Optimalisasi Penggunaan Bawang Putih Sebagai Pengawet Alami Dalam Pengolahan Ikan Asin Jambal Roti

(1)

IKAN ASIN JAMBAL ROTI

SAKINAH HARYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul:

Optimalisasi Penggunaan Bawang Putih Sebagai Pengawet Alami dalam Pengolahan Ikan Asin Jambal Roti

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang digunakan telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Bogor, 21 Juli 2006

Sakinah Haryati


(3)

SAKINAH HARYATI. Optimalization of Garlic Application as a Natural Preservative in Fermented Dried Salted Fish Product. Under the direction of MITA WAHYUNI, FARIDA ARIYANI, and SUGENG HARI WISUDO.

Garlic juice has been applied among traditiona l dried fish processors in Southern part of West Java in controlling blowfly infestation during drying of “jambal roti” made from marine water fish since long time ago. This research was conducted at Research Center of Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnology, Agency for Marine and Fisheries Research, The Ministry of Marine Affairs and Fisheries, on Petamburan V1, Slipi, Jakarta from July 2005 to February 2006. The purpose of this research was to determine the best concentration of garlic juice which can be applied to control blowfly infestation during drying of “jambal roti” made from patin fish (fresh water catfish). The specific purposes were to determine the effectiveness of soaking time in juice garlic concentrations and garlic juice effect to ward off to product quality during 4 weeks storage time at ambient temperature. Water catfish salted fishes were soaked in 10 minutes soaking in 9% garlic juice (the treatment from preliminary research), negative control (0%), and positive control i.e. soaking in 0,01% cypermethrin for 30 sec. and 4 hour soaking in 0,2% formalin before drying process. Dried salted fish product was storage during 4 weeks at ambient temperature.

The result showed that fresh water catfish (Pangasius hypophthalmus) had relative high meat rendement as about 34,40%-38,74%. The protein content of fresh fish meat was 17,58%. This was being a reason why catfish can be choose as a raw material of “jambal roti” due to its form, thickness, rendement, and high protein content.

Further, it was showed that 10 minutes soaking in 9% garlic juice could control blowfly infestations during sun drying for 32 hours. Base on negative control (51 blowflies) controlling of blowfly infestation reached 12% (45 blowflies) for 10 minutes soaking time in 9% garlic juice solution. For positive control, i.e. soaking in 0,01% cypermethrin for 30 sec. could control blowfly infestation up to 86% (7 blowflies) while 4 hour soaking in 0,2% formalin had controlling value up to 61% (20 blowflies).

Application of soaking in 9% garlic juice concentration for 10 minutes in processing “jambal roti” could reduce blowfly and larvae infestations and also inhibit quality degradation chemically, microbiologically, and organoleptic ally (aroma and fla vor) during 2 weeks storage time at ambient temperature. Although the effectiveness of garlic juice application in controlling blowfly infestation is relatively low, but the application of garlic juice produced better aroma and flavor than other treatments during storage periods without producing adversely effect on specific flavor at “jambal roti”.


(4)

SAKINAH HARYATI. Optimalisasi Penggunaan Bawang Putih Sebagai Pengawet Alami dalam Pengolahan Ikan Asin Jambal Roti. Dibimbing oleh MITA WAHYUNI, FARIDA ARIYANI, dan SUGENG HARI WISUDO.

Bawang putih sudah lama digunakan oleh pengolah ikan asin jambal roti di bagian Selatan Propinsi Jawa Barat untuk menghambat infestasi lalat selama penjemuran jambal roti yang terbuat dari ikan air laut. Penelitian telah dilaksanakan di Balai Besar Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta dari bulan Juli 2005 sampai Februari 2006. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang tepat dari sari bawang putih dalam menghambat infestasi lalat selama penjemuran jambal roti yang terbuat dari ikan patin (ikan air tawar), sedangkan tujuan khususnya adalah untuk menentukan pengaruh lama perendaman dalam berbagai konsentrasi sari bawang putih dan pengaruh sari bawang putih dalam menghambat terjadinya perubahan kualitas produk selama penyimpanan 4 minggu pada suhu ruang. Perlakuan yang digunakan adalah ikan patin asin sebelum proses penjemuran dilakukan perendaman dalam berbagai perlakuan yaitu perendaman dalam sari bawang putih konsentrasi 9% selama 10 menit (perlakuan terpilih dari penelitian pendahuluan), kontrol negatif (0%), dan kontrol positif yaitu perendaman dalam 0,01% cypermethr in selama 30 detik dan perendaman dalam 0.2% formalin selama 4 jam. Selanjutnya, produk jambal roti kering disimpan dalam suhu ruang selama 4 minggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan patin (Pangasiushypophthalmus) memiliki rendemen yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 34,40%-38,74%. Kandungan protein daging ikan patin segar adalah 17,58%. Hal tersebut menjadi alasan mengapa ikan patin dipilih sebagai bahan baku produk ikan asin jambal roti dikarenakan memiliki bentuk, ketebalan daging, rendemen, dan kandungan protein relatif tinggi.

Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman 10 menit 9% dalam sari bawang putih dapat menghambat aktivitas infestasi lalat selama penjemuran dengan sinar matahari selama 32 jam. Penghambatan mencapai 12% (45 ekor lalat) untuk perlakuan perendaman dalam 9% larutan sari bawang putih selama 10 menit dari kontrol negatif dengan penghambatan 0% (51 ekor lalat). Sedangkan untuk kontrol positif yaitu perlakuan perendaman dalam 0,01% cypermethrin selama 30 detik mempunyai nilai penghambatan sebesar 86% (7 ekor lalat), dan untuk perlakuan perendaman dalam 0.2% formalin selama 4 jam mempunyai nilai penghambatan sebesar 61 % (20 ekor lalat) dari kontrol negatif (0%)

Penggunaan sari bawang putih 9% dengan lama perendaman 10 menit dalam pengolahan jambal roti dapat menghambat infestasi lalat dan larva serta menghambat penurunan mutu kimiawi, mikrobiologi, dan organoleptik aroma dan rasa selama penyimpanan 2 minggu pada suhu ruang. Meskipun penggunaan sari bawang putih pada hasil penelitian ini memiliki efektivitas penghambatan relatif rendah tetapi memberikan nilai aroma dan rasa produk jambal roti ikan patin lebih baik selama penyimpanan dibandingkan dengan pelakuan lainnya serta tanpa mengurangi rasa dan aroma khas jambal roti.


(5)

IKAN ASIN JAMBAL ROTI

SAKINAH HARYATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains

Pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(6)

Nama : Sakinah Haryati

Nim : C 551030041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Mita Wahyuni, M.S Ketua

Ir. Farida Ariyani, M.Sc Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Kelautan

Prof. Dr.Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S


(7)

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tangga l 12 Juli 1975. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Sutarjo dan Ibu Pariah.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Sidomulyo I dan lulus tahun 1988, selanjutnya penulis meneruskan ke SMP Negeri I Pangandaran dan lulus tahun 1991. Selepas SMP, penulis melanjutkan ke SMA Negeri I Pangandaran dan lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) yang memilih jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Kesempatan menempuh pendidikan pascasarjana jenjang magister penulis peroleh pada tahun 2003 pada Program Studi Teknologi Kelautan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada Tahun 2001, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Akademi Perikanan dan Kelautan Srimukti (APKS) Cilacap.


(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai penyusunana tesis dengan judul “Optimalisasi Penggunaan Bawang Putih Sebagai Pengawet Alami dalam Pengolahan Ikan Asin Jambal Roti”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Ir. Mita Wahyuni, M.S selaku ketua pembimbing serta kepada Ibu Ir. Farida Ariyani, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Suge ng Hari Wisudo, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan tesis ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Sc selaku dosen penguji atas saran-saran yang telah diberikan.

2. Suami tercinta Sarip Jaenuddin, S.Pt atas segala kasih sayang, doa, dukungan, pengertian, semangat, dan bantua nnya.

3. Bapak, Ibu, dan kakakku sekeluarga atas doa dan dukungannya. 4. Direktorat Pendidikan Tinggi Depdiknas atas beasiswa BPPS-nya. 5. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan

Perikanan atas kerjasamanya dalam pembiayaan selama penulis melaksanakan penelitian.

6. Ibu dan Bapak Ir. Dadang Kartapura, M.M sekeluarga atas dukungan moril dan materil selama penulis studi di IPB.

7. R.A. Hangesti E. W., S.Pi, M.Si sekeluarga atas dukungan dan bantuannya.

8. Rekan-rekan yang melakukan penelitian beserta para peneliti di Balai Besar Riset Pengolaha n Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

9. Mas Nandang dan Mas Dwiyitno atas motivasi dan bantuan pemikiran yang telah diberikan.


(9)

11. Pa Cucu dan Bu Kenneky atas kebersamaan dan kerjasamanya.

12. Teman-teman TKL 2003: Nia, Mba Darmiyati, Pa Bahdad, Pa Ibrahim, Mba Eva, Bu Rinda, Wiwit, Zein, Pa Arief, Pa Bangkit, Pa Adam, Pa Sulaiman, Apri, Pa Ruspandi, Mahdi, Hasan, Andrius, Amir, Mba Lia. Teman- teman TKL 2002 dan TKL 2004, serta Sam, Ka Jum, Wiwit, Mba Nida, dan Ayun atas kebersamaan dan kerjasamanya.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga segala bantuan yag telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai amal kebaikan dan mendapat balasan yang lebih dari Allah SWT.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi perkembanga n ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Desember 2006


(10)

i

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 5

1.4 Hipotesis ... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Ikan Patin ... 7

2.2 Penggaraman dan Pengeringan ... 9

2.3 Pengolahan Jambal Roti ... 11

2.3.1 Jambal roti biasa atau asin (Burhanuddin et al., 1987) ... 11

2.3.2 Jambal roti super atau tawar (Burhanuddin et al., 1987)... 12

2.4 Sifat dan Standar Mutu Jambal Roti... 13

2.5 Kerusakan Jambal Roti ... 13

2.5.1 Lalat hijau (Chrysomya megacephala) ... 14

2.5.2 Lalat rumah (Musca domestica) ... 15

2.6 Pencegahan Infestasi Lalat ... 16

2.6.1 Bawang putih ... 17

2.6.2 Formalin ... 20

2.6.3 Cypermethrin ... 21

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat... 23

3.2 Bahan dan Alat ... 23

3.3 Metode ... 24

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 24

3.3.1.1 Persiapan pembuatan sari bawang putih (modifikasi metode Lawson et al., 1991)... 24


(11)

