karyawan. Dengan mengetahui informasi tersebut mereka akan mewaspadai hal-hal yang berkenaan dengan sumber-sumber stres kerja
yang pada akhirnya akan meningkatkan kesadaran dan pemahaman mereka sehingga mereka dapat mengkondisikan dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang ada dan mempunyai kinerja yang baik.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam membahas tema yang diteliti, penulis
membagi dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Terdiri dari : latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Kajian Teori Berisi tentang teori dari kinerja, stressor kerja, tingkat pendidikan,
kerangka berfikir, serta pengajuan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian
Bab ini mencakup, pendekatan penelitian, definisi operasional, variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data,
prosedur uji instrumen penelitian dan metode analisa data. Bab IV : Hasil Penelitian
Terdiri dari gambaran umum responden, hasil penelitian utama, dan uji hipotesis berupa analisis regresi.
Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran Terdiri dari kesimpulan, diskusi, dan saran.
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja
organisasi. Kinerja adalah penampilan hasil karya personal baik kuantitas maupun
kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel
yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi Ilyas, 2002
Menurut Mangkunegara 2008 kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu
di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
jurnal-sdm.blogspot.com.
Menurut Helfert dalam Novitasari, 2010 kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan
hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatan sumber-sumber daya yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu istilah
umum yang digunakan untuk sebagian atau keseluruhan tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sebuah standar
seperti biaya-biaya masa lalu yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.
Morf dalam Shaleh, 2006 menyatakan bahwa kinerja adalah istilah yang kompleks dan didefinisikan secara tepat. Namun demikian, dimensi kerja yang
khas dapat dilihat secara khusus dalam kinerja individu. Dimensi tersebut diantaranya adalah kuantitas hasil, kualitas hasil, ketidakhadiran, perilaku tidak
jujur dan sebagainya. Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
diartikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas atau respon terhadap tugas stimulus yang diberikan. Dalam penelitian ini kinerja yang akan diukur
adalah kinerja salesman dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian pengertian kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah perilaku
yang ditampilkan salesman PT. Enseval Putera Megatrading Tbk yang harus menghadapi stressor-stressor dalam pekerjaannya terhadap tuntutan menyelesaikan
tugas pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab yang sudah diberikan.
2.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Shaleh 2006 ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu:
1. Internal, yaitu dari dalam individu sendiri berupa; minat, motivasi, tingkah
laku, sikap, dan kesehatan pekerja. Faktor ini dapat disebut sebagai faktor- faktor kepribadian.
2. Eksternal, yaitu dari luar individu seperti pekerjaan itu sendiri, kebijakan,
peraturan manajemen, gaji, hubungan pekerja dengan teman ataupun atasan, lingkungan kerjanya, kesempatan, dan peralatan yang digunakan selama
bekerja. Faktor ini dapat dikelompokkan sebagai ftor lingkungan kerja.
Menurut Henry Simamora dalam Mangkunegara, 2006 ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu:
1. Variabel individual, yang terdiri dari: a. Kemampuan dan keterampilan
b. Latar belakang c. Demografi
2. Variabel psikologis, yang terdiri dari: a.
Persepsi b.
Sikap c.
Kepribadian d.
Belajar
e. Motivasi
3. Variabel organisasional, yang terdiri dari: a.
Sumber daya b.
Kepemimpinan c.
Penghargaan d.
Struktur e.
Desain pekerjaan.
Menurut Mangkunegara 2008 faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi. Hal ini senada dengan
pendapat Keith Davis dalam Mangkunegara, 2008 yang merumuskan bahwa:
Human Performance = Ability + Motivation Motivation
= Attitude + Situation Ability
= Knowledge + Skill 1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan ability karyawan terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan reality knowledge + skill. Artinya karyawan
yang memiliki IQ di atas rata-rata IQ 110-120 dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya the right man in the right place, the right man on the right job.
2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap attitude seorang karyawan dalam menghadapi
situasi situation kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi tujuan kerja
2.1.2 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang
obyektif bukanlah tugas yang sederhana, Penilaian harus dihindarkan adanya like dan lislike dari penilai, agar obyektifitas penilaian dapat terjaga.
Penilaian kinerja performance appraisal adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set
standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan. Penilaian demikian ini juga disebut sebagai penilaian karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan
kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Riset menunjukkan penggunaan penilaian kinerja yang luas untuk mengadministrasi honor dan gaji, memberikan
umpan balik kinerja, dan mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan karyawan. Penilaian kinerja kadang-kadang merupakan kegiatan manajer yang paling
tidak disukai, dan mungkin ada beberapa alasan untuk perasaan demikian. Tidak semua penilaian kinerja bersifat positif, dan mendiskusikan nilai dengan karyawan
yang nilainya buruk bisa menjadi tidak menyenangkan. Penilaian kinerja karyawan
memiliki dua penggunaan yang umum di dalam organisasi, dan keduanya bisa merupakan konflik yang potensial.
Salah satu kegunaan adalah mengukur kinerja untuk tujuan memberikan penghargaan atau dengan kata lain untuk membuat keputusan administratif
mengenai si karyawan. Promosi atau pemecatan karyawan bisa tergantung pada hasil penilaian kinerja, yang sering membuat penilaian kinerja menjadi sulit untuk
dilakukan oleh para manajer. Kegunaan yang lainnya adalah untuk pengembangan potensi individu. Selain itu menurut Rivai 2009 penilaian kinerja dapat
digunakan untuk: 1. Penggunaan Administratif
Sistem penilaian kinerja merupakan hubungan antara penghargaan yang diharapkan diterima oleh karyawan dengan produktivitas yang dihasilkan
mereka. Kompensasi berdasarkan penilaian kinerja ini merupakan inti dari pemikiran bahwa gaji seharusnya diberikan untuk suatu pencapaian kinerja
dan bukannya untuk senioritas. Di bawah sistem orientasi-kinerja ini, karyawan
menerima kenaikan
berdasarkan bagaimana
mereka melaksanakan pekerjaan mereka. Peran manajer secara historis adalah
sebagai evaluator dari kinerja bawahan, yang kemudian mengarah pada rekomendasi kompensasi karyawan atau keputusan lainnya. Jika ada bagian
dari proses ini yang gagal, di mana karyawan yang paling produktif tidak menerima imbalan yang lebih besar, akan menyebabkan timbulnya persepsi
akan adanya ketidakadilan di dalam kompensasi karyawan.
