BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan zaman dan era globalisasi yang terjadi saat ini membawa perubahan - perubahan dalam kehidupan. Peningkatan pendapatan pada kelompok
masyarakat tertentu menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama pada pola makan. Di samping itu perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik
dikalangan masyarakat. Hasil identifikasi yang dilakukan Riskesdas, bahwa faktor resiko yang menyebabkan penyakit degeneratif di Sumatera Utara dinyatakan bahwa sebanyak
51,9 masyarakat Sumatera Utara kurang melakukan aktivitas fisik atau berolahraga. Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat semakin banyaknya
penduduk golongan tertentu mengalami masalah gizi lebih. Pola makan yang berlebih dan kurangnya aktifitas berolahraga dapat menyebabkan tidak adanya metabolisme tubuh
sehingga akan menyebabkan gizi lebih. Gizi lebih dianggap penting karena dapat menimbulkan penyakit tidak menular yang saat ini banyak terjadi di Indonesia. Masalah
gizi lebih muncul pada awal tahun 1990-an. Gizi lebih disebabkan karena konsumsi pangan melebihi kebutuhan normal tubuh manusia. Salah satu bentuk gizi lebih adalah
kegemukan dan obesitas Santoso, 2004. Dalam Laporan Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia ditemukan bahwa prevalensi obesitas tinggi yaitu pada pria sebesar 41,2 dan pada wanita sebesar 53,3
Depkes, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kodyat 1990, obesitas cenderung meningkat pada populasi dewasa. Sekitar 80-90 kasus obesitas diperkirakan ditemukan pada rentang usia dewasa.
Kelompok usia 40-55 tahun merupakan kelompok paling rawan terhadap kejadian obesitas. Obesitas sangat erat hubungannya dengan hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia adalah kolesterol yang tinggi di dalam darah, ini dapat memberikan dampak penyumbatan pembuluh darah dan jantung. Obesitas sering dianggap sebagai
sinyal awal munculnya keluhan penyakit-penyakit degeneratif. Hingga saat ini penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di
dunia. Hampir 17 juta orang meninggal lebih awal setiap tahun akibat epidemi global penyakit degeneratif WHO, 2002.
Penyakit degeneratif mencakup penyakit diabetes mellitus, kanker, stroke, hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan lain-lain. Penyakit
degeneratif sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi pangan. Salah satu penyakit degeneratif yang dapat terjadi akibat konsumsi pangan yang berlebih adalah penyakit
jantung koroner. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling banyak menyebabkan kematian. Anwar, 2004.
Menurut data WHO 2002, jumlah individu yang meninggal akibat penyakit jantung koroner adalah sebanyak 5.825.000 untuk umur 60 tahun ke atas dan 1.332.000
untuk umur 15-59 tahun Hanan, 2005. Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit jantung merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 14.
Dan prevalensi penyakit janutng di Sumatera Utara pada tahun 2007 sebesar 7. Ini merupakan prevalensi presentase tertinggi diantara beberapa penyakit degeneratif
lainnya Rikerdas, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Depkes RI, mendapatkan bahwa pada tahun 2007 jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani
rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa Depkes RI, 2009. Faktor risiko pada PJK dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu : Faktor risiko yang
dapat dikendalikan dislipidemia, merokok, hipertensi, diabetes militus, kegemukan dan stres dan yang tidak dapat dikendalikan jenis kelamin, umur dan keturunan Chung,
2010. Dari faktor-faktor di atas upaya penanggulangan dan pencegahan utama PJK yaitu
dengan pengaturan pola konsumsi pangan sesuai dengan kebutuhan, terutama mengendalikan energi lemak dan kolesterol. Ada dua jenis lemak dalam makanan, yaitu
lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh inilah yang meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida. Oleh karena itu semakin banyak konsumsi makanan berlemak,
maka akan semakin besar peluangnya untuk menaikkan kadar kolesterol dalam darah Soeharto, 2004.
Kolesterol adalah jenis lemak, tubuh memperoleh kolesterol dari dua sumber yaitu, dibentuk di dalam tubuh oleh hati dan dari luar tubuh yang bersumber dari
makanan. Kolesterol yang berasal dari makanan dapat meningkatkan kolesterol dalam darah terutama yang bersumber dari hewani. Kolesterol darah tersebut adalah kolesterol
darah total, HDL, LDL dan trigliserida. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian, setiap penurunan kadar kolesterol sebesar
1 akan menurunkan risiko PJK sebesar 2 Anwar, 2004. Penelitian kolesterol darah total 160 mgdl dipertengahan umur dewasa memberi kontribusi yang rendah terhadap
Universitas Sumatera Utara
risiko PJK. Banyak hal yang diduga berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah diantaranya konsumsi pangan mengandung asam lemak jenuh, karbohidrat, kebiasaan
olahraga, obesitas, kebiasaan minum alkohol, merokok, dan diabetes militus Semiardji, 2003.