ii

3.3.2 Penelitian utama ... 26

3.3.2.1 Persiapan pembuatan sari bawang putih (modifikasi metode Lawson et al., 1991) ... 27

3.3.2.2 Pembuatan larutan garam ... 28

3.3.2.3 Pembuatan jambal roti ikan patin dan rancangan percobaan ... 28

3.4 Pengamatan dan Pengujian ... 29

3.4.1 Pengamatan infestasi lalat ... 29

3.4.2 Pengujian organoleptik ... 31

3.4.3 Pengujian kimiawi ... 31

3.4.3.1 Kadar air (AOAC, 1990) ... 31

3.4.3.2 Kadar abu (AOAC, 1990) ... 31

3.4.3.3 Kadar protein kasar (AOAC, 1990) ... 32

3.4.3.4 Kadar lemak kasar (crude fat) (AOAC, 1990) ... 33

3.4.3.5 Kadar garam (AOAC, 1990) ... 33

3.4.3.6 Total volatil basa (AOAC, 1990) ... 34

3.4.3.7 Nilai pH (AOAC, 1990) ... 35

3.3.1.2 Nilai aktivitas air ... 35

3.4.4 Pengujian mikrobiologi ... 36

3.4.4.1 Penentuan hitungan bakteri total (TPC) (Fardiaz, 1992) ... 36

3.4.4.2 Penentuan kapang (Fardiaz, 1992) ... 37

3.5 Analisis Data... 38

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan... 40

4.1.1 Infestasi lalat ... 42

4.1.2 Nilai organoleptik jambal roti ikan patin ... 46

4.1.2.1 Warna ... 46

4.1.2.2 Aroma ... 47

4.1.2.3 Rasa ... 49

4.2 Penelitian Utama... 50

4.2.1 Infestasi lalat dan larva ... 51

4.2.1.1 Infestasi lalat ... 51

4.2.1.2 Infestasi larva ... 53

4.2.2 Analisis kimiawi... 55


(12)

iii

4.2.3 Analisis proksimat ... 61

4.2.4 Analisis mikrobiologi ... 63

4.2.4.1 Nilai total plate count (TPC)... 63

4.2.4.2 Nilai kapang ... 64

4.2.5 Analisis organoleptik ... 66

4.2.5.1 Penampakan ... 66

4.2.5.2 Warna ... 67

4.2.5.3 Aroma ... 68

4.2.5.4 Tekstur... 69

5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(13)

iv

Halaman

1. Produksi nasional ikan patin /jamba l di perairan umum tahun

1999-2004... 8

2. Komposisi kimia ikan patin (Pangasius hypophthalmus ) per 100 gram daging ikan ... 9

3. Tipe ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak ... 9

4. Persyaratan mutu ikan asin kering (SNI 01-2721-1992)... 13

5. Hasil analisis kimia ikan patin segar ... 41

6. Hasil uji lanjut interaksi ... 44

7. Penurunan nilai rata-rata jumlah infestasi telur (t) dan larva lalat (lr) selama penjemuran jambal roti ikan patin... 54

8. Hasil analisis proksimat produk jambal roti ikan patin pada akhir penyimpanan suhu ruang ... 62


(14)

v

Halaman

1. Diagram kerangka pemikiran... ... 6

2. Ikan patin (Pangasiushypophthalmus)... ... 7

3. Transformasi unsur pokok bawang putih (Brewster, 1994)... ... 19

4. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan jambal roti ... ... 23

5. Bawang putih barietas lumbu hijau... ... 24

6. Diagram alir pembuatan jambal roti ikan patin dengan seluruh perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini... ... 27

7. Diagram alir pembuatan jambal roti ikan patin dengan seluruh perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini... ... 30

8. Histogram nilai rata-rata jumlah infestasi lalat selama proses penjemuran jambal roti ikan patin ... ... 42

9. Histogram nilai rata-rata organoleptik warna jambal roti ikan patin ... ... 47

10. Histogram nilai rata-rata organoleptik aroma jambal roti ikan patin ... ... 48

11. Histogram nilai rata-rata organoleptik rasa jambal roti ikan patin ... ... 49

12. Histogram nilai rata-rata jumlah infestasi lalat selama penjemuran jambal roti ikan patin ... ... 51

13. Histogram perubahan kadar air jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... ... 55

14. Histogram perubahan nilai aw jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... ... 57

15. Histogram perubahan nilai pH jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... ... 58

16. Histogram perubahan nilai TVB jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... ... 59

17. Histogram perubahan nilai TPC produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... ... 63

18. Histogram perubahan nilai kapang produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... ... 65 19. Histogram nilai rata-rata organoleptik penampakan produk jambal


(15)

vi

ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... ... 67 21. Histogram nilai rata-rata organoleptik aroma produk jambal roti

ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... ... 68 22. Histogram nilai rata-rata organoleptik tekstur produk jambal roti


(16)

vii

Halaman 1. Hasil analisis nilai infestasi lalat dengan Anova

(Penelitian Pendahuluan)... 78

2. Hasil analisis nilai rangking organoleptik dengan Kruskal-Wallis (Penelitian Pendahuluan) ... 79

3. Hasil analisis ragam infestasi lalat (Penelitian Utama)... 80

4. Hasil analisis ragam kadar air ... 80

5. Hasil analisis ragam nilai aw ... 81

6. Hasil analisis ragam nilai pH ... 81

7. Hasil analisis ragam nilai TVB ... 82

8. Hasil analisis ragam TPC ... 82

9. Hasil analisis ragam kapang... 83

10. Nilai organoleptik ... 83

11. Data fisik ikan patin ... 88

12. Hasil analisis kimia ikan patin segar... 88

13. Data pengamatan infestasi lalat (Penelitian Pendahuluan) ... 88

14. Nilai rata-rata organoleptik (Penelitian Pendahuluan)... 90

15. Nilai rata-rata infestasi lalat (ekor/hari) selama penjemuran jambal roti ikan patin (Penelitian Utama) ... 91

16. Nilai rata-rata kadar air produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan ... 91

17. Nilai rata-rata aw produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... 92

18. Nilai rata-rata pH produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... 92

19. Nilai rata-rata TVB produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang (mgN /100gr) ... 92

20. Nilai rata-rata TPC produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... 92

21. Nilai rata-rata jumlah kapang produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang ... 93


(17)

viii

23. Nilai rata-rata organoleptik warna produk jambal

patin selama penyimpanan suhu ruang ... 93 24. Nilai rata-rata organoleptik aroma produk jambal

patin selama penyimpanan suhu ruang ... 93 25. Nilai rata-rata organo leptik tekstur produk jambal

patin selama penyimpanan suhu ruang ... 94 26. Foto dokumentasi kegiatan penelitian pada proses pengolahan jambal

roti ikan patin (Pangasius hypophthalmus)……… 95 27. Produk jambal roti ikan patin dan jambal roti

ikan manyung/kadukang (komersial)... 96 28. Lembar pengujian organoleptik produk jambal roti


(18)

1. 1 Latar Belakang

Pengolahan ikan asin merupakan bagian terbesar dari usaha pengolahan ikan tradisional. Popularitas produk tersebut di kalangan nelayan pengolah, selain faktor penerimaan konsumen, juga disebabkan cara pengolahannya yang sederhana dan murah. Ikan asin merupakan salah satu hasil olahan yang mempunyai peranan penting dalam usaha pemanfaatan hasil tangkapan, pemasaran, maupun usaha pemenuhan gizi masyarakat.

Salah satu produk ikan asin yang paling digemari serta bernilai ekonomis tinggi adalah jambal roti yaitu ikan asin yang difermentasi. Istilah jambal roti timbul karena daging ikan yang telah digoreng rapuh dan mudah hancur seperti hancurnya roti panggang (Burhanuddin et al., 1987).

Jambal roti secara umum diolah dari ikan manyung (Arius thalassinus). Namun ketersediaan ikan manyung sangat tergantung pada hasil tangkapan alam yang fluktuatif sehingga pemenuhan ikan manyung sebagai bahan baku jambal roti memiliki kontinuitas rendah. Hal tersebut menyebabkan harga ikan relatif mahal, sehingga perlu dicari dan dikembangkan bahan baku yang memiliki sifat dan karakteristik yang mendekati ikan manyung dengan kontinuitas tinggi, harga relatif murah dan stabil.

Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu ikan yang hidup di perairan umum. Selain itu, juga merupakan salah satu ikan budidaya sehingga ketersediaan bahan baku dan keseragaman ukuran dapat tersedia dengan baik. Kelebihan ikan patin adalah memiliki tingkat pertumbuhan relatif cepat, dan daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi. Beberapa karakteristik fisik dan kimia ikan patin menyerupai ikan manyung yaitu memiliki daging cukup tebal dan memiliki protein tinggi sehingga dapat menjadi alternatif bahan baku produk jambal roti.

Prinsip pengolahan jambal roti sama dengan prinsip pengolahan ikan asin pada umumnya, yang terdiri dari proses penggaraman dan pengeringan. Pada proses pembuatan jambal roti dilakukan proses fermentasi sebelum pengeringan. Proses pengeringan jambal roti dilakukan di udara terbuka dengan memanfaatkan


(19)

sinar matahari. Ikan dijemur di atas para-para dari bambu beralaskan tikar atau waring dan sejenisnya. Kelemahan proses pengeringan dengan cara tersebut, selain mutu produk tidak seragam juga memungkinkan terjadinya infestasi lalat, terutama jenis lalat hijau (Chrysomya megacephala) dan lalat rumah (Musca domestica) yang membawa kotoran atau bibit penyakit dan bertelur. Telur lalat tersebut akan berkembang menjadi larva yang akan menimbulkan kerusakan dan menurunkan mutu jambal roti.

Penanggulangan kerusakan produk jambal roti yang disebabkan oleh lalat umumnya dilakukan dengan menggunakan insektisida kimia. Penggunaan bahan insektisida yang tidak sesuai dengan fungsi dan ukurannya dapat mengancam keamanan pangan bagi kons umen yang diakibatkan oleh residu bahan kimia dalam produk jambal roti. Menurut SNI-01-6366-2000, batas maksimum residu insektisida pada hasil pertanian produk daging dengan zat aktif cypermethrin sebesar 0.05 mg/kg (Dewan Standarisasi Nasional Indonesia, 2000). Kekhawatiran akan tingginya residu insektisida beracun pada produk menyebabkan banyak dilakukan penelitian untuk mendapatkan bahan insektisida nabati ramah lingkungan yang aman bagi kesehatan serta dapat mengendalikan lalat dan larvanya.

Peningkatan kesadaran akan keamanan pangan mendorong untuk melakukan penelitian mengenai insektisida alami sebagai alternatif penanggulangan gangguan dan infestasi lalat. Hingga kini lebih dari 2000 spesies tanaman telah diketahui mempunyai potensi insektisida diantaranya daun mimba (Azadhirachta sp.), serai (Andropogon sp.), dan bawang-bawangan (Allium sp.) (Desmukh et al., 1982). Indonesia memiliki keragaman spesies tanaman relatif tinggi sehingga berpotensi besar dalam pengembangan insektisida nabati. Salah satu tanaman yang memiliki potensi insektisida adalah bawang putih yang mengandung senyawa volatil berbau khas yang diduga tidak disukai lalat. Selain itu, tanaman tersebut merupakan tanaman budidaya sehingga keberadaan bahan baku dapat tersedia secara berkesinambungan. Daerah penyebaran bawang putih di Indonesia yaitu Sumatra Utara, Jawa Barat,Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok dan Nusa Tenggara Timur. Daerah-daerah tersebut sampai saat ini merupakan daerah penghasil utama bawang putih (Ditjentan, 1997).


