BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang melanda negeri ini sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa bangsa Indonseia
kepada suatu bencana nasional yang merupakan salah satu sejarah buruk abad ini. Sector ekonomi modern seperti perbankan, property, industry besar dan
lain-lain yang selama ini menjadi pilar utama perekonomian nasional ternyata tidak mampu menghadapai badai krisis tersebut dan satu persatu sector usaha
tersebut akhirnya berjatuhan. Akibatnya, terjadi gejolak lanjutan, seperti, meningkatnya angka pengangguran, berkurangnya produksi, naiknya harga
barang-barang kebutuhan pokok yang selanjutnya berakibat pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan angka kemiskinan semakin meningkat.
Isu kemiskinan dan pengangguran kembali mencuat dan mendapat perhatian banyak pihak usai pidato kontroversial Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono SBY 16 Agustus 2006 di depan DPR yang menyatakan bahwa angka kemiskinan dan pengangguran menurun. Terlepas dari perdebatan yang
terjadi tentang kesahihan data dan definisi kemiskinan, momentum ini sebenarnya lebih penting digunakan untuk mendorong kembali wacana
strategi pengentasan kemiskinan yang tepat untuk Indonesia.
Per Maret 2006, angka kemiskinan adalah 17,75 persen atau meningkat dari 16,66 persen di tahun 2004. Angka pengangguran juga
memburuk dari 9,86 persen pada 2004 menjadi 10,4 persen pada 2006. Yang ironis adalah pertumbuhan ekonomi yang selama ini menjadi fokus utama
pemerintah, ternyata juga memburuk dari 7,1 persen pada kuartal IV 2004 menjadi 5,2 persen pada kuartal II 2006. Dibutuhkan strategi baru untuk
kemiskinan, yang lebih komprehensif, menyentuh akar permasalahan, dan tidak hanya retorika belaka.
1
Kehadiran sektor Usaha Mikro Kecil dan menengah UMKM, merupakan fakta adanya semangat kewirausahaan sejati di tengah masyarakat
kita. Menyadari realitas ini, memfokuskan pengembangan ekonomi rakyat, melalui UMKM, merupakan hal yang sangat strategis dan masuk akal guna
mewujudkan pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Persoalan UMKM tidak terlepas sari system ekonomi, karena UMKM
merupakan salah satu pelaku riil dalam perekonomian, sementara itu kita memahami bahwa saat ini bangsa Indonesia menerapkan system ekonomi
campuran, ada model kapitalisme atau mekanisme pasar yang menentukan semua aspek perekonomian yaitu apa yang di produksi, kepada siapa dan
bagaimana distribusinya, disisi lain ada model sosialisme yang mana
1
Mansur, Strategi Baru Untuk Kemiskinan, ucuy.blogspot.com, diakses pada tanggal 20 Maret 2008
dicirikan masih adanya beberapa kebijakan ekonomi yang masih di tangan Negara, sementara itu system syariah masih mencari bentuk.
2
Sampai saat ini peranan UMKM perlu memaksimalkan potensi yang dimiliki. Namun saat ini banyak penerapan peraturan yang tidak kondusif bagi
pengembangan UMKM misalnya terlalu banyak pungutan dan biaya-biaya yang diterapkan sehingga mengakibatkan biaya tinggi, belum lagi pengurusan
ijin yang selain menghabiskan waktu juga sangat mahal yang mana bagi UMKM yang baru memulai usaha merupakan biaya perijinan yang tidak
sedikit. Fenomena ini merupakan suatu yang kontra produktif sebab seharusnya pihak pemerintah memberi kemudahan lebih dahulu baru meminta
hak, atau dengan kata lain bagaimana memperbanyak objek yang akan dipungut supaya lebih banyak. Sesuai data pada tahun 2003 jumlah tenaga
kerja yang ditampung oleh usaha mikro dan kecil 7,4 juta orang, usaha menengah 1,2 orang dan usaha besar 55.760 orang. Sementara itu kepedulian
pemerintah daerah terhadap UMKM masih sangat rendah, terlihat dari alokasi dana anggaran untuk pengembangan UMKM baru 0,85 secara rata-rata dari
APBD. Jika kita melihat data ini maka kita dapat mengatakan bahwa solusi terbaik untuk mengurangi pengangguran adalah pemberdayaan UMKM
melalui Lembaga Keuangan Syariah.