Penggunaan administratif lainnya dari penilaian kinerja adalah seperti keputusan untuk promosi, pemecatan, pengurangan, dan penugasan pindah
tugas, yang sangat penting untuk para karyawan. Sebagai contoh, urutan pengurangan karyawan dapat diberikan alasan dengan penilaian kinerja.
Untuk alasan ini, jika seorang pengusaha menyatakan bahwa keputusan ini dibuat berdasarkan penilaian kinerja, maka hasil penilaian kinerja harus
mendokumentasikan dengan jelas perbedaan-perbedaan dari kinerja seluruh karyawan. Sedangkan untuk promosi atau demosi berdasarkan kinerja juga
harus didokumcnkan dengan penilaian kinerja. Penilaian kinerja adalah penting ketika organisasi memberhentikan,
mempromosikan, atau membayar orang-orang secara berbeda, karena hal- hal ini membutuhkan pembelaan yang kritis jika karyawan menuntut
keputusan yang ada 2. Penggunaan untuk Pengembangan
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk karyawan yang merupakan kunci bagi pengembangan mereka di
masa mendatang. Di saat atasan mengidentifikasikan kelemahan, potensi, dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, mereka
dapat memberi tahu karyawan mengenai kcmajuan mereka, mendiskusikan ketrampilan apa yang perlu mereka kembangkan, dan melaksanakan
perencanaan pengcmbangan. Peran manajer pada situasi ini adalah seperti pembina. Tugas pcmbina adalah memberi penghargaan kinerja yang baik
berupa pengakuan, menerangkan tentang peningkatan yang diperlukan, dan menunjukkan pada karyawan bagaimana caranya meningkatkan diri.
Tujuan umpan balik pengembangan adalah untuk mengubah atau mendorong tingkah laku seseorang, bukannya untuk membandingkan
individu-individu sebagaimana dalam kasus penggunaan administratif yang digunakan untuk penilaian kinerja. Dorongan yang positif untuk tingkah
laku yang diinginkan organisasi adalah bagian yang penting dan pengembangan. Fungsi pengembangan dari penilaian kinerja juga dapat
mengidentifikasikan karyawan mana yang ingin berkembang. 3. Keperluan perusahaan.
Meliputi: perencanaan SDM, menentukan kebutuhan pelatihan, evaluasi pencapaian tujuan perusahaan, informasi untuk identifikasi tujuan, evaluasi
terhadap sistem SDM, dan penguatan terhadap kebutuhan pengembangan perusahaan.
4. Dokumentasi. Meliputi: kriteria untuk validasi penelitian, dokumentasi keputusan-
keputusan tentang SDM, dan membantu untuk memenuhi persyaratan hukum.
Dan mengenai
manfaat penilaian
kinerja, Sedarmayati
2007 mengemukakan:
1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja mernungkinkan karyawan, manajer dan
departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam
mcnentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
3. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya
latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
4. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu
tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti. 5. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan
tersebut. 6. Menjamin kesempatan kerja yang adil.
Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
7. Melihat tantangan-tantangan ekternal. Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar
lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.
2.1.3 Aspek-aspek penilaian kinerja
Fokus penilaian kinerja adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan. Apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa
yang akan datang. Menurut Malayu S. P. Hasibuan dalam Mangkunegara, 2006
mengungkapkan bahwa aspek-aspek penilaian kinerja mencakup sebagai berikut: 1. Kesetiaan
2. Hasil kerja 3. Kejujuran
4. Kedisiplinan 5. Kreatifitas
6. Kerjasama 7. Kepemimpinan
8. Kepribadian 9. Prakarsa
10. Kecakapan, dan 11. Tanggung jawab
Menurut Husein Umar dalam Mangkunegara 2006 membagi aspek-aspek kinerja sebagai berikut:
1. Mutu pekerjaan 2. Kejujuran karyawan
3. Inisiatif 4. Kehadiran
5. Sikap 6. Kerjasama
7. Keandalan 8. Pengetahuan tentang tugas
9. Tanggung jawab, dan 10. Pemanfaatan waktu kerja
Sedangkan menurut Mangkunegara 2008 membagi aspek-aspek penilaian prestasi kerja atau kinerja sebagai berikut:
1. Kualitas kerja ketepatan, ketelitian, keterampilan dan kebersihan 2. Kuantitas kerja output kerja dan penyelesaian kerja dengan ekstra
3. Keandalan mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian dan kerajinan 4. Sikap sikap terhadap perusahaan, rekan kerja dan pekerjaan serta
kerjasama Dari keempat aspek penilaian prestasi kerja atau kinerja menurut
Mangkunegara yang dijelaskan di atas, peneliti menggunakan faktor-faktor tersebut sebagai landasan untuk membuat kuesioner.
2.1.4 Masalah-masalah dalam penilaian kinerja
Masalah utama yang sering dijumpai dalam penilaian prestasi kerja kinerja adalah standar yang tidak jelas dan bias gangguan yang menyebabkan
suatu pengukuran menjadi tidak akurat. Standar yang tidak jelas, sering kali berkaitan dengan skala penilaian yang terlalu terbuka untuk diinterpretasikan,
sedangkan bias dalam penilaian prestasi dapat dibedakan menjadi halo-effect,
central tendency, lenience and stictness biases, personal prejudice, dan recency effect Sirait, 2006. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut adalah
sebagai berikut: 1. Halo effect
Halo effect terjadi, jika pandangan atau pendapat pribadi si penilai mempengaruhi penilaiannya terhadap orang lain like x dislike. Halo
effect banyak terjadi pada saat kita harus mengevaluasi teman akrab atau musuh kita. Oleh karena itu penilai yang baik harus bersifat netral terhadap
orang yang akan diberikan penilaian. 2. Central tendency
Central tendency terjadi, jika penilai tidak berani memberi nilai rendah atau tinggi, sehingga nilai yang diberikan cenderung di tengah-tengah
rata-rata. Penilaian seperti ini menjadi tidak terlalu valid untuk tujuan pembuatan keputusan dalam promosi, gaji dan konseling.
