25 dan pengikatan terminal C dan N dengan gugus substitusi. Linden dan Lorient
1999, menjelaskan bahwa peptida yang mengandung residu glutamil pada ujung terminal amino memiliki citarasa umami. Namun bila digabungkan
dengan asam amino hidrofobik, residu glutamil akan menimbulkan rasa pahit. Nishimura dan Kato 1988, menyatakan bahwa beberapa peptida dengan
penambahan glutamat-aspartat dan glutamat-glutamat dapat menimbulkan rasa umami dalam larutan aqueos yang mengandung NaOH pada pH 6.
D. Peptida Gurih
Nishimura dan Kato 1988 menyatakan beberapa peptida yang mempunyai L-glutamat pada ujung-N mempunyai rasa umami, meskipun
intensitasnya kurang dibanding MSG. Beberapa diantaranya mempunyai rasa asam, tetapi apabila berada pada larutan NaCl pH 6 dapat menstimulasi rasa
umami. Noguchi et al. 1975 mengungkapkan tentang peptida dengan BM
kurang dari 500 dari hidrolisat protein ikan. Fraksi tersebut dibagi empat, yaitu fraksi aromatik, asam, netral dan basa. Fraksi asam memiliki rasa umami
yang sangat kuat, meskipun asam glutamat bebas telah dihilangkan dari fraksi ini. Kemudian diketahui bahwa peptid yang memiliki rasa umami tersebut
mengandung residu asam glutamat dan sejumlah asam amino hidrofilik. Tada et al. 1984 menemukan peptida hasil sintesis yang memiliki
rasa asin yang hampir sama bahkan lebih besar daripada garam NaCl, seperti L-Ornithylalanine dan L-ornithyltaurine. Selain itu juga ditemukan peptida
yang memiliki rasa umami mendekati atau sama dengan MSG, seperti peptida Lys-Ala, dan peptida yang memiliki rasa manis dan asam, seperti peptide Ala-
Lys. Yamasaki dan Maekawa 1980 menunjukkan oktapeptida Lys-Gly-
Asp-Glu-Glu-Ser-Leu-Ala hasil sintesis juga memiliki rasa gurih seperti halnya produk alami. Pemutusun residu Lys-Gly yang terdapat pada posisi N-
terminal mengakibatkan hilangnya rasa gurih dan timbulnya rasa asam. Hal ini merupakan bukti bahwa residu asam amino Lys dan Gly berperan penting
pada pembentukan rasa gurih.
26
E. Metode Isolasi dan Analisa Profil Peptida
Pemilihan metode isolasi dan analisa profil peptida disesuaikan dengan sifat kimia peptida, terutama berdasarkan kemampuan mengion pada pH
tertentu atau berdasarkan kepolarannya Lehinger, 1988. Peptida merupakan senyawa nitrogen yang mudah larut air, sama halnya dengan asam amino.
Beberapa protein pada pH tertentu juga mudah larut air. Karenanya untuk mengisolasi peptida, pertama kali perlu dipisahkan dahulu dari protein yang
mempunyai BM relatif lebih tinggi dan atau asam amino yang mempunyai BM relatif lebih rendah. Metode yang umum digunakan untuk tujuan ini
adalah ultrafiltrasi, pengendapan dengan etanol, elektrodialisis dan kromatografi filtrasi gel.
Menurut Belter et al. 1988, ultrafiltrasi adalah suatu proses pemekatan dan pemurnian awal yang lebih didasari oleh transpor dinamik
daripada kesetimbangan. Proses ini tergantung pada permeabilitas dari membran terhadap perbedaan ukuran bahan yang terlarut. Terdapat tiga jenis
karakteristik yang menentukan proses ultrafiltrasi, yaitu kecepatan aliran, dominasi membran dan sifat geometri membran. Partikel yang lebih besar dari
ukuran selaput akan ditahan dipermukaan membran dan akan meloloskan partikel yang berukuran lebih kecil dari selaput atau pori-pori membran.
Keuntungan penggunaan alat ini adalah tidak adanya proses pemanasan sehingga sampel secara kimiawi tidak mengalami perubahan.
Kromatografi filtrasi gel adalah proses pemisahan makromolekul berdasarkan ukuran atau berat molekulnya, yang umumnya menggunakan
bahan yang dapat mengembang dalam air membentuk gel. Proses ini sesungguhnya lebih bersifat preparatif daripada analitik. Kromatografi filtrasi
gel sangat berguna untuk pemisahan dan pemurnian protein, peptida, enzim, asam nukleat, polisakarida dan biomolekul lainnya Lehninger, 1988.
Pada pemisahan menggunakan teknik kromatografi gel, peptida dapat dipisahkan dengan kolom sephadex G-25, G-15 dan G-10 Hagel, 1998.