(20)

Beberapa pengolah jambal roti (30%) di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat menggunakan bawang putih untuk menghambat serangan lalat dan pertumbuhan belatung (larva) selama penjemuran. Konsentrasi bawang putih yang digunakan bervariasi antara (20-50)%. Cara penggunaannya yaitu bawang putih setelah dikupas kemudian dihaluskan dan dicampur dengan air, tanpa disaring terlebih dulu larutan tersebut dioleskan pada bagian daging ikan asin dengan menggunakan tangan pada awal penjemuran. Mereka meyakini bahwa dengan menggunakan bawang putih meskipun masih terdapat serangan lalat selama penjemuran jambal roti namun tidak terjadi pertumbuhan larva atau penetasan telur menjadi larva. Penggunaan bawang putih sebagai alternatif dalam menghambat infestasi lalat selama penjemuran dapat memberikan pengaruh yang positif baik dari segi kesehatan dan mutu produk. Namun demikian, seberapa besar tingkat efektivitas dari bawang putih dalam menghambat infestasi lalat dan tumbuhnya larva lalat serta pengaruhnya terhadap mutu produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan belum diketahui.

Penelitian menggunakan sari umbi bawang putih (Allium sativum) untuk menghambat kerusakan yang disebabkan oleh infestasi lalat pada saat penjemuran ikan asin jambal roti dilakukan.

1.1 Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran

Produk perikanan tersedia dalam dua bentuk yaitu segar dan olahan. Salah satu produk olahan tradisional dari ikan yang masih mendominasi adalah ikan asin. Jambal roti merupakan salah satu produk dari ikan asin yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pengolahan produk tersebut umumnya masih dilakukan secara tradisional dimana proses pengeringan dilakukan pada udara terbuka dengan memanfaatkan sinar matahari. Kelemahan proses pengeringan dengan cara tersebut selain mutu produk tidak seragam juga memungkinkan terjadinya infestasi lalat. Infestasi lalat pada produk fermentasi berdaging tebal seperti jambal roti merupakan permasalahan yang cukup serius di lapangan. Hal tersebut disebabkan lalat sangat menyukai produk fermentasi ikan karena aroma produk yang sangat spesifik dan khas.

Dampak infestasi lalat pada produk jambal roti adalah penurunan mutu produk. Lalat yang hinggap selain membawa kotoran dan bakteri, juga


(21)

meninggalkan telur di atas produk. Telur lalat akan berkembang menjadi larva yang menyebabkan kerusakan dan menurunkan mutu jambal roti.

Pengendalian infestasi lalat di lapangan biasanya menggunakan bahan insektisida sintetis dengan cara menyemprotkannya pada ikan jambal roti sebelum penjemur an. Hal ini dapat membahayakan kesehatan manusia akibat dari residu insektisida pada produk jambal roti. Akibat konsumsi produk berpestisida secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan organ-organ hati, ginjal dan sistem syaraf serta bersifat karsino gen, bahkan dapat menyebabkan kematian (Tarumingkeng, 1992).

Kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan semakin meningkat sehingga mendorong untuk selektif memilih bahan makanan. Penelitian insektisida alami semakin banyak dilakukan sebagai upaya mencari alternatif untuk menggantikan insektisida sintetis. Upaya pencegahan infestasi lalat pada produk jambal roti juga mulai diteliti diantaranya dengan menggunakan sari buah atung (Solihin, 1997), namun secara organoleptik warna produk kurang menarik yaitu menjadi coklat karena pengaruh dari zat yang terdapat pada buah atung. Selain itu, juga telah dilakukan penelitian dengan menggunaan sari jerangau untuk mengendalikan infestasi lalat pada ikan kembung asin (Yulianto, 2002). Secara organoleptik warna dan aroma produk yang dihasilkan juga kurang diterima.

Salah satu bahan yang memiliki daya insektisida adalah bawang putih (Allium sativum). Efektivitas penggunaan bahan tersebut untuk menghambat infestasi lalat dan pertumbuhan belatung pada saat penjemuran jambal roti belum diketahui, walau telah digunakan oleh masyarakat. Pengaruh infestasi lalat dan larva pada produk jambal roti terhadap perubahan kualitas secara kimiawi, mikrobia dan organoleptik selama penyimpanan 4 minggu pada suhu ruang dengan pengemas plastik juga belum diketahui. Penelitian menggunakan sari bawang putih diharapkan dapat memberi informasi lebih detail tentang efektivitasnyan dalam menghambat infestasi lalat dan larva selama penjemuran jambal roti.

Kriteria yang perlu dimiliki oleh insektisida alami untuk menghambat infestasi lalat pada produk jambal roti adalah bahan tersebut tidak me ngubah sifat khas jambal roti baik penampakan, aroma, dan rasa, serta dapat memperpanjang daya awet produk, dan aman. Berdasarkan hal tersebut bawang putih memenuhi


(22)

kriteria yang disyaratkan. Keunggulan bahan tersebut adalah aman, bahan baku cukup tersedia, mudah didapat, dan tidak mengubah aroma khas jambal roti.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penggunaan sari umbi bawang putih dalam menghambat infestasi lalat selama penjemuran jambal roti ikan patin, sedangkan tujuan khususnya adalah:

1. Menentukan lama perendaman dan konsentrasi yang efektif dari sari umbi bawang putih dalam menghambat infestasi lalat selama penjemuran jambal roti ikan patin.

2. Mengevaluasi perubahan kualitas kimiawi, mikrobiologi, dan organoleptik jambal roti ikan patin dengan menggunakan sari bawang putih selama penyimpanan 4 minggu pada suhu ruang.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya mampu :

1. Memberi pilihan alternatif penanggulangan infestasi lalat dengan bahan ramah lingkungan yang terdapat di lingkungan sekitarnya.

2. Memberi manfaat praktis pada pengolah jambal roti dalam meningkatkan kualitas produk dengan memperhatikan prinsip-prinsip keamanan pangan bagi konsumen.

3. Memberi data tambahan guna pengembangan teknologi penanggulangan infestasi lalat.

1.3 Hipotesis

1. Sari bawang putih berpengaruh negatif terhadap infestasi lalat selama penjemuran jambal roti ikan patin.

2. Sari bawang putih berpengaruh positif terhadap kualitas kimiawi, mikrobiologi, dan organoleptik produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan 4 minggu pada suhu ruang.


(23)

Ikan

Ikan Olahan

Ikan Asin Jambal Roti Ikan Asin

Penjemuran

Infestasi lalat

Fermentasi

Lalat

Mutu Rendah

Memberi Alternatif dalam Menghambat Infestasi Lalat dan Perkembangan Larva Selama Penjemuran Jambal Roti

Insektisida Nabati

Syarat : - Aman

- Mudah didapat - Tidak mengubah

sifat organoleptik secara negatif Penanggulangan

Penelitian Bawang Putih

Jambal roti berkualitas baik

Gambar 1. Diagram kerangka pemikiran Jerangau, atung,

bawang putih - Daya simpan rendah

- Harga rendah - Daya terima rendah

Bertelur

Miasis


(24)

2.1 Deskripsi Ikan Patin

Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) menurut Saanin (1984) termasuk ke dalam:

Phyllum : Chordata

Sub phyllum : Vertebrata Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi

Sub ordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius hypophthalmus (Fowler).

Gambar 2. Ikan patin (Pangasiushypophthalmus)

Ikan patin memiliki ciri-ciri morfologi : badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan dan tidak bersisik. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala patin rela tif kecil dengan mulut terletak


(25)

di ujung kepala agak di sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pend ek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali sering disebut adipose fin, adapun sirip ekornya berbentuk cagak dan simetris. Sirip duburnya terdiri dari 30-33 jari- jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13 jari- jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang menjadi senjata dan dikenal sebagai patil (Susanto dan Amri, 1996).

Ikan patin merupakan salah satu ikan dasar (demersal), bersifat nokturnal (melakukan aktivitas di malam hari) sebagaimana ikan catfish lainnya. Selain itu, ikan patin suka bersembunyi di liang-liang di tepi sungai yang merupakan habitat hidupnya (Susanto dan Amri, 1996). Hal yang membedakan ikan patin dan ikan catfish pada umumnya yaitu sifat patin yang termasuk omnivora atau golongan ikan pemakan segala. Makanan ikan patin secara alami adalah ikan- ikan kecil lainnya, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, krustasea kecil, dan moluska.

Daerah penyebaran ikan patin meliputi negara India, Myanmar, Thailand, dan Indonesia. Ikan patin di Indonesia banyak tertangkap di sungai-sungai besar dan muara sungai di Sumatra bagian Selatan (Kabupaten Ogan dan Komering Ilir, Musi Banyu Asin), Kalimantan, dan Jawa. Penangkapan ikan patin menggunakan seser, jaring hanyut, dan pancing. Benih yang ditangkap dikembangkan sebagai ikan kultur di kolam-kolam (Djajadiredja et al., 1997). Produksi nasiona l ikan patin/jambal di perairan umum Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabe1. Produksi nasional ikan patin /jambal di perairan umum tahun 1999-2004

Tahun Produksi (Ton)

1999 2000 2001 2002 2003 2004

13,854 13,630 13,203 13,721 10,303 10,440 Sumber : Anonymous (2005)


(26)

Komposisi kimia pada ikan sangat bervariasi tergantung dari jenis ikan, jenis kelamin, kematangan seksual, umur, musim penangkapan dan habitat (Rahayu et al., 1992). Komposisi kimia yang terkandung dalam ikan patin disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia ikan patin (Pangasius hypophthalmus) per 100 gram daging ikan.

Kompo nen Jumlah (%)

Air 75,70

Abu 0,97

Protein 16,08

Lemak 5,75

Sumber : Anonymous (1998)

Berdasarkan komposisi protein dan lemaknya, ikan patin tergolong ikan berprotein tinggi dengan lemak sedang. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tipe ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak

Tipe Protein (%) Lemak (%)

A. Protein tinggi, lemak rendah B. Protein tinggi, lemak sedang C. Protein rendah, lemak tinggi

D. Protein sangat tinggi, lemak rendah E. Protein rendah, lemak sedang

15 – 20 15 – 20 <15 >20 <15

<5 5 – 15 >15 <5 >5 Sumber: Stansby (1963)

2.2 Penggaraman dan Pengeringan

Penggaraman merupakan suatu cara pengawetan yang didasarkan pada penurunan kadar air dan aw. Penggaraman merupakan proses awal pengolahan ikan, yang dilanjutkan dengan pengeringan, pengasapan ataupun perebusan. Penggaraman bertujuan untuk menghambat aktivitas mikroba dan enzim yang berperan dalam proses penurunan mutu. Hal tersebut dikarenakan garam NaCl memiliki kemampuan yang tinggi dalam menarik air secara osmotik sehingga menimbulkan plasmolisis pada sel bakteri. Di samping itu, garam berperan sebagai elektrolit kuat yang dapat merusak ikatan molekul air dalam protein (denaturasi). Denaturasi pada protein, terutama enzim, menyebabkan proses autolisis bahan terhambat (Zaitsev et al., 1969).