3. Leniance strictness biases Leniance biases dihasilkan jika penilai cenderung menilai dengan nilai
yang mudah sekali penilaiannya longgar sehingga unjuk kerja pegawai dinilai baik. Sedangkan strictness biases terjadi jika penilai terlalu ketat
menilai pegawainya semua kriteria digunakan. Masalah ini biasanya terjadi jika standar penilaiannya kabur atau tidak jelas.
4. Personal prejudice
Personal prejudice mirip dengan halo effect. Personal prejudice terjadi jika penilai mempunyai perasaan tidak suka pada sekelompok, grup, atau
kelas di mana orang yang dinilai termasuk di dalam kelompok tersebut. 5. Recency effect
Recency effect terjadi jika kita menggunakan ukuran yang subjektif dan waktu mengukur kita sangat dipengaruhi oleh tindakan pegawai yang
terakhir yang pasti paling kita ingat, sehingga tindakan-tindakan dan kejadian pada masa lalu dianggap tidak ada.
2.2 Sumber-Sumber Stres Kerja
2.2.1 Definisi Stres dan Stres Kerja
Dalam kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan-
keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Pandji, 2001
Segala macam
bentuk stres
pada dasarnya
disebabkan oleh
kekurangmengertian manusia
akan keterbatasan-keterbatasannya
sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan
frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres. Pandji, 2001
Menurut Taylor dalam Herawaty, 2005 stres dapat dikatakan sebagai proses menilai sesuatu kejadian baik kejadian menyakitkan, menantang atau
kejadian yang menjadi pelajaran, menilai respon mana yang potensial untuk
menangani kejadian, dan bereaksi terhadap kejadian tersebut di mana reaksi itu dapat bersifat fisik, kognitif, emosi, maupun perubahan perilaku.
Lazarus dalam Herawaty, 2005 mengatakan bahwa seseorang yang mengalami kejadian tertentu akan melakukan dua tahap penelitian sebelum
kejadian itu dapat mengakibatkan stres. Kedua tahap penilaian tersebut adalah primary appraisal dan secondary appraisal. Primary appraisal merupakan proses
penilaian apakah kejadian tersebut bersikap positif, netral atau negative. Sedangkan secondary appraisal merupakan proses evaluasi apakah kemampuan
yang dimiliki dapat mengatasi peristiwa yang dinilai menyakitkan atau menantang itu.
Berkaitan dengan stres kerja, Cox dalam Herawaty, 2005 menjelaskan lebih lanjut bahwa situasi kerja yang dipersepsi sebagai situasi yang menekan
stressful jika sumber-sumber diri individu tidak sesuai dengan tuntutan yang dihadapi, mereka memiliki keterbatasan untuk mengatasi tuntutan. Tuntutan
membuat seseorang mengalami stres kerja dapat ditandai dengan adanya pengalaman emosi negatif, tidak menyenangkan, serta ketidaknyamanan.
Stres kerja bisa muncul karena adanya sumber-sumber stres. Sumber- sumber stres tersebut dapat ditimbulkan oleh kondisi di lingkungan kerja, di luar
lingkungan kerja, maupun dari diri pribadi. Zuhrotunnisa, 2001. Selanjutnya akan dipaparkan pengertian mengenai sumber-sumber stres kerja.
2.2.2 Definisi sumber-sumber stres
Sumber-sumber stres adalah tindakan, situasi, atau peristiwa yang menempatkan tuntutan khusus terhadap seseorang Ivancevich, Konopaske,
Matteson, 2006 Lazarus dalam Herawaty, 2005 membagi sumber-sumber stres kedalam
3 bagian umum yaitu: 1. Cataclysmic Events
Stressor yang terjadi secara tiba-tiba dan berkekuatan besar dan terjadi pada waktu yang singkat, sehingga individu tidak sempat mangantisipasi atau memberikan
respon. Sumber stres ini mempunyai dampak yang besar bagi orang banyak, misalnya menyebabkan kematian. Namun jika peristiwa telah terjadi, maka
ketakutan akan ancaman serupa akan mudah hilang. Contoh dari sumber stres ini adalah bencana alam, perang dan lain-lain.
2. Personal Stressor Situasi peristiwa yang menekan dan tidak diharapkan yang dirasakan hanya pada
orang-orang tertentu. Peristiwa ini menyangkut hal-hal yang cukup kuat dan menantang individu untuk beradaptasi. Contoh dari sumber stres ini antara lain,
kematian orang yang dicintai, dikeluarkan dari pekerjaan, kejadian-kejadian khusus yang tidak diharapkan, dan lain-lain.
3. Background Stressor Kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menimbulkan tekanan bagi
individu. Berbeda dengan jenis sumber stres lain, sumber stres ini tidak mempunyai kekuatan besar, namun berlangsung secara terus menerus dalam
jangka waktu yang lama dan efek yang timbul adalah secara umum, misalnya bertempat tinggal dalam lingkungan yang berisik, atau ketidakpuasan kerja.
Berdasarkan ketiga sumber stres di atas, sumber stres yang terjadi pada seorang salesman termasuk dalam kategori background stressor. Karena stres
yang dialami oleh karyawan tidak terlalu besar seperti yang terjadi pada cataclysmic events dan bukan merupakan personal stressor yang terjadi tiba-tiba.
