Implementasi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (Studi Di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area, Kota Medan)

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN

KESEHATAN MEDAN SEHAT (JPK-MS)

(Studi di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area Kota Medan)

Skripsi

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RIFA ‘ATUL MAHMUDAH 050903073

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

ABSTRAKSI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Kerangka Teori... 4

1.5.1 Hierarki Kebutuhan ... 4

1.5.2 Implementasi Kebijakan ... 7

1.5.2.1 Defenisi Implementasi Kebijakan ... 7

1.5.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan ... 10

1.6 Kerangka Pemikiran ... 20

1.7 Operasional Konsep ... 21

1.8 Sistematika Penulisan ... 22

BAB II METODE PENELITIAN ... 24

2.1 Bentuk Penelitian ... 24

2.2 Lokasi Penelitian ... 24

2.3 Informan Penelitian ... 24

2.4 Teknik Pengumpulan Data... 25

2.5 Teknik Analisa Data ... 26

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 27

3.1 Puskesmas Kota Matsum ... 27

3.2 Visi, Misi, Fungsi dan Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas Kota Matsum ... 27

3.3 Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum ... 28

3.4 Fasilitas Puskesmas Kota Matsum ... 28


(3)

3.4.2 Fasilitas Sumber Daya Manusia ... 29

3.4.3 Fasilitas Administrasi ... 30

3.4.4 Fasilitas Imunisasi ... 30

3.4.5 Fasilitas Alat-Alat Kesehatan ... 31

BAB IV PENYAJIAN DATA ... 32

4.1 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) ... 33

4.1.1 Pengertian JPK-MS ... 33

4.1.2 Tujuan Pokok JPK-MS ... 34

4.1.3 Sasaran Program JPK-MS ... 34

4.1.4 Pokok-pokok Pengaturan Program JPK-MS ... 35

4.1.5 Komposisi Masyarakat di Kelurahan Kota Matsum Yang Telah Didata Sebagai Peserta JPK-MS ... 38

4.2 Karakteristik Informan Biasa ... 39

4.2.1 Data Tentang Jenis Kelamin Informan ... 39

4.2.2 Data Tentang Usia Informan ... 39

4.2.3 Data Tentang Tingkat Pendidikan Informan ... 40

4.2.4 Data Tentang Jenis Pekerjaan Informan ... 41

4.2.5 Data Tentang Masa Domisili/Lama Bermukim ... 41

4.3 Tabel Distribusi Mengenai Implementasi JPK-MS ... 42

4.3.1 Komunikasi ... 42

4.3.2 Sumber Daya ... 46

4.3.3 Disposisi ... 49

4.3.4 Struktur Birokrasi ... 52

4.4 Hasil Wawancara Dengan Informan Kunci ... 54

BAB V ANALISA DATA ... 63

5.1 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat ... 63

5.2 Implementasi JPK-MS ... 64

5.2.1 Komunikasi ... 64

5.2.2 Sumber Daya ... 70


(4)

5.2.4 Struktur Birokrasi ... 76

5.3 Hambatan-Hambatan Dalam Mengimplementasikan JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum ... 78

BAB VI PENUTUP ... 79

6.1 Kesimpulan ... 79

6.2 Saran ... 81


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Masyarakat Kelurahan Kota Matsum Yang Telah Didata Sebagai Peserta JPK-MS

Tabel 2. Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3. Distribusi Data Informan Berdasarkan Usia

Tabel 4. Distribusi Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 5. Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Tabel 6. Distribusi Informan Berdasarkan Masa Domisili/Lama Bermukim Tabel 7. Distribusi jawaban tentang adanya program JPK-MS

Tabel 8. Distribusi jawaban informan tentang darimana informan mengetahui adanya program JPK-MS

Tabel 9. Distribusi jawaban informan tentang pengetahuan latar belakang munculnya program JPK-MS

Tabel 10. Distribusi jawaban informan tentang pengetahuan mengenai maksud dan tujuan program JPK-MS

Tabel 11. Distribusi jawaban informan tentang pengetahuan informan mengeani tahap-tahap pelaksanaan JPK-MS

Tabel 12. Distribusi jawaban informan tentang sosialisasi yang dilakukan implementor Tabel 13. Distribusi jawaban informan tentang pendataan yang dilakukan implementor Tabel 14. Distribusi jawaban informan tentang proses pendistribusian kartu peserta

JPK-MS

Tabel 15. Distribusi jawaban informan tentang kerjasama para implementor

Tabel 16. Distribusi jawaban informan tentang pemahaman implementor terkait tugas dan fungsinya


(6)

Tabel 17. Distribusi jawaban informan mengenai kinerja dan tanggung jawab puskesmas

Tabel 18. Distribusi jawaban informan tentang komitmen implementor dalam menjalankan program JPK-MS

Tabel 19. Distribusi jawaban informan tentang pelaksanaan JPK-MS

Tabel 20. Distribusi jawaban informan tentang proses mendapatkan JPK-MS Tabel 21. Distribusi jawaban informan mengenai ketepatan program JPK-MS


(7)

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MEDAN SEHAT (STUDI DI PUSKESMAS KOTA MATSUM, KECAMATAN

MEDAN AREA, KOTA MEDAN) Nama : Rifa ‘Atul Mahmudah

Nim : 050903073

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos., M.SP.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tentang program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS), mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi program JPK-MS serta untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses implementasi JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area, Kota Medan.

Adapun sumber data yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan melakukan wawancara, kuesioner, observasi dan studi dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisa kualitatif.

JPK-MS merupakan salah satu program kesehatan yang menggratiskan masyarakat miskin berobat, baik ke puskesmas maupun ke rumah sakit milik pemerintah. Program JPK-MS ini muncul karena masih ada dua puluh persen (20%) penduduk miskin di kota Medan yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat gratis dikarenakan adanya penyimpangan data masyarakat miskin di kota Medan sehingga banyak yang tidak mendapatkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dalam program JPK-MS ini sebanyak 500 ribu jiwa masyarakat miskin di kota Medan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dan tentunya mereka yang berhak tersebut adalah warga diluar program Jamkesmas. Sasaran program JPK-MS ini meliputi pedagang kaki lima, penarik becak, guru miskin, keluarga miskin dan sebagainya di luar pengguna program Jamkesmas.

Keberhasilan implementasi program JPK-MS dilihat dari beberapa faktor yakni komunikasi yang terdiri dari transmisi, kejelasan dan konsistensi. Sumber daya yang terdiri dari staf (sumber daya manusia), informasi, wewenang dan fasilitas kemudian disposisi serta struktur birokrasi.

Berdasarkan data dan hasil analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa implementasi program JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area tidak berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari keterlambatan pelaksanaan program yang dilakukan oleh Puskesmas Kota Matsum, sosialisasi yang tidak dilakukan secara intensif sehingga menyebabkan masyarakat miskin di wilayah kerja mereka tidak mengetahui dengan baik tentang program JPK-MS tersebut, dan pendataan masyarakat yang tidak dilakukan dengan baik dan teliti sehingga kembali menimbulkan kasus salah sasaran. Implementasi program JPK-MS ini mengalami beberapa hambatan, diantaranya koordinasi dan komunikasi yang kurang baik, ketidaktahuan implementor mengenai kriteria keluarga miskin, kurangnya komitmen yang dimiliki impelementor dalam mengimplementasikan program serta kurangnya kesadaran aparatur puskesmas akan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pelaksana program JPK-MS.


(8)

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MEDAN SEHAT (STUDI DI PUSKESMAS KOTA MATSUM, KECAMATAN

MEDAN AREA, KOTA MEDAN) Nama : Rifa ‘Atul Mahmudah

Nim : 050903073

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos., M.SP.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tentang program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS), mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi program JPK-MS serta untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses implementasi JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area, Kota Medan.

Adapun sumber data yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan melakukan wawancara, kuesioner, observasi dan studi dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisa kualitatif.

JPK-MS merupakan salah satu program kesehatan yang menggratiskan masyarakat miskin berobat, baik ke puskesmas maupun ke rumah sakit milik pemerintah. Program JPK-MS ini muncul karena masih ada dua puluh persen (20%) penduduk miskin di kota Medan yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat gratis dikarenakan adanya penyimpangan data masyarakat miskin di kota Medan sehingga banyak yang tidak mendapatkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dalam program JPK-MS ini sebanyak 500 ribu jiwa masyarakat miskin di kota Medan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dan tentunya mereka yang berhak tersebut adalah warga diluar program Jamkesmas. Sasaran program JPK-MS ini meliputi pedagang kaki lima, penarik becak, guru miskin, keluarga miskin dan sebagainya di luar pengguna program Jamkesmas.

Keberhasilan implementasi program JPK-MS dilihat dari beberapa faktor yakni komunikasi yang terdiri dari transmisi, kejelasan dan konsistensi. Sumber daya yang terdiri dari staf (sumber daya manusia), informasi, wewenang dan fasilitas kemudian disposisi serta struktur birokrasi.