(27)

Prinsip penggaraman yang terjadi di dalam daging ikan adalah air akan melarutkan kristal garam. Larutan tersebut kemudian meresap ke dalam daging sehingga tercapai tekanan osmosis yang seimbang antara cairan di dalam dan di luar tubuh ikan. Larutan garam yang lebih pekat di luar tubuh ikan menyebabkan air di dalam tubuh ikan keluar, semakin lama cairan sisa dalam tubuh ikan semakin kental dan proteinnya akan menggumpal serta sel daging akan mengkerut (Moeljanto, 1992). Apabila garam dicampur dengan ikan, sebagian air dalam tubuh ikan akan tertarik keluar sedangkan molekul garam merembes masuk ke dalam tubuh ikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya garam yang masuk ke dalam daging ikan selama proses penggaraman antara lain: komposisi ikan, sifat permukaan, dan kondisi tubuh ikan, konsentrasi dan suhu larutan garam, metode penggaraman, dan komposisi garam yang digunakan (Moeljanto, 1992). Pada ikan yang mempunyai bentuk tubuh daging tebal proses penetrasi garam lebih lama bila dibandingkan dengan ikan- ikan kecil berdaging pipih. Selain hal tersebut, laju penetrasi garam dipengaruhi oleh metode penggaraman. Metode penggaraman campuran (penggaraman kering dan basah) dapat mempercepat proses penggaraman, begitu juga penggaraman dengan konsentrasi tinggi dapat mempercepat produk menjadi lebih asin.

Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kadar air bahan tersebut berkurang hingga batas tertentu agar mikroba tidak dapat berkembang (Winarno et al., 1980).

Tujuan pengeringan selain mengurangi kadar air, juga menghambat pertumbuhan mikroba dan menghambat kegiatan enzim pembusuk. Menurut Buckle et al. (1987) faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah:

1. Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, dan kadar air). 2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media

perantara pindah panas.

3. Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara).


(28)

4. Karakteristik alat pengeringan (efisiensi pemindahan panas).

Pengeringan dengan sinar matahari memiliki beberapa keunggulan diantaranya sumber panasnya murah, mudah didapat, dan berlimpah. Namun demikian, pengeringan dengan sinar matahari juga memiliki kelemahan diantaranya: tergantung keadaan cuaca dan tidak dapat diatur, umumnya dilakukan ditempat terbuka sehingga produk mudah terkontaminasi mikroba dan debu (Winarno et al., 1973).

2.3 Pengolahan Jambal Roti

Ikan asin jambal roti merupakan salah satu produk hasil penggaraman, yang dilanjutkan dengan proses fermentasi. Istilah jambal roti timbul karena daging ikan setelah digoreng rapuh dan mudah hancur seperti hancurnya roti panggang. Produk tersebut sangat disukai oleh masyarakat karena mempunyai aroma, tekstur yang empuk dan cita rasa yang khas. Keempukan tekstur jambal roti tersebut disebabkan oleh sempurnanya proses fermentasi.

Menurut Burhanuddin et al. (1987), cara pembuatan jambal roti pada setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri, tetapi pada prinsipnya sama yaitu kombinasi proses penggaraman, fermentasi, dan pengeringan. Perbedaanya terletak pada lama dan cara penggaraman. Penggaraman jambal roti dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu penggaraman kering (dry salting), penggaraman basah (brine salting), dan penggaraman campuran.

Pengolahan jambal roti dapat digolongkan menjadi dua yaitu jambal roti biasa atau asin dan jambal roti super atau tawar. Jambal roti bisa atau asin adalah jambal roti yang memiliki rasa relatif lebih asin dari jambal roti tawar, tekstur lebih keras, dan bahan baku biasanya dari ikan yang di-es. Sedangkan jambal roti super atau tawar yaitu jambal roti yang memiliki tekstur empuk atau masir dan biasanya menggunakan bahan baku dari ikan manyung segar (Burhanuddin et al., 1987). Cara pengolahan kedua jambal roti tersebut adalah sebagai berikut:

2.3.1 Jambal roti biasa atau asin (Burhanuddin et al., 1987)

Proses pengolahan jambal roti asin yaitu : ikan manyung yang di-es setelah dibeli dari tempat pelelangan ikan (TPI) tanpa dicuci terlebih dahulu langsung dipotong kepalanya dan dikeluarkan isi perutnya. Ikan dibelah dari punggung ke


(29)

arah perut dilanjutkan pada sisi yang lain dari bagian perut ke arah punggung. Supaya dapat dibuka lebar dua tulang pada bagian dekat sirip punggung dipotong, selanjutnya ikan langsung digarami selama satu malam. Konsentrasi garam yang digunakan berkisar 30–35%. Setelah satu malam, ikan dikeluarkan dari bak penggaraman dan dilakukan pencucian dengan menggunakan sikat untuk menghilangkan sisa garam dan kotoran lainnya. Sebelum ikan dijemur, bagian daging ikan diolesi dengan larutan bawang putih dan gula. Penjemuran ikan dilakukan dengan cara menjemur ikan di atas para-para bambu yang dilapisi waring berwarna hitam. Lama penjemuran selama dua sampai tiga hari atau sampai cukup kering. Jambal roti yang dihasilkan disimpan pada tempat penyimpanan dan sebagian dikemas plastik apabila akan dijual.

2.3.2 Jambal roti super atau tawar (Burhanuddin et al., 1987)

Proses pengolahan jambal roti super atau tawar yaitu: ikan manyung segar tanpa dicuci terlebih dahulu dipotong kepalanya dan dibuang isi perutnya, kemudian digarami dengan cara memasukkan garam ke dalam rongga perut ikan. Jumlah garam yang digunakan berkisar 30–35%. Selanjutnya ikan disusun dalam bak penggaraman setelah bagian dasar bak penggaraman diberi lapisan garam secukupnya. Setelah 1 malam, garam dikeluarkan dari rongga perut ikan dan garam tersebut digunakan kembali untuk menggarami bagian luar tubuh ikan, penggaraman dilanjutkan selama dua sampai tiga malam. Setelah tiga sampai empat hari penggaraman, ikan dibelah dari punggung ke arah perut dilanjutkan pada sisi yang lain dari bagian perut ke arah punggung, supaya dapat dibuka lebar dua tulang pada bagian dekat sirip punggung dipotong. Setelah pembelahan dilanjutkan dengan pencucian dengan cara ikan dicuci bersih dengan bantuan sikat untuk menghilangkan garam dan kotoran. Sebelum ikan dijemur diolesi larutan bawang putih dan gula secukupnya. Kemudian ikan dijemur di atas para-para bambu yang dilapisi waring warna hitam selama tiga sampai empat hari atau sampai cukup kering. Jambal roti super yang dihasilkan disimpan sementara menunggu pembeli dan sebagian dikemas plastik untuk dipasarkan.


(30)

2.4 Sifat dan Standar Mutu Jambal Roti

Sifat jambal roti dipengaruhi oleh bahan dan cara pengolahannya. Berdasarkan hasil penelitian Nasran et al. (1996) komposisi kimia ikan jambal roti ditentukan oleh cara pengolahannya. Mutu jambal roti dengan autolisis pada suhu ruang adalah yang terbaik, diikuti oleh jambal roti dengan autolisis dalam air dan mutu terakhir adalah jambal roti dengan autolisis dalam water bath pada suhu 30oC.

Ikan jambal roti mempunyai aroma yang khas dengan tekstur yang rapuh. Damayanti (1995) menyebutkan bahwa bau dan aroma jambal roti berhubungan dengan kadar air produk sebagai pengantar flavor dan bau pada produk. Berdasarkan penelitiannya skor tertinggi aroma jambal roti diperoleh pada konsentrasi gula 40%, garam 20%, dan kadar air 43,81%.

Berdasarkan proses pengolahan jambal roti yang meliputi penggaraman dan pengeringan, maka produk tersebut dapat dikelompokkan ke dalam ikan asin kering. Standar mutu ikan asin kering menurut SNI 01-2721-1992 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persyaratan mutu ikan asin kering (SNI 01-2721-1992)

Jenis Analisa Persyaratan Mutu

a. Organoleptik

- Nilai minimum - Kapang

b. Mikrobiologi

- TPC/gram, maks

- E. Coli, MPN/gram, maks - Salmonella**

- Vibrio cholera**

- Staphylococcus aureus** c. Kimia

- Air, %bobot/bobot, maks - Garam,%bobot/bobot, maks - Abu tak larut dalam asam,

%bobot/bobot, maks

6,5 Negatif

1 x 105 1 x 103 Negatif Negatif 1 x 103

40 20 1,5

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional Indonesia (1992)

2.5 Kerusakan Jambal Roti

Seperti halnya ikan asin biasa, kerusakan jambal roti pada umumnya disebabkan oleh bakteri, cendawan dan serangga. Ketiga penyebab tersebut


(31)

sering menyerang secara bersamaan, kadang-kadang serangga selain dapat langsung menyerang jambal roti juga merupakan pembawa bakteri dan cendawan. Infestasi serangga terhadap jambal roti biasanya terjadi pada saat ikan dijemur.

Kismiyati (1995) menyatakan terdapat enam jenis lalat yang ditemukan menghinggapi ikan asin selama penjemuran di Muara Angke dan Muara Baru,

Jakarta yaitu: lalat hijau Chrysomya megacephala (55%), C. saffranea (2,22%), C.bezziana (0,55%), Lucillia cuprina (10,55%), lalat rumah Musca domestica (31,13%), dan lalat blirik Sarchophaga sp. (0,55%). Sedangkan jenis bakteri yang biasanya terbawa oleh lalat adalah Bacillus, Acinetobacter, Corynebacterium, Enterobacter, Micrococcus, Moraxella, Staphilococcus dan Vibrionaceae yang jumlahnya sekitar 104 sampai 108 per ekor lalat (Heruwati dan Saleh, 1989). Selain bakteri, lalat Chrysomya megacephala, C. rufifaces, dan Sarcophaga spp. juga membawa telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichiuruis trichiuura (Sulaiman et al., 1989). Jenis-jenis cendawan yang banyak ditemukan pada ikan asin di Indonesia adalah Polypaecilum piscae (42%), Aspergillus niger (37%), dan A. flavus (27%). Kerusakan ikan asin yang cukup besar pada saat penjemuran adalah adanya infestasi lalat. Jenis lalat yang biasanya banyak melakukan infestasi pada ikan asin saat penjemuran antara lain lalat hijau (Chrysomya megacephala) dan lalat rumah (Musca domestica).

2.5.1 Lalat hijau (Chrysomya megacephala )

Lalat hijau memiliki ciri-ciri tubuh berwarna hijau atau kehijauan, mengkilat dan berpotensi menimbulkan miasis (berbelatung) baik pada manusia, hewan maupun bahan makanan lain. Lalat hijau merupakan lalat dari famili Calliphoridae yang mempunyai daerah penyebaran luas. Borror et al. (1992) menyatakan lalat hijau umumnya sebagai pemakan zat- zat organik yang membusuk, larva hidup di dalam bangkai dan bahan-bahan yang serupa.

Lalat hijau mengalami metamorfosa yang sempurna, diawali dengan telur kemudian menjadi larva, pupa dan bentuk imago atau dewasa. Awalnya telur diletakkan oleh lalat dewasa secara berkelompok-kelompok. Lalat betina meletakan telur setelah 15,7–24 hari dari masa eklosi atau masa perubahan dari pupa menjadi lalat dewasa pada suhu 24–28,5oC dan kelembaban 86,0–94,6%. Sebelumnya lalat betina hinggap dan berjalan-jalan di atas media peneluran


(32)

sambil mencari celah-celah terlindung untuk menentukan telurnya. Kemudian lalat betina akan mengempiskan perutnya dan badannya kemudian beberapa ruas akhir abdomen sebagai alat untuk mengeluarkan telur (ovipositor) akan menjulur ke luar. Lalat tersebut mulai mengeluarkan telurnya pada lokasi yang sesuai, dan keberadaan lalat lain yang mengelilingi media pene luran tidak mengganggu lalat betina tersebut untuk menuntaskan proses bertelur (Soviana, 1996). Selama hidupnya lalat hijau betina dapat menghasilkan rata-rata 687,5–1690 butir telur yang dapat bertelur sebanyak 4–6 kali. Waktu yang diperlukan untuk melengkapi siklus hidup dalam media daging mentah pada suhu 24–28,5oC dengan kelembaban 85–95% adalah selama 24–33 hari.

