BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelatihan Teknis Perpajakan
1. Pengertian Pelatihan Teknis
Pelatihan teknis perpajakan merupakan pelatihan yang ditujukan kepada pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan bertujuan untuk
memberikan ataupun meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan khususnya mengenai masalah-masalah perpajakan. Pada
hakikatnya pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan berkaitan dengan kemampuan penalarannya.
Dengan kemampuan
menalarnya, manusia
mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kekuatan
manusia untuk tidak semata-mata tunduk kepada kodrat alam serta selalu sadar dan aktif berupaya untuk menjadikan dirinya beradaptasi terhadap
sesuatu yang ada lingkungannya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu mengembangkan pengetahuan secara sistematis. Karena
pengetahuan manusia memikirkan hal-hal baru memanfaatkan sumber daya, mengembangkan kebudayaan dan memberikan makna di dalam
kehidupannya. Dengan pengetahuan maka manusia mampu menguasai dan mempengaruhi perilaku lain Gordon, 1991:413 dalam Djazoeli Sadhani
1999. Dikaitkan dengan pengembangan tujuan belajar, terdapat tiga ranah
domain yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor Bloom, 1979: 7
dalam Djazoeli Sadhani 1999. Sedangkan menurut Woolfok 1998:482 dalam Djazoeli Sadhani 1999, ranah dapat dibagi ke dalam enam
kelompok yaitu: 1 pengetahuan, 2 pemahaman, 3 penerapan, 4 analisis, 5 sintesis, dan 6 penilaian.
Sementara itu mengenai definisi pajak, Soemitro 1982:13 dalam Djazoeli Sadhani 1999 mengemukakan bahwa pajak merupakan
peralihan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan Undang-Undang yang
dapat dipaksakan
dengan tidak
mendapatkan imbalan
tegenprestatie yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat
pendorong, penghambat, atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan
kebijakan fiskal, dari segi mikro ekonomi pajak mengurangi income individu, mengurangi daya beli, dan mengurangi kesejahteraan individu
serta mengubah pola hidup Wajib Pajak. Hasil pajak selanjutnya digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang terdiri
dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Lebih lanjutnya Soemitro mengemukakan bahwa pajak mempunyai
tujuan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan maksud agar mempunyai dana untuk membiayai pengeluaran
negara. Dalam hal ini pajak dikatakan mempunyai fungsi budgeter. Di samping itu pajak mempunyai fungsi mengatur regulerend yang berarti
bukan semata-mata untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam
kas negara tetapi juga digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pajak juga mempunyai fungsi mengatur perekonomian negara termasuk
juga inflasi. Ditinjau dari kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang,
pemungutan pajak di suatu negara dapat diklasifikasikan sebagai pajak pusat yaitu pajak-pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah
pusat dan pajak daerah yaitu pajak-pajak yang pemungutannya oleh pemerintah daerah.
Pajak-pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat meliputi : Pajak Penghasilan PPh, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah PPN dan PPnBM, Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan PBB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan BPHTB. Pemungutan pajak-pajak tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan sebagai pelaksana
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan KUP sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan PPh sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 18 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1997 tentang Bea Perlolehan Hak atas Tanah dan Banguanan. Di
samping ketentuan
peraturan perundang-undangan
sebagaimana disebutkan di atas, dalam pelaksanaan peraturan perundang- undangan perpajakan sering terdapat utang pajak yang tidak dilunasi oleh
Wajib Pajak sebagaimana mestinya, sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.
Pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Di sisi lain dengan
makin meningkatnya jumlah pembayar pajak dan pemahaman akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan kewajibannya maka dalam
pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak dapat dihindarkan timbulnya sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian
yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah dan sederhana. Pelaksanaanya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Sebagai pelaksana Undang-Undang, karyawan Direktorat Jenderal
Pajak khususnya Pemeriksa Pajak dituntut untuk memahami seluruh Undang-Undang tersebut di atas beserta peraturan pelaksanaannya, juga
tentang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak serta akuntansi.
2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan