83
BAB IV KONTRIBUSI PEKERJA ANAK DALAM EKONOMI KELUARGA dan
PEMUKIMAN KUMUH
Sebelum penulis menjelaskan tentang kontribusi pekerja anak dalam ekonomi keluarga, maka terlebih dahulu penulis mengutarakan tentang
pemukiman kumuh tempat pekerja anak tinggal serta fasilitas umum yang terdapat di pemukiman kumuh dan legalitas perkawinan dari keluarga yang ada di
pemukiman kumuh.
4.1. Pemukiman Penduduk
Pemukiman mencakup sekelompok rumah dan isinya serta lingkungannya. Salah satu kebutuhan dasar masyarakat terutama golongan menengah kebawah
yang sangat mendesak untuk dipenuhi adalah rumah yang layak huni. Tempat tinggal atau perumahan merupakan salah satu faktor yang penting, selain menjadi
indikator tingkat kemakmuran dan besarnya pendapatan seseorang, tempat tinggal juga merupakan kebutuhan dasar primer yang harus dipenuhi oleh setiap
individu manusia sehingga setiap individu akan senantiasa berusaha untuk memiliki tempat tinggal walaupun sangat sederhana sebab rumah merupakan
tempat melakukan kengiatan ekonomi dalam mendukung kehidupan dan penghidupan mereka.
Pemukiman di Jl Salak ini merupakan Slum areas kawasan kumuh adalah suatu kawasan pemukiman yang berada di pinggiran rel kereta api dimana
daerah pemukiman kondisinya sangat buruk yang secara hukum pemukiman ini
Universitas Sumatera Utara
84 merupakan pemukiman kumuh yang tidak mempunyai izin untuk dibangun,
karena pemukiman ini adalah milik PJKA. Pemukiman Jl Salak ini masuk di dalam Kelurahan Pusat Pasar. Meskipun masuk dalam Kelurahan, tetapi
pemerintah setempat tidak mengakui masyarakat di pinggiran rel Jl. Salak ini sebagai warganya. Dari hasil mengambil data di Kantor Kelurahan Pusat Pasar
dan wawancara dengan Pak Darmus, S.sos sebagai Kepala Lurah Kelurahan Pusat Pasar mengatakan :
“Masyarakat yang ada di Jl. Salak itu tidak ada datanya berhubung mereka itu tinggal di pemukiman yang ilegal yaitu
tanah pemerintah yang dimana suatu saat nanti akan di gusur meskipun waktunya tidak tau kapan. Mereka itu juga merupakan
masyarakat yang kadang tidak tetep tempat tinggalnya dimana hari ini bisa di pemukiman itu satu minggu atau 1 bulan lagi baru
datang. Maka kalau mau mengambil data masyarakat Jl. Salak tersebut ya harus pintu ke pintu.”
Maka semua masyarakat yang ada di Jl. Salak ini tidak memiliki KTP dan Kartu Keluarga. Dari hasil wawancara yang dilakukan seorang informan
mengatakan “Kami gak punya KTP dari Kantor Lurah Jl. Salak ini bere,
karena kalau kami mau mengurus banyaklah alasannya meskipun kami tau kami tidak sah tinggal di sini tapi kan kami jadi susah
kalu mau mengurus keperluan sesuatu yang melampirkan KTP. Maka dari itu kami disini banyak yang tidak punya KTP dan Kartu
Keluarga kalaupun punya maka kami ini mengambilnya dari tempat tinggal di wilayah lain, seperti Mandala, Tembung, Deli
Serdang, Brayan” Tulang Abraham, 44 tahun
Meskipun pihak PJKA sering datang untuk memperbaiki rel kereta api dan sering mengatakan bahwa pemukiman ini akan di gusur oleh pemerintah pada
beberapa bulan lagi untuk memperlebar ruang-ruang di pinggiran rel tapi mereka tidak mau memperdulikan apa yang diatakan oleh pihak PJKA. Peringatan itu
Universitas Sumatera Utara
85 bagi mereka sudah hal yang biasa tetapi tidak pernah terjadi, malah sebaliknya,
lama-kelamaan pemukiman ini semakin padat dan tidak beraturan. Pemukiman di Jl. Salak ini tidak jauh berbeda dengan pemukiman kumuh
direl kereta api di Kota Medan. Meskipun wilayah pemukiman yang di tempati mereka tersebut tidak dapat dijadikan sebagai hak milik dan tidak memiliki surat-
surat, tetapi pemukiman ini dikuasai oleh orang-orang yang pertama kali datang ke tempat ini. Orang-orang yang pertama kali datang inilah dulunya yang
membersihkan tempat tersebut dan menjadikan tanah tersebut menjadi miliknya. Orang-orang yang mau menempati tempat tersebut harus membayar sewa atau
yang mau membeli tanah tersebut harus berurusan dengan orang pertama tersebut. Seiring berjalannya waktu pemukiman kumuh ini sudah banyak perubahannya
terutama perubahan pada rumah mereka dimana dulunya hanya menggunakan kardus-kardus bekas hasil memulung dan juga papan bekas hasil bangunan yang
mereka mulung sekarang sudah ada lebih baik. Masyarakat Pinggiran Rel Jl. Salak pada umumnya mendiami rumah
rumah yang saling berdekatan atau berhimpitan, sehingga rumah yang satu dengan yang lain tidak memiliki pembatasan dan banyak rumah yang hanya
memiliki jendela 1 pintu saja sebagai keluar masuknya udara dan umumnya rumah-rumah tersebut hanya memiliki 1 pintu sebagi jaln keluar masuknya
seseorang ke dalam rumah. Kebanyakan rumah yang di Jl. Salak adalah rumah sewa. Pembanyaran
sewa rumah dilakukan dengan dua cara yaitu : 1.