2.5.2 Lalat rumah (Musca domestica)

Lalat rumah merupakan lalat dari famili Muscidae, berkembang biak dalam kotoran dari semua jenis dan seringkali sangat berbahaya (Borror et al., 1992). Lalat tersebut memiliki adapatasi yang tinggi dan habitat yang disukai adalah sampah dan limbah rumah tangga dengan suhu lingkungan diatas 15,6oC, serta memiliki kemampuan untuk berkembang biak secara terus- menerus sepanjang tahun.

Siklus hidup lalat sejak dari telur hingga menjadi dewasa sekitar 30 hari. Setiap perkawinan, lalat akan menghasilkan 100 butir telur yang berwarna putih kekuningan. Telur menetas menjadi larva stadium I yang berlangsung selama 5 hari dan berkembang menjadi larva stadium II sampai V selama 5 hari dan kemudian menjadi lalat. Lalat rumah mengalami metamorfosa sempurna dalam hidupnya yaitu stadium telur, larva, pupa, dan dewasa. Lalat betina meletakkan telur dalam bentuk onggokan. Telur diletakan dalam empat atau enam onggokan dan setiap onggokan mengandung kurang lebih 120 telur. Telur-telur diletakkan oleh lalat betina selama 4–8 hari.

Sebelum meletakan telurnya, lalat rumah betina akan memilih media yang sesuai bagi kelangsungan perkembangan larva untuk persediaan makanannya. Telur lalat tersebut tidak tahan kekeringan dan panas dan hanya bertahan pada suhu 15–40oC. Tempat atau benda yang disukai lalat untuk meletakkan telurnya adalah makanan ternak, limbah ternak, feses hewan piaraan dan manusia. Faktor-faktor yang menarik lalat untuk meletakkan telurnya adalah bau dan kehangatan


(33)

feses. Telur lalat dapat berkembang dengan baik dan dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu akan membutuhkan waktu inkubasi relatif lebih singkat.

Tahap pertumbuhan lalat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu, keadaan lingkungan, kelembaban, dan tempat berkembang biak. Akhir siklus hidup ditandai dengan munculnya lalat dewasa. Lalat jantan dan lalat betina dewasa dapat dibedakan dari ukuran tubuhnya. Menurut Solusby (1982) panjang ukuran tubuh lalat betina berkisar 6,5–7,5 mm sedangkan panjang lalat jantan berukuran 5,6–6,5 mm. Selain itu, pada lalat betina kedua matanya tidak saling bersinggungan.

Penyebab kerusakan la in yang disebabkan oleh infestasi lalat pada saat penjemuran ikan asin adalah infestasi larva. Larva berasal dari telur lalat yang menetas. Infestasi larva lalat terjadi pada jaringan hidup manusia dan vertebrata, serta pada jaringan yang telah mati yang disebut miasis (belatungan). Berdasarkan kebiasaan lalat, miasis dikelompokkan menjadi miasis obligat yaitu bila larva hanya terdapat pada jaringan hidup dan miasis fakultatif yaitu bila larva terdapat pada jaringan mati atau luk a yang membusuk (Spradberry, 1991). Kismiyati (1995) melaporkan bahwa stadium larva berlangsung selama 6-7 hari.

Akibat miasis tersebut dapat menyebabkan kerusakan utama pada produk ikan asin termasuk diantaranya jambal roti. Seperti yang dilaporkan Esser (1990) bahwa lalat hijau menjadi penyebab utama kerusakan produk ikan asin di delapan propinsi di Indonesia dan tiga propinsi di Thailand, terutama selama penjemuran. Sedangkan besarnya kerugian akibat infestasi larva itu dilaporkan oleh Anggawati et al. (1989) dapat mencapai 30 % terutama pada musim hujan.

2.6 Pencegahan Infestasi Lalat

Pencegahan infestasi lalat terhadap ikan asin khususnya jambal roti dapat dilakukan sejak proses penanganan dan pengolahan khususnya pada saat perendaman dengan mengusahakan tempat perendaman tertutup. Selama ini untuk menanggulangi kerusakan jambal roti oleh lalat, beberapa nelayan telah menggunakan insektisida sintetik. Penggunaan bahan-bahan tersebut tanpa disadari dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia karena sifatnya yang akumulatif dalam tubuh. Sudah selayaknya penggunaan bahan tersebut dihindari.


(34)

Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian insektisida nabati untuk menanggulangi masalah infestasi lalat pada jambal roti mulai dilakukan. Solihin (1997) melaporkan pembaluran serbuk ekstrak biji atung (Parinarium glaberrimum HASSK) pada jambal roti dapat menurunkan total infestasi lalat hijau dan larva yang dihasilkan. Yulianto (2002) melaporkan penggunaan rimpang jerangau (Acorus calamus) dapat menurunkan investasi lalat selama penjemuran ikan kembung asin. Salah satu tanaman yang memiliki potensi insektisida alami yang diharapkan dapat digunakan untuk menghambat infestasi lalat pada saat penjemuran jambal roti adalah bawang putih.

2.6.1 Bawang putih

Bawang putih (Allium sativum) termasuk dalam famili Liliaceae. Bawang putih selain digunakan sebagai bumbu, juga digunakan sebagai obat, misalnya untuk penyakit darah tinggi, maag, luka dan lain- lain. Kandungan kimia rata-rata umbi bawang putih segar baik ukuran umbi besar dan kecil adalah padatan terlarut total 38,4%, asam 0,28%, vitamin C 21,90%, dan air 67,90% (Sjaifullah dan Sabari, 1988).

Bawang putih memiliki potensi insektisida sebagai pembunuh hama yang sangat efektif. Menurut Fulder et al. (1999) bahwa bawang putih dapat digunakan sebagai obat anti hama tanaman atau pestisida nabati. Tanaman bakung yang ditanam secara berselang seling dengan bawang putih dapat terlindung dari serangan hama dan ditemukan banyak lalat yang mati di sekitar butiran umbi bawang putih. Selain itu, bawang putih memiliki kemampuan membunuh berbagai jenis serangga, khususnya dapat membunuh semua jentik-jentik nyamuk dengan menggunakan cairan saripati bawang putih alami dengan ukuran satu sendok teh atau 5 ml jus bawang putih dalam 1000 l. Dinyatakan juga bahwa bawang putih mentah lebih efektif dibandingkan dengan cairan minyak bawang putih olahan karena unsur aktifnya yaitu diallyl sulfida dan diallyl trisulfida pada bawang putih mentah masih utuh.

Bubur bawang putih menghasilkan minyak yang mengandung dialliyl sulfida. Kata allyl berasal dari allium bawang putih. Identifikasi bagian utama minyak bawang putih mengandung diallyl sulfida sebanyak 60% dan 20% diallyl trisulfida serta bagian sulfur lain. Bawang putih yang dikupas tanpa dipotong tidak akan mengeluarkan rasa dan bau aslinya namun bawang putih akan berbau tajam hanya jika diiris, ditumbuk atau dicincang karena jaringannya menjadi


(35)

rusak. Dalam istilah kimia senyawa sulfur tersebut adalah diallyl thiosulphinate atau yang disebut dengan alisin. Senyawa aktif tersebut bersifat bakterisidal, terlalu reaktif dan cenderung tidak stabil. Hanya beberapa hari saja dapat berubah menjadi senyawa sulfur yang berminyak yang sangat berbau tajam, seperti diallyl disulfida, yang merupakan kandungan utama pada bawang putih (Fulder et al., 1999)

Komponen bawang putih yaitu alin mengalami perubahan lebih lanjut alisin. Alin merupakan salah satu komponen kimia bawang putih yang berupa asam amino yang kaya sulfur. Perubahan alin menjadi alisin disebabkan oleh adanya enzim alinase dimana keberadaan antara alin dan alinase memiliki tempat terpisah pada setiap sel-sel bawang putih (Fulder et al., 1999).

Alin merupakan asam amino. Salah satu jenis asam amino yang mengandung sulfur disebut cysteine. Cystein dapat membantu terbentuknya semua jenis asam amino yang mengandung sulfur pada bawang putih, bawang prei, lobak, kol, bawang bakung dan sebagainya. Semua tanaman umbi-umbian yang mengandung unsur sulfur memiliki rasa sangat kuat (pedas) dan perih. Transformasi unsur pokok bawang putih adalah sebagai berikut: asam amino normal yang mengadung sulfur (cysteine). Adanya pelukaan terhadap bawang putih menyebabkan bekerjanya enzim alinase yang mengubah Alin menjadi Alisin yang bersifat reaktif, pedas, dan tidak stabil, yang lebih lanjut akan berubah manjadi diallyl sulfida dan sulfida lain (unsur pokok minyak bawang putih yang berasa dan berbau keras, serta aktif secara medis).

Pada umbi bawang putih, segera setelah sel-sel hancur, baik ditumbuk atau dicincang, alisin akan keluar. Sedangkan yang ditumbuk dalam keadaan segar tetap mengandung alisin asli. Bawang putih memiliki khasiat pada aroma dan rasanya yang pedas. Oleh karena itu sebaiknya bawang putih tidak disimpan terlalu lama, karena akan kehilangan khasiatnya. Bawang putih apabila dipanaskan dan disimpan dalam waktu yang lama, rasa dan aroma akan menguap ke udara. Transformasi unsur pokok bawang putih dapat dilihat pada Gambar 3.

Jumlah unsur pokok aktif bawang putih yaitu alin dan sulfur berva riasi dan sangat tergantung pada lokasi tumbuhnya dan metode pengolahannya. Perbedaan kandungan sulfur pada bawang putih menjadi sangat penting. Jumlah sulfur sangat menentukan tingkat aromanya, yang menjadi ukuran tinggi rendahnya


(36)

mutu atau khasiat bawang putih. Bentuk dan ukuran bawang putih bukan patokan untuk menentukan jumlah kandungan sulfurnya.

Gambar 3. Transformasi unsur pokok bawang putih (Brewster, 1994) Kandungan alisin atau alin pada umumnya ditemukan sekitar 50% lebih besar daripada minyak. Setiap butir bawang putih menga ndung rata-rata 60% air; 1 gram karbohidrat (90% berbentuk zat tepung yang disebut sinistrin); 0,2 gram protein; 0,05 gram fiber; 0,01 gram lemak; Vitamin A; Vitamin B, dan Vitamin C. Selain itu, bawang putih juga mengandung mineral kelas tinggi yaitu tembaga, besi, seng, timah, kalsium, batu kali, aluminium, germanium, dan selenium.

Menurut Freeman (1979) bawang putih memiliki bau dan rasa yang berbeda-beda oleh adanya turunan S-propil dan S-propenil. Prekusor utama pada bawang putih yaitu S-(2-propenil)-sistein sulfoksida oleh enzim aliinase terhidolisis membentuk 2-propenil 2-propene tiosulfat (diallyl tiosulfat, alisin). Bawang putih yang diekstrak dengan destilasi uap akan menghasilkan dialyl sulfida yang merupakan komponen utama dalam hancuran bawang putih yang terdapat pada head space. Bawang putih yang diekstrak dengan etanol dan air pada suhu ruang akan menghasilkan alisin dan bila diekstrak dengan etanol murni pada suhu dibawah 0oC dihasilkan alin (Block, 1985).