Berdasarkan data dan hasil analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa implementasi program JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area tidak berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari keterlambatan pelaksanaan program yang dilakukan oleh Puskesmas Kota Matsum, sosialisasi yang tidak dilakukan secara intensif sehingga menyebabkan masyarakat miskin di wilayah kerja mereka tidak mengetahui dengan baik tentang program JPK-MS tersebut, dan pendataan masyarakat yang tidak dilakukan dengan baik dan teliti sehingga kembali menimbulkan kasus salah sasaran. Implementasi program JPK-MS ini mengalami beberapa hambatan, diantaranya koordinasi dan komunikasi yang kurang baik, ketidaktahuan implementor mengenai kriteria keluarga miskin, kurangnya komitmen yang dimiliki impelementor dalam mengimplementasikan program serta kurangnya kesadaran aparatur puskesmas akan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pelaksana program JPK-MS.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun (BPS 2007). Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. (www.depkes.go.id/jamkesmas.pdf)

Dan untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak tahun 2008 pemerintah telah mengupayakan untuk mengatasi kendala masyarakat miskin dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam membuat kebijakan untuk pembiayaan gratis terhadap rakyat miskin melalui program Jamkesmas adalah kebijakan yang patut didukung.


(10)

Namun yang sangat disayangkan, ternyata di lapangan terdapat adanya kasus salah sasaran. Ada keluarga yang rumahnya berlantai keramik, punya listrik, telepon, dan sepeda motor yang menerima program Jamkesmas. Sedangkan keluarga yang lebih miskin justru tidak menerima. Fakta lapangan tentang ketidakmerataan pembagian dan banyaknya salah sasaran tetap saja didalih oleh pemerintah sebagai hal yang wajar dan dianggap sangat manusiawi. (www.kompasonline.com)

Fakta tentang masih banyaknya masyarakat miskin yang tidak terserap dan terdata untuk merasakan program Jamkesmas tersebut juga terdapat di kota Medan. Saat ini masih ada puluhan ribu rakyat miskin di luar kuota Jamkesmas yang belum mendapatkan kepastian jaminan kesehatan. Maka untuk menanggulanginya, berdasarkan SK Walikota Medan No 440/923.K/2008 pemerintah daerah kota Medan mengeluarkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin kota Medan yang tidak mendapatkan program Jamkesmas.

JPK-MS sebagai program yang memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin diterapkan di seluruh puskesmas yang ada di kota Medan serta beberapa rumah sakit milik pemerintah. Dan harapan yang ada pada program ini semoga masyarakat miskin yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan pada akhirnya mendapatkan pelayanan kesehatan sama seperti masyarakat yang lain.

Namun dari awal pelaksanaannya program JPK-MS ini sudah mengalami banyak kendala, dimulai dari lamanya pemberian izin dari walikota, kriteria dan syarat-syarat penerima program yang dinilai tidak jelas hingga keterlambatan pelaksanaan program dari waktu yang telah ditetapkan sebelumnya.


(11)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan program JPK-MS?

2. Bagaimana implementasi program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area?

3. Hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam proses implementasi program JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah:

1. Untuk mengetahui tentang program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS).

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) di puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area.

3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses implementasi JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang hendak diambil dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai implementasi program JPK-MS, serta dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang


(12)

berminat menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan informan penelitian yang lebih banyak; 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan sebagai

kontribusi terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan implementasi program JPK-MS.

1.5. Kerangka Teori

Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti ini. Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman berfikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. (Suyanto, 2005:34)

Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah: 1.5.1 Hierarki Kebutuhan (Hierarchy of Needs)

Perilaku seseorang pada suatu ketika biasanya ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat. Hal ini hendaknya dapat dipahami oleh setiap aparatur pemerintahan bahwa pada umumnya setiap masyarakat mampunyai kebutuhan- kebutuhan yang dianggap paling penting baginya. Untuk membicarakan kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai kekuatan yang tinggi pada saat tertentu bagi seseorang, Abraham Maslow telah mengembangkan suatu konsep teori motivasi yang dikenal dengan hierarki kebutuhan (Hierarchy of Needs).

Menurut Maslow, tampaknya ada semacam hierarki yang mengatur dengan sendirinya kebutuhan-kebutuhan manusia ini, dimana kebutuhan ini akan dapat dipenuhi seperti anak tangga dari tangga kebutuhan yang satu ke tangga kebutuhan berikutnya. (Thoha, 2007:221)


(13)

Fisik

Keamanan

Sosial

Penghargaan

Aktualisasi Diri

Gambar 1

Hierarki Kebutuhan dari Maslow Sumber: Thoha (2007:222)

Kebutuhan fisik dalam gambar di atas diletakkan di atas dalam susunan hierarki. Maksudnya, pada saat ini kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang paling kuat di antara yang lain. Dalam hal ini seseorang sangat membutuhkan makan, pakaian, papan, dan bebas dari rasa sakit. Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. (Gibson, 1997:97)

Sebenarnya tidak bisa dipungkiri, pada awalnya mayoritas dari aktivitas kehidupan manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik ini. Ketika aktivitas pemenuhan kebutuhan fisik ini sudah mulai menurun maka naiklah kebutuhan lain seperti mencari keamanan.

Begitu pula yang terjadi dengan masyarakat kita terutama masyarakat miskin, ketika kebutuhan akan sandang, pangan dan papan telah terpenuhi tentunya mereka memerlukan tubuh yang sehat untuk terus memenuhi tiga kebutuhan utama tersebut. Terlebih lagi kesehatan bagi masyarakat menjadi sebuah kebutuhan yang


(14)

mendasar karena menyangkut kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang. Artinya kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang salah satunya dipengaruhi oleh faktor kesehatan di masa kini. Karena itu masyarakat akan semakin menuntut tersedianya pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Namun kesehatan malah menjadi sesuatu yang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat saja. Biaya perawatan kesehatan seperti biaya rumah sakit dan obat tidak dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat kita yang golongan ekonominya masih rendah. Banyak warga masyarakat miskin yang tidak menyadari bahwa pelayanan kesehatan dasar merupakan hak dasar yang seyogyanya disediakan oleh negara. Berkaitan dengan hal ini, negara sebagai instrumen publik memiliki kewenangan dan kewajiban untuk memenuhi hak-hak dasar tersebut. Negara berwenang memformulasikan anggaran bagi publik melalui program pemerintah maupun swasta.

Dengan demikian, atas dasar untuk memenuhi kebutuhan fisiologis masyarakat miskin akan kebutuhan bebas dari rasa sakit maka dibuatlah satu kebijakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satunya dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS).

Program ini muncul karena memang adanya suatu peristiwa yang kritis yakni derajat kesehatan masyarakat miskin yang dinilai masih, yakni AKB sebesar 26,9 per 1.000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 tahun (BPS 2007).

Derajat kesehatan masyarakat miskin yang rendah tersebut disebabkan sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Banyaknya masyarakat miskin yang tidak bisa berobat ke puskesmas ataupun rumah sakit disebabkan karena


(15)

keterbatasan biaya dan hal inilah yang telah mendorong pemerintah untuk memprioritaskan kebutuhan masyarakat miskin terhadap kesehatan.

Program JPK-MS bertujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin kota Medan terutama yang tidak mendapatkan program Jamkesmas. Pada program ini pemerintah kota Medan memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada 500 ribu jiwa masyarakat miskin yang belum mendapatkan program kesehatan apapun. Dimulai dari berobat ke puskesmas hingga berobat gratis ke rumah sakit apabila penyakit yang diderita tergolong penyakit parah dan tidak dapat ditanggulangi oleh puskesmas.

1.5.2. Implementasi Kebijakan

1.5.2.1 Defenisi Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian proses kebijakan publik. Proses kebijakan adalah suatu rangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Winarno, 2002:29).

Meski demikian, harus diakui bahwa studi tentang implementasi kebijakan kurang mendapat perhatian di kalangan ilmuwan politik maupun policy maker (Winarno, 2001:104). Sebenarnya hal ini bukan berarti bahwa studi tentang implementasi kebijakan tidak terlalu penting melainkan karena rumitnya kompleksitas interelasi yang terdapat di dalamnya.

Tentang hal ini dinyatakan:

“Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa proses implementasi diabaikan oleh para pembuat kebijakan dan analisis-analisis kebijakan, dan juga tidak berarti bahwa hambatan-hambatan tersebut tidak dapat diatasi. Beberapa ilmuwan politik maupun pembuat kebijakan telah mulai mengembangkan studi implementasi kebijakan. Salah satu faktor yang menjadi pendorong adalah akibat dari hasil-hasil yang mengecewakan dari program-program sosial yang


(16)

bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang membantu pemahaman proses implementasi kebijakan”. (Winarno, 2002:105)

Perhatian besar terhadap masalah implementasi kebijakan timbul pada awal tahun 1970-an atau tepatnya sejak diterbitkannya karya Pressman dan Wildavsky yang berjudul implementation pada tahun 1973 (Solichin, 2001:60).

Kamus Webster merumuskan implementasi secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Implikasi dari pandangan ini maka implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, dan dekrit presiden) (Solichin, 2001:64).

