawasi anak mereka. Namun itu dilakukan supaya orang tidak terus menghina anak mereka. Mereka juga tahu bahwa di sekolah anak mereka tidak mempunyai banyak teman sehingga mereka tidak mau mengekang anak mereka untuk tidak berteman dengan anak-anak sebayanya di sekitar rumah. Hal ini dilakukan agar anak mereka tidak semakin minder. Berikut kutipan wawancara dengan orang tua KA: Kami merasa perlu untuk melindungi dan menjaga anak kami. Apalagi banyak yang mengatakan kalau anak kami hiperaktif meski saya tidak suka dengan kata itu. Jadi tidak apa-apa jika anak saya tidak punya teman di sekolah, namun saya akan tetap men-support dia agar semakin percaya diri. Saya yakin anak saya mampu seperti anak yang lain, meski daya tangkapnya rendah. Karenanya saya tidak akan melarang anak saya untuk bermain dengan teman-temannya di rumah. Demikian ungkapan orang tua MJ dan KA sebagai bentuk atau usaha mereka dalam mendampingi anak mereka secara khusus dalam kehidupan sosial.

1.3. Wawancara dengan Psikolog

a. Aspek Emosional

56 Menurut psikolog yang menangani kedua anak hiperaktif ini, orang tua MJ sebelumnya pernah datang ke psikolog pertama- tama karena mereka memang ingin tahu tentang kondisi anak mereka yang dilahirkan dari orang tua yang sudah tua berumur sekitar 40-an. Mereka khawatir kalau terdapat kelainan pada anak mereka Alasan berikutnya adalah karena orang tua MJ melihat bahwa anaknya sering sibuk dengan diri sendiri sehingga kurang memperhatikan jika diajak berbicara. Psikolog juga menyampaikan bahwa dia telah mengenal KA sebelum anak tersebut bersekolah di TK Pius, tepatnya di sekolah Kristen yang berada di dekat tempat tinggal KA. Namun karena KA pernah memiliki masalah di TK tersebut maka dia dipindahkan ke TK Pius. Di sekolahnya yang lama, KA suka mengejar teman yang tidak mau bermain dengannya. Ia akan mengejar teman tersebut sampai dapat kemudian memukulnya. Hal tersebut sering terjadi sehingga orang tua anak-anak yang lain merasa cemas dengan sikap KA. Karena alasan itu, orang tuanya sangat tersinggung dan memutuskan untuk memindahkan anaknya ke TK Pius X Magelang. Psikolog ini memperhatikan bahwa ciri utama hiperaktif adalah berkurangnya perhatian dan adanya aktivitas berlebihan. Kedua ciri tersebut menjadi syarat mutlak diagnosis. Kedua ciri 57 tersebut juga harus muncul lebih dari satu situasi misal: di rumah, sekolah, atau tempat yang lain. Menurut psikolog, untuk mengurangi sifat yang dominan tergantung pada derajat gangguan yang dimiliki anak. Bila anak didiagnosa bahwa gangguan perilaku hiperaktif menyulitkannya dalam hal perencanaan, mengatur perilakunya, memori, komunikasi, emosi serta ketrampilan sosial maka dibutuhkan pengobatan medis dengan minum obat secara kontinyu. Namun, bila derajat gangguan yang diderita tergolong ringan maka dibutuhkan modifikasi perilaku pada setting lingkungan baik di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, Psikolog memberikan saran untuk orang tua agar membuat jadwal harian yang teratur. Jadwal harian tersebut akan membantu anak sehingga dapat mengatur kegiatannya sendiri. Selain itu proses belajar perlu dilakukan di ruangan yang tenang, tidak banyak suara dan tidak banyak barangbenda yang dapat mengganggu konsentrasi belajar mereka. Psikolog juga mengajak orang tua untuk mengkondisikan suasana belajar yang menyenangkan tanpa tekanan. Jadi anak bisa belajar sambil bermain. Dalam proses belajar anak diperlukan kehadiran pendamping agar kegiatan bisa berlangsung secara terarah. Suasana rumah harus dalam keadaan tenang, televisi dimatikan dan seluruh anggota keluarga menekuni pekerjaan yang 58 merupakan tanggung jawab masing-masing. Tempat tidak terlalu banyak barang atau menimbulkan suara. Psikolog telah menyampaikan masukkan kepada kepala sekolah dan guru tentang beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu anak-anak hiperaktif agar dapat memperhatikan dengan baik. Anak-anak hiperaktif perlu diberi tempat duduk di depan, dekat dengan meja guru agar guru dapat “membantunya” berkonsentrasi, bukan untuk mencela, menegur, atau memarahi. Bila hal tersebut tidak memungkinkan, anak dapat diberi tempat duduk dalam jangkauan yang mudah, seperti di bagian depan tetapi di pinggir agar tidak menghalangi pandangan teman- temannya karena tubuhnya yang besar. Selain itu, anak dapat juga ditempatkan di sekitar teman-temannya yang tenang dan bisa berkonsentrasi selama pelajaran. Selain penempatan posisi duduk anak, guru dapat menepuk lembut pundaknya, mengetuk mejanya dengan pelan, mengusap kepalanya dan meminta anak untuk melihat ke depan kembali ketika perhatiannya teralihkan. Guru juga perlu mengingatkan anak untuk menyingkirkan benda-benda yang tidak diperlukan dari mejanya saat mengerjakan tugas. Apabila guru memberikan 10 soal, anak diminta untuk mengerjakan 2 atau 3 soal dulu, sedang yang lain ditutup. Setelah 2 atau 3 soal awal selesai dikerjakan baru mereka diminta untuk melanjutkannya. Setiap 59 lembar baru pada buku anak perlu diberi tanda yang mengingatkan anak bahwa mereka harus berkonsentrasi, misalnya tulisan: “Lihat ke depan ya ”, “Perhatikan Bu Guru”, gambar anak yang sedang memperhatikan pelajaran ditempeldigambar, dll. Alat tulis yang dimiliki anak sebaiknya polos, tidak dengan gambar yang berwarna-warni. Di sekolah, peran guru juga penting untuk mendorong anak agar tidak terlalu sering asyik dengan dirinya sendiri. Pelajaran tentang keterampilan bergaul seperti kontak mata dan senyum juga sangat dibutuhkan anak. Sebagai upaya untuk membantu anak-anak hiperaktif ini, psikolog sudah melakukan kerjasama melalui komunikasi secara intensif dengan orang tua dan guru. b. Aspek Intelektual Menurut psikolog yang menangani kedua anak hiperaktif ini, ada perbedaan yang mencolok antara MJ dan KA dari banyak aspek. Salah satunya adalah aspek intelektual. Psikolog menyampaikan bahwa MJ memang anak yang cerdas. Dia bisa mengerjakan tugas dengan baik dan sangat rapi dibandingkan dengan teman-temannya. Ketika berkegiatan di dalam kelas, biasanya dia sibuk dengan dirinya dan berjalan kesana-kemari. Ketika diberi pertanyaan oleh kepala sekolah atau guru dia selalu bisa menjawabnya. 60 KA memiliki daya tangkap yang rendah serta kurang percaya diri. Dia sering mendapatkan tekanan dari ibunya supaya bisa menjadi seperti anak yang lain. KA memiliki down syndrom sehingga wajahnya tampak seperti anak idiot. Dia juga takut bertemu orang lain dan cenderung menyembunyikan wajahnya. Jika diberi pertanyaan, dia hanya menjawab secara singkat dengan satu kata saja. Selama menangani kedua anak ini, baik psikolog maupun orang tua sudah bekerjasama dengan baik. Meskipun kadang muncul ketidaksabaran orang tua terhadap proses yang harus diupayakan bersama dan mencari terapis lain untuk segera menyembuhkan anak mereka. Namun hal itu pun bukan sesuatu yang mudah karena anak hiperaktif tidak akan dengan begitu saja sembuh. Pendampingan bagi anak hiperaktif membutuhkan proses dan kesabaran. Setelah mengalami kesulitan akhirnya orang tua akan datang kembali. Proses yang terhambat tersebut mengakibatkan baik orang tua maupun psikolog perlu mengulang dan memulai terapi dari tahap awal. c. Aspek sosial Menurut psikolog, anak hiperaktif biasanya suka melakukan apa yang dia suka tanpa memperhatikan bahwa disitu ada banyak orang. Mereka sibuk dengan urusannya sendiri 61 sehingga tidak memperhatikan dengan baik ketika diajak berbicara. Bila dibandingkan dengan teman ‐temannya, anak hiperaktif biasanya sulit bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya. Banyak anak hiperaktif tidak mempunyai teman dekat karena sikap mereka yang berbeda dari yang lain.

D. Analisis Masalah