Tetapi stres yang terjadi pada seorang salesman terjadi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama yang disebabkan interaksi antara karyawan dan
perusahaan, teman serekan maupun konsumen yang terjadi hampir setiap hari. Seseorang yang mengalami stres dikarenakan adanya tuntutan dari dalam
dan dari luar individu. Sarafino dalam Herawaty, 2005 mengatakan bahwa stres terdiri dari tiga macam sumber, yaitu dari dalam diri sources with in the person,
dari dalam keluarga sources in the family, dari lingkungan pekerjaan sources in the community society. Penjelasan ketiga sumber stressor tersebut akan
dijelaskan di bawah ini. Pertama adalah stres yang bersumber dari dalam diri sources with the
person. Stres dari dalam diri ini timbul karena memiliki harapan untuk mempertahankan motivasi ketika konflik muncul. Hal ini disebabkan adanya
keharusan seseorang untuk memilih diantara dua pilihan. Kedua adalah stres yang bersumber dari dalam keluarga sources in the
family. Karena tingkah laku, keinginan dan kepribadian tiap anggota keluarga memiliki dampak pada interaksi antar anggota keluarga. Hal ini terkadang dapat
menimbulkan stres. Konflik interpersonal dapat timbul dari masalah keuangan, tingkah laku yang tidak perhatian dan perbedaan tujuan.
Ketiga adalah stres yang bersumber dari lingkungan dan pekerjaan sources in community society. Pengalaman stres yang diderita orang dewasa
berhubungan dengan pekerjaan mereka dan situasi lingkungan yang bervariasi dapat menjadi sumber stres. Beberapa aspek kerja yang dapat menimbulkan stres
pekerja di antaranya lingkungan fisik dari pekerjaan, merasa kontrol yang kurang, hubungan interpersonal yang sedikit, merasa tidak adekuat dalam pengakuan dan
kemajuan, dan kehilangan pekerjaan. Sedangkan stres yang disebabkan dari lingkungan di antaranya kebisingan, terjebak dalam kemacetan dan kehilangan
pekerjaan. Ketiga macam sumber stres di atas saling mempengaruhi dalam timbulnya
stres seseorang. Stres yang timbul dari diri sendiri, misalnya kelemahan fisik yang dimiliki individu. Kelemahan secara fisik seorang salesman dapat menghambat
proses bekerja, misalnya ketika karyawan sedang sakit flu dan batuk. Sebab keadaan seperti ini membuat komunikasi dengan konsumen dan konsentrasi
menjual menjadi terganggu. Kemudian stres yang berasal dari keluarga, dapat pula menyebabkan stres pada karyawan. Misalnya pekerjaan individu tidak
mendapatkan dukungan seorang suami atau isteri, sehingga mengganggu kinerjanya. Selanjutnya stres yang berasal dari lingkungan dan pekerjaan sangat
mempengaruhi stres yang terjadi pada seorang salesman terutama lingkungan kerja. Sebab karyawan lebih banyak berhubungan dengan lingkungan kerja.
2.2.3. Sumber-Sumber Stres Kerja
Berdasarkan penjelasan di atas, sumber-sumber stres merupakan kondisi atau peristiwa yang membuat seseorang menjadi stres. Jadi sumber stres kerja
adalah kondisi atau peristiwa di lingkungan kerja yang membuat karyawan stres. Cooper Davison dalam Rivai, 2010 membagi penyebab stres pada
pekerjaan menjadi dua, yaitu: 1. Group Stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun
dari keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun
kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan. 2. Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri
individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan
dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
Luthans dalam Rivai, 2010 menyebutkan bahwa penyebab stres terdiri atas empat hal utama, yakni:
1.
Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan
keadaan komunitas tempat tinggal.
2.
Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam
organisasi.
3.
Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial,
serta adanya konflik intraindividu,
interpersonal, dan intergrup.
4.
Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol
personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Sedangkan Cary Cooper dalam Rivai, 2010 memberikan daftar lengkap penyebab stres atas pekerjaan, yaitu
:
Tabel 2.1 Daftar Sumber-Sumber Stres Kerja Menurut Cary Cooper dalam
Rivai, 2010
Sumber-sumber stres kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi Hal-hal yang mungkin terjadi di
lapangan Konsekuensi kondisi
yang sering muncul
Kondisi pekerjaan
Beban kerja berlebihan secara kuantitatif
Beban kerja berlebihan secara kualitatif
Keputusan yang dibuat oleh seseorang
Bahaya fisik
Jadwal bekerja
Technostress
Kelelahan mental atau fisik
Kelelahan yang amat sangat dalam bekerja
burnout
Meningkatnya sensitivitas dan
ketegangan
Masalah peran
Ketidakjelasan peran
Adanya bias dalam membedakan gender dan
stereotype peran gender
Pelecehan seksual
Meningkatkan kecemasan dan
ketegangan
Menurunnya prestasi pekerjaan
Faktor interpersonal
Hasil kerja dan sistem dukungan
Meningkatnya ketegangan
sosial yang buruk
Persaingan politik, kecemburuan dan kemarahan
Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan
Meningkatnya tekanan darah
Ketidakpuasan kerja
Perkembangan karier
Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
Keamanan pekerjaannya
Ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan
frustrasi
Menurunnya produktifitas
Kehilangan rasa percaya diri
Meningkatkan kesensitivitas dan
ketegangan
Ketidakpuasan kerja
Struktur organisasi
Struktur yang kaku dan tidak bersahabat
Pertempuran politik
Pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang
Ketidakterlibatan dalam membuat keputusan
Menurunnya motivasi dan produktifitas
Ketidakpuasan kerja
Tampilan rumah-pekerjaan
Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah
pribadi
Kurangnya dukungan dari pasangan hidup
Konflik pernikahan
Stres karena memiliki dua pekerjaan
Meningkatnya konflik dan kelelahan mental
Menurunnya motivasi dan produktifitas
Meningkatnya konflik pernikahan
Gambaran dari tabel di atas adalah sebagai berikut: 1. Kondisi pekerjaan
Sumber-sumber stres ini berhubungan degan hasil dari pekerjaan yang telah diselesaikan oleh karyawan, yang merupakan faktor dari isi pekerjaan,
lingkungan pekerjaan dan faktor jadwal pekerjaan. Kondisi pekerjaan yang dapat membuat karyawan stres meliputi:
a. Beban kerja yang berlebihan atau kurang. Beban pekerjaan yang berlebihan ini dapat dilihat melalui dua cara yaitu
kualitatif dan kuantitatif. Pekerjaan yang berlebihkan secara kualitatif terjadi ketika tuntunan fisik dari pekerjaan melebihi kemampuan
karyawan, misalnya harus menyelesaikan pekerjaan yang berlebihan dengan batas waktu yang pendek. Pekerjaan berlebihan secara kuantitatif
terjadi ketika pekerjaan ini terlalu rumit atau sulit. Beban pekerjaan yang sedikit merupakan pekerjaan yang tidak dapat
meningkatkan perhatian dan rasa ketertarikan dari karyawan. b. Bahaya fisik.