Pressman dan Wildavsky (Solichin, 1997:65) menyatakan bahwa sebuah kata kerja mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengan kata benda kebijaksanaan. Senada dengan ini, Van Meter dan Van Horn memberikan batasan terhadap konsep implementasi dengan menyatakan bahwa implementasi kebijakan adalah: tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok), pemerintah, atau swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Jones (dalam Tangkilisan, 2003) menganalisis masalah pelaksanaan kebijakan dengan mendasarkan pada konsepsi kegiatan-kegiatan fungsional.


(17)

Jones mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor. Jadi implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan adalah:

1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan

program kedalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain-lain (Tangkilisan, 2003:19).

Setidaknya ada dua hal mengapa implementasi kebijakan pemerintah memiliki relevansi: Pertama, secara praktis akan memberikan masukan bagi pelaksanaan operasional program sehingga dapat dideteksi apakah program telah berjalan sesuai dengan yang telah dirancang serta mendeteksi kemungkinan tujuan kebijakan negatif yang ditimbulkan. Kedua, memberikan alternatif model pelaksanaan program yang lebih efektif.

Yang perlu ditekankan disini adalah bahwa tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan saran-saran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikian, tahap


(18)

implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut (Winarno, 2002:102).

Berdasarkan pandangan yang diutarakan diatas dapat disimpulkan, bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif (Tangkilisan, 2003:19).

1.5.2.2 Model-Model Implementasi Kebijakan

Kemudian dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal dengan beberapa model, antara lain:

a. Model Gogin

Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan Model Gogin, maka perlu diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi yakni: (1) Bentuk dan isi kebijakan, termasuk di dalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antar warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.


(19)

b. Model Grindle

Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh kebijakan yang terdiri dari: (1) kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi; (2) jenis atau tipe-tipe manfaat yang dihasilkan; (3) derajat perubahan yang diharapkan; (4) letak pengambilan keputusan; (5) pelaksanaan program, dan (6) sumber daya yang dilibatkan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari: kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap.

c. Model Meter dan Horn

Meter dan Horn mengemukakan model implementasi kebijakan yang dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu:(1) standar kebijakan dan sasaran yang akan menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh; (2) sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi; (3) komunikasi inter organsisasi dan aktivitas pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai; (4) karakteristik pelaksanaan, artinya karateristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program; (5) kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan; dan (6) sikap pelakasanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan.


(20)

d. Model Deskriptif

William N. Dunn (dalam Tangkilisan, 2003) mengemukakan bahwa model kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan menurut sejumlah banyak asumsi, yang paling penting di antaranya adalah: (1) perbedaan menurut tujuan; (2) bentuk penyajian; dan (3) fungsi metodologis model. Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah: (1) Model deskriptif; dan (2) Model normatif. Tujuan model deskriptif adalah menjelaskan dan atau meramalkan sebab dan akibat pilihan-pilihan kebijakan. Model kebijakan ini digunakan untuk memonitor hasil tindakan dalam suatu kebijakan misalnya penyampaian laporan tahunan tentang keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan di lapangan.

e. Model George Edwards III

Menurut George C. Edwards III, implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh pelaksana kebijakan (implementor).


(21)

Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan satu sama lain, yakni:

1. Komunikasi

Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah itu dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan.

a. Transmisi; sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan-keputusan tersebut diabaikan atau jika tidak demikian, seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan-keputusan yang dikeluarkan.

b. Kejelasan; jika kebijakan-kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksana tidak hanya hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan


(22)

tersebut harus jelas. Seringkali instruksi-instruksi yang diteruskan kepada pelaksana-pelaksana kabur dan tidak menetapkan kapan dan bagaimana suatu program dilaksanakan. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan mendorong terjadinya interprestasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal.

c. Konsistensi; jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik.

2. Sumberdaya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial serta fasilitas-fasilitas. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di atas kertas dan menjadi dokumen saja. Sumber-sumber yang penting meliputi: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang


(23)

baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, informasi, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menterjemahkan usul-usul diatas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

a. Staf

Barangkali sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan adalah staf. Salah satu hal penting yang harus dingat bahwa jumlah tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Hal ini berarti bahwa jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi yang berhasil.

b. Informasi

Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam implementasi kebijakan. Informasi mempunyai dua bentuk; Pertama, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Pelaksana-pelaksana perlu mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana harus melakukannya. Dengan demikian para pelaksana diberi petunjuk untuk melaksanakan kebijakan. Kedua, data tentang ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Pelaksana-pelaksana harus mengetahui apakah orang-orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan mentaati undang-undang ataukah tidak.

c. Wewenang

Wewenang ini akan berbeda-beda dari suatu program ke program lain serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda,


(24)

seperti misalnya: hak untuk mengeluarkan surat panggilan untuk datang ke pengadilan; mengajukan masalah-masalah ke pengadilan; mengeluarkan perintah kepada para pejabat lain; menarik dana dari suatu program; menyediakan dana, staf dan bantuan teknis kepada pemerintah daerah; membeli barang-barang dan jasa.

d. Fasilitas-fasilitas

Fasilitas fisik mungkin pula merupakan sumber-sumber penting dalam implementasi. Seorang pelaksana mungkin mempunyai staf yang memadai, mungkin memahami apa yang harus dilakukan, dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi yang direncanakan tidak akan berhasil.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. (Subarsono, 2005:90)


(25)

4. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktifitas organisasi tidak fleksibel. Selain itu menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai standard operating procedures (SOP) dan fragmentasi.

a. Standars Operating Procedures (SOP)

Struktur organisasi-organisasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh penting pada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya ( Standard Operating Procedures, SOP). Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Para pelaksana jarang mempunyai kemampuan untuk menyelidiki dengan seksama dan secara individual setiap keadaan yang mereka hadapi. Sebaliknya, mereka mengandalkan pada prosedur-prosedur biasa


(26)

yang menyederhanakan pembuatan keputusan dan menyesuaikan tanggung jawab program dengan sumber-sumber yang ada

Namun demikian, prosedur-prosedur biasa yang dirumuskan pada masa lalu mungkin dimaksudkan untuk menyelesaikan keadaan-keadaan khusus yang berbeda dengan keadaan sekarang sehingga justru akan menghambat perubahan dalam kebijakan karena prosedur-prosedur biasa itu tidak sesuai dengan keadaan-keadaan baru atau program-program baru. SOP sangat mungkin menghalangi implemetasi kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan.

b. Fragmentasi

Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi. Tanggung jawab bagi suatu bidang kebijakan sering tersebar diantara beberapa organisasi, seringkali pula terjadi desentralisasi kekuasaan tersebut dilakukan secara radikal guna mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Kongres dan lembaga-lembaga legislatif lain mencantumkan banyak badan secara terpisah dalam undang-undang agar dapat mengamatinya lebih teliti dan dalam usaha menentukan perilaku mereka.

Sementara itu, badan-badan yang ada bertentangan satu sama lain untuk mempertahankan fungsi-fungsi mereka dan menentang usaha-usaha yang memungkinkan mereka mengkoordinasi kebijakan-kebijakan dengan badan-badan yang melaksanakan


(27)

program-program yang berhubungan. Konsekuensi yang paling buruk dari fragmentasi birokrasi adalah usaha untuk menghambat koordinasi. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan dua konsekuensi pokok yang merugikan bagi implementasi yang berhasil. Pertama, tidak ada orang yang akan mengakhiri implemetasi kebijakan dengan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu karena tanggung jawab bagi suatu bidang kebijakan terpecah-pecah. Di samping itu, karena masing-masing badan mempunyai yuridiksi yang terbatas atas suatu bidang, maka tugas-tugas penting mungkin akan terdampar antara retak-retak struktur orgamisasi. Kedua, pandangan-pandangan yang sempit dari badan-badan mungkin juga menghambat perubahan.

Suatu kebijakan (publik) dikatakan berhasil bila dalam implementasinya mampu menyentuh kebutuhan kepentingan publik. Pertanyaannya adalah ketika suatu kebijakan tidak lagi memenuhi kepentingan publik, bagaimana bisa disebut sebagai kebijakan yang berhasil? Peters (dalam Tangkilisan, 2003:22) mengatakan bahwa:

“Implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor, yaitu informasi, di mana kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi kebijakan itu; isi kebijakan, dimana implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern ataupun ekstern kebijakan itu sendiri; dukungan, dimana implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut; pembagian potensi, dimana hal ini terkait dengan pembagian potensi di antaranya para aktor implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang”.


(28)

1.6. Kerangka Pemikiran

Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2005:65) mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Berikut ini merupakan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini:

Feedback

Bagan 1. Kerangka Pemikiran Hambatan-hambatan Kebutuhan Dasar Masyarakat Miskin Akan Kesehatan Pemerintah mengeluarkan kebijakan program JPK-MS Implementasi JPK-MS: a. Sosialisasi program

JPK-MS

b. Pendataan masy. Miskin yang berhak menerima JPK-MS c. Pendistribusian kartu

JPK-MS d. Pemberian

pelayanan kesehatan

Output;

a. Diketahuinya program JPK-MS oleh masyarakat b. Terdatanya masy.