Komponen sulfur pada bawang putih selain memberikan flavor yang khas juga memiliki beberapa sifat sebagai senyawa biologis yang aktif. Senyawa bioaktif tersebut antara lain: alisin yang bersifat bakterisidal dan antiradang; alin yang bersifat antitrombotik; gurwithrays yang bersifat merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan pada semua fungsi tubuh; dan


(37)

scordinin yang dapat mempercepat pertumbuhan, menyembuhkan penyakit kardiovaskular dan sebagai antioksidan serta methyl alliin trisulfida yang dapat mencegah pembekuan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah ke jantung dan otak (Soetomo, 1987).

Komponen utama dialyl thiosulfinat yang terbentuk dalam homogenat bawang putih, yaitu alisin dan alilmetilthiosulfinat (Lawson et al., 1991). Kedua komponen tersebut bila mengalami proses destilasi uap pada suhu 100oC akan terdegradasi membentuk dialil disulfid, dialil trisulfid, dimetil trisulfid, metilalil disulfid dan metilaliltrisulfid.

Alisin yang terbentuk pada jaringan bawang putih yang terluka akan terdekomposisi dengan sendirinya membentuk asam 2-propana-sulfonat dan thioakrolein. Kondensasi dari dua molekul asam 2 propana sulfonat akan membentuk kembali alisin. Kondensasi dari dua molekul thioakrolein menghasilkan dua macam komponen siklik, yaitu 2-vinil-(4H)-1,3-dithiin dan 3-vinil-(4H)-1,2-dithiin. Selain itu, dekomposisi alisin juga terjadi apabila 3 molekul alisin bergabung dan menghasilkan 2 molekul 4,5,9-trithiadodeka -1,6,11-trene-9-oksida atau disebut sebagai ajoene. Komponen turunan alisin terdiri dari vinyldithin dan ajoen. Alisin dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dari reaksi oksidasi dialildisulfid dan dari homogenat bawang putih. Kedua cara tersebut akan menghasilkan alisin sintetis. Untuk sint etis vinyldithiin dapat digunakan alisin yang berasal dari homogenat bawang putih (Lawson et al., 1991).

2.6.2 Formalin

Formalin merupakan larutan tidak berwarna dan berbau sangat menyengat yang mengandung 37% formaldehid. Formaldehid adalah aldehid paling sederhana, berbentuk gas, tak berwarna dengan bau yang menyegat, senyawa bersifat sangat reaktif, dan dapat menghancurkan daya katalis enzim serta menyebabkan jaringan hati mengeras. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai penstabil. Metanol atau disebut juga alkohol kayu bersifat sangat beracun. Jika metanol masuk dalam tubuh melalui saluran cerna dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan sementara atau tetap karena dapat merusak saraf mata (Wilbraham dan Matta, 1992).

Formalin digunakan untuk mengawetkan spesimen hayati. Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah senyawa formaldehid dalam larutan akan


(38)

bergabung dengan senyawa protein dari jaringan sehingga membuatnya keras dan menjadi tidak larut air atau stabil. Keadaan tersebut dapat mencegah terjadinya pembusukan spesimen. Formalin dalam larutan dikenal luas sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri (Wilbraham dan Matta, 1992). Menurut Hugo dan Rusel (1987) menyatakan bahwa mekanisme formaldehid dalam menghambat sel bakteri disebabkan oleh kemampuan formaldehid mempengaruhi enzim-enzim yang terdapat pada membran dan sitoplasma sel.

Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain: fomol, morbirid, methanal, formic aldehyde, methyl oxide, oxymethylene, methylene aldehyde, oxomethane, formoform, formalith, karsan, methylene glycol, paraforin, polyoxymethylene plycols, superlysoform, tetraoxymethylene, dan tioxane (Anonymous, 2005).

Dampak formalin pada kesehatan manusia dapat bersifat :

1. Akut yaitu efek pada kesehatan manusia yang langsung terlihat seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut, dan pusing.

2. Kronik yaitu efek pada kesehatan manusia yang terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang seperti terjadi iritasi, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, system syaraf pusat, menstruasi, dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen.

Mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek sampingnya terlihat setelah jangka panjang karena terjadi akumulasi dalam tubuh. (Anonymous, 2005).

2.6.3 Cypermethrin

Cypermethrin adalah salah satu insektisida pyretroid yang merupakan insektisida sintetis dari derivat alami yang relatif lebih aman bagi manusia dibandingkan dengan insektisida sintetis yang bukan derivat alami seperti dari golongan organofosfat dan karbamat. Penggunaan insektisida jenis ini banyak digunakan untuk melindungi hasil pertanian dari serangan hama dan membasmi lalat pada industri peternakan (Tarumingkeng, 1992).

Cypermethrin memiliki nama kimia alpha-cyano-3-phenoksi-benzil cis, trans-3-(2,2-diclorovinyl)-2,2-dimethylcyclopro-panekarboksilat. Rumus molekul


(39)

cypermethrin adalah C22H19Cl2NO3, berat molekul 416,30 dan senyawa sianida

sebagai zat aktif insektisida (Anonymous, 1997).

Nama dagang dari cypermethrin antara lain Ripcord 10 EC, Cymbush 25 EC dan Barricade. Cypermetrin berwujud cairan kental, berbau menyengat, rela tif tidak menguap, stabil terhadap panas, dan larut dalam pelarut non polar (aceton, alkohol, xylene, dan khloroform), serta mempunyai kelarutan yang rendah dalam air (0,009 ppm). Hasil penelitian Nitibaskara (1990) mengenai penggunaan insektisida dalam mengendalikan serangan serangga pada pengolahan serta penyimpanan ikan asin jambal roti menyimpulkan bahwa penggunaan cypermethrin dengan konsentrasi 0,01% selama perendaman 30 detik cukup efektif untuk mencegah serangan lalat hijau (Chrysomya megacephala) selama pengolahan ikan asin jambal roti.


(40)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai Februari 2006 di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jl. Petamburan VI, Slipi, Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain ikan patin, garam, bawang putih dan air. Ikan patin diperoleh dari kolam pembesaran di Desa Curug, Kec. Parung, Bogor. Ikan patin yang digunakan sebagai bahan baku jambal roti sebelumnya dipuasakan selama 1 minggu. Garam yang digunakan adalah garam rakyat ukuran sedang. Bawang putih segar dan garam diperoleh dari Pasar Palmerah Jakarta dengan asal pengiriman dari Kediri, aquadest, dan bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis kimia. Gambar ikan patin dan bawang putih yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan jambal roti


(41)

Gambar 5. Bawang putih lumbu hijau

Peralatan yang digunakan adalah tong plastik, pisau, talenan, timbangan, gelas ukur, pipet, tempat perendaman, ember, peralatan uji kimia (oven, labu Kjehldal, dsb), peralatan uji mikrobiologi (cawan petri, lup, lampu bunsen, dsb).

3.3 Metode

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama perendaman dan konsentrasi ekstrak umbi bawang putih yang efektif dalam menghambat infestasi lalat selama penjemuran jambal roti ikan patin.

Penelitian pendahuluan terdiri dari persiapan pembuatan ekstrak umbi bawang putih, pembuatan larutan garam, dan metode penelitian.

3.3.1.1Persiapan pembuatan sari bawang putih (modifikasi metode Lawson et al., 1991)

Untuk membua t sari bawang putih dengan konsentrasi 3%, 6%, dan 9%, sebanyak 150 gr, 300 gr, dan 450 gr umbi bawang putih yang telah dikupas kulitnya diblender, kemudian masing- masing dilarutkan dalam aquadest hingga mencapai 5 liter. Larutan bawang putih didiamkan selama 15 menit pada suhu ruang, kemudian disaring dan digunakan untuk merendam jambal roti ikan patin sebelum proses penjemuran.


(42)

3.3.1.2 Pembuatan larutan garam

Garam yang digunakan dalam penelitian adalah garam kristal ukuran sedang. Jumlah garam yang digunakan adalah 30% dari berat ikan patin yang telah disiangi bentuk gutted. Total berat ikan dari 48 ekor ikan sebanyak 22.064 gr sehingga kebutuhan garamnya (30%) sebanyak 6619,2 gr.

Garam dibagi menjadi dua bagian, satu bagian untuk dimasukkan ke dalam rongga perut ikan yaitu 1.019,2 gr atau masing- masing diisi 21,23 gr dan sisa garam sebanyak 5.600 gr dilarutkan dalam air hingga menjadi 16 liter untuk membuat larutan garam jenuh. Larutan garam dibuat 3 jam sebelum pemakaian dan dilakukan penyaringan terlebih dulu sebelum digunakan untuk merendam ikan.

3.3.1.3 Pembuatan jambal roti ikan patin (modifikasi metode Nasran et al., 1996)

(1) Ikan patin segar (hidup) sebanyak 48 ekor diambil secara acak sebanyak 10 ekor kemudian diberi tanda, untuk pengukuran mutu fisik yang meliputi : panjang total, panjang baku, tebal, penimbangan bobot utuh, bobot bentuk gutted, dan bobot kering jemur.

(2) Semua sampel ikan patin segar disiangi bentuk gutted, dicuci, ditiriskan, dan ditimbang bobotnya. Penyiangan dilakukan di tempat pembelian ikan.

(3) Ikan dimasukkan ke dalam wadah semi tertutup dan dibiarkan pada suhu ruang (diautolisis dengan tujuan untuk mendapatkan tekstur jambal roti yang masir atau empuk) selama 6 jam. Lama autolisis dihitung sejak ikan disiangi di tempat pembelian ikan hingga di tempat penelitian.

(4) Ikan kemudian digarami dengan cara memasukkan garam ke dalam rongga perut ikan, sisa garam kemudian dibuat larutan garam jenuh. Jumlah garam kurang lebih 30 % dari berat ikan bentuk gutted.

(5) Ikan disusun dalam blong plastik, kemudian larutan garam jenuh yang sudah disaring dimasukkan. Bagian atas ikan diberi pemberat, kemudian blong ditutup agar tidak ada infestasi lalat. Penggaraman dilakukan selama 48 jam. (6) Setelah penggaraman, ikan dicuci, ditiriskan, ditimbang, dan dibelah dari arah


(43)

(7) Ikan asin dibagi secara acak menjadi 4 kelompok untuk dilakukan perendaman dalam larutan bawang putih pada taraf konsentrasi 0%, 3%, 6%, dan 9%. Lama perendaman yang digunakan terdiri dari 4 taraf yaitu: selama 0 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Setiap kelompok terdiri dari 12 ekor ikan yang direndam dalam satu wadah. Perendaman sampel berturut-turut dilakukan untuk sampel dengan lama perendaman 15 menit, 10 menit, 5 menit, dan 0 menit. Pengangkatan sampel dilakukan secara bersamaan. (8) Ikan dijemur di atas para-para selama 3 hari (hingga kering jemur). Selama

proses penjemuran dilakukan pengamatan terhadap infestasi lalat. Setelah dua hari penjemuran dilakukan pembalikan dan daging yang tebal ditoreh untuk mempercepat proses pengeringan. Kemudian10 ekor produk jambal roti yang diberi tanda ditimbang dan dicatat untuk menghitung rendemen produk, untuk selanjutnya bersama sampel yang lainnya dilakukan uji organoleptik dengan parameter warna, aroma, tekstur, dan rasa

Parameter yang diamati pada penelitian pendahuluan adalah infestasi lalat selama penjemuran dan organoleptik (penampakan, aroma, tekstur, dan rasa). Analisis proksimat bahan baku ikan dan bahan baku bawang putih yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu juga dilakukan. Selain itu juga dilakukan penghitungan rendemen jambal roti ikan patin kering. Diagram alir penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 6.