Resiko dan bahaya digandengkan dengan jabatan tertentu merupakan sumber dari stres. Kelompok-kelompok jabatan yang dianggap memiliki
resiko tinggi, dalam arti kata secara fisikal berbahaya, antara lain polusi, pekerja tambang, tentara, pegawai di lembaga pemasyarakatan,
pemadam kebakaran, pekerja pada eksplorasi gas dan minyak, dan pada instalasi produksi Munandar, 2001
c. Tanggungjawab dalam mengambil keputusan. Hal ini menjadi sumber stres ketika tanggungjawab tersebut
berhubungan dan dapat mempengaruhi berbagai hal seperti produksi perusahaan dan masa depan karyawan.
d. Penggantian waktu kerja atau jadwal kerja
Penggantian waktu kerja merupakan rotasi dari jadwal yang dimiliki karyawan. Hal ini dapat mengganggu pola tidur karyawan, tingkat
metabolisme dan tingkat keefisiensian karyawan. e. Pembaharuan teknologi
Pembaharuan teknologi menjadi sumber stres ketika karyawan ataupun perusahaan
tidak dapat
beradaptasi dengan
pengenalan dan
pengoperasian teknologi baru. Bekerja sebagai salesman mempunyai beban pekerjaan yang berlebihan secara
kualitatif, kurang adanya waktu untuk istirahat, jam kerja yang terlalu panjang, rutinitas yang membosankan atau target yang sulit dicapai
berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan unrealistic goal or target.
Adanya sumber-sumber stres kerja yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan tersebut di atas dapat mempengaruhi kinerja salesman. Seperti yang
dikemukakan oleh Henry Simamora dalam Mangkunegara, 2006 bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah variabel organisasional
yang didalamnya terdapat aspek-aspek desain atau kondisi pekerjaan. 2. Masalah peran
Setiap karyawan bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap karyawan mempunyai kelompok tugasnya yang harus ia lakukan
sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan atasannya.
Konflik peran timbul jika seseorang tenaga kerja mengalami adanya Munandar, 2001:
a. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan antara tanggung jawab yang ia miliki.
b. Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya.
c. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang yang dinilai penting bagi dirinya.
d. Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya.
Sedangkan ketidakjelasan peran dapat dirasakan jika seseorang karyawan tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau
tidak mengerti atau merealisasikan harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu.
Faktor-faktor yang menimbulkan ketidakjelasan peran menurut Everly Girdano dalam Munandar, 2001 ialah:
a. Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran tujuan kerja b. Kesamaran tentang tanggung jawab
c. Ketidakjelasan tentang prosedur kerja d. Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain
e.
Kurang adanya timbal balik atau ketidakpastian tentang unjuk-kerja pekerjaan
.
Adanya sumber-sumber stres kerja yang berkaitan dengan masalah peran ketidakjelasan peran tersebut di atas dapat mempengaruhi kinerja
salesman. Hal ini dikemukakan pula oleh Wirawan 2009 bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah lingkungan internal organisasi
yang didalamnya terdapat aspek-aspek visi, misi dan tujuan organisasi. Apabila seorang salesman tidak dapat mengerti akan apa visi, misi dan
tujuan organisasi yang diamanatkan kepadanya maka itu akan mempengaruhi kinerjanya.
3. Faktor interpersonal Hubungan kerja antar karyawan menjadi salah satu hal penting untuk
meningkatkan tingkat kepuasan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Faktor-faktor dalam hubungan yang dapat menjadi stressor antara lain
dukungan sosial yang kurang, terjadi perseteruan secara politik, terjadi iri hati atau amarah.
Hubungan interpersonal sangat penting untuk kepuasan pekerjaan. Jaringan sosial yang luas dapat mengurangi ketegangan, misalnya dukungan dari rekan
pekerja, pimpinan, dan keluarga. Oleh karena itu dukungan sosial yang sedikit dan terkadang tidak ada, dapat membuat seseorang menjadi stres.
Menurut Luthans dalam Herawaty, 2005 hubungan atasan dan bawahan dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Hubungan atasan dan
bawahan di perusahaan dapat berupa seberapa besar dukungan atau motivator yang diberikan pemimpin pada karyawan. Kemampuan pimpinan yang baik
secara teknik maupun manajerial dalam memimpin karyawan sehingga nyaman bekerja. Perhatian pimpinan pada kinerja karyawan merupakan suatu
penghargaan bagi
karyawan. Contohnya
pimpinan dapat
diajak berkomunikasi, mendengar dan memahami permasalahan yang timbul dalam
pekerjaan. Semua hal diatas dapat membuat hubungan pimpinan dengan karyawan terjalin dengan baik. Sebaliknya semua aspek yang sudah
dikemukakan diatas mengalami masalah, maka karyawan akan merasa tidak nyaman dalam bekerja sehingga menimbulkan stres kerja.
Adanya sumber-sumber stres kerja yang berkaitan dengan faktor interpersonal tersebut di atas dapat pula mempengaruhi kinerja salesman.
Seperti yang dikemukakan oleh Shaleh 2006 bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalag faktor internal yang didalamnya terdapat aspek
hubungan karyawan dengan teman, atasan maupun lingkungan pekerjaannya. Apabila salesman mempunyai hubungan yang kurang baik dengan teman
sekerja, atasan maupun lingkungan pekerjaannya maka akan mengganggu kinerjanya di dalam perusahaan.
