4.1.2.2.1 Prosesi Wilujengan Nagari di Bangsal Sewayana
Wilujengan Nagari di keraton Surakarta Hadiningrat merupakan sebuah upacara tradisi dalam rangka permohonan keselamatan atas keberadaan keraton
Surakarta Hadiningrat. Upacara ini digelar tiga kali dalam setahun berdasarkan pedoman kalender Jawa
Sultan Agungan. Upacara Wilujengan Nagari yang pertama adalah
Kirab Pusaka Malem Siji Sura dengan mengkirabkan pusaka- pusaka
dalem keraton Surakarta Hadiningrat keliling Baluwarti. Wilujengan Nagari yang kedua dilaksankan setiap tanggal tujuh belas Sura yaitu upacara
Wilujengan Nagari Pengetan Boyong Kadhaton atau peringatan perpindahan keraton Mataram Kartasura ke desa Sala yang sekarang menjadi keraton Surakarta
Hadiningrat , dan Wilujengan Nagari yang terakhir adalah setiap pisowanan
pungkasan dalam bulan Rabingul Akir atau bulan Bakda Mulud yang disebut dengan
Wilujengan Nagari Mahesa Lawung. Ketiga tradisi ritual
Wilujengan Nagari yang dilaksanakan oleh keraton Surakarta Hadiningrat ini memiliki ciri khusus dalam setiap tradisi-tradisi yang
dilaksanakan. Ciri-ciri yang membedakan antara Wilujengan Nagari Mahesa
Lawung dengan Wilujengan Nagari lainnya adalah pada prosesi berlangsungnya tradisi ritual ini.
Wilujengan Nagari Mahesa Lawung digelar sebelum melaksanakan tradisi ritual sesaji
Mahesa Lawung. Prosesinya adalah dimulai dengan mengusung
ubarampe sesaji dari dalem Gondorasan ke Bangsal Sewayana kompleks Siti Hinggil keraton Surakarta Hadiningrat. Prosesi
mengusung sesaji ini dilakukan oleh para abdi dalem keparak putri, ulama
keraton, abdi dalem Suranata, dan abdi dalem pangkat jajar.
Urutan mengusung sesaji ini adalah paling depan bregada unen-unen
prajurit drum band , prajurit Jagaraga, prajurit Jangengastra, prajurit Sorogeni,
prajurit Joyosuro, prajurit Prawiroanom, pajurit Panyutra, sepasang prajurit
Cantang Balung, dan abdi dalem penabuh Gamelan Corobalen yang kemudian disusul dengan para ulama keraton dan
abdi dalem Suranata yang menggendong sesaji berupa sepasang
manten yang dilanjutkan para abdi dalem keparak putri yang membawa sesaji yang ditempatkan di dalam
kendhil yang dibalut sindur, dan paling belakang adalah para
abdi dalem pangkat jajar yang membawa sesaji yang dimasukan kedalam
jodhang tandu sesaji. Iring-iringan ini dimulai dari plataran Sasana Sewaka melewati Bangsal Sri Manganti, kori Kamandungan
Lor, Regol Brojonolo Lor, dan berakir di Bangsal Sewayana, Siti Hinggil keraton Surakarta Hadiningrat.
Sesampainya di Bangsal Sewayana sesaji diletakan di atas meja yang telah
disediakan dengan urutan paling utara adalah kepala kerbau, sepasang manten,
sesaji-sesaji yang dibalut kain sindur, dan selanjutnya sajen-sajen memule serta
sesaji wilujengan. Setelah semuanya tertata kemudian para abdi dalem, dan para
sentana dalem duduk bersila mengelilingi sesaji. Busana yang dikenakan oleh abdi dalem adalah beskap cemeng, sedangkan sentana dalem menggenakan
busana padintenan pethak, terkecuali para ulama abdi dalem Suranata
mengenakan atela putih.
Upacara Wilujengan Nagari dipimpin oleh pemuka abdi dalem juru
Suranata setelah mendapatkan perintah dari K.G.P.H. Puger sebagai kondhang wakil raja Sri Susuhunan Pakubuwana XIII untuk memulai prosesi ritual
Wilujengan Nagari. Dimulainya acara pemanjatan doa dalam upacara ini bertepatan dengan mengepulnya asap kemenyan
madu yang dibakar oleh Nyai Lurah Sukarsih. Adapun doa yang dipanjatkan dalam upacara
Wilujengan Nagari ini adalah doa dalam agama Islam yang berbahasa Arab serta doa berbahasa Jawa.
Pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto, beliau memohon kepada Sri Susuhunan Pakubuwana XII untuk menambahkan doa
wilujengan agar dalam upacara
Wilujengan Nagari tidak hanya mendoakan keselamatan keraton Surakarta Hadiningrat dan wilayahnya saja, melainkan juga untuk mendoakan
keselamatan NKRI. Permohonan yang demikian ini juga disertai permintaan atas ritual
Kirab Pusaka Malem Siji Sura agar tidak dilaksanakan di dalam lingkungan Baluwerti
saja, melainkan supaya dikirabkan diluar tembok Baluwerti dengan maksud agar berkah keselamatan tidak hanya disandang oleh keraton Surakarta
Hadiningrat saja, melainkan juga dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Adanya permohonan yang demikian itu kemudian doa dalam ritual
Wilujengan Nagari baik malem siji sura, Pengetan Boyong Nagari, dan sesaji Mahesa Lawung ditambahkan doa atas keselamatan NKRI pada bait akir
pemanjatan doa. Setelah prosesi pemanjatan doa dalam ritual
Wilujengan Nagari di Bangasl Sewayana selesai, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan menuju hutan
Krendowahono untuk melaksanakan tradisi ritual sesaji Mahesa Lawung. Tidak
semua sesaji yang digelar dalam acara Wilujengan Nagari dibawa ke hutan
Krendowahono. Sesaji yang dibawa hanya kepala kerbau, manten sepasang, sesaji
yang dibalut dengan kain sindur, dan sajen pepak ageng. Sesaji yang lain yakni
sajen memule dan sajen wilujengan dibagi di Siti Hinggil kepada mereka yang tidak ditugaskan mengikuti jalannya prosesi ritual di hutan
Krendowahono.
4.1.2.2.2 Prosesi Tradisi Ritual Sesaji Mahesa Lawung di Krendowahono