3.3.2 Penelitian utama

Perlakuan lama perendaman dan konsentrasi yang efektif hasil penelitian pendahuluan digunakan dalam penelitian utama. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan kualitas jambal roti ikan patin dengan menggunakan ekstrak umbi bawang putih selama penyimpanan 4 minggu pada suhu ruang. Untuk menge tahui efektivitas bawang putih selama penyimpanan menggunakan perlakuan pembanding yaitu kontrol negatif atau tanpa penambahan apapun dan 2 kontrol positif yaitu perlakuan perendaman selama 30 detik dalam cypermethrin konsentrasi 0.01% dan Formalin konsentrasi 0,2% selama 4 jam.

Penggunaan perlakuan cypermethrin 0,01% dengan lama perendaman 30 detik berdasarkan hasil penelitian Nitibaskara (1990) mengenai penggunaan insektisida dalam mengendalikan serangan serangga pada pengolahan serta


(44)

penyimpanan ikan asin jambal roti menyimpulkan bahwa penggunaan cypermethrin dengan konsentrasi 0,01% selama 30 detik cukup efektif untuk mencegah serangan lalat hijau (Chrysomya megacephala) selama pengolahan ikan asin jambal roti. Sedangkan perlakuan formalin 0,2% dengan lama perendaman 4 jam berdasarkan hasil percobaan (Setyawan, 2006) mengenai perlakuan berbagai konsentrasi penggunaan formalin yang menghasilkan residu pada ikan pindang.

Penelitian utama terdiri dari persiapan pembuatan ekstrak bawang putih, pembuatan larutan garam, dan metode penelitian.

3.3.2.1 Persiapan pembuatan sari bawang putih (modifikasi metode Lawson et al., 1991)

Umbi bawang putih sebanyak 900 gr (9%) diblender kemudian masing-masing dilarutkan dalam air hingga mencapai 10 liter. Larutan bawang putih

Gambar 6. Diagram alir pembuatan jambal roti ikan patin dengan seluruh perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini

Ikan Patin

Penyiangan

(Kepala dan isi perut)

Autolisis pada

suhu ruang (6 jam)

Penggaraman 48 jam

(garam kristal 30% berat ikan)

Pembelahan dan

pencucian

Perendaman :

Sari bawang putih 0%, 3%. 6%, dan 9%

lama perendaman 0, 5, 10, dan 15 menit

Penjemuran

Jambal Roti Ikan Patin


(45)

didiamkan selama 15 menit pada suhu ruang. Larutan disaring kemudian digunakan untuk merendam ikan asin jambal roti sebelum proses penjemuran.

3.3.2.2 Pembuatan larutan garam

Garam yang digunakan dalam penelitian adalah garam rakyat kristal ukuran sedang. Jumlah garam yang digunakan adalah 30% dari berat ikan patin yang telah disiangi bentuk gutted.

Garam dibagi menjadi dua bagian, satu bagian untuk dimasukkan ke rongga perut ikan. Larutan garam dibuat 3 jam sebelum pemakaian dan dilakukan penyaringan terlebih dulu sebelum digunakan untuk merendam ikan.

3.3.2.3 Pembuatan jambal roti ikan patin dan rancangan percobaan

(1) Ikan patin segar (hidup) sebanyak 150 ekor diambil secara acak sebanyak 10 ekor kemudian diberi identitas, untuk pengukuran mutu fisik yang meliputi : panjang total, panjang baku, tebal, penimbangan bobot utuh, bobot bentuk gutted, dan bobot kering jemur.

(2) Semua sampel ikan patin segar disiangi bentuk gutted, dicuci, ditiriskan, dan ditimbang bobotnya. Penyiangan dilakukan ditempat pembelian ikan.

(3) Ikan dimasukkan dalam wadah semi tertutup dan dibiarkan pada suhu ruang (diautolisis) selama 6 jam. Lama autolisis dihitung sejak ikan disiangi di tempat pembelian ikan hingga di tempat penelitian.

(4) Ikan kemudian digarami dengan cara memasukkan garam ke dalam rongga perut ikan, sisa garam kemudian dibuat larutan garam jenuh. Jumlah garam kurang lebih 30 % dari berat ikan bentuk gutted.

(5) Ikan disusun dalam tong plastik, kemudian larutan garam jenuh yang sudah disaring dimasukkan. Bagian atas ikan diberi pemberat, kemudian tong ditutup agar tidak ada infestasi lalat. Penggaraman dilakukan selama 48 jam. (6) Setelah penggaraman, ikan dicuci, ditiriskan, ditimbang, dan dibelah dari arah

punggung ke ekor.

(7) Sampel ikan dibagi secara acak menjadi 5 kelompok untuk dilakukan perendaman dalam masing- masing perlakuan yaitu kontrol (0%), larutan bawang putih pada taraf konsentrasi 9% selama 10 menit, cypermethrin 0.01% selama 30 detik, dan formalin 0.2% selama 4 jam. Setiap kelompok terdiri dari 30 ekor ikan yang direndam dalam satu wadah. Perendaman sampel berturut-turut dilakukan dengan lama perendaman 4 jam, 15 menit, 10


(46)

menit, 30 detik dan 0 menit. Pengangkatan sampel dilakukan secara bersamaan.

(8) Sampel ikan dijemur di atas para-para selama 5 hari hingga kering jemur. Selama proses penjemuran dilakukan pengamatan terhadap infestasi lalat dan larva. Setelah satu hari penjemuran dilakukan pembalikan dan daging yang tebal ditoreh untuk mempercepat proses pengeringan. Kemudian 10 ekor produk jambal roti ikan patin kering jemur yang diberi identitas, ditimbang dan dicatat untuk dihitung rendemennya, selanjutnya bersama sampel yang lainnya dilakukan penyimpanan selama 4 minggu. Setiap satu minggu sekali diambil 2 ekor secara acak dari masing- masing perlakuan untuk dilakukan pengujian.

Pengamatan penelitian utama meliputi: 1) infestasi lalat dan larva selama penjemuran jambal roti ikan patin, 2) uji organoleptik dengan parameter penampakan, warna, aroma, dan tekstur untuk setiap pengamatan, 3) uji kimiawi yang meliputi nilai proksimat (kadar abu, kadar garam, kadar protein, kadar lemak) pada awal dan akhir penyimpanan, nilai pH, kadar air, aw, dan TVB untuk setiap pengamatan, serta 4) uji mikrobiologi yaitu TPC dan kapang untuk setiap pengamatan. Diagram alir penelitian utama disajikan pada Gambar 7.

3.4 Pengamatan dan Pengujian 3.4.1 Pengamatan infestasi lalat

Infestasi lalat merupakan serangan lalat yang menghinggapi jambal roti ikan patin selama penjemuran. Penjemuran dilakukan mulai pukul 08.00–16.00 WIB, tergantung cuaca. Pada penelitian pendahuluan pengamatan dan pencatatan jumlah infestasi lalat dilakukan sebanyak 8 kali atau setengah jam sekali setiap hari, yang dilakukan pada pukul 08.30–10.00 WIB dan 14.30–16.00 WIB, selama tiga hari penjemuran (hingga ikan kering). Sedangkan pengamatan dan pencatatan jumlah infesasi lalat pada penelitian utama dilakukan pada jam 8.30-10 WIB. Kegiatan penghitungan jenis dan jumlah lalat yang hinggap lebih dari 3 menit selama 10 menit dilakukan secara bersamaan setiap kali pengamatan. Dua hari sebelum pengamatan dilakukan pengundangan lalat dengan menggunakan limbah isi perut dan kepala ikan patin sebagai atraktor. Sebelum pengamatan, atraktor ditutup dan dib uka kembali setelah pengamatan. Data hasil pengamatan infestasi lalat dan larva merupakan akumulasi hasil perhitungan jumlah lalat dan


(47)

larva selama hari pengamatan serta ditampilkan secara deskriptif dengan menggunakan tabel dan grafik.

Tingkat efektivitas perlakuan lama perendaman ikan jambal patin dalam larutan bawang putih dengan berbagai konsentrasi dihitung berdasarkan persentase terkecil terhadap infestasi lalat atau persentase terbesar terhadap daya tolak dibanding dengan kontrol.

Gambar 7. Diagram alir pembuatan jambal roti ikan patin dengan seluruh perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini

Ikan Patin

(Kepala dan isi perut)

Penyiangan

Autolisis pada

suhu ruang(6 jam)

Penggaraman 48 jam

(garam kristal 30% berat ikan)

Pembelahan dan

pencucian

Perendaman sesuai perlakuan :

-

Kontrol (0%)

-

Sari bawang putih 9%, 10 menit

-

Cypermetrin 0,01%, 30 detik

-

Formalin 0,2%, 4 jam

Penjemuran

Jambal Roti Ikan Patin

Penyimpanan :

0, 1, 2, 3, dan 4 minggu

Pencucian


(48)

3.4.2 Pengujian organoleptik

Pengujian organoleptik produk jambal roti ikan patin dilakukan dengan 5 skala hedonik yaitu nilai 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral atau biasa, 4 = suka, dan 5 = sangat suka oleh 15 orang panelis semi terlatih. Parameter yang diuji adalah warna, aroma, tekstur, dan rasa. Pengujian organoleptik rasa dilakukan terhadap produk yang telah dimasak, sedangkan ketiga parameter lainnya dilakukan terhadap produk jambal roti mentah. Persiapan uji rasa yaitu dengan memotong bagian jambal roti patin dari masing-masing perlakuan. Potongan ikan tersebut masing-masing- masing-masing direndam dalam air panas suhu 80ºC selama 10 menit dengan wadah terpisah, selanjutnya dipotong kecil-kecil bentuk dadu dan dipanggang dengan alat microwave selama 4 menit.

3.4.3. Pengujian kimiawi

3.4.3.1 Kadar air (AOAC, 1990).

(1) Ditimbang cawan kosong dan tutupnya kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu 102oC hingga 105oC selama 10 hingga 12 jam.

(2) Cawan beserta tutupnya dikeluarkan dari dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang.

(3) Dimasukkan sampel yang telah dipotong kecil-kecil dan homogen sebanyak 1 hingga 4 gram ke dalam botol, selanjutnya dikeringkan dalam oven 102oC hingga 105oC. Pengeringan dalam oven dilakukan hingga mencapai berat konstan.

Perhitungan :

(gram) sampel Berat

100% x (B) -(A) -1 (%) Air

Kadar =

Keterangan :

A = Berat cawan + sampel

B = Berat cawan + sampel setelah dipanaskan

3.4.3.2 Kadar abu (AOAC, 1990)

(1) Cawan abu porselin dipanaskan dalam tungku pengabuan bersuhu 650oC selama satu jam, dimana kenaikan suhu tungku pengabuan dilakukan secara bertahap.