4. Pengembangan Karier Pengembangan karier merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup
promosi berlebih atau kurang dan ketidakpastian pekerjaan. a. Ketakutan kehilangan pekerjaan, ancaman bahwa pekerjaannya sudah
tidak diperlukan lagi merupakan hal-hal biasa yang dapat terjadi dalam kehidupan kerja. Hal ini terjadi pada karyawan kontrak yang mengalami
ketidakamanan insecurity, tidak ada kesempatan untuk berkembang, tidak diberi peluang untuk lebih maju, cepat melakukan perubahan
orientasi yang tidak mempertimbangkan kesiapan karyawan disorientasi, dan lain-lain. Jika ada orang yang di-PHK dengan alasan-alasan yang tidak
jelas dan tidak dijelaskan, maka keputusan demikian ini bisa mengancam rasa aman karyawan lain. Mereka akan berpikir bahwa dirinya bisa saja
akan bernasib sama. Kalau sudah ada banyak orang yang punya kesimpulan demikian tentu saja virus stres kerja akan cepat menyebar.
b. Over dan under-promotion Promosi sendiri dapat merupakan sumber dari stres, jika peristiwa tersebut
dirasakan sebagai perubahan drastis yang mendadak, misalnya jika tenaga kerjanya kurang dipersiapkan untuk promosi.
Everly Girdano dalam Munandar, 2001 mengajukan tiga faktor yang menyebabkan promosi dirasakan sebagai stres, yaitu:
1. Perubahan-perubahan nyata dari fungsi pekerjaan, misalnya menjadi fungsi pemantau, penyelia
2. Penambahan tanggung jawab terhadap manusia, produksi dan uang 3. Perubahan dalam peran sosial yang menemani promosinya, misalnya
menjadi ketua dari berbagai macam panitia, mewakili atau menjadi anggota dari delegasi organisasi dalam negosiasi dengan pihak-pihak
lain. Adanya sumber-sumber stres yang berkaitan dengan pengembangan karier
tersebut di atas dapat pula mempengaruhi kinerja salesman. Seperti yang dikemukakan oleh Henry Simamora dalam Mangkunegara, 2006 bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah variabel organisasional yang didalamnya terdapat aspek penghargaan. Apabila
salesman tidak mendapatkan kesempatan memperoleh penghargaan atau dalam hal ini adalah promosi sesuai dengan haknya, maka dapat
mengganggu kinerjanya.
5. Struktur Organisasi Ini misalnya kurang melibatkan karyawan dalam proses mengambil
keputusan, komunikasi yang kurang mencair atau kebijakan manajemen yang terlalu kejam lack of family-friendly policies, yaitu hanya mementingkan
faktor efisiensi dan mengabaikan faktor manusiawi. Adanya sumber-sumber stres yang berkaitan dengan struktur organisasi dapat
mempengaruhi kinerja karyawan. Hal ini dikemukakan pula oleh Wirawan 2009 bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah
lingkungan internal organisasi yang didalamnya terdapat aspek struktur organisasi. Jadi apabila salesman bekerja dalam sistem manajemen yang
buruk dan struktur organisasi yang kaku maka dapat mengganggu kinerjanya. 6. Tampilan rumah-pekerjaan
Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cendcrung muncul pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.
Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para
karyawan yang mengalami stres kerja adalah mercka yang tidak mendapat dukungan khususnya moril dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak,
teman dan semacamnya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan social yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan
tugasnya. agungpia.multiply.com Adanya sumber-sumber stres yang berkaitan dengan tampilan rumah-
pekerjaan dapat mempengaruhi kinerjanya sebagai sales. Hal ini
dikemukakan pula oleh Wirawan 2009 bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan adalah lingkungan eksternal yang
didalamnya terdapat aspek kehidupan sosial. Jadi apabila salesman memiliki kehidupan sosial yang tidak mendukung pekerjaannya maka dapat
mengganggu kinerjanya di dalam perusahaan.
Dari keenam kondisi atau sumber-sumber stres kerja menurut Cary Cooper dalam Rivai, 2010 yang dijelaskan di atas, peneliti menggunakan faktor-faktor
tersebut sebagai landasan untuk membuat instrumen penelitian. Dari sumber-sumber stres kerja yang terkait dengan kondisi pekerjaan,
peneliti hanya menggunakan tiga faktor yaitu: beban kerja yang berlebihan secara kualitatif, beban kerja berlebihan secara kualitatif dan jadwal bekerja. Sedangkan
faktor bahaya fisik dan technostress tidak digunakan karena tidak dialami oleh salesman. Dari sumber-sumber stres yang terkait dengan masalah peran, peneliti
hanya menggunakan faktor ketidakjelasan peran, sedangkan faktor adanya bias dalam membedakan gender dan stereotype peran gender dan faktor pelecehan
seksual tidak digunakan karena salesman di PT. Enseval Putera Megatrading Tbk cabang Jakarta II semuanya adalah laki-laki.
Dari sumber-sumber stres yang terkait dengan faktor interpersonal, peneliti hanya menggunakan faktor hasil kerja dan dukungan sosial dan faktor
kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan. Sedangkan faktor persaingan politik, kecemburuan dan kemarahan tidak digunakan karena tidak terjadi pada
salesman.
Dari sumber-sumber stres yang terkait dengan pengembangan karier, peneliti hanya menggunakan faktor promosi ke jabatan yang lebih tinggi atau
rendah dari kemampuannya dan faktor keamanan pekerjaannya. Sedangkan faktor ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan frustasi tidak digunakan karena
tidak terjadi pada salesman. Dari sumber-sumber stres yang terkait dengan struktur organisasi, peneliti
menggunakan semua faktor-faktor tersebut. Sedangkan dari sumber stres yang terkait dengan tampilan rumah-pekerjaan, peneliti hanya menggunakan faktor
mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi dan kurangnya dukungan dari keluarga. Sedangkan faktor konflik pernikahan dan stres karena
memiliki dua pekerjaan tidak digunakan karena tidak semua salesman sudah menikah dan mempunyai dua pekerjaan.
