30 memberikan pengaruh yang signifkan terhadap pergerakan IHSG karena
saham-saham tersebut mempunyai nilai kapitalisasi yang besar.
6 Harga Minyak Kelapa Sawit CPO
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia,
khususnya pada pengembangan agroindustri. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 1996 mencapai 2 juta Ha dengan produksi CPO
hampir 5 juta ton. Pada tahun 2010 luas perkebunan kelapa sawit direncanakan akan mencapai 7 juta Ha, dengan produksi CPO lebih dari
12 juta ton. Pada tahun tersebut Indonesia diharapkan akan menjadi Negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Keberadaan minyak
kelapa sawit sebagai salah satu sumber minyak nabati relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Industri kelapa sawit
Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam empat puluh tahun terakhir. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen minyak
sawit terbesar di dunia. Bersama dengan Malaysia, Indonesia menguasai hampir 90 produksi minyak sawit dunia Hanafi Sofyan, 2000:102.
D. Penelitian terdahulu
Hammoudeh 2005 melakukan penelitian dengan menggunakan International Arbiitrage Price Theory APT mengenai pengaruh harga
minyak dunia terhadap return dari saham-saham di 6 sektor Saudi Index. Selain harga minyak variabel yang digunakan adalah Morgan Stanley
31 Capital Internasional Index dan US Short-term T-Bill Rate yang mewakili
faktor global. Sedangkan untuk faktor domestik menggunakan tingkat suku bunga Saudi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa harga minyak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap saham-saham dari perusahaan yang beroperasi pada sektor yang mempunyai beta yang
tinggi, seperti sektor Industri, Electricity listrik dan Semen. Guntur Irianto 2001 yang mengadakan penelitian di Indonesia
mengenai pengaruh harga emas, kurs mata uang dan bunga deposito terhadap IHSG dengan menggunakan analisis regresi berganda. Dengan
menggunakan data periode 1998-2000, menyimpulkan bahwa perubahan atas harga emas akan mempengaruhi IHSG secara positif. Hal tersebut
karena pembelian emas oleh masyarakat bukan bermotif investasi tetapi bermotif konsumtif untuk perhiasan. Sementara itu tingkat suku bunga
deposito dan kurs Rp berpengaruh negatif terhadap IHSG.
Penelitian juga dilakukan oleh Haymnas Manurung 2008, yang meneliti pengaruh harga komoditas pertambangan terhadap IHSG. Dalam
penelitian tersebut melihat hubungan antara harga komoditas dan IHSG dari dua sisi yaitu pertama menggunakan harga yang ada antara IHSG dan
juga komoditas, serta yang kedua dengan menggunakan return dari IHSG serta return dari harga komoditas. Penelitian ini menggunakan Granger
Causality Test dan regresi berganda. Adapun komoditas yang digunakan adalah minyak mentah, emas, perak, alumunium, tembaga, nikel, timah,
dan juga seng. Hasil penelitian tersebut menunjukan terdapat hubungan
32 positif antara pergerakan IHSG dengan komoditas baik dari sisi harga
maupun return. Adapun korelasi terkuat ditunjukan oleh harga emas, perak, tembaga, serta minyak mentah. Sementara itu, hasil dari uji
kausalitas Granger mendapatkan hasil bahwa IHSG mempengaruhi harga minyak mentah, emas, dan perak dan terdapat hubungan yang saling
mempengaruhi antara IHSG dengan aluminium dan tembaga. Matiur Rahman 2008, melakukan penelitian terhadap pengaruh dari
jumlah uang yang beredar M2 dan harga minyak terhadap Pasar modal Amerika SP 500 dengan menggunakan data bulanan dari bulan
Januari 1974 sampai dengan April 2006. Hasil uji kointegrasi menunjukan bahwa terdapat hubungan kointegrasi pada ketiga variabel tersebut.
