Perolehan Harta Bersama Penerapan Asas Contra Legem Dalam Pembagian Harta Bersama (Analisis Putusan Perkara Nomor : 1048/Pdt.G/2009/Pa.Bbs Di Pengadilan Agama Brebes

Artinya: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan, kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” QS. An-nisa: 34

d. Suami nusyuz

                   ,,  Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka.” QS. An-nisa: 128

e. Syiqaq

            Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.” QS. An-nisa: 35 Suami maupun istri mempunyai hak untuk mempergunakan harta yang telah diperolehnya tersebut selagi untuk kepentingan rumah tangganya tentunya dengan persetujuan dengaan kedua belah pihak. Hal ini berbeda dengan harta bawaan yang keduanya mempunyai hak untuk mempergunakannya tanpa harus ada persetujuan dari keduanya atau masing-masing berhak menguasainya sepanjang para pihak tidak menentukan lain, sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 35. 10 Ikatan perkawinan mengkondisikan adanya harta gono-gini antara suami istri, sebagaimana tertuang dalam UU Perkawinan pasal 35 ayat 1. Namun, bukan berarti dalam perkawinan yang diakuianya harta gono-gini, sebab, berdasarkan KHI pasal 85 dinyatakan bahwa ”Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta masing-masing suami atau istri”. Sebagaimana telah dijelaskan, harta gono-gini dalam perkawinan adalah ”harta suami yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan, baik dengan cara sendiri-sendiri maupun secara bersama tanpa mempersoalkan atas nama siapa harta itu terdaftar. Karena itu semua harta yang diperoleh selam perkawinan 10 Hilma Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat, Aditya Bakti, Bandung, Cet. IV, 1999, h. 155 menjadi milik bersama suami-istri. Pengelolaan harta tersebut harus memperoleh izin dari keduanya”. 11 Pasangan calon suami istri tersebut juga diperbolehkan menentukan dalam perjanjian perkawinan bahwa yang tidak termasuk dalam harta gono-gini adalah harta pribadi yang dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, seperti harta perolehan. Hal ini diatur dalam KHI pasal 49 ayat 2, ”Dengan diperjanjikan mengurangi ketentuan tersebut pada ayat 1 dapat juga diperjanjikan bahwa percampuran harta pribadi yang dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga percampuran ini tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh selama perkawinan atau sebaliknya ”. 12

3. Pembagian Harta Bersama a. Menurut Fiqih

Harta bersama atau gono-gini yaitu harta kekayan yang dihasilkan bersama oleh pasangan suami istri selam terikat oleh tali perkawinan, atau harta yang dihasilkan dari perkongsian suami istri. Untuk mengetahui hukum perkongsian ditinjau dari sudut Hukum Islam, maka perlu membahas perkongsian yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan menurut pendapat para Imam Madzhab. Dalam kitab-kitab fiqih, perkongsian itu disebut sebagai syirkah atau syarikah yang berasal dari bahasa Arab. Para ulama berbeda pendapat dalam membagi macam-macam syirkah. Adapun macam-macam syirkah yaitu : 11 Muhammad zaid, Mukhtar al shodiq, Copyright2005 Grahacipta All right reserved 12 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, h. 13 1. Syirkah Milk yakni perkongsian antara dua orang atau lebih terhadap sesuatu tanpa adanya sesuatu aqad atau perjanjian. 2. Syirkah Uquud yaitu beberapa orang mengadakan kontrak bersama untuk mendapat sejumlah uang. Syirkah ini berjumlah 6 enam macam yakni : a. Syirkah Mufawadhah bil Amwal perkongsian antara dua orang atau lebih tentang sesuatu macam perniagaan. b. Syirkah ‘Inan bil Amwal ialah perkongsian antara dua orang atau lebih tentang suatu macam perniagaan atau segala macam perniagaan. c. Syirkatul ‘Abdan Mufawadhah yaitu perkongsian yang bermodal tenaga. d. Syirkatul ‘Abdan ‘Inan ialah kalau perkongsian tenaga tadi disyaratkan perbedaan tenaga kerja dan perbedaan tentang upah.

