14
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap manusia dilahirkan dengan membawa berbagai potensi, termasuk potensi kreatif. Salah satu ciri yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan yang lain adalah
adanya akal yang membuat manusia bisa berpikir, berusaha, dan berkreasi. Hal ini merupakan sifat hakiki sebagai manusia dan merupakan bagian dari setiap individu.
Kreatifitas merupakan potensi yang dibawa sejak lahir. Manusia dapat menciptakan banyak hal dari sumber daya yang terbatas dengan melakukan proses kreatif. Munandar,
2004. Kreativitas adalah salah satu kemampuan intelektual manusia yang sangat
penting. Maka kreativitas sering juga disebut berpikir kreatif untuk menghasilkan atau menciptakan hal-hal, gagasan-gagasan baru dan berguna atau new ideas and useful.
Suharnan, 1998. Utami Munandar 1992, mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orsinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Lebih lanjut Utami Munandar menekankan bahwa
kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan.
Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreatif sangatlah dirasakan, tugas pendidik adalah mengembangkan sikap dan kemampuan peserta didik
15 yang dapat membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan di masa mendatang dengan
inovatif dan kreatif, episentrum.com, 2010 Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini
dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk
mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan, Tohar, 2006.
Menurut Bunyan 2010, kreativitas merupakan kunci keberhasilan bagi seseorang. Seseorang yang kreatif akan lebih berhasil dalam mewujudkan impiannya
dibandingkan seseorang yang mengandalkan intelijen atau pengetahuan saja. Sikap kreatif sangat dibutuhkan bagi setiap individu dalam menghadapi berbagai situasi dan
kondisi yang terjadi. Ditambahkan oleh Sebastian 2010, bahwa bukan hanya sekedar kreativitas untuk beda dari yang lain, tetapi juga mampu menjadi problem solver. Dengan
bersikap kreatif, kita bisa menemukan batu loncatan yang baik sebagai pembuka jalan dari apa yang di cita-citakan. Be creative, be different but with a good reason. Sebastian,
2010. Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa pengembangan kreativitas daya cipta
hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu di lingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dalam mendidik anak pra-sekolah. Secara eksplisit dinyatakan, pada
setiap tahap perkembangan anak dan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan pra-sekolah sampai diperguruan tinggi, bahwa kreativitas perlu dipupuk,
dikembangkan dan ditingkatkan, disamping mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang pembangunan. Munandar, 1995.
16 Dalam hal pendidikan, kreativitas merupakan elemen penting yang diperlukan
untuk belajar. Starko 1995 menunjukkan bahwa belajar adalah sebuah proses kreatif yang melibatkan siswa membuat informasi yang relevan dengan menghubungkan
pengetahuan awal dan pengetahuan baru dalam format yang bermakna secara individual. dalam Cole, 2009
Munandar 2004, mengemukakan bahwa kreativitas hendaknya meresap dalam seluruh kurikulum dan iklim kelas melalui faktor-faktor seperti sikap menerima keunikan
individu, pertanyaan yang berakhir terbuka, penjajakan dan kemungkinan membuat pilihan. Pendidikan formal di Indonesia terutama menekankan pada pemikiran
konvergen. Murid-murid jarang dirangsang untuk melihat suatu masalah dari berbagai macam sudut pandang atau untuk memberikan alternatif-alternatif penyelesaian suatu
masalah. Dalam studi faktor analisis seputar ciri-ciri kreativitas yang dilakukan Guildford
dalam Munandar, 1995, dibedakan antara aptitude dan non-aptitude traits yang berhubungan dengan kreativitas. Ciri-ciri aptitude traits merupakan berpikir divergen dan
konvergen. Berpikir divergen yaitu kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, dan berpikir konvergen merupakan suatu
cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Kaitannya dengan kreativitas, Guildford menekankan bahwa orang-
orang kreatif lebih banyak memiliki cara berpikir divergen dari pada konvergen. Sedangkan ciri-ciri dari non-aptitude traits sikap kreatif meliputi kepercayaan diri,
keuletan, apresiasi estetik, kemandirian. Munandar 1992 juga menambahkan bahwa
17 ciri-ciri yang berkaitan dengan perkembangan afektif sikap seseorang juga penting,
agar bakat kreatif seseorang dapat terwujud. Lebih lanjut lagi Munandar 2004 menjelaskan, bahwa kreativitas merupakan
hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Baik dengan orang tua keluarga, guru, teman, dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, interaksi dengan
orang tua dan anggota keluarga yang lain memiliki efek terhadap apa yang dipelajari anak dari interaksi dengan orang lain. Baron, 2003.