Miskin sebagai peserta JPK-MS c. Diterimanya kartu

JPK-MS sebagai bukti kepesertaan d. Masy.miskin

menerima pelayanan kesehatan


(29)

1.7. Operasional Konsep

Karena penelitian kualitatif bukanlah suatu penelitian yang bersifat mengukur suatu variabel maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan operasional konsep sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian mengenai implementasi program JPK-MS ini, peneliti memakai teori George Edward III sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. Implementasi program JPK-MS di puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area dilihat dari:

a. Komunikasi

1. Transmisi; Pengetahuan implementor tentang program JPK-MS dan waktu pelaksanaannya.

2. Kejelasan; Pengetahuan implementor tahap-tahap pelaksanaan program JPK-MS.

3. Konsistensi; Pelaksanaan program JPK-MS sesuai dengan peraturan yang ada.

b. Sumber Daya

1. Staf; Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam proses implementasi JPK-MS.

2. Informasi; Ketaatan implementor dalam melaksanakan JPK-MS sesuai dengan peraturan yang berlaku, artinya sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksana (juklak).

3. Wewenang; Hak masing-masing implementor dalam mengimplementasikan JPK-MS.

4. Fasilitas; Fasilitas yang dimiliki puskesmas Kota Matsum yang mendukung pengimplementasian program JPK-MS.


(30)

c. Disposisi

1. Komitmen yang dimiliki aparatur puskesmas Kota Matsum dalam pelaksanaan JPK-MS.

2. Kejujuran aparatur puskesmas Kota Matsum terkait tugas dan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan JPK-MS.

d. Struktur Birokrasi; Kejelasan petunjuk pelaksanaan program JPK-MS.

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka pemikiran, operasional konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data. BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana peneliti melakukan penelitian yang meliputi keadaan geografi, demografi, ekonomi, sosial dan budaya serta hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan selama penelitian berlangsung dan juga dokumen-dokumen lain yang akan dianalisa.


(31)

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang kajian dan analisis data yang diperoleh saat penelitian dan memberikan interpretasi terhadap masalah yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilakukan.


(32)

BAB II

METODE PENELITIAN 2.1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan analisa kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang aktual, kemudian menggambarkan fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi.

Penelitian ini tidak menguji hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan yang diteliti. Dengan demikian dapat ditegaskan kembali bahwa penelitian ini juga ditempuh berdasarkan tujuan untuk memahami fenomena yang ada pada implementasi program JPK-MS.

2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kota Matsum yang terletak di Jalan Amaliun No 75 kelurahan Kota Matsum IV kecamatan Medan Area.

2.3. Informan Penelitian

Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah penelitian yang sedang dibahas, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan informan. Informan adalah orang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat dan dipercaya baik berupa pernyataan-pernyataan, keterangan atau data-data yang dapat membantu dalam memahami persoalan atau permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan informan kunci (key informan) dan informan biasa. Informan


(33)

kunci adalah informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti, sedangkan informan biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan saja.

Dengan demikian, penulis menetapkan pihak-pihak yang menjadi informan kunci (key informan) pada penelitian ini secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu (purposive). Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah:

a. Kepala Puskesmas Kota Matsum : 1 orang b. Pegawai Puskesmas Kota Matsum : 2 orang

Pegawai Puskesmas Kota Matsum yang menjadi informan adalah pegawai bidang sumber daya manusia (SDM) dan Humas.

Sedangkan yang menjadi informan biasa dalam penelitian ini adalah masyarakat miskin di kecamatan Medan Area yang berada di wilayah kerja puskesmas Kota Matsum dan sudah didata untuk menerima program JPK-MS, yang ditetapkan secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu (purposive). Dan penulis menetapkan jumlah informan biasa sebanyak 20 orang.

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara, antara lain:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mencari data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan dengan cara:

a. Wawancara, adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait yang dianggap mengerti mengenai permasalahan yang diteliti.


(34)

b. Kuesioner, adalah suatu daftar yang berisiskan rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti yang bertujuan memeperoleh informasi yang relevan serta informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh secara serentak.

c. Pengamatan atau observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.

2. Teknik pengumpulan data sekunder yaitu data yang diperlukan untuk mendukung data primer. Dalam penelitian ini data-data sekunder yang diperlukan antara lain literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel, makalah, peraturan-peraturan, stuktur organisasi, jadwal, waktu, petunjuk pelaksana, petunjuk teknis, dokumen arsip institusi terkait dan lain-lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

2.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif, yakni dengan menyajikan data-data yang diperoleh dari lapangan lalu dilakukan analisis terhadap permasalahan yang telah dilakukan sebelumnya. Data dari penyebaran kuesioner (angket) akan dianalisa melalui tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisa menurut keterangan yang diberikan responden.

Sedangkan data dari hasil wawancara akan diuraikan dengan masing-masing tokoh yang dijadikan key informan. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta-fakta, data dan informasi sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti kemudian diambil kesimpulan dari peneliti.


(35)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1. Puskesmas Kota Matsum

Puskesmas Kota Matsum terletak di Jalan Amaliun No 75 Kelurahan Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area yang bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Dengan luas wilayah kerja mencapai 90 Ha dan jumlah penduduk mencapai 35.000 jiwa.

3.2. Visi, Misi, Fungsi dan Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas Kota Matsum Adapun visi dari Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area, adalah:

“Medan Area Sehat 2010”

Sedangkan misi dari Puskesmas Kota Matsum adalah sebagai berikut; Misi:

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan;

b. Memberdayakan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan; c. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu;

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat beserta lingkungannya;

e. Memasyarakatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Puskesmas Kota Matsum memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pusat penggerak pembangunan berbasis kesehatan. b. Pusat pemberdayaan masyarakat.


(36)

1. Pelayanan kesehatan perorangan (Private Goods), 2. Pelayanan kesehatan masyarakat (Publik Goods).

Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Puskesmas Kota Matsum, melakukan beberapa upaya. Upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut .

a. Upaya promosi kesehatan; b. Upaya kesehatan lingkungan;

c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta KB; d. Upaya perbaikan gizi masyarakat;

e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular; f. Upaya pengobatan.

3.3. Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

Puskesmas Kota Matsum melaksanakan kegiatannya dengan melayani 3 (tiga) kelurahan yang berada di wilayah kecamatan Medan Area, yaitu:

a. Kelurahan Kota Matsum I b. Kelurahan Kota Matsum II c. Kelurahan Kota Matsum IV

3.4. Fasilitas Puskesmas Kota Matsum

Dalam melaksanakan kegiatannya Puskesmas Kota Matsum didukung oleh berbagai fasilitas-fasilitas, antara lain:

a. Gedung Puskesmas permanen b. Sumber daya manusia


(37)

d. Imunisasi

e. Alat-alat kesehatan f. Obat-obatan

3.4.1. Fasilitas Gedung Puskesmas Permanen

Gedung Puskesmas Kota Matsum merupakan bangunan permanen yang mempunyai fasilitas sebagai berikut:

a. Kamar Ka. Puskesmas : 1 buah

b. Klinik Gigi : 1 buah

c. Kamar KIA : 1 buah

d. Ruang KB : 1 buah

e. Ruang Pertemuan : 1 buah

f. Ruang Obat-obatan : 1 buah

g. Ruang Dapur : 1 buah

h. Ruang Imunisasi : 1 buah

i. Ruang Informasi/Loket Karcis : 1 buah

j. Ruang Tata Usaha : 1 buah

k. Ruang Data : 1 buah

l. Ruang Mandi dan WC : 1 buah

3.4.2. Fasilitas Sumber daya manusia

Puskesmas Kota Matsum mempunyai 35 orang pegawai aktif dalam lingkungan puskesmas yang mencakup PNS, maupun tenaga honorer.


(38)

3.4.3.Fasilitas Administrasi

Adapun perlengkapan-perlengkapan yang dimiliki oleh puskesmas Kota Matsum dalam menjalankan perannya agar terlaksana laporan administrasi puskesmas antara lain:

a. Meja b. Kursi

c. Arsip & Lemari Arsip d. Lemari Alat

e. Buku catatan

f. Kartu berobat pasien

g. Formulir kegiatan lapangan. h. Buku laporan kegiatan. i. Kartu KIA/KB

j. Buku bendahara k. White board

3.4.4. Fasilitas Imunisasi

Dalam menjalankan perannya sebagai ujung tombak program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, Puskesmas Kota Matsum mempunyai fasilitas imunisasi antara lain:

a. Lemari pendingin b. Alat-alat Imunisasi

c. Vaksin seperti : BCG, Polio, Campak, DPT, TT, Hepatitis B d. Sterilisator sebanyak 1 rak


(39)

3.4.5. Fasilitas Alat-alat Kesehatan

Fasilitas alat-alat kesehatan yang dimiliki Puskesmas Kota Matsum untuk menunjang kegiatannya dalam usaha kesehatan, dilengkapi dengan alat-alat:

a. Stetoskop b. Stetoskop janin c. Tensimeter d. Termometer e. Timbangan bayi f. Timbangan dewasa g. Pengukur tinggi badan h. Perlengkapan ginekology i. Tongue Spatel

j. Perlengkapan gigi k. Lemari es tipe kompresi l. Tempat tidur

m. Lemari peralatan n. Lemari obat


(40)

BAB IV PENYAJIAN DATA

Dalam bab ini penulis akan menyajikan data-data hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara, kuesioner/angket, observasi sehingga dapat menjawab permasalahan utama yang ingin peneliti deskripsikan.