e. Syirkatul Wujuh Mufawadhah yaitu perkongsian yang bermodlkan

kepercayaan saja. f. Syirkatul Wujuh ‘Inan ialah perkongsian kepercayaan tanpa syarat. Syirkah ‘Inan disepakati oleh ulama tentang bolehnya, sedangkan syirkah mufawadhah hukumnya boleh menurut madzhab Hanafi, Maliki, Hambali. Tetapi menurut madzhab Syafi’i tidak boleh. Abu Hanifah mensyaratkan sama banyak modal antara masing-masing peserta perkongsian. Untuk Syirkah Abdan boleh menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali dan tidak boleh menurut madzhab Syafi’i. Bedanya Imam Malik mensyaratkan pekerjaan yang mereka kerjakan harus sejenis dan setempat. Syirkah wujuh boleh menurut Ulama Hanafiah dan Ulama Hanabilah dan menurut Imam Maliki dan Syafi’i tidak boleh. 13 Alasan Imam Syafi’i tidak membolehkan Syirkah mufawadhah karena nama perkongsian itu percampuran modal. Imam Malik berpendapat, bahwa dalam syirkah mufawadhah masing-masing kongsi telah menjualkan dari sebagian hartanya dan juga mewakilkan kepada kongsinya yang lain. Tetapi Imam Syafi’i menolak pendapat ini, bahwa perkongsian bukan jual beli dan bukan pula memberikan kuasa. Alasan Imam Syafi’i tidak membolehkan syirkah abdan karena perkongsian hanya berlaku pada harta, bukan pada tenaga. Alasan Imam Malik membolehkan perkongsian tenaga karena orang yang berperang sabil juga berkongsi tentang ghonimah. 14 Dari macam-macam syirkah serta adanya perbedaan pendaat dari para Imam madzhab dan melihat praktek gono-gini dalam masyarakat Indonesia dapat disimpulkan bahwa harta gono-gini termasuk dalm syirkah abdanmufawadhah. Praktek gono-gini dikatakan syirkah abdan karena kenyataan bahwa sebagian besar dari suami istri dalam masyarakat Indonesia sama-sama bekerja membanting tulang berusaha mendapatkan nafkah hidup keluarga sehari-hari dan sekedar harta simpanan untuk masa tua mereka, kalau keadaan memungkinkan 13 Abd.Rahman Al-Jaziry, Al-Fiqhu ‘Alal Madzaahibil Al-Arba’ah Jilid III, Darul Kutub Al Ilmiah, Beirut, 1990 M1410 H, h. 71 14 Ibnu Rusyd Al Qurtuby Al andalusy, Bidayatul Mujtahid Juz 2, Darul Fikr, Beirut, tt, h. 192 juga untuk meninggalkan kepada anak-anak mereka sesudah mereka meninggal dunia. Suami istri di Indonesia sama-sama bekerja mencari nafkah hidup. Hanya saja karena fisik istri berbeda dengan fisik suami maka dalam pembagian disesuaikan dengan keadaan fisik mereka. Selanjutnya dikatakan syirkah mufawadhah karena memang perkongsian suami istri itu tidak terbatas. Apa saja yang mereka hasilkan selama dalam masa perkawinan mereka termasuk harta bersama, kecuali yang mereka terima sebagai warisan atau pemberian khusus untuk salah seorang diantara mereka berdua. 15 Pada perkongsian gono-gini tidak ada penipuan, meskipun barangkali pada perkongsian tenaga dan syirkah mufawadhah terdapat kemungkinan terjadi penipuan. Sebab perkongsian antara suami istri, jauh berbeda sifatnya dengan perkongsian lain. Waktu dilakukan ijab qobul akad nikah, perkawinan itu dimaksudkan untuk selamanya. Perkongsian suami istri tidak hanya mengenai kebendaan tetapi juga meliputi jiwa dan keturunan. 16 Kitab Bidayatul Mujtahid menerangkan bahwa alasan Imam Syafi’i tidak membolehkan perkongsian tenaga dan perkongsian kepercayaan ialah karena pengertian syirkah menghendaki percampuran, dan percampuan itu hanya dapat terjadi pada modal, sedang pada perkongsian tenaga dan kepercayaan tidak ada modal. Dalam hal ini hanya madzhab Imam Syafi’i saja yang tidak membolehkan. 15 Ismuha, Pencaharian Harta Bersama Suami Istri di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, Cet. 11, 1978, h. 78-79 16 Ibid, h. 102-103

Dokumen yang terkait

Permohonan Sita Marital (Marital Beslag) Terhadap Harta Bersama Di Luar Gugatan Perceraian (Analisis Putusan Nomor 549/Pdt.G/2007/Pa.Jp)

1 29 86

HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)

1 6 104

Penerapan Asas Contra Legem Dalam Pembagian Harta Bersama (Analisis Putusan Perkara Nomor : 1048/Pdt.G/2009/Pa.Bbs Di Pengadilan Agama Brebes

2 23 110

Penyelesaian Harta Bersama Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

2 18 0

Hak Suami Sebagai Ahli Waris Dalam Komplikasi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)

0 11 104

Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Persepektif Gender (Analisis Putusan Perkara Nomor 278/Pdt.G/2012/PA Rks)

1 12 0

Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

0 12 172

Hak-Hak Isteri Pasca Cerai Talak Raj'i (Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)

0 32 143

View of Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian: Studi Kasus di Pengadilan Agama Bekasi

0 0 20

Studi Tentang Pelaksanaan Pembagian Har Ta Bersama Di Pengadilan Agama Sukoharjo (Studi Putusan No.0910/Pdt.G/2010/Pa.Skh )

0 1 82