Kreativitas, selain merupakan potensi yang ada di dalam diri setiap individu, juga ditunjang oleh pengalaman selama berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan
merupakan faktor yang juga memainkan peran peting dalam perkembangan kreativitas, Santrock, 2007. Hal ini juga diperkuat dengan adanya pernyataan Torrance dalam
Asrori, 2004 bahwa, pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya, salah satu lingkungan yang pertama dan
utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, karena sebagian besar waktu kehidupan anak berlangsung dalam
keluarga. Keluarga merupakan pengaruh yang sangat kuat secara langsung terhadap
perkembangan seorang anak. Sesuai dengan fungsinya keluarga mempersiapkan anak- anaknya
bekal selengkap-lengkapnya
dengan memperkenalkan
nilai-nilai dan
membangun sikap positif. Orang tua membentuk dasar-dasar kepribadian anak, karena orang tua merupakan
titik sentral dari suatu keluarga yang secara intensif membentuk sikap dan kepribadian anak-anaknya. Ahmadi, 2003. Mulyadi 2007 juga menjelaskan bahwa, perkembangan
18 kepribadian dipengaruhi faktor keturunan herediter, genetik dan lingkungan sosial
pengasuhan orang tua, pendidikan sekolah, kesehatan, persahabatan, dan sebagainya. Hal ini juga ditambahkan oleh Ancok 1995, yang menyatakan bahwa peranan
keluarga dalam pembinaan generasi muda cukup dominan. Pembentukan perilaku positif yang harus dimiliki seorang warga negara yang baik bermula dari keluarga. Ancok,
1995. Dalam lingkungan keluarga, ibu dan bapak berperan sebagai pendidik. Walaupun
tidak ada kurikulum khusus dan tertulis yang mereka buat atau ikuti, dengan berpegang pada cita-cita dan keyakinan yang dianutnya sebagai rencana pendidikan dan kasih
sayang sebagai dasar perbuatan pendidik. Sukmadinata, 2003. Orang tua harus memberikan pengaruh positif dalam pembentukan tanggung
jawab dan secara langsung memberikan motivasi kepada anak. Orang tua juga bertanggung jawab dalam “memilihkan dan menawarkan” lingkungan yang dapat
membantu dan mendukung proses perkembangan anak dengan mengkondisikan lingkungan keluarga tersebut. Selain itu juga keteladanan orang tua adalah faktor yang
sangat penting dalam pola pembentukan orientasi dan kepribadian anak-anak, Rachman, 2004. Sejalan dengan sabda Rasulullah SAW: “ Setiap bayi yang lahir memiliki fitrah
tauhid, orang tuanyalah yang dapat menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”, HR. Bukhari dan Muslim.
Di dalam suatu keluarga anak merupakan aset yang berharga bagi setiap orang tua. Hampir semua tujuan utama setiap orang tua dalam mendidik dan membesarkan
anak-anaknya untuk mempersiapkan anak tersebut menjadi manusia yang berakhlak dan budi pekerti tinggi. Untuk mencapai tujuan akhir seperti yang diharapkan, orang tua
19 bertanggung jawab dan memegang peranan penting terhadap proses pembelajaran dan
tumbuh kembang anak. Dalam perkembangannya, seorang anak membutuhkan kepercayaan dan kesempatan dari orang tuanya. Dengan begitu anak dapat mewujudkan
rasa ingin membuktikan kemampuan dan eksistensinya sebagai anggota keluarga. Jika seorang anak diberikan kesempatan, maka kemandirian, kepercayaan diri, serta rasa
tanggung jawabnya akan terus berkembang. Chugani, 2009. Dalam hal ini, tergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tua didalam suatu keluarga terhadap anak-
anak mereka. Bentuk-bentuk pola asuh sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa. Dengan kata lain, pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak menjadi dewasa. Koentjaraningrat, 1997.