Estimasi dari model VECM menunjukan tidak adanya hubungan jangka panjang, hanya hubungan jangka pendek yang tejadi antara variabel
terhadap pasar modal. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, para investor dengan perencanaan jangka pendek harus menaruh perhatian terhadap
kebijakan moneter pemerintah Amerika dan pasaran harga minyak di masa depan. Sementara itu, investor dengan perencanaan jangka panjang
tidak membutuhkan perhatian lebih terhadap kebijakan pemerintah. Sementara itu, Deriantino 2008 melakukan penelitian untuk
menjelaskan pengaruh dari perubahan harga minyak terhadap return saham dari 9 sektor industri di Indonesia dengan menggunakan data
bulanan selama periode Januari 1996 sampai Juni 2008. Berdasarkan uji stasioneritas dan multikolinearitas menunjukkan semua variabel stasioner
33 dan tidak ada masalah multikolinearitas. Hasil penelitian ini
menggambarkan bahwa perubahan harga minyak secara umum tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap return saham industri. Selain itu,
kebijakan dari pemerintah terhadap harga minyak domestik pada bulan Oktober 2005 ternyata mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap return saham di sektor pertambangan, tetapi mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham pada sektor
perdagangan. Selanjutnya, dengan menggunakan dummy variabel dijelaskan bahwa pengaruh dari kenaikan harga minyak yang diikuti
kebijakan pemerintah pada harga minyak domestik memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap sektor konsumsi dan infrastruktur. Namun,
kepekaan return saham sektor ini terhadap perubahan harga minyak adalah asymmetric, penurunan dari harga minyak tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap return saham pada sektor lainnya. Penemuan ini mungkin mengindikasikan bahwa walaupun kenaikan harga minyak
membawa kerugian bagi investor-investor di sektor perdagangan, konsumsi, dan infrastruktur, penurunan harga minyak ternyata juga tidak
membawa good signal bagi para investor. Smith 2001, melakukan penelitian terhadap hubungan diantara
harga emas dan Indeks harga saham di Amerika selama periode penelitian mulai dari Januari 1991 sampai Oktober 2001. Variabel yang digunakan
adalah 3 harga emas di London dan 1 harga emas di New York, bersamaan dengan 6 Index harga saham di Amerika yaitu: Dow Jones,
34 Nasdaq, NYSE Composite, SP 500 Composite, Russell 3000, dan
Wilshire 5000. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya hubungan jangka pendek diantara return emas dan return dari Indeks harga saham
adalah kecil dan negatif, pada beberapa periode penelitian menunjukan hasil yang tidak signifikan. Selama periode penelitian, dijelaskan bahwa
tidak hubungan kointegrasi meliputi harga emas dan Indeks harga saham Amerika. Hasil Uji Kausalitas Granger menemukan bukti bahwa terdapat
hubungan kausalitas tidak searah dari return pasar modal AS terhadap return dari harga emas pada London morning fixing dan closing price.
Sementara itu, untuk harga emas pada Afternoon fixing terdapat hubungan timbal balik diantara pasar emas dan pasar modal.
QuangDo 2009, melakukan penelitian untuk menguji kemungkinan hubungan diantara harga emas internasional dan pasar modal di ASEAN
didasarkan pada data harian dari 28 Juli 2000 sampai 31 Maret 2009. Penelitian ini menggunakan Granger Causality Test dan Johansen
Cointegration technique untuk menguji kemungkinan adanya hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang diantara harga emas
internasional dan pasar modal di ASEAN yang diwakili oleh Indonesia JKSE, Malaysia KLSE, Philipines PSE, Thailand SET, dan
Vietnam VNI. Hasil dari Uji Kausalitas Granger mengindikasikan bahwa terdapat hubungan jangka pendek yang ditemukan hampir di
seluruh pasar modal ASEAN, kecuali hanya pada pasangan pasar modal Thailand dan Vietnam SET, VNI. Selain itu, dijelaskan juga bahwa
35 terdapat hubungan jangka pendek diantara harga emas internasional dan
pasar modal di ASEAN. Kemudian, hasil dari Uji Kointegrasi menunjukan bahwa hanya sedikit variabel yang mempunyai kointegrasi,
yaitu antara JKSE, KLSE, JKSE,PSE, KLSE,PSE, dan KLSE, VNI.
E. Kerangka Pemikiran