Tidak dilaksanakannya sosialisasi oleh para implementor menunjukkan ketidaktaatan mereka terhadap peraturan yang telah dikeluarkan
pemerintah. Keterangan lain yang semakin menunjukkan ketidaktaatan implementor tersebut adalah kartu peserta yang hingga saat ini tidak
dibagikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat hingga saat ini belum bisa menikmati program pemerintah di bidang kesehatan tersebut.
Ketika melakukan analisa terhadap transmisi telah penulis uraikan data mengenai ketidaktaatan implementor terhadap peraturan yang telah ada
sebelumnya yakni pelaksanaan program yang dimulai dari bulan Desember 2009 dan berakhir pada bulan Februari 2010. Keterlambatan tersebut berlanjut
hingga proses pendistribusian kartu peserta dan sampai ketika penulis menyelesaikan penelitian di Puskesmas kartu tersebut belum juga dibagikan
kepada masyarakat. Ketidaktaatan Puskesmas terhadap peraturan pemerintah semakin
mereka tunjukkan dengan menyatakan bahwa masa berakhir program ini jatuh pada bulan November 2010.
c. Wewenang
Wewenang ini akan berbeda-beda dari suatu program ke program lain serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda. Wewenang yang penulis ingin
lihat disini adalah dalam menyegerakan suatu tugas yang seharusnya memang segera dilakukan karena kebutuhan yang mendesak terutama menyangkut
kepentingan umum.
Universitas Sumatera Utara
Keterlambatan pelaksanaan program di Puskesmas dikatakan karena perintah pelaksanaan baru pada bulan Februari 2010. Alasan lain yang
dikatakan menyangkut kendala peraturan dan pertentangan siapa yang layak menerima program JPK-Desa Manisak. Padahal di luar itu semua, kebutuhan
masyarakat miskin akan pelayanan kesehatan semakin mendesak. Banyaknya masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat miskin di desa Manisak
seperti gizi buruk, Demam Berdarah Dengue DBD yang telah menelan banyak korban jiwa khususnya anak–anak semakin menuntut agar program ini
secepatnya dilaksanakan. Namun penulis tidak melihat kemauan pihak Puskesmas untuk segera
melaksanakan program tersebut sebagai upaya memberikan pengobatyan preventif kepada masyarakat. Padahal didorong oleh kebutuhan masyarakat
miskin ini Puskesmas dapat segera melaksanakan program ini dengan alasan kemanusiaan dan kebutuhan yang mendesak.
d. Fasilitas-fasilitas
Sumber daya terakhir namun tak kalah penting dalam implementasi JPK-Desa Manisak ialah fasilitas yang mendukung kelancaran dan kesuksesan
kegiatan-kegiatan JPK-Desa Manisak. Fasilitas yang dibutuhkan antar lain kantor tempat memusatkan kegiatan implementor.
Berdasarkan hasil pengamatan saya ke sejumlah fasilitas-fasilitas seperti Puskesmas, dapat saya simpulkan bahwa fasilitas-fasilitas tersebut
Universitas Sumatera Utara
sangat mendukung proses implementasi program JPK-Desa Manisak ini. Terlebih lagi, Puskesmas desa Manisak berada di daerah yang mudah
dijangkau dan strategis sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengunjungi tempat tersebut.
Menurut pengakuan informan, fasilitas Puskesmas masih layak pakai dan memiliki berbagai peralatan yang sangat mendukung implementasi
program JPK-Desa Manisak ini. Kantor merupakan pusat informasi kegiatan bagi sebuah lembaga dan
merupakan hal yang cukup penting bagi keberlangsungan kegiatan. Fasilitas- fasilitas fisik memang hanya pendukung, namun dari jawaban diatas tersirat
bahwa dengan adanya fasilitas pendukung, aparatur Puskesmas menjadi bersemangat dalam beraktivitas di Puskesmas desa Manisak.