Dalam kehidupan keluarga cukup banyak orang tua cenderung melarang anak untuk ikut mengerjakan pekerjaan rumah, sebab orang tua ingin pekerjaannya cepat
selesai, atau tidak ingin anaknya terluka, atau mungkin orang tua tidak pernah melakukannya karena sudah ada pembantu. Begitu juga ketika anak mengikuti kegiatan
di luar rumah. Ketika anak bermain di alam terbuka orang tua cenderung melarang anaknya, orang tua seringkali tidak memberi kesempatan kepada anak untuk bermain di
alam terbuka karena adanya kekhawatiran orang tua akan hal-hal yang tidak mereka inginkan. Mungkin sebagian anak ada yang mendapat perlakuan dari orang tuanya yang
memberikan kebebasan melakukan kegiatan di alam yang diinginkan oleh anak tersebut permissive, disamping itu ada juga orang tua yang tidak memberikan kesempatan
anaknya untuk mengikuti kegiatan di alam otoriter, karena adanya kekhawatiran kepada anaknya seperti; takut kotor, digigit nyamuk, panas, dan berbagai ketakutan lainnya.
20 Padahal alam juga merupakan tempat belajar yang sangat efektif dan menyenangkan bagi
anak, karena dapat meningkatkan kepedulian anak terhadap lingkungannya. Chugani, 2009. Sebagai orang tua seharusnya mendukung kegiatan positif yang dilakukan oleh
anak, dimana anak tersebut bisa mengeksplorasi diri dan keinginannya sehingga anak dapat terus berkembang. Hildebrand, 2000.
Diana Baumrind dalam Yusuf, 2004 mengemukakan hasil penelitiannya melalui observasi dan wawancara terhadap siswa dan anak-anak tentang dampak “parenting
styles” terhadap perilaku remaja, yaitu 1 remaja yang orang tuanya bersikap otoriter, cenderung bersikap bermusuhan dan memberontak; 2 remaja yang orang tuanya
bersikap permisif, cenderung berperilaku bebas tidak terkontrol; dan 3 remaja yang orang tuanya autoritatif, cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan, atau perilaku
nakal. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa, selain pengaruh dari pola asuh orang
tua, guru di sekolah juga memberikan kontribusi dan pengaruh dalam perkembangan kemampuan dan pengetahuan murid sampai tingkat tertentu. Pendidikan di sekolah
hendaknya dapat memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua anak untuk mengembangkan potensi bakatnya dengan sepenuhnya. Di lingkungan sekolah,
gurulah yang menentukan tujuan dan sasaran belajar, serta membantu dalam pembentukkan nilai-nilai pada peserta didik, memilih pengalaman belajar, menentukan
metode atau strategi mengajar, dan yang paling penting menjadi model perilaku bagi siswa. Munandar, 2004.
Menurut Hurlock dalam Yusuf, 2004 pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga dan
21 guru-guru substitusi dari orang tua. Perilaku siswa sangat dipengaruhi oleh lingkungan
dimana siswa berada dan belajar. Siswa dapat mengemukakan pendapat pada orang lain dengan baik, karena gurunya memotivasi untuk melakukan hal tersebut. Demikian juga
sebaliknya, siswa tidak bisa atau tidak pernah mengemukakan pendapatnya dengan baik karena gurunya tidak pernah memberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat
siswa. Penelitian yang dilakukan Walberg dan Greenberg dalam Tarmidi, 2005
menunjukan bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Segala sesuatu dalam lingkungan kelas
menyampaikan pesan yang akan memacu atau menghambat belajar. Proses belajar mengajar sangat erat kaitannya dengan lingkungan atau suasana
dimana proses tersebut berlangsung. Banyak aspek yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar, salah satunya adalah pengaruh dari iklim kelas yang masih sangat penting.
Iklim kelas seperti ruangan kelas, lingkungan kelas, baik itu lingkungan fisik maupun non-fisik dapat mendukung siswa atau bahkan menghambat siswa dalam perkembangan.