2
Muhammad Asdar, Strategi Pemberdayaan UMKM, International seminar on Islamic as a
Solution, 2005, hal. 159
System ekonomi Islam diyakini mampu membawa masyarakat Islam untuk dapat sejajar dengan bangsa lain dalam membangun perekonomian,
mengapa demikian, karena Indonesai mempunyai pemeluk agama Islam terbesar didunia. Untuk itu diperlukan upaya mengkaji dan mengembangkan
ekonomi Islam lewat seminar, penelitian terapan dan penerapan atau praktek di dunia usaha dengan prinsisp-prinsip ekonomi Islam agar dapat terwujud
masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan syariat Islam. Salah satu yang di inginkan masyarakat Islam adalah perekonomian
yang tidak mengenal bunga karena ini di anggap riba, larangan riba sudah semenjak nabi Musa dan nabi Isa. Selain itu Islam melarang perbuatan apa
saja termasuk konteks ekonomi yang membahayakan kepentingan diri pribadi, dan kepentingan masyarakat. Riba merupakan rampasan terhadap kelelahan
orang lain, penghisapan tenaga oleh orang yang bermodal cukup, bahkan dapat melenyapkan jiwa gotong royong, tolong menolong serta percaya
mempercayai. Allah SWT berfirman: yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, takutlah pada Allah dan tinggalkanlah dari hal rtiba, kalau benar-
benar kamu itu beriman”. al-Baqarah 278. Islam memandang bahwa
kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya
QS 30:40; QS 11:6 dan pada saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi
setiap individu QS 67:15. Setiap makhluk memiliki rizki-nya masing-masing QS 29:60 dan mereka tidak akan kelaparan QS 20: 118-119.
3
Oleh karenanya, untuk menciptakan pondasi ekonomi yang kuat dan agar hasil pembangunan dapat dinikmati oleh semua komponen bangsa, maka
seluruh lapisan masyarakat harus diberdayakan semaksimal mungkin. Pemberdayaan UMKM merupakan model pembangunan ekonomi yang
menekankan pada kekuatan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan.
Masyarakat Mandiri Parung Bogor sebagai sebuah Lembaga
Nirlaba yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan, telah melakukan program pengembangan
kemandirian masyarakat untuk memperkuat visi dan misi sebagai wahana pemberdayaan berbagai komunitas dhuafa atau yang terpinggirkan, sehingga
mereka mencapai kemandirian. Sebagai sebuah contoh, kampung tahu-salah satu binaan Masyarakat Mandiri- yang diperlukan komunitas home industry
tahu tentu lembaga keuangan. Kampung tahu yang hampir berjumlah 200 Industri Rumah Tangga IRT tahu telah mampu mengatur cashflow,
menyiasati perputaran keuangannya. Dalam konteks ini, Masyarakat Mandiri sebagai sebuah lembaga pemberdayaan telah mampu menciptakan micro-
enterpreneur tahu dengan pembinaan yang kuat.
3
Cara Islam Mengatasi Kemiskinan Republika, 8 September 2006, h. 20
Pembinaan yang dilakukan oleh Masyarakat Mandiri telah mampu menciptakan micro-enterpreneur yang handal dengan pembentukan lembaga
keuangan local yang berafiliasi dengan lembaga-lembaga keuangan syariah setempat untuk mampu memenuhi kebutuhan keuangan lembaga local
tersebut. Lembaga local yang di bangun oleh Masyarakat Mandiri merupakan media pembinaan terhadap nasabah dengan pembinaan dengan prinsip
syariah.
4
Untuk itulah dirasa perlu membahas sejauh mana pertumbuhan UMKM melalui pembinaan Lembaga-lembaga Nirlaba seperti yang
dikembangkan oleh Masyarakat Mandiri yang mempunyai orientasi pengembangan ekonomi Syariah serta bagaimana strategi yang diterapkan
lembaga tersebut dalam rangka menumbuh kembangkan UMKM sebagai upaya mengentaskan kemiskinan yang akan diangkat dalam sebuah judul
”STRATEGI LEMBAGA NIRLABA DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
UMKM Studi Pada Lembaga Nirlaba Syariah Masyarakat Mandiri Parung, Bogor”.
4
Hery Djatmiko K, Lapak-Lapak Metropolitan, Jakarta: Khairul Bayan Press, 2006, hal. 200
B. Batasan dan Rumusan Masalah