Adapun pengaruh konsumsi pangan terhadap kadar kolesterol darah telah diteliti oleh Kriss-Etherton et al 2001. Penelitian tersebut membandingkan pengaruh
pemberian diet tinggi asam lemak tak jenuh tunggal 15-27 dari kalori total dibandingkan dengan diet rendah asam lemak 7-12 dari kalori total terhadap kadar
kolesterol darah total. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan dengan asupan asam lemak 15 dari kalori total dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Penelitian Hatma 2001 mendapatkan adanya korelasi positif yang bermakna antara asupan asam lemak dengan kadar kolesterol total pada etnis Minangkabau. Pada
tahun yang sama, Tala juga melakukan penelitian di Kecamatan Mampang Prapatan mendapatkan sekitar 24 subjek penelitian laki-laki, usia di atas 35 tahun, mempunyai
kadar kolesterol darah total 240 mgdl dan asupan lemak jenuh 3,3-9 dari kalori total. Penelitian Arnett et al 2003, mendapatkan hasil bahwa 54 laki-laki dan 46
wanita dari 4466 subjek penelitian yang tidak mengonsumsi serat buah dan sayur memiliki tingkat asam lemak jenuh yang tinggi.
Penelitian terbaru mengenai hubungan konsumsi dengan asam lemak jenuh dilakukan oleh Otto et al 2012, mendapatkan hasil bahwa penggantian dari 2 energi
asam lemak jenuh daging dengan energi asam lemak jenuh susu dikaitkan dengan risiko penyakit kardiovaskuler, mendapatkan hasil 25 lebih rendah.
Universitas Sumatera Utara
Keadaan ini merupakan pendorong untuk dilakukannya penelitian hubungan pola konsumsi pangan dengan tingkat kolesterol darah total pada pegawai negeri sipil PNS
di Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan. Secara umum, PNS yang bekerja pada Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan
Provinsi Sumatera Utara Kota Medan mengalami kelebihan berat badan atau kegemukan. Hal ini diduga karena kebiasaan makan yang tidak teratur dan kurangnya aktifitas
berolahraga. Melalui wawancara yang dilakukan pada saat survei awal pada tanggal 19 Juli 2013, sekitar 50 PNS mengalami penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes
militus, dan PJK. Mereka tidak mendapatkan general chek-up secara rutin sehingga pemeriksaan kesehatan dilakukan di poliklinik atau laboratorium tertentu dengan
menggunakan askes secara individu. Terdapat 60 dari jumlah seluruh PNS di Kanwil Direktorat Jendral
Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan berusia 40 tahun keatas, yaitu sebanyak 63 orang. Berdasarkan data yang diperoleh pada kunjungan PNS di Poliklinik
Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, terdapat 29 orang dengan kriteria umur 40 tahun keatas yang rutin memeriksakan tingkat koleterol darah
mereka. Dari 29 orang PNS tersebut 78 dengan kolesterol darah total 200 mgdl. Dan berdasarkan pengamatan yang dilakukan sekitar 80 dari 105 PNS
menggunakan sarana kantin dan warung yang berada disekitar lingkungan kantor untuk memenuhi kebutuhan energi pada waktu sarapan pagi dan makan siang. Gambaran
konsumsi pangan pada saat bekerja di kantor adalah dari jenis makanan seperti nasi, daging dan ikan goreng atau berkuah santan. Rendahnya konsumsi serat yang diperoleh
Universitas Sumatera Utara
dari buah-buahan dan sayuran. Berdasarkan jenis makanan pokok nasi yang dikonsumsi dengan frekuensi 3xhari dan jumlah konsumsi energi rata-rata yang dianjurkan sehari
dapat diduga melebihi dari kebutuhan. Sementara pencegahan utama untuk PJK adalah pengaturan pola konsumsi pangan yang baik.
Berdasarkan hal di atas penulis tertarik ingin mengetahui lebih lanjut sejauh mana hubungan pola konsumsi pangan dengan tingkat kolesterol darah total pada Pegawai
Negeri Sipil di Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan.
1.2. Rumusan Masalah