Dart 1998 menyatakan bahwa, guru disarankan dapat melakukan pendekatan yang mendalam pada kegiatan pembelajaran dan menciptakan iklim kelas yang nyaman
dan mendukung dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk eksplorasi dan eksperimentasi. Dalam menjalin hubungan dan berinteraksi dengan siswa, guru dapat
mempengaruhi pembentukan iklim kelas. Jacobson 2000 juga menyatakan bahwa hubungan guru dan siswa yang positif dan lingkungan belajar yang saling mendukung,
dapat menambah motivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Goodenow 1993 juga menambahkan dari hasil sebuah studinya bahwa, dukungan guru sangat kuat
22 korelasinya dengan nilai dan harapan untuk mencapai keberhasilan siswa. dalam Davis,
2004 Iklim kelas merupakan penentu utama perilaku kelas dan kegiatan belajar
mengajar, tugas guru adalah memahami bagaimana membangun dan memelihara iklim kelas yang positif. Iklim kelas juga bisa bersifat negatif, sehingga menciptakan suasana
yang tidak diinginkan, seperti bullying meningkat, agresi sosial, dan ketidakmampuan emosional dalam menyesuaikan diri, Evans, dalam Tarmidi 2006. Dengan memelihara
iklim kelas yang mendukukung, guru dapat mambangun kepercayaan terhadap siswa- siswanya melalui cara; mengetahui latar belakang siswa, memberi penilaian dan
menghargai pendapat siswa dengan memberikan umpan balik yang tidak menghakimi, dan meminta siswa untuk memberikan pendapat tentang pertanyaan yang diberikan oleh
guru. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tarmidi 2006 tentang
hubungan iklim kelas dan prestasi belajar, memiliki kesimpulan diantaranya adalah; bahwa, iklim kelas diyakini berkorelasi positif dengan perubahan tingkah laku dan
prestasi hasil pembelajaran siswa. Dengan kata lain iklim kelas merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas pembelajaran di kelas. Namun demikian,
pada umumnya guru dan kepala sekolah belum mengetahui makna dan hakikat serta dampak iklim kelas terhadap proses belajar mengajar.
Ditambahkan oleh Csikszentmihalyi dalam Setyawan, 2006 yang dikenal karena model kreativitasnya, apa yang disebut sebagai kreatif tidak bisa dilihat sebagai hasil dari
tindakan individu secara mandiri. Penelitian tentang pembelajaran di ruang kelas, memperlihatkan pengembangan serupa. Berhubungan dengan hal tersebut, Sternberg dan
23 Lubart 1991 menekankan bahwa keinginan untuk membuat para siswa kreatif, beranjak
dari pemberian model kreativitas bagi mereka. Sekarang ini ada beberapa sekolah non-formal didirikan untuk memberikan
pendidikan di luar sekolah formal, yang berorientasi pada alam dan membantu para orang tua untuk mengembangkan potensi dan kemampuan anak. Kegiatan yang ada diseolah
alam hampir semuanya dilakukan dialam terbuka. Sekolah tersebut dikenal sebagai sekolah alam. Sebagai contoh sekolah alam Kandank Jurank Doank.
Sekolah alam Kandank Jurank Doank merupakan suatu komunitas yang menekankan pendidikan seni terhadap peserta didiknya. Komunitas ini merupakan
sekolah alam gratis untuk semua anak. Tidak seperti disekolah formal pada umumnya, Sekolah alam ini mengajarkan kepada peserta didiknya untuk selalu menemukan suatu
hal yang baru. Sebagai contoh, peserta didik di bidang musik ditugaskan membuat komposisi musik dari ember bekas atau dari perkakas dapur. Latar belakang sosial
ekonomi siswanya juga beragam, baik dari kalangan sosial ekonomi tinggi, sedang, maupun rendah. Tentunya ini memberikan pengalaman yang berbeda bagi anak-anak,
www.kandankjurank.com. Berdasarkan uraian teori di atas, bahwa kreativitas merupakan potensi yang
dimiliki setiap individu dan didukung oleh lingkungannya, terutama keluarga orang tua dan tempat menuntut ilmu iklim kelas dalam perkembangannya. Setiap orang tua
memiliki cara atau pola sendiri dalam mengasuh anak-anak mereka, begitu juga dengan guru di sekolah dalam mendidik murid-muridnya, mereka mempunyai strategi tersendiri
dalam menciptakan iklim kelas yang menudukung perkembangan dan kemampuan siswa- siswanya. Orang tua dan guru memiliki tujuan yang sama yaitu, agar anak-anak dapat
24 mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada dalam diri anak atau murid, agar
menjadi individu yang mandiri, percaya diri, dan bertanggung jawab kelak. Menarik untuk diteliti apakah tipe-tipe pola asuh orang tua dan iklim kelas memiliki kontribusi
terhadap sikap kreatif anak. Maka peneliti merumuskan judul penelitian sebagai berikut;
“Pola asuh orang tua, persepsi tentang iklim kelas dan sikap kreatif anak sekolah alam Kandank Jurank Doank”
1.2 Pembatasan dan perumusan masalah penelitian