5.2.3. Disposisi Kecendrungan
JPK-Desa Manisak merupakan program yang muncul karena sebelumnya telah terjadi penyimpangan pendataan pada program Jamkesmas, sehingga untuk
program JPK-Desa Manisak pihak Puskesmas menjadi pemegang kunci dalam keefektifan implementasi program. Kecendrungan-kecendrungan implementor dalam
melaksanakan kebijakan bisa menjadi penghambat. Kecenderungan yang dimaksud disini ialah watak dan karakteristik implementor, seperti kejujuran, keiklasan,
komitmen, tanggung jawab dan sikap demokratis.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan kunci didapati bahwa dalam pelaksanaan program JPK-Desa Manisak ada suatu ketidakjujuran yang
ditunjukkan oleh aparatur Puskesmas. Ketidakjujuran ini terlihat jelas ketika penulis menanyakan perihal kartu peserta yang tidak juga didistribusikan. Selain memberikan
jawaban yang berbeda sebagai alasan mengapa tidak mendistribusikan kartu secepatnya ternyata aparatur Puskesmas juga memberi jawaban yang berbeda kepada
masyarakat yakni bahwa kartu peserta belum ada pada mereka. Selain ketidakjujuran, terlihat pula bahwa aparatur Puskesmas belum
memiliki komitmen dan tanggung jawab dalam melaksanakan program JPK-Desa Manisak dip desa Manisak. Karena dari awal program ini dijalankan sudah memiliki
masalah yakni adanya keterlambatan pelaksanaan program, kemudian masalah pendataan yang dikatakan masyarakat tidak baik karena menurut mereka ada
masyarakat yang mampu dan sangat mampu mendaftar sebagai peserta program ini tabel 13, kemudian masalah kartu yang belum ada diberikan kepada masyarakat
sehingga menyebabkan masyarakat sampai saat ini belum dapat menikmati fasilitas berobat gratis ke Puskesmas. Dan hal ini membuat komitmen dan tanggung jawab
dari pihak Puskesmas patut dipertanyakan.
5.2.4. Struktur Birokrasi a.
Standard Operationg Procedurs SOP
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah
satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya
Universitas Sumatera Utara
prosedur organisasi yang standar Standard Operating Procedurs atau SOP. Dan SOP ini menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
Standar operasional dan prosedur dalam implementasi JPK-Desa Manisak ialah kejelasan petunjuk pelaksanaan, terkait dengan bagaimana
mengimplementasikan kebijakan tersebut. Dari hasil wawancara kami dengan pihak Puskesmas, untuk mengimplemtasikan JPK-Desa Manisak mereka
diatur oleh buku pedoman dan juknis serta juklak JPK-Desa Manisak. Menurut mereka, segala langkah yang dilakukan berdasarkan buku tersebut.
Mulai dari sosialisasi JPK-Desa Manisak, pendataan warga, proses distribusi kartu dan pemberian pelayanan kesehatan.
Namun yang menjadi salah satu masalah dalam implementasian JPK- Desa Manisak ini selain berbagai masalah yang telah diungkapkan
sebelumnya adalah aparatur Puskesmas yang tidak tahu mengenai kriteria keluarga miskin karena tidak terdapat dalam buku pedoman ataupun juknis.
Program JPK-Desa Manisak ini mereka berikan saja kepada setiap warga yang datang ke Puskesmas untuk mendaftar tanpa dilihat dulu apakah warga
tersebut termasuk keluarga miskin atau tidak.
b. Fragmentasi
Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi. Fragmentasi
mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga
Universitas Sumatera Utara
birokrasi. Dalam implementasian JPK-Desa Manisak di Puskesmas desa Manisak, penulis menemukan pandangan yang sempit ini pada aparatur
Puskesmas. Program JPK-Desa Manisak yang seharusnya dilaksanakan Puskesmas bekerja sama dengan kecamatan atau kelurahan dianggap
Puskesmas sebagai tugas mereka saja. Sementara itu, di dalam buku pedoman JPK-Desa Manisak penulis
menemukan bahwa dalam hal proses sosialisasi dan pendataan masyarakat menjadi tanggung jawab pihak Puskesmas bekerja sama dengan kelurahan.
Fragmentasi dari pihak Puskesmas ini pada akhirnya menyebabkan terhambatnya koordinasi di antara pelaksana kebijakan sehingga Puskesmas
dan kelurahan tidak dapat menjadi mitra dalam mengimplementasikan JPK- Desa Manisak.
Kerumitan prosedur yang dirasakan masyarakat pun terjadi karena kurangnya koordinasi serta komunikasi antara Puskesmas dan Dinas
Kesehatan yang menyediakan kartu peserta JPK-Desa Manisak. Komunikasi yang tidak dilakukan secara intensif antara Puskesmas dan Dinas Kesehatan
menyebabkan terjadinya masalah ketidaklengkapan kartu peserta JPK-Desa Manisak.
Universitas Sumatera Utara
5.3. Hambatan-hambatan dalam Mengimplementasikan JPK-Desa Manisak di Puskesmas desa Manisak