2.2.4. Dampak Stres Kerja
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis
maupun fisik. Biasanya karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi
stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres flight atau frezze berdiam diri. Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya
dilakukan dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain Margiati dalam Rivai, 2010 :
1. Bekerja melewati batas kemampuan 2. Keterlambatan masuk kerja yang sering
3. Ketidakhadiran pekerjaan 4. Kesulitan membuat keputusan
5. Kesalahan yang sembrono 6. Kelalaian dalam menyelesaian pekerjaan
7. Lupa akan janji yang dibuat dan kegagalan diri sendiri 8. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
9. Kerisauan dengan kesalahan yang dibuat 10. Menunjukan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah
tinggi, radang kulit dan radang pernafasan
Pada umumnya, stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya
gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya. Sedangkan menurut Arnold dalam Rivai, 2010 menyebutkan bahwa ada
empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik,, kesehatan psikologis, performance,
serta mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktifitas, dan
secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover. Terry Beehr John Newman dalam Rivai, 2010
mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
1. Gejala psikologis Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil
penelitian mengenai stres pekerjaan: a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan, dan mudah tersinggung
b. Perasaan frustasi, rasa marah, dan dendam kebencian c. Sensitif dan hyperreactivity
d. Memendam perasaan, penarikan diri dan depresi e. Komunikasi yang tidak efektif
f. Perasaan terkucil dan terasing g. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
h. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
i. Kehilangan spontanitas dan kreativitas j. Menurunnya rasa percaya diri
2. Gejala Fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah: a. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan
mengalami penyakit kardiovaskular b. Meningkatnya sekresi dari hormon stres contoh adrenalin dan non
adrenalin c. Gangguan gastrointestinal misalnya gangguan lambung
d. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan e. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan
yang kronis chronic fatique syndrome f. Gangguan pernafasan
g. Gangguan pada kulit h. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
i. Gangguan tidur j. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk resiko tinggi kemungkinan terkena
kanker 3. Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah: a. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
b. Menurunnya prestasi performance dan produktifitas c. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
d. Perilaku sabotase dalam pekerjaan
e. Perilaku makan yang tidak normal kebanyakan sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
f. Perilaku makan yang tidak normal kekurangan sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan
berkombinasi dengan depresi g. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti nyetir
dengan tidak hati-hati dan berjudi h. Meningkatnya agresifitas, vitalisme, dan kriminalisme
i. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman j. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
Selain itu, reaksi individu terhadap stres, secara umum dikelompokkan dalam beberapa segi, yaitu kognitif, emosi dan tingkah laku social dalam
Herawaty, 2005.
1. Dampak Stres Terhadap Kognitif
Stres yang tingkatnya sudah tinggi bisa mengganggu ingatan dan perhatian seseorang dalam melakukan kegiatan yang melibatkan kognitif. Seorang
salesman dalam menjalankan pekerjaan untuk memasarkan produk perusahaan merasa mengalami stres yang tinggi. Terutama dalam hal
mencapai target penjualan yang ditetapkan oleh perusahaan. Karena pencapaian target tersebut yang menentukan nasib dari karir mereka
selanjutnya.
Hal ini juga menyebabkan perhatian karyawan berkurang kepada bagaimana menghadapi konsumen dan calon konsumen dengan berbagai macam
karakter. Sebab dalam interaksi dengan konsumen banyak aspek yang dipertimbangkan, diantaranya bagaimana karakteristik dari konsumen yang
dihadapi. 2. Dampak Stres Terhadap Emosi
Emosi cenderung hadir ketika seseorang sedang stres dan orang juga sering untuk menggunakan emosinya untuk mengevaluasi stres yang sedang
dialaminya. Salah satu reaksi emosional yang sering muncul ketika stres adalah rasa takut fear. Rasa takut merupakan kombinasi ketidaknyamanan
psikologis psychological discomfort dan physical arousal dalam situasi yang mengancam. Ada dua kategori takut, yaitu phobia dan anxiety. Phobia
merupakan takut yang berlebihan dan tidak masuk akal yang diasosiasikan dengan peristiwa atau situasi tertentu. Sedangkan anxienty adalah perasaan
tidak nyaman yang sering terjadi pada situasi mengancam yang tidak pasti. Contohnya, laporan hasil penjualan yang ternyata tidak mencapai target yang
diberikan oleh perusahaan. Meskipun akhirnya laporan tersebut memang menggambarkan kinerja karyawan yang maksimal, tetapi hal ini dapat
mengganggu rasa aman karyawan. Karyawan akan merasa setiap pekerjaan yang sudah dilakukan dengan semaksimal mungkin tetap tidak mencapai
target penjualan dan akhirnya dapat pula mengurangi rasa percaya diri karyawan tersebut untuk bekerja.
Stres juga bisa menyebabkan terjadinya perasaan sedih atau depresi. Perasaan seperti ini merupakan hal yang normal. Perbedaan antara depresi yang normal
dan yang tidak normal terletak pada tingkat depresi itu sendiri. Depresi bisa menjadi gangguan psikologis apabila tingkatnya parah terjadi pada kurun
waktu yang lama dan frekuensi terjadinya sering. Perasaan sedih yang terjadi pada karyawan masih pada tingkat yang normal, karena stres yang dialami
karyawan tidak menyebabkannya menjadi depresi berat. Reaksi emosional lainnya adalah rasa marah anger, yang sering terjadi
ketika situasi yang ada dinilai membahayakan atau membuat frustasi, misalnya ketika sedang terjebak dalam kemacetan dan mengatasi konsumen
yang sering kali mengajukan komplain terhadap pelayanan jasanya. 3. Dampak Stres Terhadap Tingkah Laku Sosial
Stres bisa mengubah perilaku seseorang terhadap orang lain. Dalam situasi yang menyebabkan stres, seperti bencana alam, orang-orang akan bekerja
sama untuk bisa menolong orang lain. Hal ini dilakukan karena mereka mempunyai tujuan yang sama dan hanya bisa diwujudkan dengan bekerja
sama. Tapi dalam situasi lain, orang lain bisa menjadi tidak sensitif, kurang peduli dan lebih agresif terhadap orang lain.