Ada yang sekaligus per tahun
Universitas Sumatera Utara
86 2. Ada juga yang membayar tiap bulan, tergantung kesepakatan pemilik
rumah dan kemampuan yang ingin menyewa. Besaran biaya sewa rumah tersebut bervariasi, mulai dari Rp. 75.000 sampai yang tertinggi
Rp.150.000. tentu saja besar kecilnya biaya sewa itu berdasarkan baik dan buruknya kondisi rumah yang disepakati antara pemilik rumah dan
penyewa. Pemukiman kumuh ini banyak mengandung asumsi yang tidak pernah
habis-habisnya dan tidak pernah hilang terlebih lagi sesuatu yang negatif di dalamnya baik itu pola pikir mereka, pola pemukiman, kesehatan, pendidikan.
Masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh ini tidak jauh berbeda dengan masyarakat di pemukiman kumuh yang lain dimana masih tetap mempertahankan
ciri khas rumah dengan ukuran kecil dengan kondisi yang tidak menarik dipandang mata.
Salah satu yang membuat pemukiman kumuh ini menjadi tidak menarik dipandang mata adalah sebagian kondisi rumah yang sudah tidak layak huni dan
sudah hampir mau tumbang ditambah lagi hasil mulung mereka diletakkan berserakan dihalaman rumah yaitu dipinggiran rel kereta api sehingga sisa-sisa
mulung tersebut mengakibatkan lokasi yang kotor. Masyarakat ini juga kurang memperhatikan kebersihan lingkungan
halaman mereka masing-masing yang mengakibatkan sampah banyak berserakan ditambah lagi sampah yang dibuang oleh para penumpang yang menaiki kereta
api yang selalu melintas di pemukiman ini dan juga cara masyarakat yang membuang sampah secara sembarang terlebih anak-anak mereka. Sampah yang
Universitas Sumatera Utara
87 banyak kita temuka n di pemukiman ini mulai dari plastik jajanan maupun plastik
asoi, sepatu rusak, botot mereka. Meskipun pihak PJKA apabila datang untuk memperbaiki rel yaitu membuang dan menyusun batu-batu yang sudah
berkeluaran dari lintasan selalu mengingatkan mereka agar selalu menjaga kebersihan lingkungan karena pihak PJKA merasa malu terhadap pihak
pemerintahan atau masyarakat yang melihat dan melintas naik kereta api dengan kondisi pemukiman yang seperti tidak ada penghuninya tetapi mereka hanya
melakukannya beberapa hari saja dan hari-hari berikutnya kembali seperti semula. Akibat dari sampah ini bila hujan lebat datang adalah air yang ada di parit
pinggiran rumah mereka menjadi tergenang sebab sampah sudah menumpuk dan menutup saluran air dan parit-parit yang lain sehingga dapat mengakibatkan
rumah mereka kemasukan air parit tersebut. Padahal mereka sudah tau setiap parit yang ada dihalaman rumah mereka itu dingunakan anak-anak mereka sebagai
tempat buang air besar dan resikonya adalah air-air parit tersebut terkadang bercampur bukan hanya sampah tetapi kotoran manusia.
Pemukiman kumuh di Jl. Salak ini tidak jauh berbeda dengan pemukiman kumuh yang ada di Kota Medan karena pemukiman mencakup sekelompok rumah
dan isi serta lingkungannnya. Pemukiman ini tidak terlepas dari masalah yang namanya fasilitas umum baik itu dari masalah air bersih, listrik dan MCK.
Status di pemukiman ini sangatlah tidak berbeda dengan keadaan pemukiman dimana sangat sederhana dan kurang mendapat perhatian pemerintah
setempat. Failitas yang sudah ada itulah yang selalu dimanfaatkan masyarakat dengan berganti-gantian. Seperti penuturan Informan :
Universitas Sumatera Utara
88 “Mau gimana lagi, kalau mau membangun MCK bujing tidak ada uang
apalagi dengan kondisi ukuran rumah seperti ini dan dimana status pemukiman tempat tinggal ini yang sewaktu-waktu dapat di gusur”
Bujing, 50 tahun.
4.2. Status Perkawinan