Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah yang mendeskripsikan mengenai kejadian yang terjadi di lapangan. Selain itu pada bab ini juga dideskripsikan mengenai perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat hasil penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Masa kanak-kanak merupakan fase yang sangat penting dan berharga, karena merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia. Oleh sebab itu masa anak sering disebut sebagai usia emas golden age, karena pada masa ini fisik dan otak anak sedang berada di dalam masa pertumbuhan terbaiknya. Masa ini menjadi suatu peluang atau kesempatan besar dalam pertumbuhan dan pembentukan pribadi seseorang. Dalam perkembangan anak usia dini, usia 4-6 tahun adalah masa yang sangat baik dalam pembentukan karakter dan kepribadian sesuai dengan keunikan yang dimiliki masing-masing anak. Sebagian besar waktu anak dihabiskan bersama keluarga, maka pendidikan di dalam keluarga menjadi sangat penting serta mendasari proses pendidikan selanjutnya. Hal-hal positif dalam keluarga akan membawa perkembangan yang positif bagi anak. Peran orang tua sangat penting dalam pendidikan anak usia dini karena dari orang tua mereka menemukan contoh nyata yang bisa ditiru. 2 Menurut Andria Charles M.Psi, Psikolog anak dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia orang tua perlu memberikan pendidikan dan contoh yang baik bagi anak-anak mereka. Salah satu contoh yang perlu diberikan oleh orang tua kepada anak adalah sopan santun yang ditampakkan dari tutur kata dan perbuatan. Contoh konkret yang dapat diterapkan orang tua dalam mengajarkan sopan santun antara lain: 1 mengajari anak meminjam barang teman dengan permintaan yang baik, seperti: “bolehkah aku meminjam bukumu?”, 2 mengucapkan terimakasih setelah menerima pertolongan atau menerima sesuatu, 3 mengucapkan maaf ketika menyadari telah melakukan kesalahan, 4 meminta tolong ketika membutuhkan bantuan Tjahjo, 2014: 48-50. Teladan perilaku baik yang diperkenalkan kepada anak sejak usia di bawah tiga tahun akan berdampak positif karena pada masa itu anak mudah sekali menyerap dan meniru perilaku dan perkataan orang tuanya. Dalam hal ini orang tua mengambil peran sebagai role model atau contoh nyata bagi anak usia dini melalui perilaku, tindakan dan perkataan mereka. Selain keluarga, pendidikan prasekolah yang sering disebut sebagai masa taman kanak-kanak juga merupakan wadah pendampingan anak usia dini. Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan luar sekolah. Kegiatan pendampingan anak pada masa Taman Kanak-kanak mencakup kegiatan pendidikan, penanaman nilai, sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari- hari. Pendidikan prasekolah ini dimaksudkan untuk membantu 3 anak-anak mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya melalui berbagai bentuk permainan karena metode bermain sesuai dengan situasi anak dalam rentang usia empat sampai enam tahun. Pada usia taman kanak-kanak, anak pada umumnya sangat aktif. Mereka seolah tidak memiliki rasa lelah ketika bermain serta mampu mengekspresikan emosi secara terbuka. Seorang anak yang aktif umumnya menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif bertindak sekehendak hatinya. Muncul anggapan para pembimbing anak usia dini bahwa anak-anak yang sangat aktif memiliki konsentrasi belajar yang rendah sehingga cenderung mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah. Menurut teori bimbingan dan konseling, upaya untuk mewujudkan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun individual, harus sesuai dengan hakikat kemanusiaannya dengan berbagai potensi, kelebihan, dan kekurangan, kelemahan serta permasalahannya Erman Amti dan Prayitno. 1994: 1. Para pembimbing anak usia dini perlu memahami situasi dan kebutuhan setiap anak agar proses pendampingan berjalan secara efektif. Kerjasama orang tua dan guru sangat penting dalam proses pendampingan anak. Kerjasama tersebut penting agar orang tua dan guru bisa saling berbagi pemahaman terhadap situasi dan perkembangan anak baik di rumah maupun di sekolah, serta menemukan model bimbingan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan anak. Perilaku siswa-siswi usia prasekolah saat ini beragam, salah satu perilakunya adalah anak-anak yang sangat sulit di atur, tidak bisa diam dan 4 seolah-olah tidak memperhatikan pelajaran di kelas. Anak-anak tersebut biasanya mengalami gangguan dalam perkembangannya yaitu gangguan hiperkinetik yang secara luas di masyarakat disebut sebagai anak hiperaktif. Hiperaktif sebagai salah satu bagian dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD dikategorikan pada gangguan yang memiliki ciri-ciri keaktifan yang berlebihan. Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah mengatur dan mendidiknya. Anak hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian innatention pada suatu obyek tertentu, tidak tenang, tidak bisa mengontrol diri, banyak bicara tetapi ada juga yang pasif diam, mengikuti kehendak sendiri impulsif dan terlalu banyak beraktivitas fisik. Mereka membutuhkan rangsangan khusus supaya perkembangan kognitif, sosial, emosi, perilaku dan motoriknya dapat berjalan dengan baik Anisa Renang Yulianti, dr. 2011:2. Untuk itulah dibutuhkan suatu pendekatan untuk membantu anak-anak yang hiperaktif tersebut supaya mereka dapat memaksimalkan potensi diri dan meningkatkan prestasinya. Dewasa ini jumlah anak usia 4-6 tahun yang tergolong hiperaktif di Indonesia cukup banyak. Menurut psikolog anak fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, MG Adiyanti, jumlah anak usia 4-6 tahun yang tergolong hiperaktif mencapai 10 dari jumlah anak usia tersebut di Indonesia www.kesekolah.com diakses dari internet 9 Agustus 2014, pukul 21.15 WIB. Di Asia jumlah anak hiperaktif berkisar antara 3-10. Di Amerika, penyandang hiperaktif berjumlah sekitar 5-10. Di Belanda, jumlah anak 5 hiperaktif di usia tersebut berkisar antara 2-8. Di antara anak-anak usia tersebut, sekitar 2 merupakan ADHD Attention Defecit Hyperaktif Disorder dengan gejala sangat parah. Banyaknya anak yang tergolong hiperaktif menunjukkan bahwa ada kemendesakan penelitian terhadap mereka demi pendampingan yang lebih baik. Problem pendampingan kepada anak hiperaktif juga terkait dengan banyaknya orang tua yang belum bisa menerima keadaan anak hiperaktif Arga Paternotte Jan Buitelaar,2010: 9-10. Pada tahun ajaran 20142015 terdapat dua anak hiperaktif di TK Pius X Magelang. Anak hiperaktif merupakan anak yang memiliki kebutuhan khusus sehingga keberadaan mereka menjadi perhatian kepala sekolah dan para guru dalam upaya mereka membantu dan mendampingi anak dengan kecenderungan ini. Bagi para pendidik di sekolah ini, anak hiperaktif juga memiliki hak yang sama dengan anak lainnya dalam mendapatkan pendidikan dan pendampingan. Selain itu anak hiperaktif juga memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan. Oleh karena itulah para guru dan orang tua mengupayakan pola kerjasama dalam mengupayakan pendampingan sesuai dengan situasi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus ini. Anak-anak ini perlu diarahkan agar dengan kekhususan yang dimiliki, mereka mampu meraih harapan dan cita- citanya ke depan. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama dan komunikasi intensif antara pihak sekolah dan orang tua untuk melihat perkembangan anak-anak mereka. Kerjasama pendampingan yang diupayakan bersama tersebut tidak terlepas dari berbagai kendala, kadang kala baik orang tua maupun guru mengalami 6 kesulitan ketika pemikiran dan pendapat kedua belah pihak tidak sejalan, sehingga dibutuhkan waktu dan upaya dialog untuk menyelaraskannya. Salah satu contoh kendala yang berpotensi menghambat kerjasama pendampingan adalah ketika orang tua kurang konsekuen dengan kesepakatan yang dibuat dengan alasan bahwa mereka tidak sabar menunggu hasil. Orang tua lebih senang melakukan eksperimen dengan membawa anak dari satu psikolog ke psikolog yang lainnya tanpa mau memahami bahwa perubahan atau perkembangan anak membutuhkan proses. Situasi inilah yang membuat kepala sekolah dan para guru menyerahkan semua keputusan kepada orang tua dengan resiko terjadi stagnasi dan inkonsistensi dalam pendampingan anak. Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut kerjasama orang tua dan guru di TK Pius Magelang sebab hal ini dirasa sangat penting dalam pendampingan anak hiperaktif. Berdasarkan prinsip bimbingan, dalam diri tiap anak terkandung kebaikan-kebaikan. Setiap pribadi mempunyai potensi. Pendidikan adalah sarana untuk membantu anak-anak untuk mengembangkan potensinya Prayitno, 2004:218.

B. Rumusan Masalah