(49)

(2) Setelah suhu tungku pengabuan menurun hingga mencapai suhu kamar, cawan abu porselin dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang.

(3) Dimasukkan sampel yang telah dipotong kecil-kecil dan homogen seberat 2 gram kedalam cawan abu, kemudian dimasukkan ke dalam oven sampai hampir kering.

(4) Cawan yang berisi sampel diabukan dalam tungku pengabuan samp ai kira-kira 650oC selama 1 jam. Setelah mencapai suhu tersebut atau hingga cawan abu menjadi merah, cawan kemudian didinginkan dalam desikator hingga mencapai berat konstan.

Perhitungan :

(gram) sampel Berat

100% x b pada Berat -d pada Berat (%)

Abu

Kadar =

3.4.3.3 Kadar protein kasar (AOAC, 1990) (1) Destruksi

1) Dimasukkan sampel yang telah dipotong kecil-kecil dan homogen sebanyak 1 hingga 2 gr ke dalam labu Kjeldhal 300 ml, kemudian ditambahkan campuran destruksi sebanyak 3 gr dan 20 ml asam sulfat pekat p.a.

2) Selanjutnya Labu Kjeldhal dipanaskan di atas pemanas listrik hingga warna larutan semula hitam berubah menjadi jernih. Selama pemanasan pada ujung lampu Kjeldhal dipasang corong untuk mencegah penguapan larutan asam sulfat pekat.

3) Labu Kjeldhal didinginkan kemudian dipindahkan secara kuant itatif ke labu ukur 250 ml menggunakan aquades.

(2) Destilasi

1) Filtrat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan H2BO3 5% dan

telah ditambah metil 3 tetes dan bromokresol green.

2) Setelah uap destilasi tidak bereaksi basa lagi dengan uji lakmus atau warna cairan berubah biru, destilasi dihentikan.

3) Pembilasan dilakukan pada ujung kondensor dengan air suling. (3) Titrasi

1) Larutan yang dihasilkan dari tahap destilasi dilakukan titrasi dengan HCl standar dengan metil red dan bromokresol green sehingga berwarna merah.


(50)

Perhitungan : (gr) sampel berat x 100 100% n x pengencera x 6,25 x 14 x HCl) N x HCl titrasi (ml (%) otein Pr Kadar =

3.4.3.4 Kadar lemak kasar (Crude Fat) (AOAC, 1990)

(1) Dimasukkan sampel sebanyak 2 hingga 3 gr yang telah dipotong kecil-kecil dan homogen ke dalam selongsong lemak. Sampel kering yang diketahui kadar airnya dapat juga digunakan.

(2) Sampel dalam selongsong lemak ditutup dengan kapas bebas lemak.

(3) Selongsong lemak yang berisi sampel dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxlet, dan disiram dengan etil eter hingga permukaan. Setelah etil eter berpindah ke dalam labu lemak, dilakukan penyiraman kembali dengan etil eter terhadap selongsong lemak tersebut hingga permukaan separuh dari ruangan ekstraktor.

(4) Dipanaskan Labu lemak dan tabung Soxlet diatas pemanas listrik dengan suhu sekitar 40oC selama 6 jam.

(5) Dilepaskan Labu lemak dari tabung Soxlet, kemudian etil eter yang berada dalam ruangan ekstraktor dituangkan ke dalam labu lemak.

(6) Etil eter yang terdapat dalam labu lemak dilakukan destilasi dengan alat destilasi berputar hingga semua etil eter menguap, selanj utnya labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 102oC hingga 105oC sampai tercapai berat konstan dan ditimbang. Perhitungan :

(gram) sampel Berat 100% x f pada minyak Berat (%) Lemak

Kadar =

3.4.3.5 Kadar garam (AOAC, 1990)

(1) Dimasukkan sampel sebanyak 0,5–1 gram untuk contoh basah atau 0,3–0,5 gram untuk contoh kering ke dalam labu erlemeyer 300 ml

(2) Ditambahkan larutan standar AgNO3 sebanyak 25 ml ke dalam labu

erlemeyer, untuk mengendapkan semua khlorida sebagai AgCl dan kemudian ditambahkan 20 ml larutan HNO3.


(1)

Lampiran 17. Nilai rata-rata a

w

produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan

suhu ruang

Perlakuan Nilai Aw pada Pengamatan Minggu ke-

0 1 2 3 4

Kontrol (0%) 0,70 0,70 0,70 0,71 0,70

10 menit 9% Bawang putih 0,69 0,71 0,70 0,71 0,70

30 detik 0,01% Cypermethrin 0,70 0,70 0,70 0,71 0,70

4 jam 0,02% Formalin 0,71 0,72 0,70 0,73 0,73

Lampiran 18. Nilai rata-rata pH produk jambal roti ikan patin selama penyimpanan

suhu ruang

Perlakuan Nilai pH pada Pengamatan Minggu ke -

0 1 2 3 4

Kontrol (0%) 6,04 6,41 6,44 6,50 6,32

10 menit 9% Bawang putih 6,08 6,47 6,48 6,46 6,45

30 detik 0,01% Cypermethrin 6,05 6,54 6,46 6,54 6,40

4 jam 0,02% Formalin 6,08 6,52 6,47 6,64 6,42

Lampiran 19. Nilai rata-rata TVB produk jambal roti ikan patin selama

penyimpanan suhu ruang (mgN/100gr)

Perlakuan Nilai TVBpada Pengamatan Minggu ke-

0 1 2 3 4

Kontrol (0%) 116,18 136,71 151,20 157,43 145,24

10 menit 9% Bawang putih 94,15 117,16 122,27 123,52 124,45

30 detik 0,01% Cypermethrin 105,18 104,21 113,53 123,78 131,79

4 jam 0,02% Formalin 91,64 113,65 105,50 126,75 130,21

Lampiran 20. Nilai rata-rata jumlah TPC produk jambal roti ikan patin selama

penyimpanan suhu ruang

Perlakuan

Nilai TPC pada Pengamatan Minggu ke -

0 1 2 3 4

Kontrol (0%) 7,6x104 35,6x104 23,7x105 8,67x105 5,07x106

10 menit 9% Bawang putih 2,47x104 7,63x104 15,8x105 2,33x106 1x106 30 detik 0,01% Cypermethrin 4,67x104 7,78x105 1,87x106 3,65x106 2,23x106


(2)

Lampiran 21. Nilai rata-rata jumlah kapang produk jambal roti ikan patin selama

penyimpanan suhu ruang

Perlakuan Jumlah Kapang pada Pengamatan Minggu ke-

0 1 2 3 4

Kontrol (0%) 0x101 0x101 0x101 2,33x101 0x101

10 menit 9% Bawang putih 0x101 0x101 0x101 1,33x101 0x101

30 detik 0,01% Cypermethrin 0x101 0x101 0x101 1,33x101 0,33x101

4 jam 0,02% Formalin 0x101 0x101 0x101 0,67x101 0x101

Lampiran 22. Nilai rata-rata organoleptik penampakan produk jambal patin selama

penyimpanan suhu ruang

Lampiran 23. Nilai rata-rata organoleptik warna produk jambal patin selama

penyimpanan suhu ruang

Perlakuan

Nilai Organoleptik Warna pada Pengamatan Minggu ke-

0 1 2 3 4

Kontrol (0%) 3,50 3,37 3,18 2,97 2,66

10 menit 9% Bawang Putih 3,44 2,82 2,69 2,67 2,47

30 Detik 0,01% Cypermethrin 3,46 3,11 2,94 2,64 2,51

4 Jam 0,2% Formalin 3,54 3,19 2,99 2,80 2,42

Lampiran 24. Nilai rata-rata organoleptik aroma produk jambal patin selama

penyimpanan suhu ruang

Perlakuan

Nilai Organoleptik Aroma pada Pengamatan Minggu ke-

0 1 2 3 4

Kontrol (0%) 3,62 3,54 3,18 2,90 2,96

10 menit 9% Bawang Putih 3,58 3,48 3,40 3,23 2,97

30 Detik 0,01 Cypermethrin 3,61 3,24 3,12 2,92 2,83

4 Jam 0,2% Formalin 3,22 3,08 2,98 2,81 2,48

Perlakuan

Nilai Organoleptik Penampakan pada Pengamatan Minggu ke-

0 1 2 3 4

Kontrol (0%) 3,63 3,38 3,04 2,98 2,70

10 menit 9% Bawang Putih 3,44 3,13 2,97 2,76 2,20

30 Detik 0,01%Cypermethrin 3,76 3,56 3,04 2,89 2,48


(3)

Lampiran 25. Nilai rata-rata organoleptik tekstur produk jambal patin selama

penyimpanan suhu ruang

Perlakuan

Nilai Organoleptik Tekstur pada Pengamatan Minggu ke-

0 1 2 3 4

Kontrol (0%) 3,64 3,19 3,01 2,74 2,60

10 menit 9% Bawang Putih 3,22 3,27 3,02 2,90 2,70

30 detik 0,01% Cypermethrin 3,34 3,19 2,98 2,71 2,74


(4)

Lampiran 26. Foto dokumentasi kegiatan penelitian pada proses pengolahan

jambal roti ikan patin

(

Pangasius hypophthalmus

)

1

2

3

4

5

6

7


(5)

Keterangan :

Foto 1. Ikan Patin

Foto 2. Penyiangan ikan patin

Foto 3. Penyiangan ikan patin bentuk

gutted

Foto 4. Proses penyimpanan (autolisis) selama 6 jam pada suhu ruang

Foto 5. Proses perendaman dalam larutan garam jenuh selama 48 jam

Foto 6. Ikan setelah direndam selama 48 jam

Foto 7. Ikan setelah dibelah dan direndam dalam bahan uji

Foto 8. Proses penjemuran jambal roti

Foto 9. Jambal roti ikan patin

Lampiran 27. Produk jambal roti ikan patin dan jambal roti ikan

manyung/kadukang (komersial)

Keterangan :

Foto 1. Ikan patin (

Pangasius

hypophthalmus

)

Foto 2. Ikan manyung/kadukang (

Arius

utik

)

Foto 3. Jambal roti ikan patin

Foto 4. Jambal roti ikan manyung/kadukang (komersial)

9

1

2


(6)

Lampiran 28. Lembar pengujian organoleptik produk jambal roti dengan

skala hedonik

Nama

:………..

Tanggal

:………..

Petunjuk

: Tuliskan nomor kode dan nilai pengujian organoleptik terhadap

masing- masing parameter sesuai dengan tingkat spesifikasi

sebagai berikut:

Parameter

Nilai Tingkat Spesifikasi

1 (sangat tidak suka) 2 (tidak suka) 3 (netral) 4 (suka) 5 (sangat suka)

Warna

Sangat

kusam

Kusam Biasa Bersih dan

cerah

Sangat bersih dan cerah

Aroma

Sangat

busuk

Busuk Biasa Harum khas

jambal

Sangat harum khas jambal

Tekstur

Sangat

keras

Keras Biasa Empuk/masir Sangat

empuk/masir

Rasa

Sangat

asin/pahit

Asin/pahit Biasa Sedap khas

jambal

Sangat sedap khas jambal

Nomor

Kode