Kisaran fraksinasi dari kolom sephadex tersebut adalah 1000-5000 Da, 1500 Da, dan 700 Da. Struktur matriks, yaitu dekstran dengan ikatan silang
27 epiklorohidrin, memungkinkan terjadinya interaksi spesifik antara komponen
aromatik peptida dengan jembatan eter dari ikatan silang matriks tersebut. Sehingga pemisahan peptida tersebut tidak hanya didasarkan ukuran atau berat
molekul, melainkan juga interaksi hidrofobik. Gel Sephadex tidak larut dalam air, tahan dalam alkali, asam lemak dan
zat-zat pengoksidasi dan pereduksi yang lemah, tetapi jika diekspose pada waktu yang lama akan pecah karena ikatan glikosidiknya terhidrolisis.
Kenyataannya Sephadex stabil dalam waktu enam bulan dalam larutan HCl 0.02 mll, tetapi hanya 1-2 jam dalam larutan HCl 0.1 moll. Penggunaan
pada suhu di atas 120
o
C harus dihindari. Sephadex yang digunakan pada penelitian ini adalah Sephadex G-10 dengan ukuran serbuk kering dengan
variasi 10-40 μm, dapat mengikat air 4-6 mlg kering, mampu memisahkan
protein globular dan protein dekstran dengan BM700 Nur et al., 1992. Kelemahan pemisahan peptida dengan kromatografi filtrasi gel adalah
sulitnya memisahkan peptida-peptida yang memiliki berat molekul yang hampir sama karena peptida-peptida tersebut cenderung bercampur. Untuk
mengetahui jumlah dan jenis peptida dengan pasti, perlu dilakukan percobaan lebih lanjut dengan elektroforesis.
Hingga saat ini, metode purifikasi yang paling sering digunakan untuk analisis sensori peptida adalah metode ultrafiltrasi yang dilanjutkan dengan
kromatografi filtrasi gel. Namun metode filtrasi gel memiliki keterbatasan, yaitu resolusi yang rendah dan dibutuhkan tahapan pengulangan yang panjang
agar dapat diperoleh jumlah yang cukup untuk analisis sensori. Purifikasi lebih lanjut untuk mendapatkan peptida yang lebih spesifik
dapat dilakukan dengan RP-HPLC Reverse Phase-Hight Performance Liquid Chromatography
preparatif, kromatografi afinitas, kromatografi penukar ion Ion exchange chromatography ataupun isoelectric focusing. Hal ini sesuai
dengan sifat peptida yang mudah mengion pada pH tertentu dengan jenis dan besarnya muatan yang berbeda, kecuali pada isoelectric focusing berdasarkan
titik isoelektrik pada suatu gradient pH. Sebagai eluen, umumnya dipilih senyawa yang bersifat polar, seperti buffer asam lemah, HCl, etanol, TFA,
28 ACN, butanol, dll. Hal ini sesuai dengan sifat peptida yang mudah larut dalam
pelarut polar. Deteksi peptida umumnya dilakukan dengan detektor UV atau
spektrofotometer pada panjang gelombang sinar UV. Peptida yang mengandung asam amino aromatik, pengukurannya dilakukan pada panjang
gelombang 240 nm, sedangkan peptida yang tidak mengandung asam amino aromatik diukur pada panjang gelombang 280 nm Austen, 1988. Peptida
yang tidak mengandung asam amino aromatik juga dapat diukur pada panjang gelombang kurang dari 220 nm, karena ikatan peptida menyerap kuat pada
panjang gelombang 214 nm Hagel, 1998. Pengidentifikasian peptida dapat dilakukan dengan menggunakan
analisis mass spectrometry dan analisis sekuen peptida penyusunnya baik dari ujung–C maupun ujung-N dapat dilakukan dengan alat amino acid analyzer.
Penggunaan alat amino acid analyzer tersebut baik dilakukan jika sudah diperoleh sampel peptida yang murni Lundblad dan Noyes, 1984. Namun
apabila diperkirakan masih berupa campuran maka lebih baik dilakukan identifikasi dengan HPLC Snyder, 1988 yang dipadu dengan MS ataupun
NMR Nuclear Magnetic Resonance Shima et al., 1998. HPLC High Performance Liquid Chromatographymerupakan teknik
kromatografi cair yang paling banyak digunakan sekarang ini. Alat HPLC ini dilengkapi dengan sistem pencampur pelarut eluen yang mampu
menghasilkan campuran untuk sistem gradien yang mengandung sampai empat pelarut yang berbeda. Dengan demikian kepolaran pelarut dapat diatur
sehingga bisa diperoleh pemisahan senyawa yang baik. Keuntungan menggunakan HPLC adalah proses analisis yang cepat
karena adanya tambahan tekanan, daya pisah yang baik karena interaksi antara sampel, fase diam dan fase gerak yang besar, kepekaan yang tinggi, selain itu
kolom yang digunakan bisa dipakai kembali, efektif untuk molekul besar dan ion, sampel tidak rusak karena bisa dilakukan pada suhu kamar sehingga bisa
dikoleksi Johson and Steveson, 1991. Kekurangan utama dari teknik HPLC ini adalah detektor. Tidak ada
detektor yang bisa digunakan untuk semua analisis, yang kepekaannya tinggi,
29 on-line
, dan murah, yang sebanding dengan FID Flame Ionitation Detektor yang digunakan pada kromatografi gas. Selain itu sampel yang dianalisis
harus larut dalam zat cair Gritter et al., 1991. Dalam kromatografi cair-cair seperti HPLC, fase stasioner merupakan
cairan yang dilapiskan pada permukaan zat padat penyangga dan dipakai sebagai bahan isian packing material untuk kolom. Ikatan antara zat padat
penyangga dan fase stasioner dapat berupa ikatan fisik dan kimiawi Adnan, 1997.