Ketika stres diikuti dengan rasa marah, maka akan terjadi perilaku sosial yang negatif. Contohnya, seorang karyawan yang habis ditegur oleh pimpinan
akibat tingkat penjualan yang tidak mencapai target bahkan menurun, menjadi kurang sensitif terhadap segi emosional konsumen dan hanya
memperhatikan tingkat penjualannya saja. Dampak stres terhadap tingkah laku sosial dapat terlihat dari tingkah laku yang menjauhi sesamanya.
2.3 Kerangka Berfikir
Pekerjaan salesman bukanlah pekerjaan yang mudah, karena untuk menjadi seorang salesman yang sukses diperlukan syarat-syarat, yaitu:
mempunyai keberanian, kemauan bekerja keras, kesehatan fisik yang baik, mempunyai pengetahuan akan apa yang dijual, kepercayaan terhadap apa yang
dijualnya, mengerti akan kecocokan apa yang dijual dengan pembeli, pengetahuan tentang calon konsumen, gigih dan ulet.
Selain itu pekerjaan seperti salesman adalah jenis pekerjaan lapangan yang tidak semua individu dapat melaksanakannya. Ada banyak sekali sumber-sumber
stres yang diperkirakan dan dapat dipastikan akan menyebabkan stres kerja pada salesman. Apakah jenis sumber stres tersebut berasal dari lingkungan kerja itu
sendiri, dari luar lingkungan kerja maupun dari tipe kepribadian yang secara teoritis telah terbukti dapat menyebabkan seseorang menderita penyakit yang
berkaitan dengan stres kerja. Peneliti menyesuaikan faktor-faktor yang dikemukakan Cooper dalam
Rivai, 2010 dengan hal yang terjadi pada pekerjaan sebagai salesman di PT. Enseval Putera Megatrading Tbk Cabang Jakarta II dan memberikan daftar
lengkap penyebab stres atas pekerjaan sumber-sumber stres kerja, yaitu:
Tabel 2.2 Dimensi Sumber-Sumber Stres Kerja Penelitian
Sumber-sumber stres kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi Hal-hal yang mungkin terjadi di
lapangan Konsekuensi kondisi
yang sering muncul
Kondisi pekerjaan
Beban kerja berlebihan secara kuantitatif
Beban kerja berlebihan secara
Kelelahan mental atau fisik
Kelelahan yang amat sangat dalam bekerja
burnout
kualitatif
Jadwal bekerja
Meningkatnya sensitivitas dan
ketegangan
Maslah peran
Ketidakjelasan peran
Meningkatkan kecemasan dan
ketegangan
Menurunnya prestasi pekerjaan
Faktor interpersonal
Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk
Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan
Meningkatnya ketegangan
Meningkatnya tekanan darah
Ketidakpuasan kerja
Perkembangan karier
Promosi ke jabatan yang lebih rendah atau tinggi dari
kemampuannya
Keamanan pekerjaannya
Menurunnya produktifitas
Kehilangan rasa percaya diri
Meningkatkan kesensitivitas dan
ketegangan
Ketidakpuasan kerja
Struktur organisasi
Struktur yang kaku dan tidak bersahabat
Pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang
Ketidakterlibatan dalam membuat keputusan
Menurunnya motivasi dan produktifitas
Ketidakpuasan kerja
Tampilan rumah-pekerjaan
Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah
pribadi Kurangnya dukungan keluarga
Meningkatnya konflik dan kelelahan
mental Menurunnya motivasi
dan produktifitas Meningkatnya
konflik pernikahan
Dari sekian banyak konsekuensi yang mungkin muncul akibat adanya sumber-sumber stres kerja, salah satunya adalah kondisi menurunnya prestasi
kerja atau biasa disebut juga dengan kinerja karyawan.
Kinerja karyawan ini perlu memperoleh perhatian khusus oleh perusahaan karena keberhasilan dan kesuksesan perusahaan bergantung dari kinerja yang
dicapai oleh karyawannya. Sejalan dengan kondisi tersebut, maka PT. Enseval Putera Megatrading
Tbk sebagai salah satu perusahaan supplayer dan distributor dituntut untuk meningkatkan kemampuan dalam menghadapi persaingan, salah satunya adalah
dengan memperhatikan faktor tenaga kerja khususnya para salesman, yaitu permasalahan yang dialami diantaranya hal-hal yang menyebabkan terjadinya
stres kerja dan penurunan kinerja. Berdasarkan wawancara peneliti dengan salah satu salesman PT. Enseval
Putera Megatrading Tbk cabang Jakarta II, terdapat berbagai macam kondisi pekerjaan yang dapat menyebabkan stres yaitu; beban kerja yang berlebihan,
berorientasi kerja pada pencapaian target atau omset, pekerjaan yang monoton, berulang-ulang dan tidak variatif. Hal ini memungkinkan salesman terserang stres
kerja. Stres kerja yang dialami oleh karyawan ditakutkan berdampak buruk bukan berdampak positif terhadap kinerja, sehingga usaha pencapaian kinerja salesman
PT. Enseval Putera Megatrading Tbk bisa terganggu. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu staf HRD PT.
Enseval Putera Megatrading Tbk cabang Jakarta II terdapat masalah dalam hal kinerja salesmannya, terutama dalam masalah waktu menyelesaikan pekerjaan.
Sering terjadi adanya penyalahgunaan waktu kerja dan ketidaktepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini dianggap dapat merugikan
perusahaan.
Mengacu pada uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penting mengetahui apa saja sumber-sumber stres kerja yang terjadi di lingkungan
salesman PT. Enseval Putera Megatrading Tbk Cabang Jakarta II karena hal ini memiliki dampak terhadap kinerjanya.
Berikut ini adalah skema dari kerangka berfikir :
Sumber-Sumber Stres kerja Kondisi Pekerjaan
Masalah Peran Faktor
Interpersonal Pengembangan Karier
Struktur Organisasi Tampilan Rumah -
Pekerjaan
Pendidikan Kinerja
Status Pernikahan
2.5 Hipotesis Penelitian