Data mengenai program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) peneliti peroleh dari dokumen di puskesmas Kota Matsum berupa buku-buku pedoman mengenai JPK-MS seperti satu buku yang berisikan data tentang program dan masyarakat yang telah di data sebagai penerima JPK-MS tersebut dan sumber-sumber lain yang relevan seperti berita dari internet.

Sedangkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan kunci akan penulis coba sajikan dalam bentuk wawancara tertulis. Adapun hasil wawancara tertulis ini merupakan salinan atas wawancara yang pernah penulis lakukan di lokasi penelitian mengenai implementasi JPK-MS.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para informan merupakan pertanyaan yang berasal dari panduan wawancara yang telah penulis susun sebelumnya, namun dalam pelaksanaan wawancara yang penulis lakukan pertanyaan-pertanyaan tersebut mengalami pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian.

Kemudian hasil penyebaran kuesioner (angket) akan penulis sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai keterangan-keterangan yang diberikan oleh informan biasa.


(41)

4.1. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) 4.1.1. Pengertian Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat merupakan suatu program untuk menggratiskan masyarakat miskin berobat seperti ke puskesmas dan rumah sakit milik pemerintah. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) merupakan program yang lahir dikarenakan masih ada 20 persen penduduk miskin di kota Medan yang belum mendapatkan asuransi kesehatan yang disebabkan karena adanya penyimpangan data masyarakat miskin di kota Medan ini sehingga banyak yang tidak mendapatkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Dalam program JPK-MS ini, sebanyak 500 ribu jiwa masyarakat kota Medan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Mereka yang berhak mendapatkannya pelayanan JPK-MS tersebut adalah warga masyarakat di luar program Jamkesmas. Sasaran program tersebut meliputi pedagang kaki lima, para penarik becak, guru miskin, keluarga miskin (gakin) dan sebagainya di luar pengguna program Jamkesmas.

Program JPK-MS ini diberlakukan sejak Desember 2008 dan program ini merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah Daerah Kota Medan, Dinas Kesehatan Kota Medan serta bersama rumah sakit yang ditunjuk sebagai provider yang berjumlah 10 (sepuluh) rumah sakit yakni: RS. Pirngadi Medan, RS. Estomihi, RS. Sufina Azis Medan, RS. Helvetia Medan, RS. Mitra Medica Medan, RS. Acoplast Medan, RS. H Adam Malik Medan, RS. Sari Mutiara Medan dan RS. AL Belawan serta RS. Mitra Sejati Medan dan seluruh puskesmas yang ada di kota Medan. (www.medanbisnisonline.com)


(42)

4.1.2. Tujuan Program JPK-MS

Pada dasarnya program JPK-MS ini memiliki tujuan memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin yang tidak mendapatkan program Jamkesmas. Namun diluar tujuan tersebut JPK-MS memiliki tujuan lain, yakni:

a. Tujuan Umum: Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.

b. Tujuan Khusus: Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit; Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin; Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.

4.1.3. Sasaran Program JPK-MS

Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di kota Medan sejumlah 500 ribu jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam program JPK-MS adalah:

a. Meningkatnya persentase penduduk yang menjadi peserta sistem pemeliharaan dengan pembiayaan pra-upaya.

b. Meningkatnya badan usaha yang menyelenggarakan sistem pelayanan kesehatan dengan pembiayaan pra-upaya.

c. Tersedianya Jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang bermutu, baik pemerintah maupun swasta.


(43)

d. Meningkatnya jumlah unit jaringan pelayanan dokter keluarga sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan paripurna bermutu dengan pembiayaan pra-upaya.

4.1.4. Pokok-Pokok Pengaturan JPK-MS

Pokok-pokok pengaturan JPK-MS, secara prinsip sama dengan penyelenggaraan program-program pelayanan kesehatan sebelumnya (kecuali beberapa aspek teknis):

a. Nama Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) tahun 2008,

b. Pendanaan berasal dari APBD 2008 sebagai dana Bantuan Sosial Sektor Kesehatan.

c. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan sebagai berikut : 1. Dana amanah dan dikelola secara nirlaba,

2. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara terstruktur berdasarkan kebutuhan medis yang efektif,

3. Iuran dijamin oleh pemerintah,

4. Dikelola secara transparan dan akuntabel. d. Pengelolaannya meliputi:

1. Tatalaksana kepesertaan.

Sasaran peserta adalah masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati miskin; jumlah peserta 500 ribu jiwa; Kuota ditetapkan oleh Pemda sedangkan ketetapan nama dan alamat peserta ditetapkan oleh masing-masing kelurahan.


(44)

2. Tatalaksana pelayanan kesehatan.

Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan (yankes) meliputi rawat jalan, rawat inap dan yankes gawat darurat; pelayanan kesehatan berdasarkan rujukan berjenjang; Pelayanan rawat inap di Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap kelas III (tiga) di RS. Pemerintah, RS. Khusus, RS. TNI/POLRI dan RS. Swasta yang bekerjasama; Dinas Kesehatan kabupaten/kota membuat perjanjian kerjasama (PKS) dengan RS setempat; pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh PPK wajib memberikan pelayanan walaupun tidak memiliki PKS; biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut tarif paket yankes Jamkesmas sehingga dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosa penyakit/prosedur sebagai dasar pengajuan klaim; peserta tidak boleh dikenakan iuran biaya dengan alasan apapun.

3. Tatalaksana administrasi keuangan.

Sumber Dana berasal dari APBD sebagai dana bantuan sektor kesehatan Tahun Anggaran 2008. Bantuan/kontribusi lain dari Pemda yaitu:

1) Selisih harga diluar jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan tahun 2008,

2) Biaya transportasi rujukan dan rujukan balik pasien maskin dari RS Kabupaten/Kota ke RS yang dirujuk. Sedangkan biaya transportasi rujukan dari puskesmas ke RS ditanggung oleh biaya operasional Puskesmas.


(45)

3) Penanggungan biaya transportasi pendamping pasien rujukan. 4) Pendamping pasien rawat inap.

5) Menanggulangi kekurangan dana operasional Puskesmas. 4. Pengorganisasian dan manajemen.

Dalam pengorganisasian dan manajemen program, JPK-MS memiliki Tim Pengelola JPK-MS yang tugasnya melaksanakan pengelolaan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin meliputi kegiatan-kegiatan manajemen kepesertaan, pelayanan, keuangan, perencanaan dan sumber daya manusia (SDM), informasi, hukum dan organisasi serta telaah hasil verifikasi.

Pengorganisasian dan manajemen program ini dilakukan oleh: Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) yang bertanggung jawab menyiapkan dana untuk pelaksanaan program JPK-MS, melakukan pengawasan terutama terhadap proses implementasi program JPK-MS. Kemudian Dinas Kesehatan Kota Medan (Dinkes Medan) yang bertanggung jawab menyusun petunjuk teknis program JPK-MS, dan menyiapkan kartu JPK-MS yang merupakan kartu identitas penerima program tersebut.

PT. Asuransi Takaful Keluarga (sebagai pihak ketiga) bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran JPK-MS, membayarkan klaim dana sesuai dengan laporan dari para provider JPK-MS, menyalurkan dana kepada provider JPK-MS sesuai besarnya klaim dan melakukan pencetakan kartu peserta JPK-MS bersama dengan Dinas Kesehatan.


(46)

Kemudian puskesmas dan rumah sakit; Puskesmas bertugas memberikan pelayanan kesehatan dasar dan utama kepada masyarakat berupa usaha kesehatan preventif dan pengobatan preventif. Pengobatan preventif adalah pengobatan yang diberikan pada waktu permulaan penyakit, agar tidak lebih parah dan lebih sukar sembuhnya. Namun jika pihak puskesmas tidak bisa menangani penyakitnya maka pasien dapat langsung dirujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk sebagai provider. Dan rumah sakit tersebut pun wajib memberikan pelayanan kesehatan dan melakukan pengobatan terhadap pasien JPK-MS.

4.1.5. Komposisi Masyarakat di Kelurahan Kota Matsum Yang Telah Didata Sebagai Peserta JPK-MS

Berikut ini merupakan komposisi masyarakat Kota Matsum yang sebelumnya telah didata oleh puskesmas dan dikategorikan layak untuk menerima program JPK-MS.

Tabel 1.

Komposisi Masyarakat Kelurahan Kota Matsum Yang Telah Didata Sebagai Peserta JPK-MS

No Kota Matsum Jumlah Peserta Persentase (%)

1. I 117 30,87

2. II 138 36,41

3. IV 124 32,72

Jumlah 379 100


(47)

4.2. Karakteristik Informan Biasa

Dalam karakteristik informan ini akan dijelaskan data mengenai identitas informan yang terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan lamanya bermukim dilokasi penelitian.

4.2.1. Data Tentang Jenis Kelamin Informan

Pada tabel di bawah ini menunjukkan bahwa informan dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada informan dengan jenis kelamin laki-laki. Maka jumlah perempuan dengan jumlah 13 orang (65%) dan laki-laki sebanyak 7 orang (35%) seperti yang tercantum di dalam tabel bukan berarti terdapat perbedaan gender namun disebabkan karena perempuan dalam hal ini ibu rumah tangga memiliki peran yang lebih besar dalam menjaga kesehatan keluarga.

Untuk lebih jelas dalam melihat sebaran informan berdasarkan jenis kelamin maka dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.

Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1. Laki-laki 7 35

2. Perempuan 13 65

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009

4.2.2. Data Tentang Usia Informan

Usia masyarakat yang menjadi informan dalam penelitian ini berkisar antara 17 tahun sampai 53 tahun ke atas. Penulis menetapkan usia informan antara 17 sampai 53 tahun keatas karena pada usia 17 tahun keatas dianggap sebagai masa produktif dan sudah memiliki hak suara dalam pemilihan-pemilihan umum atau sudah dianggap sebagai usia yang cukup berpengalaman terutama dalam


(48)

memberikan kontribusi dalam pembangunan. Jika dilihat dalam tabel, persentase yang terbesar yaitu pada usia 35-43 tahun yaitu sebanyak 35%.

Tabel 3.

Distribusi Data Informan Berdasarkan Usia No Usia Frekuensi Persentase (%)

1. 17-25 tahun 4 20

2. 26-34 tahun 5 25

3. 35-43 tahun 7 35

4. 44-52 tahun 4 20

5. 53 tahun ke atas 0 0

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009

4.2.3. Data Tentang Tingkat Pendidikan Informan

Pendidikan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pola kehidupan manusia, dimana pendidikan merupakan sarana pendukung bagi tercapainya kesuksesan manusia. Pendidikan pada umumnya mempengaruhi pola pikir seseorang dan juga penafsiran/pandangan akan sesuatu hal.

Dari penelitian yang telah penulis lakukan, informan terbesar jumlah dan persentasenya adalah informan yang tamat SD dan tamat SMP/Sederajat yakni sebanyak 6 orang (30%) dan informan yang paling sedikit persentasenya adalah tamat SMA/Sederajat yakni sebanyak 3 orang (15%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4.

Distribusi Informan berdasarkan Tingkat Pendidikan No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1. Tidak Sekolah 5 25

2. Tamat SD 6 30

3. Tamat SMP/Sederajat 6 30

4. Tamat SMA/Sederajat 3 15

5. Akademi/Diploma 0 0

6. Sarjana 0 0

Jumlah 20 100


(49)

4.2.4. Data Tentang Jenis Pekerjaan Informan

Jika dilihat distribusi responden dari jenis pekerjaannya, maka menunjukkan variasi yang tidak merata pada tiap jenis pekerjaan. Dari penelitian yang penulis lakukan ditemukan bahwa informan terbanyak bekerja sebagai buruh yakni sebanyak 8 orang (40%) dan paling sedikit persentasenya bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 3 orang (15%) dan lain-lain juga sebanyak 4 orang (20%). Dan lain-lain yang dimaksudkan disini adalah yang bekerja sebagai tukang cuci, pedagang kaki lima. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5.

Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1. Wiraswasta 3 15

2. Guru 0 0

3. Buruh 8 40

4. Tukang Becak 5 25

5. Dan Lain-Lain 4 20

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

4.2.5. Data Tentang Masa Domisili/Lama Bermukim Informan

Data tentang lamanya informan bermukim di tempat penelitian menurut penulis adalah penting karena menunjukkan bahwa semakin lama seseorang tinggal di suatu tempat, maka pengetahuan terhadap daerahnya akan semakin besar. Baik pengetahuan mengenai kinerja aparatur pemerintahan setempat maupun pengetahuan mengenai keadaan ekonomi, geografi, serta politik daerah setempat.

Pada tabel 6, dapat kita lihat informan yang paling banyak persentasenya yaitu penduduk yang lamanya bermukim 11-15 tahun yakni sebanyak 8 orang (40%) dan yang paling sedikit persentasenya yaitu penduduk yang lamanya bermukim lebih dari 25 tahun yakni sebanyak 1 orang (5%).


(50)

Tabel 6.

Distribusi Informan Berdasarkan Masa Domisili/Lama Bermukim

No Masa Domisili Frekuensi Persentase (%)

1. 5-10 tahun 7 35

2. 11-15 tahun 8 40

3. 16-20 tahun 4 20

4. 21-25 tahun 0 0

5. >25 tahun 1 5

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

4.3. Tabel Distribusi Mengenai Implementasi JPK-MS

Pada bagian ini disajikan jawaban-jawaban yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada 20 informan. Distribusi jawaban ini meliputi faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan menurut George Edward III diantaranya komunikasi, sumber daya, disposisi/kecenderungan, dan struktur birokrasi:

4.3.1. Komunikasi

Data ini penulis ambil untuk mengetahui sejauh mana informan mengetahui dan memahami tentang program JPK-MS serta untuk melihat seperti apa komunikasi yang dibangun implementor dengan masyarakat. Adapun hasil distribusi jawaban informan yang ditampilkan pada bagian ini yaitu pengetahuan tentang adanya program JPK-MS, darimana informan mengetahui adanya program JPK-MS, pengetahuan mengenai latar belakang munculnya program JPK-MS, pengetahuan mengenai maksud dan tujuan program JPK-MS, serta pengetahuan tentang tahap-tahap pelaksanaan program JPK-MS tersebut.

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan diketahui bahwa semua informan mengetahui adanya program JPK-MS di kota Medan. Hal ini dapat dilihat


(51)

dari tabel 7, sebanyak 20 orang informan (100%) menyatakan bahwa mereka mengetahui adanya program JPK-MS.

Tabel 7.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Adanya Program JPK-MS

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Tahu 20 100

2. Kurang tahu 0 0

3. Tidak Tahu 0 0

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Sedangkan mengenai darimana informan mengetahui adanya program JPK-MS, diperoleh hasil sebanyak 15 orang informan (75%) mengetahui adanya program JPK-MS ini dari tetangga yang telah mendaftar menjadi peserta JPK-MS, 5 orang informan (25%) mengetahui adanya program JPK-MS ini dari petugas kelurahan dan 0 orang (0%) yang mengetahui program ini dari iklan sosialisasi.

Hal ini menunjukkan keadaan bahwa para implementor tidak melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat dengan baik. Kebanyakan informan mengetahui program ini dari tetangga, dan dari beberapa informan penulis juga mendapatkan keterangan bahwa yang banyak melakukan pendataan dalam program ini adalah petugas kelurahan dan bukan petugas puskesmas.

Diketahui pula bahwa ternyata ada warga yang mendapatkan berita tentang program ini dari keluarga dan sanak saudara yang bekerja di instansi tertentu dan ada pula yang mengetahuinya dari para calon legislatif yang sedang berkampanye, bukan dari sosialisasi yang dilakukan implementor. Berikut jawaban dari informan:

“Gak ada orang puskesmas yang ngasi tau tentang program ini. Kami tau program ini dari tetangga yang kerja di dinas kesehatan, ada juga kawan saya yang tau dari kampanye-kampanye caleg malah caleg itu yang daftarkan, sekarang kawan saya itu udah dapat kartu pesertanya..”


(52)

Untuk lebih jelas dapat dilihat dari tabel 8 di bawah ini: Tabel 8.

Distribusi Jawaban Informan Tentang Darimana Informan Mengetahui Adanya Program JPK-MS No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Petugas Kelurahan 5 25

2. Iklan Sosialisasi 0 0

3. Tetangga 15 75

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Kemudian pada pertanyaan mengenai pengetahuan informan tentang latar belakang munculnya program JPK-MS, sebanyak 17 orang informan (85%) menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui latar belakang munculnya program JPK-MS tersebut. Karena selama ini mereka tidak pernah mendapatkan keterangan yang lebih jelas mengenai program JPK-MS ini, yang mereka tahu hanyalah ada program kesehatan gratis yang disediakan oleh pemko Medan khusus untuk masyarakat miskin. Dan 3 informan (15%) menyatakan bahwa mereka mengetahui latar belakang munculnya JPK-MS. Berikut jawaban informan:

“Kami nggak tahu penyebabnya, soalnya nggak ada yang ngasi tau ke kami. Pokoknya yang kami tau sekarang ini ada lagi program yang kayak Jamkesmas…”

Keterangan mereka dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini: Tabel 9.

Distribusi Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Latar Belakang Munculnya Program JPK-MS No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Tahu 3 15

2. Kurang Tahu 0 0

3. Tidak Tahu 17 85

Jumlah 20 100


(53)

Pertanyaan selanjutnya mengenai maksud dan tujuan dari program JPK-MS, sebanyak 16 orang informan (80%) menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui maksud dan tujuan dari program JPK-MS dan yang menjawab kurang tahu ada sebanyak 4 orang (20%). Sesuai keterangan masyarakat pada halaman sebelumnya bahwa mereka tidak pernah mendapatkan penjelasan mengenai program JPK-MS ini, baik mengapa program ini dibuat dan apa maksud serta tujuan dari program JPK-MS itu sendiri.