Menurut Adnan 1997, untuk mencapai efisiensi pemisahan yang maksimal dapat dicapai dengan mengatur kecepatan aliran fase mobil yang
kecil. Tetapi hal ini akan mengakibatkan analisis memakan waktu yang lebih lama. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan beberapa cara:
1. Menaikkan tekanan aliran fase mobil.
2. Mengurangi jarak yang ditempuh zat yang dianalisis dalam proses
partisi. Caranya ialah dengan menggunakan bahan isian packing material
yang diameternya kecil. Jenis HPLC yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis RP-HPLC
Reverse Phase - High Performance Liquid Chromatography, karena fase mobil eluen yang digunakan adalah pelarut polar dan fase stasionernya
menggunakan senyawa nonpolar Adnan, 1997. Susunan alat-alat yang dipakai untuk RP-HPLC ini tidak banyak berbeda
dengan kromatografi gas cair. Komponen utama alat yang dipakai adalah: reservoir zat pelarut untuk fase mobil, pompa, injektor, kolom, detektor, dan
recorder . Susunan alat RP-HPLC yang digunakan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 3.
30 Gambar 3. Reverse Phase- High Performance Liquid Chromatography
Reservoir yang digunakan harus memungkinkan untuk menghilangkan gas yang ada di dalam pelarut. Cara yang dipakai bisa dengan pemanasan,
perlakuan vakum, atau dengan mengalirkan gas yang bersifat inert kedalam pelarut. Pompa diperlukan untuk mengalirkan pelarut sebagai fase mobil
dengan kecepatan dan tekanan yang tetap. Gangguan pada pompa biasanya karena perawatan yang kurang teratur, yang disebabkan karena pelarut yang
tidak difiltrasi dengan baik, adanya elektrolit yang mengandung kadar klorida yang tinggi pada pH yang rendah, dan terjadinya endapan dalam pompa
Adnan, 1997. Sampel disuntikkan ke kolom dengan menggunakan katup injeksi, dimana
sampel dinjeksikan ke dalam holding loop. Kelemahan penggunaan injektor dengan loop ialah bahwa sampel diinjeksikan ke dalam fase mobil yang
letaknya tidak diujung kolom. Injeksi dengan loop dapat memberikan tendensi terjadinya pelebaran puncak Adnan, 1997.
Ukuran kolom yang dipakai pada HPLC pada umumnya dengan panjang 10-25 cm dan berdiameter 4.5-5.0., yang diisi dengan fase stasioner berukuran
rata-rata 5-10 µm, dan dibuat dari logam stainless steel. Detektor digunakan untuk mendeteksi keberadaan suatu senyawa yang telah dipisahkan di dalam
31 kolom. Sifat-sifat detektor yang harus dipenuhi adalah: mempunyai
sensitivitas yang tinggi, bersifat linear untuk jangka konsentrasi tertentu, dan dapat mendeteksi eluen tanpa mempengaruhi kromatogram. Detektor harus
tidak terlalu peka terhadap perubahan berbagai parameter terutama suhu dan tekanan. Beberapa detektor yang sering digunakan adalah detektor UV,
detektor fluoresensi, detektor konduktivitas, dan detektor indeks refraksi.
32
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan asin jambal roti yang diperoleh dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi Gambar 4. Ikan asin
sebelum diekstrak dilakukan penggorengan dengan minyak goreng merek Bimoli.
Gambar 4. Ikan asin jambal roti Fraksinasi dilakukan menggunakan membran 0,45
μm Millipore dan Molecular Weight Cut-Off
MWCO berturut-turut 10.000, 3.000 dan 1.000 dalton. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah asam klorida,
natrium hidroksida, perak nitrat, kalium kromat, natrium karbonat, tembaga sulfat, natrium kalium tartarat, bovin serum albumin, kalium sulfat E.
Merck, merkuri oksida, asam borat, etanol, natrium tiosulfat, indikator metil merah, indikator metil biru, pereaksi Folin-Ciocalteau.
Peralatan yang digunakan untuk persiapan sampel dan analisis adalah blender, peralatan gelas, pH meter Orion 410 A, neraca analitik AND GR-
200, sentrifus IEC Centra - 8, USA, freeze dryer Yamato, Japan, spektrofotometer Shimadzu UV-160 Shimadzu Co., Japan, stirred cell