2.1.2. Tulang Rawan Piramid Hidung
Dua pertiga hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan. Tulang rawan lateral atas tersusun di bawah kaudal os nasal. Kedua bagian tersebut diikat
dengan jaringan ikat yang menyatu dari periosteum dan perikondrium. Kerangka tulang rawan ini membentuk huruf “T” yang menyatu di garis septum, sehingga
membentuk suatu kesatuan tulang rawan. Tindakan pada bagian dorsum akan melibatkan bagian tengah lateral atas dan tulang rawan septum. Bagian kaudal
tulang rawan ini berada di bawah sefalik tulang rawan lower lateral. Pertemuan ini diikat oleh jaringan ikat perikondrium yang disebut
regio scroll dan penunjang
utama untuk tip
atau puncak hidung Trimartani, 2000. Kita dapat menjumpai bentuk yang berbeda dari tumpang tindih antara
tulang rawan lateral atas dan bawah. Tumpang tindih yang pertama dapat dijumpai pada daerah sefalik dari lateral bawah yang menutupi kaudal dari upper
lateral . Pada bentuk yang lain adalah sefalik lateral bawah yang menutupi daerah lengkungan kaudal lateral upper lateral. Variasi ini dapat dilihat ketika
melakukan pemeriksaan vestibulum di daerah area katup Lam, 2006.
2.1.3. Lobul
Puncak hidung merupakan bagian yang paling menonjol dari lobul. Daerah diatas puncak hidung disebut
supra tip dan dibagian bawah adalah
infra tip
. Kartilago lateral bawah membentuk nostril dan daerah di antara krus medialis dan krus lateralis berbentuk segitiga disebut
segitiga converse. Komponen krus
Budi Mulyana: Ukuran Dan Bentuk Hidung Pada Suku Batak, 2007. USU e-Repository © 2008
medialis membentuk kolumela dan komponen krus lateralis membentuk kerangka tulang rawan ala nasi Lund, 1997.
Bagian medial kartilago yang terikat pada kaudal septum merupakan penunjang tip hidung. Di daerah lateral, kartilago lateral bawah dihubungkan
dengan apertura piriformis oleh jaringan ikat dan lemak yang disebut area Hinge
. Pada area ini terdapat tulang rawan yang kecil-kecil yang disebut tulang rawan
sesamoid Ballenger, 1994. Puncak hidung atau daerah yang paling tinggi dibentuk oleh sudut antara
krus medial dan lateral. Ukuran bentuk dari krus medial dan lateral membentuk penunjang ketiga bagi puncak hidung. Penunjang minor bagi tip hidung adalah
Ballenger,1994: • Ligamentum yang menghubungkan kulit dengan daerah interdomal.
• Tulang rawan septum nasi. • Kompleks sesamoid yang meneruskan topangan krus lateral.
• Apertura piriformis area Hinge. • Spina anterior hidung.
Budi Mulyana: Ukuran Dan Bentuk Hidung Pada Suku Batak, 2007. USU e-Repository © 2008
2.1.4. Septum nasi
Septum nasi terdiri dari tulang dan tulang rawan. pada awal usia anak- anak, septum terdiri dari tulang rawan dan mengeras menjadi tulang sesuai
pertumbuhan mulai dari posterior krista galli ke arah ventro-kaudal Marks, 2000.
Septum terdiri dari perpendikularis os etmoid, premaksilaris dan vomer yang merupakan perluasan dari rostrum sfenoid. Kaudal hidung sampai di
daerah krura medial dipisah oleh membran tipis bertemu dengan spina. Pada daerah ini perikondrium dan periosteum bersilangan menyebabkan ikatan yang
kuat antara septum dan spina. Pada posterior septum memisahkan apertura nasal atau koana Ballenger,1994.
Superoposterior tulang rawan septum berhubungan dengan tepi inferior sutura internasal. Ke arah anterior tulang rawan septum berakhir pada area
supratip di atas permukaan tulang rawan lateral bawah. Di daerah kaudal septum mencapai krus media, dipisahkan oleh membranosa septum dan bertemu
dengan spina anterior di antero-inferior. Pada daerah ini serat perikondrium dan periosteum saling bersilangan menyebabkan suatu ikatan yang sangat kuat
antara septum dengan spina. Inferior septum duduk pada krista maksilaris dan diikat oleh serat perikondrium dan periosteum Trimartani, 2000.
Kerangka tulang rawan dari septum dan upper lateral yang berbentuk “T” memberi kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan dari daerah tulang di
sekitarnya. Reseksi atau destruksi dari tulang rawan tersebut akibat trauma atau operasi akan mengakibatkan bentuk hidung seperti pelana Trimartani, 2000
Budi Mulyana: Ukuran Dan Bentuk Hidung Pada Suku Batak, 2007. USU e-Repository © 2008
2.1.5. Kutis