Berikut ini tabel jawaban informan tentang pengetahuan mengenai maksud dan tujuan dari program JPK-MS:

Tabel 10.

Distribusi Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Mengenai Maksud dan Tujuan Program JPK-MS No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Tahu 0 0

2. Kurang Tahu 4 20

3. Tidak Tahu 16 80

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Pertanyaan berikutnya mengenai pengetahuan informan tentang tahap-tahap pelaksanaan program JPK-MS, sebanyak 15 orang informan (75%) menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui tahap-tahap pelaksanaan JPK-MS. Hal ini sesuai dengan pernyataan mereka bahwa hingga kini mereka belum merasakan manfaat dari program tersebut karena ternyata setelah mendaftar ke puskesmas dan di data hingga saat ini tidak ada lagi kelanjutan dari program JPK-MS itu.

Kemudian sebanyak 5 orang informan (25%) menyatakan mengetahui tahap-tahap pelaksanaan JPK-MS sehingga mereka paham mengapa mereka belum bisa diberi pelayanan kesehatan dan ternyata alasannya adalah karena mereka belum memiliki kartu JPK-MS. Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Kepala


(54)

Puskesmas Kota Matsum bahwa sampai saat ini kartu peserta JPK-MS belum mereka terima seluruhnya sehingga belum bisa dibagikan, jadi masyarakat yang sebelumnya mereka data belum bisa dikatakan sebagai peserta JPK-MS.

Tabel 11.

Distribusi Jawaban Tentang Pengetahuan Informan Mengenai Tahap-Tahap Pelaksanaan JPK-MS No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Tahu 5 25

2. Kurang Tahu 0 0

3. Tidak Tahu 15 75

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

4.3.2. Sumber Daya

Data ini penulis ambil untuk mengetahui bagaimana pendapat masyarakat mengenai pelaksanaan program JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum sehingga dapat diketahui bagaimana sumber daya yang ada dalam mengimplementasikan program JPK-MS ini.

Adapun distribusi jawaban yang ditampilkan pada bagian ini yaitu mengenai sosialisasi yang dilakukan implementor, proses pendataan masyarakat miskin yang layak menerima program JPK-MS, proses pendistribusian kartu peserta JPK-MS, dan tentang pelayanan kesehatan yang diberikan pihak puskesmas selaku implementor serta tentang kerjasama setiap implementor dalam mengimplementasikan program JPK-MS.

Dari jawaban yang telah diberikan oleh informan diketahui bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh puskesmas selaku implementor adalah tidak baik. Senada dengan yang didapat pada data sebelumnya; darimana informan mengetahui adanya program JPK-MS, bahwa ternyata masyarakat mengetahui adanya program ini dari


(55)

tetangga, petugas kelurahan dalam hal ini kepala lingkungan, bukan dari petugas puskesmas Kota Matsum.

Sebanyak 17 orang informan (85%) menyatakan bahwa sosialisasi JPK-MS yang dilakukan puskesmas tidak baik dan hanya 3 orang responden (15%) yang menyatakan sosialisasinya kurang baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 12 berikut:

Tabel 12.

Distribusi Jawaban Informan Tentang Sosialisasi yang Dilakukan Implementor No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Baik 0 0

2. Kurang Baik 3 15

3. Tidak Baik 17 85

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Pada pertanyaan selanjutnya sebanyak 15 orang informan (75%) menyatakan pendataan yang dilakukan pihak puskesmas kurang baik, 5 orang informan (25%) menyatakan tidak baik. Karena menurut mereka masih banyak orang yang tergolong mampu dan sangat mampu juga menerima program JPK-MS. Mengenai masyarakat mampu yang mendapatkan program ini, pihak puskesmas berpendapat bahwa hal ini terjadi karena syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan program ini sangat mudah sehingga siapa saja bisa mendapatkan program ini. Berikut hasil wawancara dengan Humas Puskesmas Kota Matsum:

“Semua orang bisa mendapatkan program ini, karena syarat-syarat untuk mendapatkan program ini sangat gampang tinggal menunjukkan KTP, KK saja. Tidak lagi menunjukkan SKTM seperti program Jamkesmas..”


(56)

Tabel 13.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Pendataan yang Dilakukan Implementor No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Baik 0 0

2. Kurang Baik 15 75

3. Tidak Baik 5 25

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Kemudian sebanyak 20 orang informan (100%) menyatakan proses pendistribusian kartu peserta JPK-MS tidak baik. Menurut keterangan informan hingga saat ini mereka belum mendapatkan kartu peserta JPK-MS dan ketika mereka tanyakan kepada pihak puskesmas hanya dijawab dengan gelengan kepala saja. Dan sampai saat ini mereka juga tidak bisa menerima pelayanan kesehatan di puskesmas karena mereka belum memiliki kartu peserta JPK-MS. Berikut jawaban informan:

“..Gak ada satu pun dari kami yang udah dapat kartu peserta JPK-MS itu, pernah ada yang nanya ke puskesmas trus orang puskesmas bilang kartunya belum ada sama mereka. Sudah banyak tetangga-tetangga saya yang pergi nanya ke puskesmas tapi alasannya itu terus..”

Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh kepala puskesmas Kota Matsum bahwa kartu peserta memang sudah ada di tangan mereka namun belum dapat didistribusikan karena belum semua masyarakat yang didata mendapatkan kartu peserta. Sehingga mereka memilih untuk tidak membagikan kartu peserta tersebut untuk menghindari masalah ketidakadilan dalam pelaksanaan JPK-MS. Berikut hasil wawancara dengan kepala puskesmas:

“Sejujurnya program ini belum dijalankan seluruhnya, karena kartu peserta yang ada di tangan kami belum bisa kami distribusikan. Sudah banyak masyarakat yang datang untuk meminta kartu peserta mereka namun saya belum bisa memberikannya karena kartu peserta itu belum lengkap, dan jika saya bagikan sekarang hanya akan membuat masyarakat menilai kami tidak adil dan pilih kasih”.


(57)

Berikut jawaban informan tentang proses pendistribusian kartu peserta JPK-MS: Tabel 14.

Distribusi Jawaban Informan Tentang Proses Pendistribusian Kartu Peserta JPK-MS No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Baik 0 0

2. Kurang Baik 0 0

3. Tidak Baik 20 100

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Selanjutnya mengenai kerjasama yang dimiliki para implementor sebanyak 13 orang informan (65%) menyatakan tidak baik dan sebanyak 7 orang (35%) menyatakan kerjasama para implementor kurang baik. Jawaban seperti ini muncul dari informan karena menurut mereka tidak ada komunikasi yang jelas diantara pihak puskesmas tentang siapa saja yang layak menerima program JPK-MS sehingga akhirnya banyak warga yang mampu juga mendaftar sebagai peserta JPK-MS.

Berikut jawaban infoman mengenai kerjasama yang dimiliki para implementor JPK-MS:

Tabel 15.

Distribusi Jawaban Informan Tentang Kerjasama Para Implementor

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Baik 0 0

2. Kurang Baik 7 35

3. Tidak Baik 13 65

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009. 4.3.3. Disposisi/Kecenderungan

Di dalam pelaksanaan satu kebijakan suatu kecendrungan yang dimiliki oleh implementor terkadang bisa menjadi penghambat sehingga kebijakan tersebut tidak dapat dijalankan dengan baik. Kecendrungan yang dimaksud disini ialah watak dan


(58)

karekateristik implementor, seperti kejujuran, keikhlasan, komitmen, tanggung jawab dan sikap demokratis.

Pada bagian ini penulis menyajikan jawaban informan tentang kecenderungan-kecenderungan yang dimiliki implementor yang dapat dilihat dari pemahaman aparatur puskesmas terkait tugas dan fungsinya sebagai pelaksana JPK-MS, tentang kinerja dan tanggung jawab implementor, serta komitmen yang dimiliki implementor.

Sebanyak 10 orang informan (50%) menyatakan aparatur puskesmas kurang memahami tugas dan fungsinya sebagai pelaksana JPK-MS, 6 orang informan (30%) menyatakan tidak paham dan 4 orang informan (20%) menyatakan aparatur puskesmas memahami tugas dan fungsinya sebagai pelaksana JPK-MS. Berikut distribusi jawaban informan:

Tabel 16.

Distribusi Jawaban Informan Tentang

Pemahaman Implementor Terkait Tugas dan Fungsinya No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Paham 4 20

2. Kurang Paham 10 50

3. Tidak Paham 6 30

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Selanjutnya ketika ditanya mengenai kinerja dan tanggung jawab puskesmas dalam menjalankan program JPK-MS, sebanyak 16 orang informan (80%) menyatakan kinerja dan tanggung jawab puskesmas tidak baik dalam menjalankan program ini dan sebanyak 4 orang informan (20%) menyatakan kinerja mereka kurang baik. Berikut distribusi jawaban responden mengenai kinerja dan tanggung jawab implementor:


(59)

Tabel 17.

