PERILAKU KERUNTUHAN PELAT DALAM LENTUR

momen pelat, dan menghemat material, pelat pada bentang tengah bisa diganti dengan rusuk-rusuk saling memotong, pada gbr. 1-1d. Perhatikan di dekat kolom, ketebalan penuh untuk menahan penyaluran beban dari pelat ke kolom. Jenis pelat ini dikenal sebagai waffle pelat atau sistem balok silang dua-arah, dan dicetak dengan fiberglass atau metal berbentuk kubah. Waffle pelat digunakan untuk bentang dari 7.5 sampai 12 meter. Untuk beban industri berat, sistem flat slab pada gbr. 1-1b bisa digunakan. Disini transfer beban ke kolom diselesaikan oleh ketebalan pelat dekat kolom, menggunakan drop panel danatau mengembangkan bagian atas kolom membentuk column capital. Drop panel biasanya sampai seperenam dari panjang tiap arah bentang dari tiap kolom, memberikan kekuatan lebih pada daerah kolom sehingga meminimalkan jumlah beton pada bentang tengah. Flat pelat digunakan untuk beban melebihi 100 psf 5 kPa dan untuk bentang 6 sampai 9 meter. Terkadang sistem pelat disatukan dengan balok antara beberapa atau semua kolom. Jika menghasilkan panel yang persegi, maka disebut dengan two-way slab with beams gbr. 1-1d.

2.2 PERILAKU KERUNTUHAN PELAT DALAM LENTUR

Ada empat tahap dalam perilaku keruntuhan pelat dalam lentur: 1. Sebelum retak, pelat bertindak sebagai pelat elastis, untuk beban jangka-pendek deformasi, tekanan dan tegangan dapat diperkirakan dari analisa elastis. 2. Setelah retak dan sebelum tulangan leleh , pelat tidak lagi mempunyai kekakuan yang seragam, karena pada daerah retak kekakuan lenturnya EI lebih rendah, dari pada daerah yang tidak retak; dan pelat tidak lagi isotropik, sejak itu pola Universitas Sumatera Utara retak mungkin berbeda di kedua arah. Struktur pelat pada umumnya retak pada beban layan. 3. Lelehnya tulangan segera terjadi pada satu atau lebih bagian dengan momen tinggi dan menyebar ke seluruh pelat sebagai redistribusi momen dari bagian yang meleleh ke area yang masih elastis. Urutan penyebaran leleh pada pelat keempat tepinya yang terjepit diilustrasikan pada gambar 2-2. Disini leleh pertama terjadi karena momen negatif dari sendi plastis pada bagian tengah sisi yang panjang gbr. 2-2b. Sendi ini menyebar sepanjang sisi dengan cepat, sendi yang baru terbentuk pada bagian ujung pelat gbr. 2-2c. Sementara itu momen positif meningkat dalam garis pada bagian tengah pelat di sisi yang pendek karena redistribusi momen disebabkan oleh momen plastis pada bagian ujung garis ini. Dengan cepat, leleh terjadi dalam kaitan dengan momen positif pada garis ini. Dengan beban selanjutnya, area leleh, disebut garis leleh yield lines, membagi pelat menjadi bagian-bagian trapesium dan segitiga pelat elastis,seperti yang ditunjukkan pada gambar 2-2d. Beban yang sesuai pada tahap perilaku ini dapat ditentukan dengan menggunakan analisa garis leleh yield line analysis. 4. Walaupun garis leleh membagi pelat menjadi sebuah bentuk mekanisme plastis, sendi terdesak karena meningkatnya defleksi dan pelat membentuk busur tertekan, seperti ditunjukkan dalam gambar 2-3. Ini bisa diasumsikan bahwa struktur sekitar masih cukup kaku untuk menyediakan reaksi untuk busur. Tahap perilaku ini tidak dihitung dalam perencanaan sekarang. Universitas Sumatera Utara Gambar 2-2 Aksi inelastis pada pelat yang dijepit keempat sisinya Gambar 2-3 Aksi busur pada pelat Tinjauan perilaku ini telah disajikan sebagai point pertama, bahwa analisa elastis pelat mulai kehilangan akurasinya ketika beban melebihi beban layan; dan kedua, berarti banyak bahwa redistribusi momen terjadi setelah lelehan pertama dimulai. Pelat yang dipikul balok kaku atau dinding telah dipertimbangkan di sini. Dalam kasus pelat yang dipikul oleh kolom terpisah seperti yang ditunjukkan dalam gambar 1-1a, perilaku yang mirip akan diikuti kecuali retak pertama akan ada di Universitas Sumatera Utara bagian atas pelat di sekeliling kolom, diikuti dengan retak bagian bawah pelat pada pertengahan antara kolom. Pelat yang gagal dalam lentur sangatlah daktail. Pelat, terutama flat plate, bisa juga gagal dalam geser. Kegagalan geser bersifat getas.

2.3 PERSAMAAN STATIS PELAT DUA ARAH