Distribusi Jawaban Informan Mengenai Kinerja dan Tanggung Jawab Puskesmas No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Baik 0 0

2. Kurang Baik 4 20

3. Tidak Baik 16 80

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Dan sebanyak 14 orang informan (70%) menyatakan komitmen yang dimiliki oleh aparatur puskesmas kurang baik terutama dalam melaksanakan program JPK-MS ini dan 6 orang informan (30%) menyatakan komitmen mereka tidak baik.

Menurut informan jika aparatur puskesmas memiliki komitmen yang baik dan kuat untuk menjalankan program JPK-MS ini tentu saja sekarang ini mereka sudah dapat menikmati program tersebut. Jangankan berobat gratis ke rumah sakit, mereka sudah cukup senang jika mereka gratis berobat ke puskesmas karena dapat meringankan beban mereka jika ada salah satu anggota keluarganya yang tiba-tiba jatuh sakit dan memerlukan pengobatan secepatnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 18 berikut:

Tabel 18.

Distribusi Jawaban Informan Tentang Komitmen Implementor Dalam Menjalankan Program JPK-MS No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Baik 0 0

2. Kurang Baik 14 70

3. Tidak Baik 6 30

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Pertanyaan selanjutnya yang penulis ajukan adalah mengenai pelaksanaan JPK-MS ini di puskesmas Kota Matsum, apakah menurut masyarakat berjalan


(1)

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

1. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat merupakan suatu program untuk menggratiskan masyarakat miskin berobat seperti ke puskesmas dan rumah sakit milik pemerintah. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) merupakan program yang lahir dikarenakan masih ada 20 persen penduduk miskin di kota Medan yang belum mendapatkan asuransi kesehatan yang disebabkan karena adanya penyimpangan data masyarakat miskin di kota Medan ini sehingga banyak yang tidak mendapatkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dalam program JPK-MS ini, sebanyak 500 ribu jiwa masyarakat kota Medan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Mereka yang berhak mendapatkannya pelayanan JPK-MS tersebut adalah warga masyarakat di luar program Jamkesmas. Sasaran program tersebut meliputi pedagang kaki lima, para penarik becak, guru miskin, keluarga miskin (gakin) dan sebagainya di luar pengguna program Jamkesmas.

2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, terdapat data dan fakta bahwa pelaksanaan JPK-MS di puskesmas Kota Matsum berlangsung sejak bulan Februari 2009, terlambat 2 (dua) bulan dari jadwal yang telah ditetapkan. JPK-MS ini mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya warga yang mendaftar sebagai peserta JPK-MS ke puskesmas Kota Matsum.


(2)

sudah tidak mematuhi aturan jadwal pelaksanaan JPK-MS. Sosialisasi yang dilakukan aparatur puskesmas pun tidak intensif dan tidak sesuai dengan petunjuk pelaksana program. Proses pendataan juga tidak dilakukan dengan baik, akibatnya banyak warga yang merasa tidak puas terhadap kinerja aparatur puskesmas dalam mengimplementasikan JPK-MS ini.

4. Salah satu tujuan dibuatnya program JPK-MS adalah memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin. Diharapkan dengan adanya program JPK-MS maka akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan semakin meningkat dan pada akhirnya tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Namun masyarakat miskin yang telah mendaftar sebagai peserta JPK-MS belum dapat menerima pelayanan kesehatan di puskesmas Kota Matsum karena mereka belum memiliki kartu peserta JPK-MS. Dan ternyata kartu peserta JPK-MS masih ada di tangan pihak puskesmas dan belum dibagikan sama sekali.

5. Hambatan-hambatan yang timbul dalam implementasi JPK-MS di puskesmas Kota Matsum antara lain:

a. Tidak terlaksananya proses sosialisasi program dengan baik sehingga menyebabkan masyarakat menjadi bingung terutama dalam hal bagaimana cara mendapatkan program JPK-MS tersebut.

b. Ketidaktahuan implementor mengenai kriteria keluarga miskin atau masyarakat yang layak mendapatkan program JPK-MS.

c. Koordinasi dan komunikasi yang kurang berjalan dengan baik antara pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi program JPK-MS yakni Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Kelurahan.


(3)

d. Kurangnya komitmen yang dimiliki implementor dalam mengimplementasikan program tersebut.

e. Kurangnya kesadaran aparatur puskesmas akan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pelaksana program JPK-MS.

6.2. Saran

a. Dilakukannya sosialisasi yang lebih intensif lagi kepada masyarakat sehingga pada akhirnya masyarakat mengetahui lebih lengkap tentang program yang dikeluarkan pemerintah apalagi jika program tersebut menyangkut kepentingan umum seperti JPK-MS. Sosialisasi yang maksimal akan membuat masyarakat mengetahui dan mengerti maksud dan tujuan dari suatu program serta tahapan pelaksanaan program.

b. Pemerintah Daerah Kota Medan perlu menetapkan kriteria masyarakat miskin sehingga tidak menimbulkan kebingungan dan ketidaktahuan implementor mengenai masyarakat yang digolongkan miskin atau tidak mampu.

c. Koordinasi dan komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi program JPK-MS lebih ditingkatkan lagi sehingga program ini dapat berjalan dengan baik dan dan data mencapai tujuan yang telah ditetapkan. d. Agar suatu program dapat berjalan dengan baik maka diperlukan komitmen dari

para pelaksana kebijakan, tanpa komitmen yang kuat maka program tidak akan menjadi efektif. Komitmen dari implementor JPK-MS dalam hal ini aparatur puskesmas lebih ditingkatkan lagi agar program ini benar-benar memberikan manfaat kepada masyarakat miskin.


(4)

perlu meningkatkan kesadaran mereka akan tugas serta tanggung jawabnya terutama sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat.

f. Pemerintah Kota Medan harus meningkatkan pengawasan terutama terhadap suatu program yang bermanfaat untuk masyarakat umum seperti JPK-MS sehingga program ini tidak sia-sia dan benar-benar sampai kepada masyarakat miskin yang sangat membutuhkan akses pelayanan kesehatan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Bungin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

____________. 2005. Desentralisasi Sistem Kesehatan: Konsep-konsep, Isu Dan Pengalaman Di Berbagai Negara. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Gibson, James L, John M. Ivancevich dan James H. Donnely. 1997. Organisasi; Perilaku, Struktur dan Proses. Jakarta: Erlangga.

Rahz, Handali. 2001. Berjuang Meraih Hak Sehat: Dinamika Pendampingan Lapangan. Bandung: Ashoka Indonesia.

Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.

Manurung, P. 2005. Metode Penelitian. Medan: Diktat.

Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Singarimbun, Masri, Sofyan Efendi. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Subarsono, AG. 2005. Public Policy. Surabaya: Airlangga University.

Sugiyono, Dr, Prof. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Pendekatan Alternatif. Jakarta: Kencana

Tangkilisan, Hessel Nogi, Drs., M.Si. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset dan YPAPI.

Thoha, Miftah. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Wahab, Solichin. 2001. Implementasi Kebijakan Publik. Malang: Bumi Aksara. Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media

Pressindo.

Sumber Lain:

Buku pedoman JPK-MS


(6)

www.depkes.go.id/jamkesmas.pdf www.kompasonline.com


Dokumen yang terkait

Analisis Kebijakan Program Jaminan Kesehatan Umum (PJKU) Madani Kota Tanjung Balai

5 113 118

Implementasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) Di Kecamatan Medan Area Kota Medan

9 89 123

Pengaruh Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Studi pada Kelurahan Kota Matsum I, Kecamatan Medan Area, Kota Medan).

1 47 70

Implementasi Progam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di Puskesmas Desa Manisak Kecamatan Rantau Baek Mandailing Natal

0 36 108

Efektifitas Pelaksanaan Program Kartu Indonesia Sehat Dalam Pelayanan Kesehatan di Pusat Kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) (Studi pada Puskesmas Sei Agul Kec. Medan Barat Kota Medan)

76 293 129

Efektifitas Pelaksanaan Program Kartu Indonesia Sehat Dalam Pelayanan Kesehatan di Pusat Kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) (Studi pada Puskesmas Sei Agul Kec. Medan Barat Kota Medan)

0 0 10

Efektifitas Pelaksanaan Program Kartu Indonesia Sehat Dalam Pelayanan Kesehatan di Pusat Kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) (Studi pada Puskesmas Sei Agul Kec. Medan Barat Kota Medan)

0 0 1

Efektifitas Pelaksanaan Program Kartu Indonesia Sehat Dalam Pelayanan Kesehatan di Pusat Kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) (Studi pada Puskesmas Sei Agul Kec. Medan Barat Kota Medan)

0 1 50

Efektifitas Pelaksanaan Program Kartu Indonesia Sehat Dalam Pelayanan Kesehatan di Pusat Kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) (Studi pada Puskesmas Sei Agul Kec. Medan Barat Kota Medan)

0 0 4

IMPLEMENTASI MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KECAMATAN MEDAN AREA KOTA MEDAN TESIS

0 3 18